Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sihombing, Antony
Saarbrucken: Lambert Academic Pub., 2010
307.76 SIH c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Hutami Tatyana
"ABSTRAK
Tulisan ini bertujuan untuk menelusuri benda-benda milik pribadi yang ada di jalan kampung kota sebagai ruang publik, memahami mengapa dan bagaimana keruangan benda itu bisa terjadi. Benda dan tata posisinya di jalan merupakan wujud fisik akibat aktivitas sosial yang pernah terjadi. Salah satunya, aktivitas negosiasi ruang berupa toleransi, konsensus, dan konflik. Besarnya peran benda dalam aktivitas sosial sama dengan manusia, karena keruangan benda tersebut juga mampu mempengaruhi kondisi spasial jalan dan tindakan pengguna jalan lain. Karena itulah, untuk dapat meruang di jalan yang merupakan ruang publik, diperlukan negosiasi ruang agar fungsi utama jalan bisa tetap terlaksana. Terlebih apabila tingkat jumlah dan variasi aktivitas dan pengguna jalan tinggi, seperti di Gang Ampiun Cikini, Jakarta. Pada Gang Ampiun, benda-benda dapat diterima oleh pengguna jalan lain karena tiga hal; tidak menjadi gangguan, tidak memberikan kesan kumuh dan/atau berantakan, dan tidak memberikan dampak negatif. Mekanisme spasial masing-masing benda pada area tertentu di gang ini berbeda-beda dan tidak bisa digeneralisir karena masing-masing area punya kondisi sosial tersendiri. Namun, formasi benda yang terbentuk disini telah melalui serangkaian aktivitas toleransi dan konsensus, sehingga menghindari potensi konflik dan tetap memaksimalkan fungsi jalan.

ABSTRACT
The writing rsquo s objective is to track back objects of personal belongings which placed in urban kampong street as a public space, in order to understand why and how it could happen. Objects and its formation are physical trails of social activities that happened in the street. One of which, is space negotiation activities like toleration, consensus, and conflict. Objects rsquo s role in social activities are as active as human does, since objects could effect the spatial condition of the street and behaviour of other street users. Thus, to be able to present in street as public space, spatial negotiation is necessary for objects so that the street rsquo s main function can also be working. Moreover, if the amount and variation of activities and other street users are relatively high, like in Ampiun Alley Cikini, Jakarta. In Ampiun Alley, the pressence of objects are able to be tolerated by other street users because of three reasons did not become obctacle, did not give a slum like image, and did not give any disadvantages to the street. Spatial mechanism of each area of objects cannot be generalized since each area has its own unique social conditions. However, every object formation here was already been shaped through tolerance and consensus activities so that it could avoid any possible conflict and still maximize the main function of the alley itself."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Shabrina
"Kampung kota merupakan salah satu kawasan kota yang menjadi pilihan bertinggal bagi masyarakat dengan kemampuan ekonomi rendah. Fenomena berhuni di kampung kota identik dengan citra kepadatan dan pemukiman kumuh. Namun, masih banyak masyarakat yang memilih untuk tetap tinggal di kawasan ini dan menolak untuk direlokasi. Fenomena ini menjadi isu yang menarik untuk dibahas lebih dalam. Hunian adalah bagian dari rekam jejak kehidupan penghuni yang memiliki makna. Pemahaman terkait makna hunian dapat dilihat melalui tahapan yang telah dilalui penghuni dalam proses berhuni. Proses perlu dilihat jauh ke belakang, karena wujud fisik hunian yang terlihat pada masa kini memiliki keterhubungan dengan tindakan dimasa lalu. Isu ini dapat dianalisis melalui pendekatan assemblage. Bagaimana penghuni menyusun setiap komponen hunian dalam masa pembangunan dan perubahan. Komponen material melewati tahapan pendefinisian territory yang dilakukan melalui proses territorialization dan deterritorialization, sehingga membentuk assemblage hunian. Berdasarkan hasil tinjauan teori dan analisis studi kasus, proses berhuni dalam konteks kampung kota dipengaruhi oleh tindakan penghuni yang memiliki otoritas. Tindakan aktor dilatar balakangi oleh faktor internal dan eksternal, sehingga hunian menjadi sebuah produk dan sebuah proses yang terus berjalan. Faktor internal berupa life-cycle, sedangkan faktor eksternal berupa bencana kebakaran. Dalam merealisasikan tindakan perubahan, aktor dibatasi oleh kemampuan ekonomi yang dimilikinya.

Kampung kota is one of the urban areas, which is chosen by the people with low economic income to live in. The phenomenon of the housing process in kampung kota is identical with the image of density and slums. However, there are people who still choose to live in this area and refuse to be relocated. This phenomenon is an interesting issue to discussed. House is part of the occupants life record, that has meaning for its inhabitants. We cannot judge a house as it is seems today. The present is always related to the past. This issue can be analyzed through an assemblage approach. How residents make every component of the house during the period of housing development. Through the process of coding, territory is being defined by the arranggement  of material components, which are carried out through the process of territorialization and deterritorialization. This process formed a house assemblage. Based on the results of a theoretical review and case study analysis, the housing process in the kampung kota is influenced by the actions of residents who have authority. Actors act based on the internal and external factors, therefore house becomes a product and also a process at the same time. Internal factors in the form of life-cycle, while external factors in the form of a conflagration. In the attempt of house assembling, the actor is limited by his economic capabilities. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Monica Karunia
"Provinsi DKI Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia memiliki peran sentral dalam segala aspek kehidupan. Namun, pertumbuhan penduduk yang pesat dan kepentingan masyarakat menyebabkan kepadatan penduduk dan terbatasnya ruang terbuka hijau. Hal ini membuat warga kelurahan, khususnya anak-anak, kesulitan mencari tempat bermain. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah provinsi telah mendirikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Akses fasilitas RPTRA harus mudah diakses oleh seluruh warga DKI Jakarta yang membutuhkan, dengan mengedepankan fairness dan inclusion. Studi kasus RPTRA Dursa Bersatu, RPTRA Cibesut, dan RPTRA Citra Permata menunjukkan bahwa pengunjung, terutama anak-anak, umumnya tidak menemui kendala dalam mengakses fasilitas tersebut. Namun, ada keluhan dari beberapa gadis yang kurang mendapat kesempatan bermain sepak bola. Wawancara mengungkapkan bahwa sebagian besar anak tidak mengetahui fasilitas untuk penyandang disabilitas. Hanya RPTRA Citra Permata yang memiliki fasilitas terbatas untuk penyandang disabilitas. Kesimpulannya, RPTRA Dursa Bersatu, RPTRA Cibesut, dan RPTRA Citra Permata belum sepenuhnya mewujudkan fairness dan inclusion.

DKI Jakarta Province, as the capital city of Indonesia, plays a central role in all aspects of life. However, rapid population growth and public interest have led to population density and limited green open spaces. This has created difficulties for urban village residents, especially children, in finding places to play. To address this issue, the provincial government has established Child-Friendly Integrated Public Space (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak/RPTRA). Access to RPTRA facilities should be easily available to all DKI Jakarta residents in need, emphasizing fairness and inclusion. Case studies of RPTRA Dursa Bersatu, RPTRA Cibesut, and RPTRA Citra Permata showed that visitors, particularly children, generally face no obstacles in accessing the facilities. However, there were complaints from some girls who lacked opportunities to play football. Interviews revealed that most children were unaware of facilities for people with disabilities. Only RPTRA Citra Permata had limited facilities for disabled individuals. In conclusion, RPTRA Dursa Bersatu, RPTRA Cibesut, and RPTRA Citra Permata have yet to fully embody fairness and inclusion."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhidayat Nugroho
"ABSTRAK
Perkembangan kota di Jakarta semakin lama semakin tidak terkendali. Penduduk yang semakin padat menyebabkan kebutuhan rumah tinggal semakin meningkat. Hal tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan tanah untuk membangun unit hunian sehingga menyebabkan permasalahan perkotaan seperti munculnya permukiman kumuh, permukiman kampung kota dan perkembangan kota yang tidak sesuai masterplan kota. Pemerintah dan pakar perkotaan mempunyai solusi mengatasi masalah perkotaan tersebut dengan cara membangun bangunan vertikal dalam bentuk rumah susun dan kampung vertikal. Skripsi ini membahas apakah kampung vertikal dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan perkotaan di Jakarta terutama dalam konteks relokasi kampung kota. Hasil observasi didapatkan bahwa kampung vertikal dapat dijadikan alternatif relokasi kampung kota jika pemerintah memperhatikan aspek arsitektural dan non-arsitektural dalam perancangan kampung vertikal secara seimbang dan beriringan.

ABSTRAK
The development of the city in Jakarta was increasingly uncontrollable. The population which is progressively crowded lead to an increasing needs of residential houses. It is not commensurate with the availability of land to build residential units, so that causing urban problems, such as the appearance of slums, kampung kota settlement, and the development of the city that do not appropriate with the masterplan of the city. The government and the urban experts have a solution to overcome this problems by constructing urban vertical building in the forms of flats and vertical kampong. This study aims to discuss whether vertical kampong can be an alternative solution to exceed urban problems in Jakarta, especially in the context of the relocation of the kampung kota. The observation result shows that vertical kampong relocation can be an alternative if the government notices the architectural and non-architectural aspects in design of a vertical kampong in balance and concomitantly.
"
2016
S64183
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhea Angella Rahardja
"Urbanisasi mengakibatkan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk karena timbulnya keinginan untuk berimigrasi dari desa ke kota. Akibatnya, muncul permukiman yang disebut dengan kampung kota. Kampung dan kota memiliki bentuk permukiman yang berbeda, tetapi lifestyle antara keduanya dapat saling mempengaruhi. Lifestyle kota secara tidak langsung dapat mempengaruhi lifestyle kampung.
Maraknya perbincangan mengenai generasi milenial juga menandai bahwa lifestyle generasi milenial sudah mulai mempengaruhi urban lifestyle, tidak terkecuali pada kampung. Banyaknya generasi milenial yang menempati kampung menimbulkan perubahan pada bentuk kampung. Bentuk kampung yang berubah dapat dilihat dari struktur, pola ruang, dan peruntukan ruang sehingga terbentuknya zonasi.
Metode yang digunakan dalam pembahasan ini berupa kajian literatur, observasi urban lifestyle di kampung dan wawancara warga. Pembahasan ini berdasarkan studi kasus di Kampung Kebon Kacang, Jakarta dan Kampung Kukusan, Depok. Pembahasan bertujuan untuk menemukan perubahan urban form kampung yang terjadi mengikuti kebutuhan dan lifestyle generasi milenial.

Urbanization affects the increase of population growth because people desire to move from rural areas to urban areas. Therefore, this causes the appearance of a settlement called kampung kota. Kampung and kota have different forms of settlement, but the lifestyle between both of them can affect each other. The lifestyle in kota can indirectly affect the lifestyle in kampung. Currently, the millennial generation is often discussed, this also indicates that the Millennials lifestyle has begun to influence the urban lifestyle.
The large number of Millennial generation that settles in kampung has caused a change in the forms of kampung. The change of kampung form can be seen from the structure, layout, and allotment of space which then zoning occurs.
The method used in this study is literature review, observation of urban lifestyle in kampung and interview with neighborhood. This study is based on case studies in Kampung Kebon Kacang, Jakarta and Kampung Kukusan, Depok. This study aims to find the changes of kampung kota forms that following the needs and lifestyles of Millennial generation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Octavia
"ABSTRAK
Permukiman informal telah menjadi salah satu isu paling penting yang dihadapi daerah perkotaan di Indonesia, khususnya DKI Jakarta. Sebagai ibukota Indonesia, Jakarta menjadi tujuan utama bagi para migran yang mengharapkan peluang kerja dan peningkatkan ekonomi untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Namun, faktor tenaga kerja yang murah dan keterbatasan pemerintah dalam menyediakan perumahan yang memadai, mendorong mereka untuk tinggal pada permukiman informal. Permukiman ini menjadi ruang yang mengakomodasi kebutuhan para migran dengan keterbatasan sosial-ekonomi untuk dapat menyesuaikan diri dengan dengan kehidupan kota, melalui penyediaan perumahan. Pada kenyataannya, pemerintah cenderung mengganggap permukiman informal sebagai pengganggu pembangunan kota melalui kebijakan penggusuran. Menggunakan teori informalitas kota, studi ini mencoba mengubah perspektif negatif terhadap permukiman informal, dengan menyoroti potensi yang dimiliki dan kontribusinya terhadap kota. Melalui studi kasus Kampung Muka sebagai permukiman informal di pusat kota, ternyata Kampung Muka tidak hanya sebagai solusi alternatif perumahan bagi para migran dengan keterbatasan sosial-ekonomi, namun juga turut mendukung perkembangan sektor formal yang ada di sekitarnya.
ABSTRACT
Informal settlements have become one of the most important issues facing urban areas in Indonesia, DKI Jakarta in particular. As the capital of Indonesia, Jakarta is the main destination for migrants who expect job opportunities and economy improvement for a more decent life. However, low-income factor and government limitations in providing adequate housing, encouraged them to live in informal settlement. This settlement become a space that accommodates the needs of migrants with socio-economic constraints to be able to adjust to city life, through the provision of housing. In reality, the government tends to consider informal settlement as a disruption to urban development, therefore the policy that is often carried out is eviction. Using urban informality as a main concept, this study tries to change the negative perspectives on informal settlements by highlighting at its potential and contribution to the city. Through the Kampung Muka case study as an informal settlement in the city center, it turns out that this settlement is not only as an alternative housing solution for migrants with socio-economic constraints, but also contributes to the development of the surrounding formal sector. "
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Syafitri
"Skripsi ini membahas bagaimana sense of community warga kampung kota di kawasan Transit Oriented Development (TOD). Sense of community dapat dipahami sebagai pengalaman seseorang dalam komunitas yang melibatkan rasa kepemilikan dalam pemukiman. Komunitas yang dibahas berbentuk kampung kota, pemukiman perkotaan utama di Indonesia. Dalam skripsi ini, penerapan TOD di Indonesia yang diiringi pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) dibahas dari segi komunitas. Hal ini dilakukan karena konsep awal TOD adalah mengenai komunitas berkelanjutan yang tersedia melalui integrasi penggunaan lahan dengan transportasi. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu kajian literatur dan studi kasus berupa observasi dan wawancara. Studi kasus dilakukan terhadap dua kampung kota di Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang berada dalam kawasan perencanaan TOD di sekitar MRT Jakarta. Tulisan ini menghasilkan pemahaman bahwa dalam membentuk sense of community warga Kampung Kota di kawasan TOD, daerah hunian yang memiliki peran yang paling penting, diikuti dengan daerah ruang publik, pemberhentian transit, dan perkantoran.

This thesis discusses the sense of community among kampung kota dwellers in the Transit-Oriented Development (TOD) area. Sense of community can be understood as an someone's experience within a community that involves a sense of belonging in the settlement. The community discussed here takes the form of kampung kota, the primary urban settlement in Indonesia. In this thesis, the implementation of TOD in Indonesia, that is accompanied by the development of Mass Rapid Transit (MRT), is discussed in the context of community. It is because the original concept of TOD revolves around sustainable communities created through the integration of land use and transportation. The methods used in this research are literature review and case study that involves observation and interview. The case study is conducted in two kampung kota locations in the Tanah Abang, Central Jakarta, which are within the TOD planning zone of the Jakarta MRT. The findings provide the understanding that in the TOD zone, residential areas play the most significant role in forming a sense of community of kampung kota dwellers, followed by public spaces, transit stops, and offices."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adela Natasya
"Artikel ini membahas mengenai keterlibatan komunitas sebagai salah satu cara berpartisipasi dalam perencanaan di perkotaan. Penulis berangkat dari studi-studi sebelumnya yang membahas keterlibatan komunitas dengan NGO dalam perencanaan partisipatif, namun kurang membahas proses yang terjadi padahal penting untuk diketahui. Studi-studi lain melihat berbagai motif keterlibatan komunitas, namun belum secara spesifik melihat tekanan dari pemegang kekuasaan ternyata dapat menghadirkan tokoh penggerak komunitas yang meningkatkan keterlibatan menjadi lebih aktif. Penelitian lain membahas adanya dampak bagi komunitas berupa peningkatan kapasitas komunitas, yang dalam artikel ini sejalan dengan pendapat penulis. Oleh karena itu, artikel ini ingin melengkapi penjelasan dari studi-studi sebelumnya tersebut. Artikel ini berargumen bahwa keterlibatan komunitas dalam perencanaan perkotaan dipicu oleh faktor yang berasal dari luar yaitu tekanan dari pemegang kekuasaan dan aktor penggerak yang kemudian membawa dampak peningkatan kapasitas komunitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara mendalam dengan komunitas yang tinggal di Kampung Tongkol, Jakarta Utara.

This article discusses about community engagement as one of the ways to participating in urban planning. The author set out from previous studies that discuss participatory planning of community engagement and NGOs, but have not yet seen the process of engagement of both, while the process is important. Other studies have looked at the motives of community engagement, but have not specifically looked at the pressure put by the power-holders that in fact can bring a pioneer figure that increases the engagement to become more active. Other studies discussed the impact to the community on community capacity building, which has the same line of opinions with the authors. Therefore, this article would like to complete the explanation of the previous studies. This article argues that community engagement in urban planning is triggered by extrinsic factors such as pressure from power holders and pioneer figure that bring impacts on community capacity building. The writer applies qualitative method in this research. The data is collected by observing and conducting in-depth interviews with people living in Kampung Tongkol, Jakarta Utara.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yurista Widiyanti
"Keberadaan kampung kota memunculkan berbagai macam pandangan dan pencitraan yang berbeda-beda di kalangan pemerhati kota dan penghuninya, serta masyarakat tertentu. Lokasinya yang berada di pusat kota, seringkali membawa pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, baik positif maupun negatif. Citra buruk, kotor selalu melekat pada keberadaan kampung kota ini, sedangkan di sisi lain kampung kota merupakan ruang kehidupan penghuninya. Citra dipengaruhi pengalaman dan pengetahuan atau konsep yang terbentuk. Sesuatu yang tercitra meliputi kondisi fisik dan kegiatan yang meruang. Pencitraan yang muncul dari perencana kota setempat didapat dari data sekunder dan wawancara non formal, yang kemudian dibandingkan dengan realita yang ada di kampung dengan pengamatan dan wawancara dengan penghuni kampung.
Perencana kota memiliki ruang terkonsep terhadap kawasan kampung lio, yang terlihat adanya perencanaan peremajaan kawasan situ rawa besar, yang berdampak pada penggusuran kampung lio. Perencana kota secara implisit tidak mengikuti pola pemukiman kampung sehingga kampung lio terhilangkan sama sekali menjadi kawasan baru. Sementara itu, ruang-ruang yang terbentuk di kampung kota akibat dari kebutuhan spontan akan ruang bertinggal, yang dilakukan dengan reproduksi ruang dan terkadang terjadi pelanggaran berada di tempat yang tidak semestinya. Dengan analisis ditemukan bahwa kampung lio, Depok tidak se'buruk dan se'kotor yang tercitrakan sehingga tidak harus dihilangkan secara keseluruhan namun hanya diperlukan penanganan di sebagian ruang yang memang tidak pada tempatnya dan berbahaya. Pencitraan yang mempengaruhi perencanaan kawasan bisa jadi hanya sebuah rekaan yang dibuat untuk menghilangkan kawasan itu.

Existence of kampung has images and views which different in among planners of city and its dwellers, and also other society in the city. Kampung where location in centre of the city bring influence for environment, both positive or negative. Ugly and dirt are images which always attach in kampung, but in other side, kampung is lived space for users. Image is influenced by experience and knowledge or concept which formed. Image is formed by condition physically of thing and spatial activity. Its therefore done by using qualitative method, with observation in kampung, non formal interview and get some data which significant with issues.
Urban planners have conceive space for Kampung Lio area. They have planned for redevelopment Kampung Lio area, that effect eviction of kampung. The redevelopment plan do not follow morphology of kampung, so kampung area be a brand new. Finding have shown that Kampung Lio, depok is not dirty or ugly like which people and planners imaged so has not to eviction as a whole, but only need planned in slum and dangerous area and re-organize environment. Image which bring influence maybe only phantasy for eviction that a whole of kampung area."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2007
T40419
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>