Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3610
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Mira Mariah Melati
Abstrak :
Fesyen dan remaja hampir tidak dapat dipisahkan. Ketika penulis sedang berjalan-jalan di mal, sering terlihat remaja-remaja yang jalan atau duduk kelompok, dan umumnya mereka mengenakan pakaian yang sejenis. Sehingga timbul pertanyaan dibenak penulis, mengapa mereka berpakaian seperti itu? Apakah mereka menunjukkan perilaku konform? Kalau tidak mungkinkah mereka semua memiliki selera berpakaian yang sama? Apakah karena usia mereka yang masih remaja? Apakah ada hubungannya dengan perkembangan identitas dan diri mereka? Sehingga penulis tertarik untuk mengadakan penelitian ini, untuk, melihat apakah ada hubungan antara harga diri dengan konformitas dalam hal fesyen pada remaja. Untuk melihat hubungan tersebut, digunakan dua alat ukur berbentuk kuesioner, yaitu kuesioner harga diri yang merupakan adaptasi dari Self Esteem Inventory (SEI) dari Coopersmith (1967), dan kuesioner konformitas yang disusun sendiri oleh penulis untuk melihat tingkat konformitas remaja dalam hal fesyen. Sebelum digunakan, alat tersebut diujicobakan dahulu, dan diperoleh koefisien alpha sebesar 0,7655 untuk SEI dan 0,7719 untuk kuesioner konformitas. Untuk meningkatkan reliabilitas alat, beberapa item dieliminir. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik nonprobability sampling dengan teknik incidental sampling. Jumlah subyek pada penelitian ini adalah 165 subyek yang berusia antara 16 sampai 20 tahun. Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan konformitas dalam hal fesyen pada remaja, sehingga Ho diterima. Disimpulkan juga bahwa remaja memang konformis, dalam hal ini, konformis salam hal fesyen, tanpa ada hubungan dengan tingkat harga dirinya. Hasil ini bisa terjadi karena beberapa hal, seperti; kurang sempurnanya alat ukur yang tidak mencakup seluruh aspek-aspek konformitas, atau harga diri yang belum stabil dari subyek penelitian sehingga gambaran harga diri yang didapat kurang sempurna. Sebaiknya dilakukan beberapa perbaikan pada alat ukur jika hendak mengadakan penelitian lanjutan. Juga dapat dikaitkan dengan beberapa variabel lain yang mungkin mempunyai hubungan dengan konformitas dalam hal fesyen.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benita Aryani Widyawati
Abstrak :
Konformitas teman sebaya adalah upaya individu untuk beradaptasi terhadap tekanan kelompok teman sebaya dengan berperilaku sesuai dengan norma kelompok acuan. Konformitas teman sebaya merupakan hal yang sering dijumpai pada masa perkembangan remaja karena pada masa ini individu menganggap teman sebaya sebagai bagian penting dari hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran konformitas teman sebaya pada remaja. Sampel pada penelitian ini berjumlah 427 remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan diperoleh melalui teknik probability sampling jenis stratified random sampling. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada usia 15-17 tahun, berjenis kelamin perempuan, serta memiliki tingkat konformitas teman sebaya pada tingkat sedang. Rekomendasi dari penelitian ini adalah direncanakannya program bimbingan dan konseling untuk remaja terkait dampak konformitas dan bagaimana cara menyesuaikan diri secara baik dan sehat dengan teman sebaya. Selain itu, penting bagi orangtua untuk memberikan arahan dan memperhatikan lingkungan pertemanan remaja. ......Peer conformity is an individual's effort to adapt to peer group pressure by behaving according to the norms of the reference group. Peer conformity is often found during adolescent development because at this time individuals consider peers as an important part of their lives. This study aims to see the phenomenon of peer conformity in adolescents. The sample in this study are 427 adolescents who met the inclusion criteria and were obtained through a stratified random sampling technique. This research is a quantitative with a descriptive research design. The results showed that the majority of respondents were aged 15-17 years, female, and had a moderate level of peer conformity. The recommendation from this study is to plan a guidance and counseling program for adolescents regarding the impact of conformity and how to adapt well and have a healthy relation with peers. In addition, parents need to provide direction and pay attention to the adolescent's friendship environment.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadiyah Adiraputri
Abstrak :
ABSTRAK Budaya punk lahir sebagai respon terhadap ketidakpuasan terhadap suatu fenomena. Respon tersebut berupa sikap menentang yang sifatnya biasanya destruktif ataupun tidak sesuai dengan norma yang berlaku; atau non-konformis. Mengacu kepada isu bencana, timbul sebuah ide untuk merespon bencana tersebut dengan ideologi non- konformis. Respon terhadap bencana tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang membangun, namun bersifat menghancurkan. Memandang Universitas Indonesia (UI) sebagai sebuah faktor bencana overpopulasi dan gentrifikasi di Depok, ideologi non- konformis diterapkan dalam metode perancangan arsitektur, dengan program berupa anarkisme yang diinjeksi sebagai respon untuk menghancurkan keberadaannya yang dinilai merugikan. ......ABSTRACT Punk subculture was born in response to dissatisfaction from a phenomenon. The response includes attitudes that emphasize destructive, not in accordance with applicable norms; or non-conformist. Referring to the issue of disaster, an idea arose to respond to the disaster with a non-conformist ideology. Architecture‟s response to disaster is no longer seen as something that is built, but it can be seen as something destructive. Seeing University of Indonesia (UI) as a factor of disaster of gentrification in Depok, an ideology of non-conformity is applied on architectural practice (design methods abd programs) that leads into anarchy that is injected in response to destructing its existence that causing the issue.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ahastari Nataliza
2010
S3659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vika Nurul Mufidah
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mengamati hubungan antara konformitas dan perilaku prososial terhadap toleransi beragama remaja muslim di wilayah DKI Jakarta. Penelitian bersifat kuantitatif dengan metode pendekatan survei kuesioner yang dianalisis dengan menggunakan teknik Analisa Regresi. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner adaptasi Socio-Religious Tolerance, konstruk alat ukur Konformitas, dan kuesioner adaptasi Prosocial Tendencies Measure-Revised. Sampel penelitian adalah remaja muslim yang mengikuti kegiatan organisasi masyarakat yaitu Jama'ah Tabligh, FPI, dan Kelompok Tarbiyah. Pemilihan responden menggunakan teknik non probability dan convenience sampling dari tiga organisasi masyarakat di DKI Jakarta. Data primer yang diperoleh dari 300 responden (n=300) berusia 16-18 tahun. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober hingga November 2018. Hasil penelitian secara simultan menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yaitu konformitas dan perilaku prososial dengan uji F berpengaruh terhadap toleransi beragama. Hasil secara parsial dengan uji t menunjukkan bahwa, variabel konformitas dan perilaku prososial berpengaruh secara parsial terhadap toleransi beragama dengan tingkat signifikansi 10,23% dan 15,07%.
ABSTRACT
This research observing the relationship between conformity and behavior prososial against one form of religious tolerance muslim teens in jakarta area. Quantitative methods of research with a questionnaire that survey analyzed by using a technique regression analysis. The questionnaires used is the questionnaire adaptation socioreligious tolerance, construct a measuring instrument conformity, and questionnaires adaptation prosocial measure-revised tendencies. The research sample is muslim teens who follow community organizations Jama' ah Tabligh, FPI, and clusters of preacher. The selection of respondents had to use the technique of non probability and convenience of sampling of three community organization in Jakarta. Primary data obtained from 300 respondents ( n = 300 ) aged 16-18 years. The research was done in october to november 2018. The results of the study simultaneously shows that variables independent namely conformity and behavior prososial by test f impact on form of religious tolerance. The result in partial by test t shows that, variable conformity and behavior prososial influential in partial to form of religious tolerance with a significance 10,23 % and 15,07 %.
2019
T52513
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Widi Susanto
Abstrak :
Kehidupan manusia terbagi dalam tahapan-tahapan perkembangan sejak lahir sampai meninggal dunia, dan diantaranya adalah masa remaja. Pada setiap tahap perkembangan, ada tugas-tugas yang harus dipenuhi yang biasa disebut tugas perkembangan. Begitu pula pada masa remaja yang salah satu tugas perkembangannya adalah mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman sebaya baik yang sejenis maupun lawan jenis. Hubungan dengan lawan jenis biasanya dipenuhi atau muncul dalam perilaku berpacaran. Tugas perkembangan mempunyai peran yang penting, karena jika tidak dilalui dengan baik, seseorang akan cenderung mengalami kesulitan pada tahapan berikutnya. Berpacaran itu sendiri merupakan budaya atau fenomena yang cukup menonjol pada remaja. Berpacaran bagi remaja dapat berfungsi untuk belajar bergaul, mendapatkan identitas diri, dan lain-lain. Selain itu perkembangan seksual yang cepat mengakibatkan munculnya ketertarikan pada lawan jenisnya. Ada beberapa alasan yang mendorong remaja berpacaran seperti untuk bersenang-senang, mencari status, belajar bersosialisasi, memilih pasangan hidup, mendapatkan persaha- batan, memperoleh keintiman atau kedekatan. Selain alasan-alasan diatas, ternyata masih ada kemungkinan alasan yang lain seperti konformitas, atau berpacaran karena konform dengan teman-teman. Pada pola alasan berpacaran ada beberapa faktor yang mungkin berkaitan, yaitu jenis kelamin, usia, pengalaman pacaran, kelompok peer dan status sosial ekonomi. Kelompok peer juga menjadi ciri yang cukup menonjol. Kelompok peer mempunyai arti cukup penting bagi remaja, misalnya sebagi pendukung pengembangan identitas diri, minat, kemampuan. dan lain-1ain. Dalam kelompok peer inilah kemudian muncul konformitas. Tekanan untuk berbuat sesuai atau konform dengan kelompak terasa sangan kuat pada masa remaja. Disamping itu konformitas dapat terlihat dalam banyak dimensi kehidupan remaja seperti cara berbicara, berpakaian, minat, nilai-nilai, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa saja alasan berpacaran pada remaja, serta kemungkina konformitas termasuk alasan berpacaran dan juga faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan pola alasan berpacaran. Remaja yang menjadi subyek penelitian adalah remaja sekolah menengah atas yang berusia 15-17 tahun. Selain itu subyek penelitian adalah remaja yang sudah berpacaran atau pernah berpacaran, serta berasal dari golongan sosial ekonomi menengah ke atas. Penarikan sampel penelitian menggunakan metode incidental sampling yaitu sampel yang paling mudah ditemui. Instrumen untuk penelitian ini menggunakan kuesioner alasan berpacaran yang terdiri dari 32 item. Dari hasil penelitian didapatkan ada beberapa alasan berpacaran yang dikemukakan oleh remaja yang menjadi subyek penelitian yaitu, karena saling tertarik satu sama lain, untuk saling membantu dan membutuhkan, untuk belajar saling mengenal serta mencari pasangan yang cocok, untuk saling memotivasi, untuk rekreasi dan memperoleh kesenangan, koform terhadap teman-teman kelompok, serta untuk ajang prestasi dan sumber status. Diantara alasan-alasan tersebut, ternyata konformitas termasuk alasan berpacaran pada remaja. walaupun bukan merupakan alasan utama atau alasan yang paling penting bagi remaja. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, pengalaman pacaran, kelompok peer, status sosial ekonomi mempunyai peran atau berkaitan dengan pola alasan berpacaran pada remaja. Sedangkan khusus untuk alasan konformitas faktor-faktor tersebut tidak berkaitan atau tidak mempunyai peranan yang berarti.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Fahlevi
Abstrak :
ABSTRAK
Artikel ini bertujuan untuk memperdebatkan apakah film harus konform ke masyarakat atau tidak karena beberapa alasan bertentangan bahwa film harusnya bisa ditampilkan sesuai dengan apa yang sutradara inginkan daripada melalui proses sensor yang bisa mengurangi nilai dari film itu sendiri. Literature review digunakan sebagai metode penelitian ini, yang diambil dari Heider 1991 , Haryanto 2008 , Heeren 2012 , dan Bazin 2005 . Penelitian ini menemukan bahwa alasan film harus konform adalah: 1 Konformitas dalam sinema berarti bahwa citra film belum diakui sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia karena film berasal dari budaya luar, yang berarti masyarakat Indonesia takut budaya mereka akan tergantikan. 2 Hal yang mendorong pasar film di Indonesia berasal dari persepsi penonton umum. Persepsi mereka didukung oleh latar belakang budaya mereka sendiri, namun, satu hal yang membuat penonton memiliki pendapat sejenis adalah agama. 3 Menurut undang-undang, film harus mendidik bangsa. Namun, kata ldquo;mendidik rdquo; tidak pas jika tidak berasal dari sutradara, dan film juga tidak seharusnya mendidik kalangan muda tentang budaya barat karena itulah apa yang film luar negeri tekankan.
ABSTRACT
AbstractThis article aims to argue whether the cinema has to conform to the society or not; due to contradicting arguments that a movie should be screened as the director rsquo;s intended instead of sensored according to certain values. Literature review is used as the research method, analyzing arguments based on Heider 1991 , Haryanto 2008 , Heeren 2012 , and Bazin et.al. 2005 articles. This research found that the reason film has to conform is 1 because its origin from the foreign culture. Conformity means that the nature of the cinema hasn rsquo;t been approved completely from Indonesian people. Lembaga Sensor Film still thinks that a film is vulnerable to the western culture, in which, like colony, Indonesian fear it will have an invasive effect towards Indonesian society. 2 The mainstream audience perspective is the force that drive Indonesian film market. What motivates the audience rsquo;s perspective is based on their cultural background, but one aspect that overruled the difference is the religion. 3 The constitutional law that a film has to educate people. The term ldquo;educating rdquo; is not valid if it isn rsquo;t come from the director, that film should not teach young people about the western culture because it rsquo;s what foreign films are advertised.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Shinta Savita Dewi
Abstrak :
Penerapan sistem kekerabatan patrilineal di Bali berimplikasi pada konstruksi gender di masyarakat yang tidak adil bagi perempuan Bali. Penomorduaan hingga triples roles pada perempuan menjadi fenomena yang nyata di lingkungan masyarakat Bali. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana perempuan dewasa muda Bali menunjukkan konformitas terhadap konstruksi gender pada masyarakat Bali atau keberanian untuk melakukan perubahan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif untuk menggali dinamika kompleks antara perempuan Bali dan konstruksi gender di masyarakat, serta bagaimana penghayatan perempuan Bali dalam melakukan perubahan. Penelitian ini melibatkan 10 partisipan perempuan dewasa muda Bali yang memiliki tingkat modernitas berbeda-beda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh partisipan merasa belum memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan terhadap ketidakadilan konstruksi gender di masyarakat. Meskipun begitu, terdapat optimisme pada perubahan di masa depan oleh generasi muda. ......The implementation of the patrilineal kinship system in Bali has implications for gender construction in society that is unfair to Balinese women. The subordination and triple roles of women has become a real phenomenon in Balinese society. This research aims to see the extent to which young adult Balinese women show conformity to gender construction in Balinese society or the courage to make changes. This research was conducted using qualitative method to explore the complex dynamics between Balinese women and gender construction in society, as well as how Balinese women perceive change. This research involved 10 young adult Balinese female participants who had different levels of modernity. The results of this research show that all participants felt they did not have the power to make changes to the injustice of gender construction in society. However, there is optimism about future changes by the younger generation.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kumolohadi
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji model pembuatan keputusan etis pada mahasiswa berdasarkan model interaksionis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian mixed method jenis explanatory sequential. Pada studi I, subjek berjumlah 376 mahasiswa di Jabodetabek dan Yogyakarta. Mahasiswa mengisi skala pembuatan keputusan etis mahasiswa, kesadaran etis, religiusitas, karakter moral, konformitas dan kepatuhan pada figur otoritas. Skala kesadaran etis digunakan sebagai kontrol subjek penelitian sebelum dilakukan uji model. Hasil penelitian menunjukkan model teoretis persamaan struktural yang menggambarkan pengaruh variabel religiusitas, karakter moral, konformitas dan kepatuhan pada figur otoritas terhadap pembuatan keputusan etis fit dengan data empiris. Religiusitas mempunyai efek langsung dan tidak langsung dengan arah positif terhadap pembuatan keputusan etis. Karakter moral dan Kepatuhan pada figur otoritas merupakan mediator hubungan yang signifikan antara religiusitas dan pembuatan keputusan etis, sementara konformitas tidak demikian. Pada studi II, dilakukan penelitian kualitatif menggunakan metode fenomenologi dengan teknik wawancara mendalam. Hasil studi II mendukung hasil pada studi I. Faktor-faktor lain yang memengaruhi pembuatan keputusan etis ditemukan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yaitu faktor akademik dan non akademik. Faktor akademik terdiri dari: sosialisasi etis, kontrak belajar di kelas dan sistem penegakan aturan berupa penghargaan dan konsekuensi, sistem pelacakan plagiarisme yang ketat, sistem pengecek presensi yg akurat, kurang trampil dalam student skill berupa pencarian materi/referensi. Faktor non akademik terdiri dari emosi panik dan bingung, kondisi fisik, pemaknaan terhadap isu-isu etis. Adapun keterbatasan penelitian yaitu subjek penelitian pada studi I dan II, mayoritas beragama Islam, sehingga variasi dalam keberagamaannya menjadi kurang terwakili. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut untuk dimensi teknologi dan perbandingan data demografi. Mahasiswa yang masih belajar dan telah bekerja dapat dilakukan perbandingan lebih lanjut baik melalui studi longitudinal maupun cross sectional. Terdapat dua implikasi hasil penelitian ini terhadap model teoritis yang digunakan. Pertama, hasil penelitian ini memberikan alternatif model pembuatan keputusan etis dengan memperhatikan konteks penelitian. Kedua, berdasarkan penelitian ini, bagi institusi pendidikan dapat membuat suatu program peningkatan nilai-nilai etis pada mahasiswa yang memuat materi nilai-nilai religius, membuat program penguatan karakter moral dan menjadikan figur otoritas sebagai agen sosialisasi etik. ......The aim of this study was to examine a model of ethical decision-making among students based on the interactionist model. This study used a mixed method research design with explanatory sequential type. In study I, the subjects were 376 students in Jabodetabek and Yogyakarta. Students filled in the scales of student ethical decision making, ethical awareness, religiosity, moral character, conformity and obedience to authority figures. The ethical awareness scale was used as a control for research subjects before the model test was carried out. The results showed a structural equation theoretical model that describes the influence of the variables of religiosity, moral character, conformity and obedience to authority figures on ethical decision making fit with empirical data. Religiosity had a direct and indirect effect in a positive direction on ethical decision making. Moral character and obedience to authority figures were a significant mediator of the relationship between religiosity and ethical decision-making, while conformity was not. In study II, a qualitative research was conducted using the phenomenological method with in-depth interview techniques. The results of study II support the results of study I. Other factors that influenced ethical decision making were found in this study. The factors were academic and non-academic factors. Academic factors were consisted of ethical socialization, study contracts and enforcement systems in the form of rewards and consequences, strict plagiarism tracking systems, accurate attendance checking systems, lack of skill in student skills in the form of material/reference searches. Non-academic factors were consisted of emotions of panic and confusion, physical condition, understanding of ethical issues. The research subjects in studies I and II were predominantly Moslem, so that variations in their diversity were underrepresented. This research can be developed further for the dimensions of technology and comparison of demographic data. Students who are still studying and have worked can be made further comparisons either through longitudinal or cross sectional studies. There are two implications of the results of this study on the theoretical model used. First, the results of this study provide an alternative model of ethical decision making by taking into account the research context. Second, based on this research, educational institutions can make many programs to increase ethical values in students containing material on religious values, create programs for strengthening moral character and make authority figures as agents of ethical socialization.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>