Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisha Indreswari Arsyaningrum
Abstrak :
ABSTRAK
Obesitas saat ini telah berkontribusi dalam 2,8 juta kematian di seluruh dunia. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi obesitas adalah gangguan mental emosional. Gangguan mental emosional dapat mempengaruhi kejadian obesitas dikarenakan seseorang yang sedang dalam kondisi stres cenderung makan makanan manis, karena makanan manis memiliki efek menenangkan dan dapat memperbaiki suasana hati. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh gangguan mental emosional terhadap kejadian obesitas pada penduduk usia dewasa di Indonesia tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013 dan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada penduduk berusia diatas 18 tahun dengan jumlah sampel 633.612 orang. Hasil analisis hubungan antara gangguan mental emosional dengan obesitas menunjukkan bahwa gangguan mental emosional tidak memiliki hubungan positif dengan kejadian obesitas OR=0,940 . Hasil analisis multivariat dengan mengontrol pengaruh dari status perkawinan, jenis kelamin, tempat tinggal, aktivitas fisik, pola makan, status ekonomi, dan kelompok umur menggambarkan bahwa gangguan mental emosional merupakan faktor protektif dari kejadian obesitas p=0.007, OR=0,945 . Status gangguan mental emosional merupakan faktor protektif dari kejadian obesitas pada penduduk usia dewasa di Indonesia tahun 2013.
ABSTRACT
Obesity contributed to 2,8 million deaths worldwide. Psychological distress is one of many factors that can affect obesity. People with psychological distress tend to eat sugary food for its comforting and mood repairing effects. Meanwhile, eating sugary food regularly may leads to obesity. This study aims to know the association between psychological distress and obesity among adults in Indonesia. Analysis of data obtained from Indonesia rsquo s national health survey Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2013. This study conducted on 633.612 adults above 18 years old using cross sectional study design. Bivariate analysis shows that psychological distress does not have a positive association with obesity OR 0,940 . Multivariate analysis conducted by controlling several variables such as marital status, gender, urban and rural, physical activity, eating behavior, economic status, and age group shows identical result psychological distress acts as a protective factor for obesity p 0,007, OR 0,945 . Psychological distress is a protective factor for obesity among adults in Indonesia.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Fariha
Abstrak :
Pendahuluan: Pramugari/a  merupakan salah satu profesi dengan beban kerja cukup besar karena jam kerja yang tidak beraturan, waktu kerja yang panjang serta lingkungan kerja yang tidak biasa. Kondisi pandemi COVID-19 meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental emosional pada banyak sektor terutama sektor penerbangan. Meskipun telah memasuki masa transisi pandemi COVID-19, kondisi pekerjaan pramugari/a belum kembali seperti sebelum pandemi terjadi.

Objektif: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi serta hubungan antara faktor individu serta pekerjaan di masa transisi pandemi COVID-19 dengan risiko terjadinya gangguan mental emosional pada pramugari/a penerbangan komersial di Indonesia.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di Balai Kesehatan Penerbangan Jakarta dari tanggal 9 September – 3 Oktober 2022. Pengumpulan data menggunakan kuesioner mandiri, Fear of COVID-19 Scale, dan Self Reporting Questionnaire-20 kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 25.

Hasil: Penelitian diikuti oleh 163 responden, terdiri dari 89,6% pramugari dan 10,4% pramugara. Diantara faktor individu dan pekerjaan, ada beberapa yang memiliki hubungan signifikan dengan risiko gangguan mental emosional seperti usia muda p <0,001, tidak memiliki anak p 0,047, kebiasaan olahraga yang kurang (95% CI 0,97-9,18); p 0,048, masa kerja < 5 tahun (95% CI 1,35-8,78); p 0,007 serta persepsi ketidakamanan pekerjaan (95% CI 1,47-8,55); p 0,003. Berdasarkan hasil analisis multivariat, masa kerja dan persepsi ketidakamanan pekerjaan merupakan faktor paling dominan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental emosional sebesar 3,66 (95% CI 1,39 – 9,66); p 0,009 dan 3,31 (95% CI 1,30 – 8,43); p 0,012 kali.

Kesimpulan: Prevalensi risiko gangguan mental emosional pada pramugari penerbangan sipil Indonesia di masa transisi pandemi COVID-19 cukup tinggi. Dari semua faktor yang dianalisis pada penelitian ini, terlihat masa kerja dan persepsi ketidakamanan pekerjaan dominan meningkatkan risiko terjadinya gangguan mental emosional. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menilai faktor-faktor risiko lainnya yang dapat berkontribusi dengan terjadinya gangguan mental emosional. ......Background: Flight attendant is a profession with a heavy workload due to irregular working hours, long working hours and an working mostly at high altitude. The condition of the COVID-19 pandemic increases the risk of mental emotional disorders in many sectors especially the aviation sector, one of which is due to job insecurity. Even though we have entered the transition period of the COVID-19 pandemic, the stability of flight attendants has not returned to what it was before the pandemic outbreak.

Objective: To determine the prevalence of mental emotional disorders among Indonesian commercial flight attendants during the transition period of the COVID-19 pandemic and its relationship with job insecurity.

Methods: This cross-sectional study was conducted at the Directorate General of Civil Aviation Medical Jakarta from September 9th to October 3rd 2022. The data was collected using independent questionnaire such as Fear of COVID-19 Scale and Self Reporting Questionnaire-20, which was then analyzed using SPSS version 25.

Results: The subjects were 163 people in total, consisting of 89,6% female flight attendants and 10,4% male flight attendants The prevalence of mental emotional disorders in Indonesian commercial flight attendants during the transition period of COVID-19 pandemic was found to be 15.3%. The trends showed that there is a significant relationship between perceptions of job insecurity and mental-emotional disorders p=0.036, and there are other characteristics that are significantly related to mental-emotional disorders such as young age p=<0.001, not having children p=0.047, and working period <5 years (95% CI 1.35-8.78); p=0.007.

Conclusion: The prevalence risk of mental emotional disorders in Indonesian commercial flight attendants during the transition period of COVID-19 pandemic is quite high. The existence of job insecurity is one of the dominant factors associated with the occurrence of mental emotional disorders during the transition period of COVID-19 pandemic and also young age seems to be a contributing factor. However, further research is still needed to assess other risk factors that can contribute to the occurrence of mental emotional disorders.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azkia Ikrima
Abstrak :
Gangguan mental emosional merupakan gangguan kesehatan yang terjadi di seluruh negara yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan dapat terjadi pada seluruh kalangan usia. Lansia merupakan salah satu kelompok usia berisiko terkena gangguan mental emosional sebagai akibat dari berkurangnya kemampuan fisik dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat ketidakmampuan fisik terhadap gangguan mental emosional yang dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya. Studi ini menggunakan desain cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah seluruh lansia yang tercatat dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat ketidakmampuan fisik terhadap gangguan mental emosional secara statistik (p = 0,000<0,05), dengan tingkat ketergantungan ringan (PR = 2,021, 95% CI (1,936-2,109)), ketergantungan sedang (PR = 3,189, 95% CI (2,818-3,610)), ketergantungan berat (PR = 3,350, 95% CI (2,920-3,843), dan ketergantungan total (PR = 2,770, 95% CI (2,419-3,173)) setelah dikontrol oleh variabel pendidikan dan jumlah riwayat penyakit kronis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan tingkat ketidakmampuan fisik terhadap gangguan mental emosional baik setelah di kontrol oleh variabel pendidikan dan jumlah riwayat penyakit kronis. ......Emotional mental disorders are health problems that occur in all countries that can affect a person's quality of life and can occur in all age groups. Elderly is one of the age groups at risk for mental-emotional disorders as a result of reduced physical ability to carry out daily activities. Therefore, this study aims to determine the relationship between the level of physical disability and emotional mental disorders that are influenced by other variables. This study used a cross-sectional design. The subjects of this study were all elderly people who were recorded in the 2018 Riset Kesehatan Dasar who met the inclusion criteria. The results showed that there was a statistically significant relationship between the level of physical disability and emotional mental disorders (p = 0.000 <0.05), with a mild degree of dependence (PR = 2.021, 95% CI (1.936-2.109)), moderate dependence (PR = 3.189, 95% CI (2.818-3.610)), severe dependence (PR = 3.350, 95% CI (2.920-3.843), and total dependence (PR = 2.770, 95% CI (2.419-3.173)) after being controlled by variable education and the number of history of chronic disease.So it can be concluded that there is a relationship between the level of physical disability with mental emotional disorders after being controlled by the education variable and the number of history of chronic disease.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inggrita Suci Wulan Sari
Abstrak :
Di daerah perkotaan, kejadian gangguan mental emosional lebih tinggi dibanding di daerah pedesaan dan khususnya pada lansia menjadi masalah seiring dengan peningkatan jumlah lansia. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kejadian gangguan mental emosional berdasarkan faktor risikonya pada penduduk lansia daerah perkotaan di Indonesia. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data Riskesdas 2013 yang menggunakan desain studi cross sectional. Sampel dari penelitian ini adalah penduduk lansia daerah perkotaan di Indonesia usia ≥60 tahun yang memiliki data variabel penduduk lengkap. Hasil penelitian ini menunjukkan, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk lansia daerah perkotaan di Indonesia sebesar 8,8%. Prevalensi gangguan mental emosional tertinggi ditemukan pada penduduk lansia ≥70 tahun (12%); perempuan (11%); tidak bekerja (11,1%); pendidikan rendah (10,3%); tidak kawin (12,3%); status ekonomi terbawah (13,2%); menderita hipertensi (13,3%); DM (14,5%); TBC (20,5%); stroke (20,9%); kanker (13,4%); jantung koroner (24%); memiliki berat badan kurus (12,9%); mengalami disabilitas (21,7%); tidak pernah merokok (9,6%); memiliki aktivitas cukup (8,8%). ...... In urban areas, the prevalence of mental emotional disorder is higher than in rural areas and especially in an elderly becomes a problem because of the increasing number of elderly. This study aims to estimate the prevalence of mental disorders emotional and to describe the mental emotional disorder cases due to its risk factors based on elderly urban areas in Indonesia. This study is a secondary data analysis of Riskesdas 2013 that uses cross-sectional survey as study design. Samples of this research is the elderly residents of urban areas in Indonesia aged ≥60 years who have a complete population of variable data. The results showed that the prevalence of mental disorders in the elderly emotional urban areas in Indonesia amounted to 8.8%. The highest prevalence of mental emotional disorder found in elderly population ≥70 years (12%); women (11%); unployment (11.1%); low education (10.3%); not married (12.3%); bottom economic status (13.2%); suffer from hypertension (13.3%); DM (14.5%); TB (20.5%); stroke (20.9%); cancer (13.4%); coronary heart disease (24%); underweight (12.9%); suffered disability (21.7%); never-smokers (9.6%); have sufficient physical activity (8.8%).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S59174
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Khusnul Ch
Abstrak :
Gangguan kesehatan mental yang merupakan gejala awal kesehatan jiwa khususnya depresi memberikan kontribusi yang besar bagi beban penyakit. Depresi menjadi beban penyakit nomor tiga di seluruh dunia, menempati urutan kedelapan di negara-negara berkembang, dan menempati urutan pertama pada negara dengan penghasilan menengah keatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan mental emosional pada lansia Perdesaan di Indonesia. Design study yang digunakan adalah cross-sectional menggunakan data lanjutan dari hasil Riskesdas 2013 dengan sampel lansia berusia ≥60 tahun yang berada di wiayah Perdesaan di Indonesia dan memiliki data variabel lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu 49246 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa umur lansia ≥75 tahun berisiko 1.7 kali (95%CI=1.614- 1.809), perempuan berisiko 1.4 kali (95%CI=1.364-1.517), status perkawinan yang tidak menikah berisiko 1.7 kali (95%CI=1.370-2.201), pendidikan rendah berisiko 3.1 kali (95%CI=1.965-4.710), tidak bekerja berisiko 2.2 kali (95%CI=2.060-2.218), status sosial ekonomi terbawah berisiko 1.8 kali (95%CI=1.633-2.138), status gizi kurang berisiko 1.6 kali (95%CI=1.500-1.706), memiliki penyakit kronis berisiko 1.9 kali (95%CI=1.783-1.984), mengalami disabilitas berisiko 8 kali (95%CI=7.446-8.727), kurang aktifitas fisik perminggu berisiko 1.6 kali (95%CI=1.468-1.759), dan tidak merokok memproteksi 0.6 kali (95%CI =0.619-0.711) untuk mengalami gangguan mental emosional didaerah Perdesaan. Kesimpulan, bagi lansia sebaiknya mempunyai aktifitas baik dirumah ataupun diluar rumah, menerapkan pola hidup sehat agar menurunkan faktor risiko gangguan mental emosional dan mendekatkan diri kepada Allah SWT agar hati dan jiwa tentram, serta berpikir positive. ...... Mental health disorders are early symptoms of mental health, especially depression that provide a major contribution to the burden of disease. Depression become number three worldwide burden of disease, number eight in developing country and become the first in developed country. This study aims to determine the prevalence of and factors associated with emotional mental disorders on elderly in Indonesian rural areas. Design study is cross-sectional, use of advanced Riskesdas 2013 data with sample of elderly aged ≥60 years who are in rural area in Indonesia and variable data required in this study is 49.246 samples. The results of this study indicate that the elderly ≥75 years of age at risk of 1.7 (95% CI = 1614-1809), women at risk of 1.4 (95% CI = 1364-1517), not married (marital status) at risk of 1.7 (95% CI = 1370-2201), low education risk 3.1 times (95% CI = 1965-4710), unemployee at risk of 2.2 (95% CI = 2060-2218), socioeconomic status, the lowest risk of 1.8 (95% CI = 1633-2138 ), nutritional status is less risk of 1.6 (95% CI = 1500-1706), had 1.9 times the risk of chronic disease (95% CI = 1783-1984), disability risk 8 times (95% CI = 7446-8727), less physical activity at risk of 1.6 (95% CI = 1468-1759), not eating fruit at risk 1.2 times (95% CI = 1191-1399), vegetable consume less risk 1.4 times (95% CI = 1389-1547) and not smoke protect 0.6 times (95% CI = 0619-0711) for mental emotional disorder in rural areas. Conclusion, for elderly women should have a good activity at home or outside the home, adopting a healthy lifestyle in order to lower the risk factors for mental disorders of emotional and pray a lot to Allah SWT to be the heart and soul at ease, as well as positive thinking.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S63754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Setiono
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh kemampuan regulasi emosi terhadap masalah mental emosional pada mahasiswa tahun pertama Universitas Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dan cross-sectional. Partisipan (N = 255) merupakan mahasiswa Universitas Indonesia angkatan 2019 yang berusia 17-21 (M = 18,29, SD = 0,743) dan sebagian besar perempaun (n = 147). Kemampuan regulasi emosi mahasiswa diukur menggunakan alat ukur DERS, sementara masalah mental emosional mahasiswa diukur menggunakan alat ukur SRQ-20. Hasil analisis menggunakan logistic regression menunjukkan bahwa kemampuan regulasi emosi secara signifikan memengaruhi masalah mental emosional mahasiswa berdasarkan kriteria Wald test, χ2 (1, N = 255) = 51,435, OR = 1,098, p < 0,001. Penurunan kemampuan regulasi emosi meningkatkan kemungkinan mengalami masalah mental emosional sebanyak 1,1 kali lebih besar. Sementara itu, jenis kelamin sebagai variabel kontrol juga secara signifikan memengaruhi masalah mental emosional mahasiswa, χ2 (1, N = 255) = 4,665, OR = 1,922, p < 0,05. Perempuan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami masalah mental emosional sebanyak 2 kali lebih besar dari laki-laki.
This study aims to look at the effect of emotion regulation ability on mental-emotional problems in first-year students at University Indonesia. Non-experimental and crosssectional research design were used. Participants (N = 255) were Universitas Indonesia students from class 2019 aged between 17-21 (M = 18.29, SD = 0.743) and mostly women (n = 147). The emotional regulation ability was measured using the Difficulties in Emotion Regulation Scale (DERS), while the students' mental-emotional problems were measured using the SRQ-20. Results of the logistic regression showed that emotion regulation ability significantly influenced students' mental-emotional problems based on the Wald test criterion, χ2 (1, N = 255) = 51.435, OR = 1.098, p <0.001. Decreased emotional regulation ability increases the likelihood of experiencing mentalemotional problems by as much as 1.1 times greater. Moreover, gender as a control variable also significantly influenced students' mental-emotional problems, χ2 (1, N = 255) = 4.665, OR = 1.922, p <0.05. Women had a higher risk of experiencing mentalemotional problems than men.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Aprilia
Abstrak :
Kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting. Kesehatan mental adalah keadaan pada individu yang mampu menggunakan kemampuan diri, mengatasi tekanan hidup yang normal, bekerja dengan produktif serta memiliki kontribusi di masyarakat. Seseorang yang memiliki kesehatan mental terdapat kapasitas untuk berpikir rasional dan keterampilan berkomunikasi, pertumbuhan emosional, resilience dan harga diri. Metode penelitian menggunakan cross sectional dengan Teknik nonprobability sampling. Responsen penelitian laki – laki sebanyak 54,5 % dan perempuan 45,5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat prehospital terdapat gangguan mental emosional sebanyak 32,5 %. Lalu mekanisme koping terbanyak yang dipakai perawat prehospital adalah religion dengan presentase 4,85 %. Lalu terdapat hubungan antara gangguan mental emosional dengan mekanisme koping perawat prehospital di daerah Jakarta. ......Mental health is very important. Mental health is a condition in which individuals are able to use their own abilities, overcome the normal stresses of life, work productively and make a contribution to society. A person who has mental health has the capacity for rational thinking and communication skills, emotional growth, resilience and self-esteem. The research method used cross sectional with a nonprobability sampling technique. The research respondents were 54.5% male and 45.5% female. The results of the study showed that 32.5% of prehospital nurses had emotional mental disorders. The coping mechanism that is often used is religion wih presentance 4,85 %. And there is a relationship between mental emotional disorder and coping mechanism of prehospital nurses ini Jakarta.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajaria Nurcandra
Abstrak :
Pandemi Covid-19 menimbulkan dampak pada berbagai sektor yang memungkinkan memicu terjadinya gangguan mental emosional (GME) dan penurunan kualitas hidup sehingga pembentukan ketangguhan sangat diperlukan. Studi ini ditujukan unutk menganalisis peranan ketangguhan (individu, keluarga dan komunitas) terhadap GME dan kualitas hidup individu selama pandemi Covid-19 di Jakarta Timur pada gelombang kedua. Studi explanatory sequential mixed-methods dengan pendekatan desain cross sectional dan metode kualitatif dengan desain Rapid Assessment Procedure (RAP). Kualitas hidup diukur menggunakan Indonesian HRQoL, sedangkan GME diskrining menggunakan SRQ pada 300 responden yang terpilih dari teknik multistage cluster sampling. Exploratory qualitative dilakukan pada 2 kelompok FGD dan 3 informan wawancara mendalam, sedangkan explanatory qualitative dilakukan pada 6 kelompok FGD dan 9 informan wawancara mendalam. Masyarakat memahami ketangguhan (individu, keluarga, dan komunitas) sebagai konsep kamampuan menghadapi pandemi dengan memanfaatkan aspek-aspek di sekitar mereka, GME sebagai masalah mental, dan kualitas hidup sebagai kondisi kesehatan. Proporsi GME meningkat dua kali lipat dibandingkan situasi normal. Proporsi kualitas hidup buruk sebanyak 26,30%. Ketangguhan (individu, keluarga, dan komunitas) yang buruk berhubungan terhadap terjadinya GME dan kualitas hidup buruk selama pandemi Covid-19. GME juga berperan terhadap kualitas hidup yang buruk. Peranan ketangguhan individu terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh persepsi realistis dengan cara bersyukur, ikhlas, sabar, dan saling menguatkan, menerima keadaan, menerapkan protokol kesehatan, regulasi emosi-kognisi, kemampuan adaptasi, dan optimisme. Peranan ketangguhan individu terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh usia pengambil keputusan keluarga, dukungan sosial dan kontrol diri. Peranan ketangguhan komunitas terhadap GME dan kualitas hidup ditentukan oleh kestabilan sistem pendidikan, sistem kesehatan, sistem politik/pemerintahan, dan sistem manajemen pandemi. Ketangguhan keluarga ditemukan paling berperan terhadap kualitas hidup. Sistem pemerintahan yang berkolaborasi dan responsif menentukan kestabilan komponen-komponen ketangguhan komunitas. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk memperkuat komponen ketangguhan keluarga dan sistem pemerintahan dalam menghadapi pandemi. ......The Covid-19 pandemic has had an impact on various sectors that may trigger mental emotional disorders (GME) and a decrease in quality of life so that the formation of resilience is urgently needed. This study aimed at analyzing the role of resilience (individual, family and community) on GME and the quality of life of individuals during the Covid-19 pandemic in East Jakarta in the second wave. Explanatory sequential mixed-methods study with a cross-sectional design approach and qualitative methods with a Rapid Assessment Procedure (RAP) design. Quality of life was measured using the Indonesian HRQoL, while GME was screened using the SRQ on 300 respondents selected from the multistage cluster sampling technique. Exploratory qualitative was conducted with 2 FGD groups and 3 in-depth interviews with informants, while explanatory qualitative was conducted with 6 FGD groups and 9 in-depth interviews with informants. Communities understand resilience (individual, family and community) as a concept of being able to deal with a pandemic by utilizing aspects around them, GME as a mental problem, and quality of life as a health condition. The proportion of GME has doubled compared to the normal situation. The proportion of poor quality of life was 26.30%. Poor resilience (individual, family and community) related to the occurrence of GME and poor quality of life during the Covid-19 pandemic. GME also contributed to poor quality of life. The role of individual resilience to GME and quality of life was determined by realistic perceptions by being grateful, sincere, patient, and mutually reinforcing, accepting circumstances, implementing health protocols, emotional-cognition regulation, adaptability, and optimism. The role of individual resilience to GME and quality of life was determined by the age of family decision makers, social support and self-control. The role of community resilience to GME and quality of life was determined by the stability of the education system, health system, political/government system, and pandemic management system. Family resilience was found to have the most effect on quality of life. Collaborative and responsive governance systems determine the stability of the components of community resilience. Therefore, it is recommended to strengthen the components of family resilience and government systems to deal with a pandemic.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Nafi Syifa Putri Khumaini
Abstrak :
Situasi kerja memungkinkan pekerja mengalami gangguan kesehatan mental. 11,6-17,4% populasi dewasa di Indonesia mengalami gangguan mental emosional berupa stres kerja. Petugas Sampah Provinsi DKI Jakarta bekerja 6 hari/minggu dengan durasi 8 jam/hari. Survei pendahuluan mendapatkan 30% petugas sampah di 2 Kecamatan Jakarta Timur mengeluhkan tegang tengkuk dan sakit kepala. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui adakah hubungan antara lama kerja objektif dengan gangguan mental emosional. Penelitian cross sectional dilakukan pada 61 petugas sampah di Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur melalui consecutive sampling berupa pengisian kuesioner SRQ-20 untuk mengetahui kecenderungan gangguan mental emosional. Uji Fisher dilakukan pada SPSS. Prevalensi gangguan mental emosional 11,5%. Lama kerja objektif >48 jam/minggu secara statistik bermakna memiliki hubungan dengan gangguan mental emosional pada crew sampah Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Timur (OR=13,067; CI 95% 2,254 – 75,732, p=0,007). ......Working conditions may affect worker’s mental health. 11,6-17,4% of the adult population in Indonesia suffers from common mental disorder caused by stress at work. Trash crew in Jakarta works 6 day/week with the duration of 8 hours/day. Preliminary survey reported 30% of trash crew in 2 districts in East Jakarta complained having neck tension and headache. Therefore, this research was aimed to find out the relationship between working hours and common mental disorder in trash crew of East Jakarta Environment Agency. Cross sectional study was conducted to 61 members of the trash crew at East Jakarta Environment Agency selected by consecutive sampling in which the crew fill the SRQ-20 questionnaire to find out the tendency of having common mental disorder. Fisher’s test then conducted in SPSS. The prevalence of common mental disorder among trash crew of East Jakarta Environment Agency is 11,5%. Working hours >48 hours/week is statistically significant in having relationship with common mental disorder of trash crew in East Jakarta Environment Agency (OR=13,067; CI 95% 2,254 – 75,732, p=0,007).
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Nurul Amany
Abstrak :
Kondisi kesehatan mental emosional dan perilaku anak-anak di panti asuhan merupakan hal yang rentan dan harus dipelihara agar anak-anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang berfungsi sosial secara baik. Kajian literatur ini membahas terkait masalah perkembangan mental emosional dan perilaku yang dialami oleh anak-anak yang tinggal di panti asuhan menggunakan metode penulisan tinjauan literatur yang dikemukakan oleh Knopf (2006). Peneliti telah memilih tujuh penelitian terdahulu yang membahas terkait masalah perkembangan mental emosional dan perilaku anak di panti asuhan, diantaranya adalah penelitian milik Sulaiman & Mansoer (2019), Hidayati (2018), Wetarini et. al (2018), Riyadi et. al (2014), Rahmah et. al (2014), Haryanti et. al (2016), dan Kaur et. al (2018). Kajian literatur ini bertujuan untuk menganalisis ketujuh penelitian terdahulu yang sudah terpilih, dan membahas perkembangan mental emosional dan perilaku anak di panti asuhan. Selain itu, peneliti juga membahas faktor-faktor yang mempengaruhi serta membandingkannya dengan anak-anak yang diasuh oleh orang tua kandungnya. Hasil dan kesimpulan dari kajian literatur ini adalah adanya perbedaan dalam perkembangan mental emosional serta perilaku anak-anak yang tinggal di panti asuhan dengan anak yang diasuh oleh orang tua kandungnya, dimana anak-anak yang tinggal di panti asuhan memiliki serangkaian masalah seperti emotional loneliness, depresi, dan juga masalah perilaku. Kajian literatur ini dapat menjadi landasan bagi penelitian empirik, terutama penelitian dalam lingkup perkembangan anak, perkembangan mental emosional dan perilaku, dan juga anak dalam panti asuhan. Selain itu, kajian literatur ini dapat memberikan wawasan tambahan untuk beberapa mata kuliah di Ilmu Kesejahteraan Sosial, diantaranya adalah mata kuliah Tingkah Laku Manusia, Kesehatan Jiwa Berbasis Komunitas, dan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, terutama dalam bidang perkembangan anak dan kesehatan mental emosional dan perilaku anak. ......The mental, emotional and behavioural conditions of children in institutionas or orphanages are in a vulnerable state and must be maintained for these children to grow and develop into fully functioning human beings in society. This literature review discusses the problems of mental emotional and behavioral development experienced by children living in institutions using the method of literatur review proposed by Knopf (2006). The author has selected seven previous studies related to the problems of mental emotional development and behavior of children in institutions, which includes the research of Sulaiman & Mansoer (2019), Hidayati (2018), Wetarini et. al (2018), Riyadi et. al (2014), Rahmah et. al (2014), Haryanti et. al (2016), and Kaur et. al (2018). This literature review aims to analyze the seven previous studies that have been selected and discuss the mental emotional and behavior development of children in institutions. In addition, the author also discusses the influencing factors and compares them with children who are raised by their biological parents. The results and conclusions of this literature review are differences in mental emotional development and behavior of children living in institutions with children being cared for by their biological parents, where children living in institutions have a series of problems such as emotional loneliness, depression, as well as behavioral problems. This literature review can be the basis for empirical research, especially research in the scope of child development, mental emotional development and behavior, as well as children in institutions. Furthermore, this literature review can provide additional insights for several courses in Social Welfare Sciences, including courses on Human Behavior, Community-Based Mental Health, and Child Welfare and Protection, especially in the field of child development and mental health, as well as children’s mental emotional and behavior.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>