Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sirait, Sondang Grace
"Media massa nasional di Indonesia sejak beberapa waktu yang lampau terus mengalami pertumbuhan modal, dan fungsinya sebagai sarana komunikasi yang sentral bagi lapisan elit telah membawa media massa khususnya media berita nasional terlibat dalam "perbincangan rasional" ekonomi politik. Perbincangan ini menjadi menarik dalam kasus Indonesia, karena negara ini Baru saja mengalami perubahan. Apakah dinamika ini membawa dinamika pula terhadap kehidupan pers Indonesia, itulah yang dicoba untuk ditelaah dalam penelitian ini. Paradigma post-structuralism dalam penelitian ini menempatkan media massa sebagai sebuah institusi yang berada dalam realitas negara yang saling berhubungan. Realitas itu menunjukkan dinamika dalam berbagai aspek, terutama menyangkut perubahan sosial dan kekuasaan dalam masyarakat, yang tidak merata dalam pembagiannya. Perubahan sosial terutama dapat dijelaskan melalui pendekatan teori Strukturasi dari Anthony Giddens (1984) dengan menggunakan konsepsi agensi, struktur, serta bentuk-bentuk interaksi didalamnya. Strukturasi sendiri dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan diri (kembali) suatu struktur lewat interaksi antaragensi manusia. Ada dua konsep dasar dalam teori Strukturasi yang mewakili inti analisanya, yaitu agensi dan struktur. Agensi adalah sebuah konsepsi mengenai pelaku sosial (social actors) yang pada dasarnya merupakan individuindividu dengan nilai pribadi. Pembicaraan mengenai agensi adalah pembicaraan mengenai tindakan, yang erat dengan aplikasi kekuasaan. Sedangkan struktur merupakan suatu dualitas yang mengandung peraturan yang mengikat secara moral maupun birokratis dan sumber daya yang berhubungan dengan perolehan kekuasaan. Salah satu varian utama yang menjelaskan karakteristik media massa adalah keterkaitannya dengan struktur politik ekonomi. Dasar pemikirannya adalah bahwa media massa mutlak bersifat ideologis. Seperti bangunan, is berpijak pada pondasi struktur ekonomi politik tempatnya berada, dengan berpilarkan kondisi sosio-kultural masyarakat tempatnya beroperasi. Pendekatan yang dipakai dalam penulisan ini adalah teori Media Politik-Ekonomi, yang menempatkan media sebagai bagian integral dari proses-proses ekonomi, politik, dan sosial dalam masyarakat. Cara pandang seperti ini menempatkan media dalam kerangka teoretis yang lebih luas, terutama dalam hal keberadaannya secara institusional. Penelitian ini menggunakan metode Critical Discourse Analysis dari Norman Fairclough dalam melakukan kajiannya. Kerangka analisis itu juga disebut analisis kritis wacana, yang menggali teks dan konteks dari suatu wacana, dari level mikrostruktur sampai makrostruktur. Sesuai kebutuhan penelitian ini, di tingkat textual digunakan metode analisis berita yang menggabungkan skema tematik dan skematik berita dari van Dijk. Obyek penelitiannya merujuk pada pemberitaan kasus konflik sosial, dengan spesifikasi wacana berita kerusuhan berbau SARA pada era Orde Baru yang diwakili kasus Situbondo dan pada era Reformasi yang diwakili kasus Ambon. Pada tingkat discourse practice, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pimpinan redaksi harian Kompas sebagai pihak penyelenggara pemberitaan. Dan dalam pembahasan tingkat sociocultural practice peneliti melakukan studi literatur untuk memperluas konteks analisis. Pertanyaan penelitian ini dijawab lewat temuan bahwa antara ciri pemberitaan media berita nasional pada era Orde Baru dan Reformasi terdapat perbedaan, yang dapat dijelaskan lahir sebagai dampak reproduksi struktur sosial yang dialami negara Indonesia, yang muncul sebagai hasil interaksi antaragensi didalamnya. Secara spesifik, reproduksi juga terjadi dalam struktur media massa nasional, yang juga terpengaruh interaksi berbagai agensi didalamnya. Bagi kerja media berita nasional, agensi-agensi yang mungkin terlibat dalam interaksi adalah wartawan, pimpinan redaksi, pemilik modal, berbagai kelompok kepentingan dalam masyarakat, individuindividu dengan kepentingan tertentu (self-inflicted individuals), dan pemerintah. Dampak riil interaksi antaragensi di atas menunjukkan kinerja dan hasil produksi pemberitaan yang berbeda, dimana pemberitaan era Reformasi memiliki ciri yang lebih dinamis dibandingkan dengan pemberitaan era sebelumnya. Pada akhirnya, penelitian ini mencapai kesimpulan sebagai berikut. Pertama, dalam kesadaran akan pola interaksi antaragensi dan struktur media berita yang akan terus berganti serta potensi berita sebagai kekuatan sosial baru, kita perlu memusatkan perhatian pada suatu agensi individual yang memegang peranan langsung terhadap produksi berita, yaitu wartawan. Kedua, media berita akan terus mengalami dinamika selama terjadi pergeseran pola interaksi dalam masyarakat. Melalui suatu proses dialektika, media berita akan kembali menjadi sarana bagi perubahan dalam masyarakat. Dan ketiga, mengenai keberadaan media berita sebagai suatu industri berkembang. Obyek penelitian ini, harian Kompas dapat menjadi contoh kasus yang menarik, terutama dalam hal perkembangannya menjadi industri besar dengan tetap mempertahankan ciri pemberitaannya yang subtle dan pragmatis."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S4209
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Putra Diviantama
"Artikel ini membahas pemberitaan surat kabar kompas terkait pansus dalam skandal Buloggate pada masa kepresidenan Abdurrahman Wahid. Pada tahun 2000 awal pada bulan juni mulai muncul terbitan berita tentang isu keterkaitan presiden dengan skandal korupsi Buloggate yang menjadikan tidak stabilnya kursi pemerintahan pada masa tersebut sampai dengan dikeluarkannya memorandum oleh keputusan DPR kepada presiden pada 2 Februari 2001. Topik pembahasan yang menjadikan Kompas sebagai episentrum penelitian belum banyak dibahas karena penelitian-penelitian sebelumnya masih berfokus pada Abdurrahman Wahid. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah surat-surat kabar Kompas, serta berbagai buku, dan jurnal penelitian terkait. Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa pandangan berita yang diterbitkan Kompas terkait pansus dalam memberitakan proses skandal ini lebih kearah pro presiden dalam menunjukan pandangan-pandangannya dibandingkan DPR yang memang saat itu sering berkonflik dengan kubu presiden.

This article discusses the news of kompas newspaper related to pansus in the Buloggate scandal during the presidency of Abdurrahman Wahid. In early 2000 in June news began to appear about the issue of the president's connection to the Buloggate corruption scandal which destabilized the seat of government at that time until the issuance of a memorandum by a DPR decision to the president on February 2, 2001. The topic of discussion that makes Kompas the epicenter of research has not been widely discussed because previous studies have still focused on Abdurrahman Wahid. This research uses historical methods consisting of four stages, namely heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The sources used in this study are Kompas newspapers, as well as various books, and related research journals. In this study, it was found that the news views published by Kompas related to the committee in reporting on this scandalous process were more pro-presidential in showing their views than the DPR which at that time was often in conflict with the president's camp."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendra Naldi
"Untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja terdidik dalam mengisi berbagai kedudukan dalam sistem birokrasi pemeriutahan dan sistem Tanam Paksa, pemerintah kolonial Belanda di Sumatera Barat membuat kebijakan untuk membuka sekolah-sekolah rendah untuk masyarakat pribumi. Awalnya -kelika di Padang- kebijakan untuk membuka sekolah bagi orang-orang pribumi kurang mendapat sambutan masyarakat, akan tetapi ketika seorang Residen Steinmetz- membuka sekolah-sekolah nagari di daerah pedalaman -darek- temyata mendapat sambutarr positif dari masyarakat. Memang sedikit berbeda pengelolaan sekolah model Seinrnetz ini dengan yang ada di Padang. Sekolah di darek lebih bersifat otonom, Arti otonom disini adalah masyarakat pribumi lebih terlibat alctip dalam membiayai, pendirian dan membangun tempat sekolah. Sementara pemerintah hanya membantu dalam soal siapa pengajarnya dan membuat kurikulum pendidikan. Sekolah- sekolah nagari ini temyata berhasil mengatasi kekurangan tenaga untuk mengisi jabatan-jabatan tingkat rendah sampai rnenengah dalam struktur adrninistrasi pemerintahan dan struktur sistem Tanam Paksa.
Melihat keberhasilan di Darrel; daerah-daerah pesisir ikut pula mengembangkan sekolah model ini di daerahnya_ Hasilnya pada akhir abad ke-19 muyarakal; Sumatera Barat mulai terpengaruh dan berlornba-lomba untuk bisa memperoleh kcsempatan belajar di sekolah-sekolah nagari tersebut. Dengan semakin banyaknya sekolah nagari, pemerintah mulai memikirkan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Sumatera Barat, Temyata rencana peningkatan mum ini, sein-ing pula dengan perubahan oerientasi politik di Negeri Belanda. Kemenangan kaum Liberal telah mcngubah pandangan pemerintah terhadap daerah koloninya. Menurut pandangan kaum Liberal, suclah saatnya pemerintah memikirkan untuk memberi kesempatan pada penduduk pribumi untuk lebih maju. Pandangan ini semakin kuat ketika kcluarnya kebijakan Politik Etis pada awal abad ke-20. Momentum Poltik Etis dipergunakan oleh pemerintah kolonial di Sumatera Barat untuk membantu pembiayaan dengan pengelolaan sekolah-sekolah nagari yang memang sudah berkembang di Sumatera Barat. Pembangunan sekolah tidak saja dilakukan untuk pendidikan rendah, pendidikan lebih tinggipun segera di buka di Sumatera Barat, seperti berdirinya Sekolah Raja di Fort de Koek, Mulo,dari AMS di Padang.
Pada akhirnya, memasuki awal abad ke-20 masyarakat Surnatera Barat sudah banyak yang memperoleh pendiclikan Barat. Mereka-mereka yang sudah berpendidikan ini dalam perkembangnnya telah melahirkan klompok sosial baru dalam masyarakat, dan menurut istilah scorang sejarawan -Mestika Zed- disebutnya dengan kelompok elit baru.
Semetara berlangsungnya pembangunan dalam bidang pendidikan. Pada awal abad ke-20, akibat perubahan kebijakan pemerintah Negeri Belanda juga terjadi disektor perekonomian Sistem Tanam Paksa dihapuskan pada tahun l908, dan kemudian diganti dengan sistem Ekonomi Pajak Uang. Keberadaan sistem ini dalam kenyataannya telah membuka dacrah Sumatera Balflt dari kedatangan berbagai investor baik asing maupun dari Belanda sendiri. Pcrubahan ini sekali lagi memaksa pemerintah untuk membangun berbagai infrasturktur baru ( terutama di perkotaan), perbaikan sarana transportasi dan termasuk komunikasi.
Perkembangan menuju masyarakat moderen telah membuka berbagal kebutuhan- kebutuhan baru dalam masyarakat, Tuntutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan tersebut pada akhirnya telah melahirkan masyarakat konsumen di Sumatera Barat. Kehadiran masyarakat konsumen ini merupakan pangsa pasar yang baik untuk menggerakkan roda perekonomian. Salah satu eiri khas masyarakat konsumen adalah kebutuhan akan layanan komunikasi yang, Iebih eepat dan nyaman- Kondisi ini mempakau peluang untuk lahimya media pers daerah di Sumatera Barat Wujut nyata dari peluang itu, pada tahun 1911 -tepat dua tahun setelah berakhirnya Tanam Paksa- berdirilah Al-Munir dan Oetoesan Meirjoe di Padang sebagai media pers daerah terlua di Sumatera Barat.
Dalam perkembangannya, kehadiran media pers bergerak sesuai dengan kebutuhan pasar. Sementara akibat terjadinya proses modernisasi dalam masyaralcat telah membuka lahirya berbagai spesialisasi pekeljaan ( hadimya berbagai profesi dalam masyarakat ). Keberagaman profesi ini pada kenyataanya telah membentuk keberagaman media pers di Alam Minangkabau.. Tingkat keberagaman tidak berhenti sampai ke titik itu.. kembali pada persoalan pembangunan pendidikan, di Sumatera Barat bukan saja pendidikan Barat yang mengalami proses menuju masyarakat moderen, pendidikan Islampun juga demikian, perbedaan alam pikiran dalam menajalankan proses modemisasi ini pada kenyataannya telah membuat media pers lebih semakin beragam. Belum lagi kelompok masyarakat lainnya, pada saat itu juga mengalami proses yang sarna, seperti kaum wanita, dan adat.
Pada akhimya penelilian ini telah membuktikan beberapa hal-hal poko, diantaranya 1) Modemisasi memang telah melahirkan media pers, dan modemisasi sekaligus telah melahirkan kelompok-kelompok masyarakat baru. Kehadiran berbagai kelompok baru ini merupakan dasar untuk media pers jadi beragam. 2) Pesatnya pertumbuhan media pers di Sumatera Barat pada saat itu, ternyata tidak ditunj ang oleh pengelolaan keuangan ya ng baik, Fenomena pertumbuhan media pers im selalu menggambarkan ketimpangan neraca keuangan.. Macetnya uang langganan dari pelanggan mempakan keluhan hampir setiap pengelola media pers. Akibatnya, pemunbuhan pers yang tinggi pada pcriode 1900-1930, berbanding sama dengan hancurnya berbagai industri pers pada periode itu.

In order to handle lack of educated workers to fulfill some positions in governmental system and Cultuurstelsel, Dutch colonial in West Sumatra had policy to open elementary level schools for the natives. At first, in Padang, the policy to open the schools didn?t get good responses from society. However, when a resident - Steinmetz - started to open schools named Sekolah Nagari in the distant land area which was known as derek, it received positive responses from the people. Schools in derek were more autonomy. The concept of autonomy at this case can be explained as the involvement of native people positively in founding, and developing these schools. Government, otherwise, only facilitated them with teachers and schools curriculum. The fact showed that these school were success to overcome lack of educated workers and fulfilled low to mid level positions in the government and structure of Cultuurstelsel
Based on the success in derek area, some areas during the beach lines - or which was known with the name Pesisir -also started to develop such schools. As a result, at the end of l9"? century, West Sumatra people began to compete in getting opportunity to get education in such schools. Following the development on number of schools, government started to think about the quality of education. It was also in conjunction with the changing of political orientation in Dutch. The success of liberals in taking over government had changed the view of Dutch government to its colony. Based on liberal?s idea., it was the right time to give the opportunity for people to become more modem. This idea get stronger when the policy called Erfs Politic appeared at the beginning of 20?h century. Momentum of Etis Politic was used by colonial government to facilitate and manage these schools which actually had developed well in West Sumatra. Development of schools were not only on low-level but also for higher education such as Sekolah Raja Fort de Kock, MULO, and AMS in Padang.
As a result, at the beginning of 20"? century, a lot ef pecple in West Sumatra had got education. They, then, had also made the development of new social Status in the society, which was called by historian - Mestika Zed - 3 new elite group.
The development in education continued. At the beginning of 20"' century, the changing on politic in Dutch also occurred in economic side. Cultur Stelsel was diminished in 1908, and it was replaced by tax systems. The new system had invited some investors, even from Dutch or other countries, to come to West Sumatra. The changing, then, made government build new infrastructures (especially in the city), included means of transportation and communication line.
Development to become modern people had created new necessities in the society. Demands to fulfill these necessities had appeared consumed-people in West Sumatra. They were good target to develop economy. One of the characteristics of the people was the needs on fast and safe communication. Furthermore, this condition was believed to be the beginning of press development in West Sumatra. It was proved in 1911 or exactly two years after the diminishing of Cultuurstelsel by releasing Al-Munir and Oetoesan Melajoe in Padang as the oldest media press in West Sumatera.
In the next progress, press development was based on the needs of people. At the same time, modernization in the society also caused specialization in profession (profession in society existed). Variation in society also had created variation in press media in Minangkabau. Otherwise, it was not the end of variation that occurred. Deal with educational development, it was not only western-baed education but also Islamic-based education which developed. Then, it also had resulted on greater variation in press. Other groups of people such as women and traditional people also changed.
Lastly, this research proves some main points, as seen follow: 1). Modernization had developed press media., and created new group of people in society. The appearance of new society became the base of variation in press. 2) At that time, fast development of press in West Sumatra was not supported by good management and accounting. Phenomenon on the development of press used to describe imbalance on the accountancy. inconsistency on payment of subscribers was the main problem on most of presses. As a results, its high development during the period of 1900-1930 was in conjunction with bankruptcy many of presses on the same period."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T4913
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murni Murama
"Studi ini memfokuskan diri pada majalah khusus pria. Masa kebebasan Pers saat ini, menimbulkan eforia bagi media. Kebebasan tersebut membuat kemunculan beraneka ragam media massa seperti tabloid, surat kabar, sampai majalah-majalah lokal dan majalah yang berwaralaba dari luar negeri.
Keterbukaan dan kebebasan Pers tersebut menghadirkan media dengan segmen tertentu, seperti majalah ME (Male Emporium) yang terbit pada Februari 2001 dan ditujukan khusus untuk laki-laki dewasa yang sudah mapan usia 25 - 35 tahun. Dengan pemaparan isi yang dipenuhi artikel dan foto-foto tentang perempuan. Dengan penampilan dan gaya busana-busana yang seksi. Sepertinya hal tersebut menjadi cara yang paling sering dipakai oleh kaum kapitalis untuk mendorong konsumen agar membeli produknya. Demikianlah yang diasumsikan pada majalah Male Emporium ini.
Majalah ME merupakan majalah khusus laki-laki yang memfokuskan diri pada hal-hal yang berhubungan dengan laki-laki seperti otomotif, karier, hiburan, kesehatan, dan lain-lain. Penulisan artikelnya ringan dan mudah dimengerti tapi padat berisi, seperti yang menjadi slogannya : "bacaan pria berisi".
Penelitian ini ingin menjawab beberapa pertanyaan, yaitu: pertama, bagaimana konsep mejalah ME terhadap tubuh perempuan? Dan kedua, ideologi seperti apa yang dimiliki oleh majalah ME? Penemuan mengenai konsep dan kandungan nilai-nilai ideologi yang menyertainya dilakukan dengan analisis wacana fairclough, sedangkan analisis teks dengan menggunakan analisis framing yang dikemukan oleh Pan dan Konsicki.
Paradigma penelitian yang adalah paradigma kritis yang bersifat kualitatif dengan metode analisisnya critical discourse analysis yang melakukan text analysisi dan multilevel analysis secara intertekstual. Adapun analythical framewarknya mengaacu pada Norman fairclough yang terbagi atas 3 dimensi yaitu analisa text, analisa discourse practice, dan analisa Sociocultural.
Penelitian dilakukan terhadap 12 majalah ME yang terbit dari Januari sampai Desember 2004 dengan pengambilan sampel secara random. Pertimbangan karena pada itu sedang hangatnya eforia kebebasan pers yang dinikmati oleh media pada saat itu, dan adanya edisi khusus dalam rangka menyambut 3 tahun berdiri majalah tersebut.
KesimpuIan yang dapat dilihat dari penelitian ini adalah bahwa majalah ME adalah majalah yang cenderung menjadi agen kapitalis yang menjadikan tubuh perempuan sebagai komoditi kepada para konsumennya, yang dalam hal ini adalah kaum laki-laki.
Representasi tubuh perempuan dalam majalah Male Emporium, menguatkan stereotif bahwa perempuan adalah kelompok yang tersubordinasikan, terpinggirkan di dalam kehidupan masyarakat yang cenderung patriarkis. Di sini dibutuhkan sikap bijak dan kritis dari masyarakat, pemerintah dan para pekerja media utnuk tidak terjebak pada kebutuhan yang diciptakan oleh kaum kapitalis dan lebih bersikap seimbang dalam pemberitaan tentang perempuan."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Sepvia Winarko
"Penelitian ini membahas tentang proses digitisasi arsip surat kabar yang dilakukan di Pusat Informasi Kompas (disingkat PIK) sebagai upaya pelestarian koleksi. Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, hal ini turut dirasakan dalam ranah media pers. Salah satunya dalam hal pengelolaan surat kabar yang bergerak maju ke era digital dari yang sebelumnya hanya menggunakan bentuk tercetak saja. Digitisasi merupakan langkah nyata yang dilakukan PIK dalam kegiatan layanan surat kabar dengan tujuan untuk meminimalisir penggunaan koleksi asli secara langsung yang riskan terhadap kerusakan. Digitisasi dilakukan agar isi informasi dan nilai guna koleksi tetap terjaga serta untuk memperpanjang usia koleksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi proses digitisasi arsip Surat Kabar Kompas sebagai upaya pelestarian koleksi di PIK. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PIK telah melakukan proses digitisasi surat kabar dengan metode fotografi dalam langkah alih medianya, serta melakukan proses penyimpanan koleksi secara digital berbasis website. Proses digitisasi di PIK akan dijelaskan melalui pedoman The International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA): Guidelines for Planning the Digitization of Rare Book and Manuscript Collections Tahun 2014.
This study discusses the digitization process of newspaper archives implemented by Pusat Informasi Kompas ((abbreviated as PIK) as an effort to preserve the collection. In line with the rapid advancement of technology and information, the press media sector has also affected. One of these advancements is in the management of newspapers, which are progressing into the digital era from previously only existing in printed form. Digitization is a concrete measure implemented by PIK in service activities to minimize the direct use of original collections to reduce any damage. The digitization aims to preserve the informational content and utility value of the collection, thereby extending its lifespan. This study purposed to identify the digitization process of the Surat Kabar Kompas as part of the collection preservation efforts at PIK. This study use qualitative methods, through interviews and observations. The results of this research indicate that PIK has implemented the digitization of newspapers through the photography method for the media transfer step, furthermore, they have set up a web-based system for storing digital collections. The digitization process at PIK will be explained through the guidelines of The International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA): Guidelines for Planning the Digitization of Rare Book and Manuscript Collections in 2014."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library