Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sinta Nur Asih
"ABSTRAK
Kehadiran gig economy dipengaruhi oleh era industri 4.0 yang menekankan efisiensi dan efektivitas melalui kehadiran teknologi dan memiliki peran yang strategis dalam membantu perusahaan mendapatkan tenaga kerja profesional yang sesuai dengan bidang yang dibutuhkan (on-demand workers). Online gig economy sebagai dampak dari digitalisasi menghasilkan sekumpulan tenaga kerja lepas yang disebut sebagai gig worker. Semakin pesatnya pertumbuhan platform online gig economy serta tingginya jumlah pengguna internet di Indonesia berpotensi membuka peluang pasar pekerjaan online dan dapat menimbulkan adanya kelebihan pasokan online gig worker. Pertumbuhan online gig economy di Indonesia perlu diimbangi dengan adanya penelitian untuk mencari solusi terhadap faktor yang memengaruhi minat masyarakat untuk menggunakan jasa online gig worker. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor penjelas utama yang menjadi penghambat dan pendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa dari online gig worker menggunakan model penelitian gabungan dari Technology Acceptance Model (TAM) dan Unified theory of acceptance and use of technology (UTAUT). Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode Partial List Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM). Hasil pengolahan data berupa hasil analisis kemudian dilakukan uji hipotesis sehingga diketahui hasil penelitian yang diharapkan. Berdasarkan hasil uji hipotesis, faktor-faktor yang menjadi pendorong minat masyarakat untuk menggunakan jasa online gig worker adalah faktor manfaat yang didapatkan, serta pengaruh dari lingkungan sosial. Sedangkan faktor yang menjadi penghambat adalah persepsi terhadap risiko.

ABSTRACT
Online Gig Economy (OGE) as a result of digitalization results in a group of freelancers called gig workers. The rapid growth of the OGE platform and the high number of internet users in Indonesia has the potential to open up online job market opportunities and can lead to an excess supply of online gig workers. The growth of OGE in Indonesia needs to be balanced with the existence of research to find solutions to factors that influence people's interest in using online gig worker services. Data collection is done by distributing online questionnaires. Based on the results of the study, the factors that are motivating the interest of the public to use the gig worker online services are the Perceived Usefulness, and Social Influence. While the inhibiting factor is the Perceived of Risk
"
2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Auditianto
"Pertumbuhan dan kemajuan internet di Indonesia menyebabkan munculnya berbagai layanan physical gig economy (PGE) seperti Go-Jek, Grab, Go-Clean, Seekmi, Sejasa, Tukang.com, dan lain sebagainya. Pertumbuhan mitra yang tidak diikuti oleh pertumbuhan pengguna pada sektor jasa transportasi menyebabkan mitra kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Pada sektor jasa kebersihan dan pertukangan, penggunaan layanan masih rendah. Permasalahan ini mendorong penelitian yang bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan layanan PGE. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan PLS-SEM sebagai metode olah datanya. Responden kuesioner berjumlah 318 orang, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang telah menggunakan layanan PGE maupun belum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti, perceived platform quality, trust, economic benefit, dan hedonic motivation, merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap behavioral intention. Faktor social influence hanya berpengaruh pada saat awal menggunakan layanan. Faktor perceived risk tidak memiliki pengaruh terhadap behavioral intention, karena keuntungan yang diberikan oleh layanan PGE lebih besar daripada risiko.

.The growth of the internet in Indonesia has led to the emergence of physical gig economy (PGE) services, such as Gojek, Grab, Go-Clean, Seekmi, and so on. The growth of gig workers that arent followed by the growth of users in transportation service, is causing lack of orders. In addition, usage in cleaning and repair service sectors is still considerably low. The problems encourage researcher to find the influencing factors on the usage of PGE services. This research uses quantitative method and PLS-SEM as analytical tool. Questionnaires were given to respondents who have been using and who have not use PGE services. From this survey, 318 valid data were collected from respondents. Result from data processing shown that perceived platform quality, trust, economic benefit, and hedonic motivation had significant effect to behavioral intention. Social influence is affecting user on the early usage of PGE services. Perceived risk does not have negative effect on behavioral intention, because the benefits provided by PGE services outweigh the risks."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Sri Saparingga
"Penelitian ini membahas mengenai fenomena normalisasi eksploitasi diri yang dilakukan
oleh pekerja paruh waktu (freelancer) di bidang industri kreatif dalam platform digital.
Kondisi ini berkaitan dengan gig economy yang menawarkan kebebasan dalam bentuk
fleksibilitas bagi tenaga kerja untuk memilih dan melakukan pekerjaan mereka melalui
platform digital. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kebebasan yang dimiliki oleh
online freelancer sebenarnya terkekang oleh manajemen algoritmik dari platform digital,
sehingga platform berusaha memproduksi consent dari pekerja. Online freelancer
menghadapi manajemen algoritmik dengan membangun relasi dengan klien, memahami
literasi digital, dan melakukan berbagai penyesuain. Namun, studi sebelumnya
mengabaikan cost tambahan yang dikeluarkan oleh online freelancer yang mengarah pada
eksploitasi diri. Pada penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode studi kasus ini, ditemukan bahwa pembentukan consent menjadi titik awal
terjadinya eksploitasi diri yang dilakukan online freelancer. Diikuti dengan siasat baru
yang digunakan dalam menghadapi teknologi, seperti pembentukan sistem gamifikasi
baru bagi personal dan keterlibatan mereka dengan komunitas. Online freelancer
melakukan pekerjaan ini dengan sukarela karena pekerjaan ini dinilai sebagai hobi yang
menguntungkan, perasaan senang saat melakukan hal yang disukai dan didukung dengan
persepsi bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah hal yang wajar. Oleh karena itu,
mereka menormalisasi eksploitasi diri yang terjadi, meskipun berdampak pada kondisi
burnout

This research discusses the phenomenon of self-exploitation normalization carried out by
part-time workers (freelancers) in the creative industry within digital platforms. This
condition is related to the gig economy, which offers freedom in the form of flexibility
for workers to choose and perform their tasks through digital platforms. Previous studies
have shown that the freedom held by online freelancers is actually constrained by
algorithmic management of the digital platforms, leading the platforms to strive for the
production of consent from the workers. Online freelancers face algorithmic management
by building relationships with clients, understanding digital literacy, and making various
adjustments. However, previous studies have overlooked the additional costs incurred by
online freelancers, which lead to self-exploitation. Through this qualitative research with
a case study approach, it was found that the production of consent becomes the starting
point for the occurrence of self-exploitation among online freelancers. This is followed
by new strategies used in facing technology, such as forming new gamification systems
for personals and engaging with communities. Online freelancers engage in this work
voluntarily because it is seen as a profitable hobby, they enjoy doing it, and they perceive
their actions as reasonable. Therefore, they normalize the self-exploitation that occurs,
even though it has an impact on burnout conditions
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalifatulhabibah Ismail
"Ekonomi Gig adalah suatu bentuk varian dari Neoliberalisme yang berkembang di Amerika. Ekonomi Gig hadir seiring dengan globalisasi serta proses revolusi digital 4.0.Ekonomi Gig yang timbul dari hubungan individu serta masyarakat akan mempengaruhi kebijakan ekonomi Amerika. Berkembangnya teknologi menjadi serba otomatisasi digital menyebabkan tenaga kerja manusia digantikan oleh teknologi. Ekonomi Gig merupakan solusi digital di Amerika.Tesis ini akan menunjukan bagaimana siklus ekonomi Gig berkembang di Amerika mengikuti kebutuhan dan kepentingan bangsa Amerika, dan akhirnya ekonomi Gig sebagai solusi atas globalisasi teknologi yang sangat tinggi.Tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif dengan memusatkan prinsip-prinsip umum yang mendasari suatu gejala atau pola yang ada dalam kebijakan ekonomi Amerika. Menggunakan teknik penulisan deskriptif-interpretatif, yang melihat gejala-gejala dari aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi sebagai satu kesatuan yang membentuk suatu pemahaman intergratif.

Gig Economy is a variant of Neoliberalism that developed in America. Economy Gig comes along with globalization and the process of digital revolution 4.0.Gig Economy arising from individual and community relationships will affect American economic policy. The development of technology into an all-round digital automation led to the human workforce being replaced by technology.This thesis will show how the Gig economy cycle is developing in America following the needs and interests of the American people, and finally the Gig economy as a solution for globalization of technology.This thesis is largerly based on literature research method with an emphasis on a qualitative approach by concentrating the general principles of method in analytical describing the implementation that exists in American economic policy. Using descriptive-interpretive techniques to understand phenomenon’s from a diversity of social, cultural, political and economic aspects as a intergrative understanding of it."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikrotun Nadiyya
"Semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan rintisan di Indonesia saat ini, menyebabkan munculnya tren unik dalam proses pengerjaan proyek. Praktik pengerjaan proyek pada perusahaan rintisan saat ini dilakukan oleh individu atau pihak yang tidak dikenal secara langsung, terpisah fisik dengan klien, serta mekanisme pengadaannya dalam bentuk gig economy. Hal ini dapat berpotensi memberikan ancaman bagi keberlangsungan proyek dikarenakan adanya risiko kegagalan yang relatif tinggi serta kurangnya penerapan standar manajemen proyek. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kematangan manajemen proyek pada online gig economy menggunakan Kerzner Project Management Maturity Model (KPMMM). Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner dari KPMMM yang berisi 80 pertanyaan pilihan ganda kepada 10 online gig worker secara online. Dari hasil pengolahan data penilaian jawaban kesepuluh responden ditemukan bahwa saat ini tingkat kematangan manajemen proyek pada online gig economy berada pada tingkat 1 atau common language.

The development of the startup in Indonesia is quite rapid, that causing the emergence of a unique trend in the process of working on a project. The practice of working on projects at startup is currently carried out by individuals or unknown parties directly, physically separated from clients, and procurement mechanisms in the form of gig economy. This can potentially give a threat to the sustainability of the project due to the relatively high risk of failure and the lack of application of project management standards. This study aims to determine the level of project management maturity in the online gig economy using the Kerzner Project Management Maturity Model (KPMMM). Data collection was carried out by distributing questionnaires from KPMMM containing 80 multiple choice questions to 10 online gig workers. The results of data processing from the responses of the ten respondents found that the current level of project management maturity in online gig economy is at first level or common language."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetha Chelvi Yuliastuti
"Tulisan ini menganalisis aspek hukum hubungan kemitraan perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi berdasarkan perjanjian kemitraan. Permasalahan hukum yang dibahas dalam tesis ini adalah mengenai hubungan hukum hubungan kemitraan perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi di Indonesia dan pelaksanaan perlindungan hukum dalam hubungan kemitraan Perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi di Indonesia berdasarkan perjanjiannya. Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder. Hasil penelitian ditemukan isi perjanjian kemitraan Perusahaan layanan angkutan berbasis aplikasi yang tidak menerapkan prinsip-prinsip dalam kemitraan. Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi maka perkembangan platform tidak dapat dielakkan oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Perkembangan hubungan kemitraan yang berkaitan dengan perkembangan teknologi (munculnya aplikasi/platform) menjadi tantangan bagi pemerintah untuk dapat memberikan peraturan yang menjadikan hubungan kemitraan sesuai dengan prinsip-prinsip kemitraan yang berlaku. Pemerintah perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat menciptakan peraturan yang dapat menjawab tantangan hubungan kemitraan yang memberikan kesejahteraan untuk mitra.

This thesis analyzes the legal aspects of partnership relationships between application-based transportation service companies based on partnership agreements. The legal issues discussed in this thesis are regarding legal relationships between application-based transportation service companies in Indonesia and the implementation of legal protection in partnership relationships with application-based transportation service companies in Indonesia based on their agreements. This normative juridical research uses secondary data. The research results found that the contents of the partnership agreement for application-based transportation service companies did not apply the principles of partnership. As technology continues to develop, platform development is inevitable for all countries, including Indonesia. The development of partnership relationships related to technological developments (the emergence of applications/platforms) is a challenge for the government to be able to provide regulations that make partnership relationships comply with applicable partnership principles. The government needs to collaborate with other stakeholders to create rules that can answer the challenges of partnership relationships that provide prosperity for partners."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfia Nursya’bani
"Praktik ekonomi gig terus berkembang di Indonesia tanpa adanya regulasi yang mampu mengontrolnya. Salah satu bentuk implementasinya adalah hubungan kemitraan yang mulai merambah ke berbagai bidang pekerjaan, termasuk jasa pengantaran barang. Ketiadaan regulasi mengakibatkan pekerja mitra kurir berada pada kondisi kerja yang tidak layak dan tereksploitasi oleh perusahaan ekspedisi. Padahal, negara memiliki tanggung jawab di bidang hak asasi manusia untuk memastikan terwujudnya kesejahteraan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kejahatan terhadap pekerja kurir terjadi dalam ekonomi gig serta apa yang melatarbelakangi keterlibatan negara dan korporasi dalam kejahatan ini. Menggunakan pendekatan kritis dengan pengumpulan data primer berupa wawancara terhadap pekerja mitra kurir, ahli ketenagakerjaan, serta Kementerian Ketenagakerjaan RI, didukung oleh data sekunder berupa regulasi ketenagakerjaan di Indonesia, dokumen lembaga, serta penelitian terdahulu, kejahatan negara dalam ekonomi gig terungkap. Penelitian ini menemukan bahwa pekerja kurir dalam hubungan kemitraan mengalami pelanggaran sejumlah hak pekerja sehingga tereksploitasi. Melalui ketiadaan regulasi, korporasi dapat dengan bebas melakukannya. Kejahatan negara terjadi melalui pembiaran terhadap eksploitasi pekerja mitra dalam ekonomi gig serta pemfasilitasan korporasi untuk dapat terus melakukan eksploitasi. Ini semua dimungkinkan oleh hegemoni neoliberal. Sebagai produk dari paham neoliberal, ekonomi gig dipandang sebagai suatu keniscayaan. Hegemoni neoliberal kemudian mengakibatkan negara terperangkap sehingga menaruh keberpihakan kepada korporasi, alih-alih pada perlindungan pekerja. Kondisi ketiadaan regulasi terus dipertahankan negara karena pembentukan regulasi yang menjamin hak pekerja gig akan merugikan korporasi. Kejahatan negara yang terjadi lahir dari pilihan negara untuk tidak melakukan apa-apa. Oleh karena itu, negara harus keluar dari perangkap neoliberalisme dengan mengontrol praktik ekonomi gig secara tegas dan ketat melalui regulasi dan penguatan pengawasan ketenagakerjaan.

Gig economic practices continue to flourish in Indonesia without any regulation capable of controlling them. One form of implementation is a partnership model that has begun to spread into various fields of employment, including delivery services. The absence of regulations results in courier workers in partnership models being in inadequate working conditions and being exploited by expedition companies. In fact, the state has a responsibility in the area of human rights to ensure the welfare of workers. The study aims to examine how crimes against courier workers occur in the gig economy and what is behind the involvement of the state and corporations in these crimes. Using a critical approach to collecting primary data in the form of interviews with courier partners, employment experts, as well as the Indonesian Ministry of Manpower, supported by secondary data in the form of Indonesian employment regulation, institutional documents, and previous research, state crimes in the gig economy were revealed. This research found that courier workers in partnership relationships experienced violations of a number of workers' rights and were therefore exploited. Through the absence of regulation, corporations can freely do so. State crimes then occur through allowing the exploitation of partner workers in the gig economy as well as facilitating corporations to continue to carry out the exploitation. This is all made possible by neoliberal hegemony. As a product of neoliberal understanding, the gig economy is seen as an inevitability. Neoliberal hegemony then results in the state being captured into taking sides with corporations, rather than protecting the workers. The condition of non-regulation continues to be maintained by the state because the creation of regulations that guarantee the rights of gig workers will be detrimental to corporations. The state crimes that occur arise from the state's choice not to do anything. Therefore, the state must get out of the neoliberalism capture by firmly and strictly controlling gig economy practices through regulations and strengthening labor inspections."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Labib Fardany Faisal
"Pertumbuhan Online Gig Economy (OGE) yang pesat di dunia berpotensi menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia karena sistem kerja dan rekrutmen yang bebas serta
lapangan kerja yang melimpah tanpa memperhatikan batas negara. Dengan jam kerja dan sistem yang fleksibel, OGE juga dapat menjadi alternatif bagi pekerja dengan tempat
kerja yang jauh dan aturan yang mengekang. Namun disamping itu, pertumbuhan ini juga menyebabkan beberapa dampak negatif baik pada pelaku OGE sendiri maupun masyarakat secara luas. Dengan ini eksistensi OGE perlu diukur keberadaannya agar para pengambil keputusan dapat lebih cepat dalam mengambil kebijakan untuk mengatasi dampak negatif yang ditimbulkan. Sayangnya, sistem pengukuran ekonomi dan ketenagakerjaan saat ini masih belum memadai untuk mendeteksi sebaran OGE di Indonesia, khususnya pekerja digital. Penelitian ini menghasilkan sebuah sistem yang dapat mengumpulkan data pekerja digital dari situs-situs yang merupakan platform OGE dan melakukan klasifikasi berdasarkan bidang pekerjaannya. Teknik web crawling and
scraping digunakan untuk mengumpulkan data serta teknik cosine similarity digunakan untuk klasifikasi data. Dengan sistem ini, data tentang pekerja dapat direkam dengan
cepat tanpa melakukan survei lapangan. Kebutuhan data pekerja digital disesuaikan berdasarkan atribut pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Secara rata-rata, rancangan sistem dapat mengumpulkan data pekerja sebanyak dua crawl per detik dan melakukan klasifikasi dengan akurasi 83,8%. Data menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja digital Indonesia bekerja di bidang creative and multimedia, terkonsentrasi di Pulau Jawa, dan memiliki latar belakang pendidikan S1. Selain itu juga dapat ditaksir bahwa pekerja digital Indonesia memiliki penghasilan rata-rata Rp 3,43 juta per bulan. Kontribusi OGE dalam perekonomian nasional juga ditaksir bahwa nilainya masih belum signifikan.
Having a rapid growth accross the world, Online Gig Economy (OGE) has the potential to reduce unemployment in Indonesia, due to flexible working arragement, flexible
recruitment and lots of job types offered without considering national boundaries. Having flexible working time dan rules, OGE could be an alternative for workers who have a long way to office and tight job regulations. On the other hand, OGE growth has negative impacts on workers themselves and society at large. Therefore, the size of OGE needs to be measured so that easy for decision makers to create policies faster. Unfortunately, current existing economic and labour measurement systems are still not suitable to measure OGE distribution in Indonesia, especially for digital workers. This study produces a system to collect data automatically from sites that were known as OGE platforms and making classification based on occupation class. The methods used for collecting data are web crawling and scraping, and cosine similarity is for data classification. By this way, distribution of workers data could be recorded without any survey on the field. The needs of workers data are adjusted based on Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). On average, the prototype can collect worker data two crawls per second and has 83,8% accuracy in classification. The research founds that the trends of Indonesian digital workers are taking creative and multimedia jobs, concentrated at Java island, and having a bachelor degree. From data collection, result can be estimated that Indonesian digital workers paid about IDR 3,43 million in a month. It can also be estimated that the existence of OGE in the national economy is still less significant."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ifa Alif
"Revolusi industri 4.0 memengaruhi setiap aspek kehidupan tidak terkecuali bidang pendidikan. Kini belajar tidak hanya tatap muka secara langsung, namun juga berkembang ke channel online melalui kehadiran beragam aplikasi edukasi. Aplikasi kursus daring tersebut memberi kesempatan bagi orang-orang untuk ikut serta menjadi pengisi konten melalui skema gig economy. Kesempatan ini menjadi alternatif untuk bekerja sebagai guru lepas pada pembelajaran daring yang tengah menjadi tren di generasi milenial. Namun, tren ini tidak menjanjikan keberlangsungan jangka panjang serta kondisi persaingannya saat ini relatif ketat. Penelitian ini diharapkan mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi minat orang-orang menjadi gig worker di sektor pendidikan, sekaligus menguraikan harapan dan tantangan model pembelajaran daring melalui skema gig economy. Penelitian ini bertujuan mencari faktor utama yang menjadi penghambat dan pendorong minat masyarakat untuk menjadi online gig worker di kursus daring mengadaptasi model penelitian Technology
Acceptance Model (TAM) dan Unified Theory of Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner online. Pengolahan data dilakukan dengan memanfaatkan metode Partial List SquareStructural Equation Modelling (PLS-SEM). Berdasarkan hasil uji hipotesis, faktor-faktor yang menjadi pendorong minat masyarakat untuk menjadi gig worker pada platform kursus daring adalah faktor manfaat, pengaruh sosial, ketertarikan personal, dan nilai ekonomi. Sedangkan faktor yang menjadi penghambat adalah persepsi masyarakat terhadap risiko yang mungkin dihadapi.

The industrial revolution 4.0 affects every area of life, including education. Now learning is not only face to face, but also develops into online channels through the involvement of various educational applications. This online course application provides opportunities for people to participate as content creators through the support of economic performances. This opportunity is an alternative to working as a freelance teacher on brave learning that is trending in millennial generation. However, this trend does not promise long-term sustainability and competition is currently relatively tight. This research is expected to be able to improve the factors that influence people`s
interest in becoming gig workers in the education sector, while at the same time outlining the hopes and challenges of a bold learning model through economic performance shows. This research is looking for the main factors that are inhibiting and encouraging people to become online gig workers in online courses using adaptation research model of the Technology Acceptance Model (TAM) and the Unified Theory of
Acceptance and Use of Technology (UTAUT). Data collection is done by sending online questionnaires. Data processing was performed using the Partial List SquareStructural Equation Modeling (PLS-SEM) method. Based on the results of hypothesis testing, the factors that drive the people`s intention to become gig workers on the online course platform are the perceived of usefulness, social influence, interest, and economic values. While the inhibiting factor is the perceived risk that may be faced.
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Wijayanti Christawan
"Studi ini menganalisis pengaruh basic psychological needs terhadap subjective well-being dari pekerja transportasi yang berpartisipasi dalam Gig-Economy (transport gig-worker) dan organizational identification, dengan menggunakan motivasi intrinsik dan ekstrinsik sebagai variabel mediasi. Dengan menggunakan self-determination theory, peneliti mencoba membuktikan bahwa on-demand work yang memenuhi basic psychological needs dari para gig-worker akan membentuk motivasi yang kemudian membentuk organizational identification dengan gig-economy company dimana gig-worker tersebut bekerjasama sebagai mitra, serta meningkatkan subjective well-being daripada transport gig-worker di Indonesia. Studi ini menganalisis 280 data survei yang dikumpulkan dari pekerja transportasi yang berpartisipasi dalam gig-economy di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi ekstrinsik sepenuhnya memediasi pengaruh positif dari basic psychological needs terhadap subjective well-being transport gig-worker di Indonesia, sedangkan motivasi intrinsik memediasi sebagian pengaruh positif basic psychological needs terhadap organizational identification di antara gig-worker. Studi ini diharapkan dapat membantu manajemen gig-economy company yang beroperasi di sektor transportasi untuk mengelola mitra atau gig-worker untuk meningkatkan subjective well-being dan mengembangkan organizational identification terhadap gig-economy company, mengingat organizational Identification dan subjective well-being adalah prediktor untuk melihat job satisfaction dari pekerja yang juga memengaruhi higher productivity dari pekerja gig-worker yang berkontribusi terhadap kesuksesan jangka panjang perusahaan.

This study analyzes the effect of basic psychological needs on transportation workers participating in the gig-economy (transport gig-workers) subjective well-being and organizational identification, by using Intrinsic and Extrinsic Motivations as mediating variables. By using self-determination theory, we argue that on-demand work that fulfills basic psychological needs of individual gig-workers will develop motivations, which further leads to organizational identification with the gig-economy firm and an enhanced subjective well-being. This study analyzes 280 survey data gathered from transportation workers participating in the gig-economy in Indonesia. samples were obtained using purposive sampling. empirical evidence from this study shows that extrinsic motivation fully mediated the positive influence of basic psychological needs to subjective well-being among transport gig-workers in Indonesia, whereas intrinsic motivation partially mediated the positive influence of basic psychological needs to organizational identification among gig-worker. This study is expected to help the management of gig-economy company operating in the transportation sector to manage its partners or gig-workers to achieve greater subjective well-being and develop organizational identification towards the gig-economy company, considering subjective well-being and organizational identification are predictors to see job satisfaction, and work performance that contributes to the firms long-term success."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>