Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Irene Purnamawati
Abstrak :
Latar Belakang: Sepsis merupakan masalah kesehatan global dan memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Rasio neutrofil-limfosit merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan di fasilitas terbatas dan tidak memerlukan biaya besar, tetapi belum ada studi yang meneliti perannya dalam memprediksi mortalitas 28 hari pada pasien sepsis, menggunakan kriteria sepsis-3 yang lebih spesifik. Tujuan: Mengetahui peran rasio neutrofil-limfosit dalam memprediksi mortalitas 28 hari pada pasien sepsis. Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif terhadap pasien sepsis yang dirawat di RSCM pada tahun 2017. Data diambil dari rekam medis pada bulan Maret-Mei 2018. Nilai rasio neutrofil-limfosit yang optimal didapatkan menggunakan kurva ROC. Subjek kemudian dibagi menjadi dua kelompok yang di bawah dan di atas titik potong. Kedua kelompok kemudian dianalisis menggunakan analisis kesintasan dengan program SPSS. Hasil: Dari 326 subjek, terdapat 12 subjek loss to follow-up. Rerata usia sampel 56,4 + 14,9 tahun, dengan fokus infeksi terbanyak di saluran napas (59,8%), dan penyakit komorbid terbanyak adalah keganasan padat (29,1%). Nilai titik potong rasio neutrofil-limfosit yang optimal adalah 13,3 (AUC 0,650, p < 0,05, sensitivitas 63%, spesifisitas 63%). Pada analisis bivariat menggunakan cox regression didapatkan kelompok dengan nilai rasio neutrofil-limfosit> 13,3 memiliki crude HR sebesar 1,84 (IK 95% 1,39-2,43) dibandingkan dengan kelompok yang nilai rasio neutrofil-limfosit < 13,3. Setelah menyingkirkan kemungkinan faktor perancu, didapatkan adjusted HR untuk kelompok dengan nilai rasio neutrofil-limfosit tinggi adalah 1,60 (IK 95% 1,21-2,12). Simpulan: Nilai rasio neutrofil-limfosit memiliki akurasi lemah dalam memprediksi mortalitas 28 hari pasien sepsis dengan nilai titik potong optimal 13,33. Kelompok dengan nilai rasio neutrofil-limfosit > 13,3 memiliki risiko mortalitas 28 hari yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok nilai rasio neutrofil-limfosit < 13,3. ......Background: Sepsis is a global health problem with high morbidity and mortality. Neutrophil to lymphocyte ratio is a simple test which can be done in limited facility, but there is no study conducted to know its potential in predicting 28-day-mortality in septic patients, using the more specific sepsis-3 criteria. Objectives: To investigate neutrophil to lymphocyte ratio as a predictor of 28-day-mortality in septic patients. Methods: A retrospective cohort study was conducted using medical records in Cipto Mangunkusumo Hospital for septic patients who were admitted in 2017. Neutrophil to lymphocyte ratio cut off was determined using ROC curve, then subjects were divided into two groups according to its neutrophil to lymphocyte ratio value. The groups were analyzed using survival analysis with SPSS. Result: From 326 subjects, 12 subjects were loss to follow-up. Age mean was 56.4 + 14.9 years. Lung infection (59.8%) was the most frequent source of infections and solid tumor (29.1%) was the most frequent comorbidities. The optimal cut off value for neutrophil to lymphocyte ratio was 13.3 (AUC 0.650, p < 0.05, sensitivity 63%, specificity 63%). Bivariate analysis using cox regression showed that group with neutrophil to lymphocyte ratio > 13.3 had greater risk for 28-day-mortality than group with neutrophil to lymphocyte ratio < 13.3 with crude HR 1.84 (95% CI 1.39-2.43). After adjustment for possible confounding, adjusted HR for group with higher neutrophil to lymphocyte ratio was 1.60 (95% CI 1.21-2.12). Conclusion: Neutrophil to lymphocyte ratio had poor accuracy in predicting 28-day-mortality in septic patients with 13.3 as the optimal cut off value. Group with neutrophil to lymphocyte ratio > 13.3 had greater significant risk for mortality in 28 days than group with neutrophil to lymphocyte ratio < 13.3.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Amalia Faizal
Abstrak :
Latar belakang: Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang menyebabkan 60% kematian di Indonesia. Terjadi peningkatan prevalensi frailty pada pasien PPOK hingga dua kali lipat dibandingkan pada pasien tanpa PPOK. Frailty merupakan sindrom lansia terkait perubahan fisiologis dan morfologis pada berbagai sistem tubuh akibat penuaan. Pada PPOK terjadi inflamasi sistemik yang ditandai dengan penanda inflamatori. Rasio neutrofil-limfosit (RNL) merupakan penanda inflamatori yang cukup stabil, terjangkau, dan banyak digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan RNL dengan frailty pada pasien lansia dengan PPOK. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang. Penilaian frailty dilakukan berdasarkan kuesioner FRAIL dan hitung jenis darah perifer melalui data rekam medis RSCM dari bulan Oktober 2021–Oktober 2022. Hasil: Terdapat 103 subjek dengan prevalensi yang mengalami frail sebanyak 63 orang (61,2%). Pada analisis bivariat, didapatkan hasil bahwa RNL memiliki hubungan yang signifikan dengan frailty (p = 0,017). Median RNL pada kelompok frail sebesar 2,30 (1,27 – 7,03) dan kelompok non-frail sebesar 2,01 (0,72 – 4,56). Pada analisis kelompok kuartil, didapatkan hasil yang signifikan antara RNL dengan frailty (p = 0,009). Sebanyak 33,3% pasien frail berada pada kuartil keempat (> 3,060) dan sebanyak 42,2% pasien non-frail berada pada kuartil kesatu (<1,870). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara RNL dengan frailty pada pasien lansia dengan PPOK. ......Introduction: Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is a lung disease that causes 60% of deaths in Indonesia. There was an increase in the prevalence of frailty in COPD patients up to two times compared to patients without COPD. Frailty is an elderly syndrome related to physiological and morphological changes in various body systems due to aging. In COPD, there is systemic inflammation characterized by inflammatory markers. Neutrophil to Lymphocyte ratio (NLR) is an inflammatory marker that is relatively stable, affordable, and widely used. This study aims to determine the relationship between NLR and frailty in elderly patients with COPD. Method: This cross-sectional study was conducted on elderly patients with COPD. Subjects performed frailty assessment based on the FRAIL questionnaire and peripheral blood type count through RSCM’s patient medical record from October 2021 – October 2022. Result: There were 103 subjects with a prevalence of frailty in 63 patients (61.2%). In bivariate analysis, results found that RNL had a significant relationship with frailty (p = 0.017). The median RNL in the frail group was 2.30 (1.27 – 7.03), and the non-frail group was 2.01 (0.72 – 4.56). In the quartile group analysis, RNL and frailty obtained significant results (p = 0.009). A total of 33.3% of frail patients were in the 4th quartile (> 3.060), and 42.2% of non-frail patients were in the 1st quartile (<1.870). Conclusion: There is a significant relationship between NLR and frailty in elderly patients with COPD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Anggraeni
Abstrak :
Penularan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang mudah membuat perkembangan penyakit tersebut sangat cepat di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Penelusuran riwayat kontak dan metode deteksi cepat dapat digunakan untuk mencegah dan mengendalikan penularan COVID-19. Rapid Test antibodi merupakan metode deteksi cepat yang banyak digunakan, namun akurasi Rapid Test antibodi tidak 100%. Parameter hematologi berupa Rasio Neutrofil Limfosit (RNL) diketahui dapat memberi gambaran terkit inflamasi sistemik di awal infeksi. Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran RNL pada pasien suspek COVID-19 dengan hasil Rapid Test antibodi nonreaktif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi gambaran rasio RNL dalam upaya mengidentifikasi peran RNL pada populasi suspek dengan hasil Rapid Test antibodi nonreaktif. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil pemeriksaan darah mahasiswa dan karyawan yang tinggal di Asrama UI. Sebanyak 70 sampel darah dikumpulkan, kemudian diberlakukan Rapid Test antibodi dan pemeriksaan hematologi lengkap menggunakan hematology Analyzer untuk mendapatkan nilai RNL. Seluruh hasil Rapid Test antibodi yang dilakukan menunjukkan hasil nonreaktif. Hasil dari pemeriksaan hematologi lengkap menunjukkan 65 subjek penelitian memiliki nilai RNL di dalam kisaran normal (1,88 ± 0,57) dan 5 subjek penelitian memiliki nilai RNL lebih tinggi dari nilai normal (4,2 ± 1,31). Hasil penelitian ini mengindikasi bahwa Rapid Test antibodi yang dilakukan pada pasien suspek menghasilkan persentase true nonreactive sebesar 92,8% dan false nonreactive sebesar 7,14%. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa RNL potensial untuk membantu melengkapi dan menerangkan hasil nonreaktif dari Rapid Test antibodi. ......Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) is a highly contagious disease which makes it easier to spread around the nation, even the world. Contact tracing and rapid detection methods for COVID-19 is the schemes to prevent and control the spread. Rapid antibody test is one of the rapid detection methods, but the accuracy is under 100%. Hematology parameter such as Neutrophil Lymphocyte Ratio (NLR) is one of the easy and rapid way to fit up the accuracy of rapid antibody test, since NLR is able to picture the systemic inflammation of early infection. The study regarding representation of NLR on COVID-19 suspect patients with nonreactive result of Rapid Antibody Test is conducted. The aim of the study is to evaluate the NLR ratio in order to identificate role of NLR on suspect populations with nonreactive result of Rapid Antibody Test. This study is using medical record data from student and employees who stayed at Asrama UI. As much as 70 blood samples were collected and proceeded to do the Rapid Antibody Test and complete blood count using hematology analyzer to determine NLR. All samples showed nonreactive results to Rapid Antibody Test. The complete blood count showed that 65 objects had NLR value in the normal range (1,88 ± 0,57) and 5 objects had NLR value higher than normal range (4,2 ± 1,31). The results of this study indicate that the Rapid Antibody Test performed resulted in the percentage of true nonreactive of 92.8% and false nonreactive of 7.14%. To be concluded, NLR was potential as a supporting data to complete and describe the nonreactive result of Rapid Antibody Test.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Kristanta Sandjaja
Abstrak :
Latar Belakang. Pneumonia komunitas merupakan masalah kesehatan global dan memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Rasio neutrofil-limfosit merupakan petanda inflamasi yang sederhana, cepat dan murah serta dapat dilakukan di fasilitas terbatas. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa RNL saat awal perawatan dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas, lama rawat inap dan kemungkinan kejadian sepsis, tetapi belum ada studi yang meneliti perannya dalam memprediksi kesembuhan dalam 7 hari pada pasien dengan pneumonia komunitas. Tujuan. Mengetahui peran rasio neutrofil-limfosit dalam memprediksi kesembuhan dalam 7 hari pada pasien dengan pneumonia komunitas. Metode. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif terhadap pasien pneumonia komunitas yang dirawat di RSCM dari periode 1 November 2017-31 Desember 2018. Data neutrofil, limfosit dan leukosit serta RNL pada awal perawatan diambil dari rekam medis. Kriteria kesembuhan dalam 7 hari berupa perbaikan keluhan, pemeriksaan fisik, tanda vital yang stabil sesuai panduan IDSA/ATS dan atau perbaikan rontgent toraks. Nilai rasio neutrofil-limfosit yang optimal didapatkan menggunakan kurva ROC. Analisis variabel perancu dilakukan dengan regresi logistik. Hasil. Terdapat 195 subjek penelitian yang dianalisis. Median usia sampel 65 tahun (21-90), dengan penyakit komorbid terbanyak adalah diabetes melitus (49,7%), terdapat 1 pasien yang mendapatkan antibiotik sebelum perawatan, dan 72,1% pasien dengan skor CURB-65 ≥ 2. Dari kurva ROC didapatkan nilai AUC 0,554 (IK95%: 0,473-0,635) dengan p>0,05. Analisa regresi logistik dan analisis subgrup menunjukkan CURB-65 skor 2 merupakan effect modifier. Kesimpulan. Rasio neutrofil-limfosit pada awal perawatan tidak dapat digunakan sebagai prediktor untuk memprediksi kesembuhan dalam 7 hari pada pasien dewasa pneumonia komunitas yang dirawat
Background. Community acquired pneumonia is a global health problem and has a high morbidity and mortality. The neutrophil to lymphocyte ratio is a simple, rapid, inexpensive marker of systemic inflammation and can be done in a limited facility. Other studies had shown that neutrophil to lymphocyte ratio can be used to predict mortality, length of stay and sepsis, but there are no studies that investigate its role in predicting cure within 7 days in patients with community acquired pneumonia. Aim. To investigate neutrophil to lumphocyte ratio as a predictor of cure within 7 days in patients with community acquired pneumonia. Method. A retrospective cohort study was conducted using medical records in Cipto Mangunkusumo Hospital for community acquired pneumonia patients who were admitted from the period 1st November 2017-31st December 2018. Neutrophil, lymphocytes and neutrophil to lymphocyte ratio was obtained upon admittance. Criteria for cure within 7 days include improvement of clinical symptoms, physical examination, stable vital signs according to IDSA / ATS guidelines and or improvement of chest X-ray. Neutrophil to lymphocyte cut off was determined using the ROC curve. Confounding factors was analysed using logistic regression. Results. There were 195 subjects. Median age was 65 years (21-90). Diabetes mellitus (49.7%) was the most frequent comorbid. There were one patients treated with antibiotics prior to admission and 72.1 % of patients with a CURB-65 score ≥ 2. ROC curve showed that AUC 0.554 (95%CI: 0.473-0.635 ) with p>0.05. Logistic regression analysis and subgroup analysis showed that CURB-65 2 was an effect modifier. Conclusion. Neutrophil to lymphocyte ratio upon admittance cannot be used as a predictor of cure within 7 days in adult patients with community acquired pneumonia.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Shandi Laila
Abstrak :
Latar Belakang: Low cardiac output syndrome (LCOS) adalah salah satu komplikasi berat yang sering terjadi pascabedah jantung terbuka dengan insidens 25-32%. LCOS dapat terjadi akibat proses inflamasi melalui jalur inflamasi dan komplemen setelah pintas jantung-paru (PJP). Diperlukansuatu marker inflamasi yang dapat memprediksi terjadinya LCOS. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan rasio neutrofil-limfosit (neutrophil lymphocyte ratio, NLR) yang merupakan marker inflamasi sederhana dan rutin dilakukan, tetapi penggunaannya sebagai prediktor dalam menentukan LCOS belum banyak dilaporkan. Tujuan: Mengetahui peran NLR prabedah dan 0, 4, dan 8 jam pascabedah sebagai prediktor kejadian LCOS pascabedah jantung terbuka anak dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Metode: Penelitian menggunakan uji prognostik dengan desain kohort prospektif, dilaksanakan pada 1 Desember 2020 hingga 30 Juni 2021 di cardiac intensive care unit (CICU) Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Hasil: Dari 90 subyek didapatkan 25 subyek (27,8%) mengalami LCOS. Nilai NLR prabedah berperan dalam memprediksi kejadian LCOS (AUC 70), dengan cut off ≥0,88 (p=0,027) didapatkan sensitivitas dan spesifisitas 64% dan 64,62% (IK 95%, 57-83). Sedangkan NLR 0 jam pascabedah memiliki nilai prediksi yang baik (AUC 81) terhadap kejadian LCOS, dengan cut off ≥4,73 (p<0,0001) didapatkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 80% (IK 95%, 69-94). Selanjutnya NLR 4 dan 8 jam pascabedah memiliki nilai prediksi yang sangat baik (AUC 97 dan 98) terhadap kejadian LCOS, dengan cut off berturut-turut adalah ≥6,19 (p<0,0001) dan ≥6,78 (p<0,0001) didapatkan sensitivitas dan spesifisitas berturut-turut adalah 92% dan 96% (IK 95%, 92-100), serta 92% dan 96,92% (IK 95%, 94-100). Kesimpulan: NLR prabedah dan 0, 4, dan 8 jam pascabedah terbukti berperan sebagai prediktor kejadian LCOS pascabedah jantung terbuka anak dengan PJB. ......Background: Low cardiac output syndrome (LCOS) is a severe complications that often occurs in children after open heart surgery, with an incidence 25-32%. It can occur as a result of inflammatory response involving the inflammatory and complement pathways after cardiopulmonary bypass (CPB). An inflammatory marker is needed to predict the occurrence of LCOS. In this study, an examination of the neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) which is a simple and routine marker of inflammation is carried out, but its use as a predictor in determining LCOS has not been widely reported. Objective. We aimed to explore the role of preoperative and 0, 4, and 8 hours postoperative NLR as a predictor of LCOS after open heart surgery in children with congenital heart disease (CHD). Methods: This study used a prognostic test with a prospective cohort design, was done from 1st December 2020 until 30 th June 2021 at cardiac intensive care unit (CICU) Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Results: From 90 subjects, 27.8% (25 subjects) had LCOS. Preoperative NLR had a fair predictive value (AUC 70) for the incidence of LCOS, with a cut off value ≥0.88 (p=0.027) having a sensitivity and specificity of 64% and 64.62% (CI 95%, 57-83).While the NLR 0 hours post-operative also had a good predictive value (AUC 81) for the incidence of LCOS, with a cut off value ≥4.73 (p<0.0001) having a sensitivity and specificity of 80% (CI 95%, 69-94), respectively. Furthermore, NLR 4 and 8 hours post-operative had a very good predictive value (AUC 97 and 98) for the incidence of LCOS, with cut off value ≥6.19 (p<0.0001) and ≥6.78 (p<0.0001), having a sensitivity and specificity of 92% and 96% (CI 95%, 92-100), as well as 92% and 96.92% (CI 95%, 94-100). Conclusion: Preoperative and 0, 4, and 8 hours postoperative NLR can be a predictor of LCOS after open heart surgery in children with CHD.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Astari Pranindya Sari
Abstrak :
Pendahuluan: Neutrofil merupakan sel inflamasi yang diyakini berperan pada patogenesis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Telah terdapat bukti korelasi antara hambatan aliran udara pada pasien PPOK dengan kadar neutrofil sputum. Penelitian beberapa tahun terakhir membuktikan nilai rasio neutrofillimfosit (RNL) dan protein C-reaktif (CRP) dari darah perifer berpotensi menjadi petanda inflamasi sistemik, tidak terkecuali PPOK. Beberapa penelitian membuktikan nilai RNL dan CRP lebih tinggi pada pasien dengan PPOK dibanding orang normal. Begitu pula saat kondisi eksaserbasi, nilai RNL dan CRP lebih tinggi daripada kondisi stabil. Selain itu terdapat bukti korelasi antara hasil spirometri dengan nilai RNL dan CRP. Hasil beberapa penelitian yang telah dilakukan sejauh ini menunjukkan bahwa nilai RNL dan CRP dapat menjadi suatu penilaian yang layak diperhatikan dalam PPOK. Tujuan: Memperoleh data mengenai nilai RNL dan CRP pada pasien PPOK eksaserbasi dan stabil di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Metode: Analisis observasional kohort prospektif di RS Persahabatan, Jakarta Indonesia sebanyak 31 sampel dari Juli 2018 hingga Desember 2018. Kami mengikutsertakan 31 pasien PPOK eksaserbasi untuk dilakukan pemeriksaan spirometri dan pemeriksaan darah dan membandingkan hasil pemeriksaan pasien yang sama pada kondisi stabil. Hasil: Petanda inflamasi yang diperiksa pada penelitian ini RNL dan CRP keduanya menunjukkan penurunan kadar pada kondisi stabil, bertutut-turut dari 7,95 ± 6,8 menjadi 4,6 ± 5,5 dan 43,4 ± 71 menjadi 12,2 ± 18,5 dengan nilai p < 0,01. Didapatkan pula korelasi negatif yang bermakna antara RNL dan nilai VEP1/KVP pada kondisi eksaserbasi. Nilai CRP menunjukkan korelasi negatif hanya dengan VEP1 pada saat eksaserbasi. Di samping itu, terdapat pula subjek penelitian dengan nilai CRP yang sangat tinggi pada saat eksaserbasi, meninggal dunia dalam kurun waktu dua bulan setelah eksaserbasi. Kesimpulan: Nilai RNL dan CRP pada subjek dengan PPOK lebih tinggi pada kondisi eksaserbasi dan mungkin dapat menggambarkan status eksaserbasi pada pasien PPOK. ......Introductions: Although COPD has been believed to be characterized by respiratory disease, currently limited study conducted to evaluate inflammation markers and exacerbation rate in COPD by noninvasive method. We observed the COPD severity, future exacerbation by using peripheral blood test. We did a prospective cohort study to observe the alteration of Neutrophyl-Lymphocyte Ratio (NLR) and C-reactive protein (CRP) in COPD patients to find any possible correlation with COPD exacerbation status. Aims: To study the value of NLR and CRP of COPD patients during exacerbation and stable in Persahabatan Hospital, Jakarta. Methods: Starting from July to December 2019, a prospective cohort study was performed with blood and pulmonary function test in 31 COPD patients in two different conditions: during exacerbation and stable. The mean of both inflammation markers was compared and correlated them with pulmonary function test. Results: Both inflammation markers NLR and CRP value decreased during stable condition (from 7,95 ± 6,8 to 4,6 ± 5,5 and 43,4 ± 71 to 12,2 ± 18,5) with p < 0,01 respectively. In addition, we also found a significant inverse correlation between NLR and FEV1/FVC during exacerbation but not during the stable condition, and CRP showed inverse correlation only with FEV1 during exacerbation. Another interesting finding was subject with very high CRP whose value remained above nomal limit during stable, died within 2 month after exacerbation. Conclusions: NLR and CRP in COPD patients increased during exacerbation and may reflect lung function and exacerbation status in COPD patient.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edward Faisal
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang. Konstipasi idiopatik kronik adalah masalah yang cukup banyak terjadi, dan berhubungan dengan proses inflamasi. Proses inflamasi yang diwakili oleh rasio neutrofil limfosit merupakan marker inflamasi yang cukup stabil dan banyak digunakan, dan diduga ada hubungannya dengan terjadinya gejala depresi. Tujuan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan rasio neutrofil limfosit dengan gejala depresi pada konstipasi idiopatik kronik. Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang melibatkan pasien konstipasi idiopatik kronik berusia 18-59 tahun di populasi. Di saat bersamaan, dinilai gejala depresi dengan menggunakan Beck Depression Inventory-II kemudian diambil sampel darah untuk menilai rasio neutrofil limfosit. Uji hipotesis dilakukan dengan uji korelasi Pearson. Hasil. Sebanyak 73 subyek didapatkan rerata (SB) usia adalah 40,29 (11,2) tahun, dengan proporsi perempuan 90,4%. Median RNL (min-maks) adalah 1,72 (0,27-7,18). Hasil analisis korelasi didapatkan hasil koefisien korelasi (r) = 0,028 (p = 0.811). Kesimpulan. Rasio neutrofil limfosit tidak berhubungan dengan gejala depresi pada konstipasi idiopatik kronik.
ABSTRACT
Background. Chronic idiopathic constipation is a problem that is quite common and is related to the inflammatory process. Inflammation marker is represented by neutrophil lymphocyte ratio that is quite stable and widely used and is thought to have something to do with the occurrence odd depressive symptoms. Objectives. This study was aimed to determine relationship between neutrophil lymphocyte ratio and depressive symptom in chronic idiopathic constipation. Methods. This was a cross sectional study involving chronic idiopathic constipation patients aged 18-59 years old in population. At the same time depressive symptoms were assessed using the Beck Depression Inventory-II and blood sample were taken to assess the neutrophil lymphocyte ratio. Pearson correlation test was done for hypothesis testing. Results. From total of 75 subjects, the mean (SB) age is 40.29 (11.2) years and the proportion of women is 90.4%. The median RNL (min-max) is 1.72 (0.27-7.18). The results of correlation coefficient obtained from correlation analysis is (r) = 0.028 (p= 0.811). Conclusion. The neutrophil lymphocyte ratio is not associated with depressive symptom in chronic idiopathic constipation.
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniyanto
Abstrak :
Latar Belakang. Virulensi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang berasal dari komunitas terutama karena keberadaan toksin Panton Valentin Leukocidin (PVL) dan Phenol Soluble Modulin (PSM) yang tidak dimiliki oleh MRSA yang berasal dari rumah sakit. Kedua toksin tersebut diketahui menyebabkan lisis neutrofil yang kemudian menurunkan kadar neutrofil. Tujuan. Penelitian bertujuan menilai perbedaan nilai hitung neutrofil absolut antara infeksi MRSA yang didapat dari rumah sakit dengan yang dari komunitas. Metode. Penelitian in merupakan studi potong lintang yang melibatkan pasien terinfeksi MRSA yang dirawat di RSCM pada kurun waktu 2012-2017. Klasifikasi varian MRSA dilakukan berdasarkan pola kepekaan dan resistensi kuman terhadap antibiotik non beta laktam menjadi CA-MRSA (resisten ≤ 2 antibiotik non beta laktam) dan HA-MRSA (resisten ≥ 3 antibiotik non beta laktam). Hitung neutrofil absolut diambil pada 24 jam dilakukan kultur yang positif MRSA. Uji hipotesis yang dilakukan adalah uji T tidak berpasangan bila memenuhi syarat. Hasil. Dari penelitian ini didapatkan 62 subyek dengan infeksi MRSA dengan infeksi HA-MRSA (n=35) lebih banyak dibandingkan CA-MRSA (n=27). Median hitung neutrofil absolut CA-MRSA 7410.7 (1147.3-26560.2) dan HA-MRSA 16198.0 (3921.6-28794.1) dengan p < 0.001. Kesimpulan. Dari penelitian ini terdapat perbedaan nilai hitung neutrofil absolut antara infeksi MRSA yang berasal dari rumah sakit dengan yang dari komunitas. ......Background. The virulence factors from community acquired-methicillin resistant Staphylococcus aureus (CA-MRSA) mainly due to toxins like Panton Valentin Leukocidin (PVL) and Phenol Soluble Modulin (PSM). Both of toxins cause decrease of value through neutrophil lysis. Objective. The objective of this research is to identify different value of absolute neutrophil count between hospital and community acquired MRSA. Method. This is a cross sectional research which included subjects who were infected by MRSA and hospitalized during 2012-2017. Classification of MRSA were divided due to it's sensitivity and resistance to non-beta lactam antibiotics. Isolate that resistance to ≤ 2 antibiotics were classified as CA-MRSA. The others with resistance to ≥ 3 antibiotics were HA-MRSA. Absolute neutrophils count (ANC) were collected 24 hours from the positive MRSA culture. Hypothesis were analyzed by using independent T test. Result. We collected 62 subjects infected by MRSA which 35 subjects were HA-MRSA and 27 subjects were CA-MRSA. The median of ANC from CA-MRSA is 7410.7 (1147.3-26560.2) and HA-MRSA 16198.0 (3921.6-28794.1) with p < 0.001. Conclusion. There were a different value of absolute neutrophil count in infections due to community and hospital acquired MRSA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsan Hasan
Abstrak :

Peran Th17 dalam keganasan, khususnya karsinoma sel hati, masih menjadi perdebatan. Sel Th17, sel penghasil IL-17, dilaporkan berhubungan dengan efek protumor dan antitumor sekaligus. Di lain sisi, sel Th1 yang menyekresikan IFN-γ memiliki sifat antitumor. Kemoembolisasi transarterial / transarterial chemo-embolization (TACE) diketahui dapat menyebabkan nekrosis tumor, namun peran TACE dalam memengaruhi sel Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, dan rasio neutrofil limfosit (RNL) masih belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perubahan Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, dan nilai RNL pada pasien KSH yang menjalani TACE.

Penelitian ini dilakukan sepanjang Juni 2015–Januari 2019 di RSCM dan beberapa rumah sakit jejaring di Jakarta. Desain potong lintang digunakan untuk membandingkan respons imun pasien KSH dengan sirosis hati. Desain kohort prospektif diterapkan untuk menilai hubungan respons imun dengan keberhasilan TACE. Pengambilan darah dilakukan sebelum dan 30 hari setelah tindakan TACE pada pasien KSH dan satu kali pada pasien sirosis. Nilai Th17 dan Th1 dianalisis menggunakan teknik flowcytometry, sedangkan nilai IL-17 dan IFN-γ diukur dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Nilai RNL dihitung dari pembagian kadar neutrofil dengan limfosit yang diperoleh dari pemeriksaan hitung jenis. Respons terhadap TACE dievaluasi berdasarkan kriteria mRECIST.

Sebanyak 40 pasien sirosis dan 41 pasien KSH berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebanyak 12 pasien dan 29 pasien termasuk ke dalam kelompok respons dan nonrespons, secara berurutan. Penurunan kadar AFP dan ukuran tumor secara bermakna ditemukan pada kelompok respons. Pada kelompok ini, juga ditemukan peningkatan bermakna kadar Th1, Th17, dan sel T CD4+/IFN-γ+/IL-17+ setelah TACE. Nilai IL-17, IFN-γ, dan RNL tidak berhubungan dengan respons TACE. Di samping itu, didapatkan peningkatan bermakna kadar CD4+/IFN-γ+/IL-17- pada kelompok nonrespons.

Simpulan: Peningkatan kadar Th1 dan Th17 dalam darah perifer yang diiringi dengan peningkatan sel T CD4+/IFN-γ+/IL-17+ didapatkan pada pasien KSH yang berespons baik terhadap TACE.

 


The role of Th17 cells in malignancy, especially hepatocellular carcinoma, remains controversial. Th17 cells, IL-17 producing cells, were reported to be associated with both protumor and antitumor effects. On the other hand, Th1 cells, IFN-γ producing cells, had antitumor properties. Transarterial chemoembolization (TACE) is known for its potency to cause tumor necrosis, but its impact on Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, and neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) is still unclear. This study aims to determine the changes in Th17, Th1, IL-17, IFN-γ, and NLR levels in HCC patients treated with TACE.

This study was conducted from June 2015 to January 2019 at Cipto Mangunkusumo National General Hospital dan several affiliated hospitals in Jakarta. A cross-sectional study design was used to compare the immune response between HCC and liver cirrhotic patients. A prospective cohort study design was applied to assess the relationship between immune response and tumor response to TACE. Plasma sampling was obtained from HCC and cirrhotic patients that fulfilled the inclusion and exclusion criteria. Blood samples were collected immediately before and 30 days after TACE. Th17 and Th1 levels were measured using flowcytometry technique, while IL-17 and IFN-γ levels were quantified by using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). The value of NLR was calculated by dividing the neutrophil count by the lymphocyte count. Responses to TACE were evaluated based on mRECIST.

A total of 40 cirrhotic and 41 HCC patients participated in this study. As many as 12 and 29 patients were included in the response and nonresponse group, respectively. In the response group, there were significant reduction of AFP levels and tumor size, as well as significant increase of Th1, Th17 and CD4+/IFN-γ+/IL-17+ T cells levels after TACE. Furthermore, there was an increase of CD4+/IFN-γ+/IL-17- levels in the non-response group. The values of IL-17, IFN-γ, and NLR were not related to TACE response.

Conclusion: Patients with good response to TACE had increased levels of circulating Th1, Th17, and CD4+/IFN-γ+/IL-17+ T cells.

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Denny Grecius
Abstrak :
ABSTRACT
Rasio neutrofil dan limfosit (NLR) dapat digunakan dalam mengukur progresivisitas kanker payudara seperti perubahan berat badan. Tujuan Maka dari itu, penelitian ini hendak menilai hubungan perubahan status indeks masa tubuh dengan NLR. Metode: Rancangan penelitian ini merupakan potong lintang. Sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pasien yang menjadi normoweight (indeks masa tubuh terakhir < 23,0) dan pasien yang menjadi overweight atau obese (indeks masa tubuh terakhir ≥ 23,0). Setiap sampel akan dihitung NLR pascadiagnosis dan pascaterapi minimal 6 bulan. Hasil: Pasien yang menjadi normoweight memiliki NLR pascadiagnosis median 2,510 (0,853-5,315) dan NLR pascaterapi median 2,652 (0,666-10,844). Pasien yang menjadi overweight atau obese memiliki NLR pascadiagnosis median 2,444 (0,318-21,000) dan NLR pascaterapi median 2,466 (0,632-22,750). Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara perubahan indeks masa tubuh dengan NLR pascadiagnosis dan NLR pascaterapi. Tidak adanya hubungan mungkin disebabkan adanya keberagaman karakteristik sampel yang didapat.
ABSTRACT
Neutrophil-to-lymphocyte ratio (NLR) can be used to measure progressivity of breast cancer. One of the factor that also affect progression of breast cancer is body weight change. Therefore, this study wants to evaluate correlation between Body Mass Index (BMI) status change and NLR. Methods: Sample are divided into two groups, patients who became normoweight (latest BMI < 23,0) and patients who became overweight or obese (latest BMI ≥ 23,0). NLR value in postdiagnosis and post-treatment (minimum 6 months) are being evaluated in each sample. Results: Patients who became normoweight has postdiagnosis NLR median 2,510 (0,853-5,315) and post-treatment NLR median 2,652 (0,666-10,844); while in the patients who became overweight or obese has postdiagnosis NLR median 2,444 (0,318-21,000) and post-treatment NLR median 2,466 (0,632-22,750). Interpretation & conclusion: This study shows neither postdiagnosis NLR nor post-treatment NLR has correlation with BMI status change. This result may due to various sample characteristics.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>