Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Engkus Sutisna
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T40616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
IG. Ngurah Askhara Danadiputra
"ABSTRAK
Dengan adanya krisis ekonomi yang terjadi hingga saat ini, yang di mulai dengan
jatuhnya nilai tukar mata uang Rupiah pada pertengahan tahun 1997, menyebabkan
hancumya sebagian besar dunia usaha di Indonesia. Tidak terkecuali dampaknya terhadap
Pertamina sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengadaan bahan bakar
minyak dalam negeri, hal ini dikarenakan Indonesia masih mengimpor minyak mentah
dari luar negeri khususnya minyak yang berasal dari negara-negara Arab, yang
mempunyai kandungan gas buangan lebih rendah dan minyak yang dihasilkan oleh
Pertamina (Indonesia). Bahkan diprediksikan dalarn 10 tahun mendatang Indonesia akan
menjadi net importir untuk bahan bakar minyak dunia, hal ini disebabkan semakin
tipisnya cadangan sumur minyak yang ada di daerah-daerah.
Hal tersebut di atas mendesak Pertamina mencari alternatif energi lain untuk
menggantikan minyak bumi tersebut, baik untuk kebutuhan energi masyarakat maupun
sebagai penghasil devisa untuk negara. Cadangan gas bumi yang cukup besar di bumi
Indonesia mendorong Pertamina menekan investor asing untuk pendanaan eksplorasi gas
tersebut. Selain itu Pertamina juga harus bekerja sama dengan para kontraktor asing yang
memiliki teknologi eksplorasi yang canggih dan efisien, hal ini penting mengingat gas
yang diambil untuk bisa di jual ke luar negeri hanya efisien secara ekonomis
didistribusikan dengan pipa sepanjang maksimum 4000 kilometer, selebihnya harus
dicairkan melalui proses hidranisasi sehingga dapat diangkut dengan kapal tanker.
Eksplorasi gas ini sebenarnya sudah benlangsung dari awal 1980-an, hanya saja kapasitas
dan biaya yang dibutuhkan serta teknologi yang digunakan tidak sebesar sekarang.
Dalam hal mencari pembiayaan eksplorasi tersebut Pertamina terbentur kepada
beberapa hal terutama menyangkut ketentuan Undang-undang S tahun 1971 yang
mengatur Pertamina sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap pengadaan dan
distribusi BBM di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah retensi 5% yang diberikan
oleh Pemerintah untuk setiap hasil penjualan produk dari suatu proyek, hal ¡ni memaksa
Pertamina untuk mencari pembiayaan yang tidak melibatkan asset Pertamina sebagai
jaminan pembiayaan yang Iazimnya berlaku.
Dalam perkembangarinya, pembiayaan yang dipilih adalah pendanaan proyek
yang tidak melibatkan collateral tambahan untuk menjamin pembiayaan proyek.
Pendanaan ini sangat bergantung kepada kekuatan cash flow yang digunakan sebagai
pengembalian pinjaman dan bunga proyek. Penentuan skema pembiayaan juga
mempunvai peranan penting khususnya bagaimana mengatur arus kas yang digunakan
sebagai sumber pelunasan. Skema Trustee Borrowing Scheme sangat membantu
Pertamina sebagai kordinator/manajemen dalam pembiayaan eksplorasi gas Bontang
(Bontang LNG Reability Enhancement-BLRE).
Dari analisa yang dilakukan pada karya akhir ini disimpulkan bahwa proyek
BLRE yang memakan biaya USD 303 juta ini dan melibatkan para lender komersial
dunia, memberikan nilai tambah finansial yang rendah kepada Pertamina sebagai
penanggung jawab proyek BLRE ini. Dengan pendapatan hanya dari retensi Pemenintah
sebesar 5% dari total hasil penjualan gas tersebut maka Pertamina secara keseluruhan
tidak mendapatkan manfaat yang berarti. Hal ini ditambah dengan kenyataan bahwa
proyek ini tidak sepenuhnya full recourse, dalam artian hasil proyek (cash inflow)
membiayai semua kewajiban yang timbul akibat dari produksì proyek. Pertamina sebagai
sponsor harus bertanggung jawab bila terjadi penurunan harga yang dapat menyebabkan
terganggunya cash inflow proyek, di mana terlihat dari reserve account yang harus tetap
dijaga dengan nominal tertentu.
Dari beberapa kenyataan di atas dapat kita lihat bagaimana sebenarnya resiko
(biaya) yang ditanggung oleh Pertamina lebih besar bila dibandingkan dengan
pendapatan (retensi 5%) yang diterima. Sehingga perlu terobosan baru dalam skema
pembiayaan proyek BLRE ini.
Salah satu yang penting adalah bagairnana Pertamina merubah visi bisnis seperti
yang diterapkan saat ini, yang hanya menjadi kordinator dan manajemen proyek, menjadì
pemain yang lebih strategis sehingga mendapat nilai tambah secara nyata. Memposisikan
perusahaan menjadi intermediary antara produsen (PSC) dan pembeli luar negeri dapat
memberikan margin tambahan kepada Pertamina. Hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut, PSC sebagai produsen gas yang mempunyai komposisi bìaya at cost (semua
pendapatan dinyatakan dalam biaya produksì) menjual bahan baku gas tersebut kepada
Pertamina, yang kemudian oleh Pertamina diolah menjadi bahan setengah jadi (LNC3 atau
Petrochemical gas) dan baru dijual kepada pembeli luar negeri, sehingga dalam skema
besar tersebut resiko yang diterima oleh Pertamina seimbang dengan pendapatan yang
diperoleh.
Kelayakan proyek didukung dengan perhitungan serta analisa yang mencakup
kepada economic analysis, financial analysis dan analisa kualitatif yang memberikan
fakta perhitungan bahwa pendanaan proyek BLRE ini layak untuk dibiayai. Hal penting
lainnya adalah price sensitivitas yang dilakukan cukup ekstnim yaitu 40% dibawah harga
pasar, namun dengan perhitungan dengan formula harga yang telah disepakati, cash
inflow tetap dapat menjamin pembayaran kewajiban proyek. Selain itu juga dibahas
interest rate parity, yaitu menjelaskan alasan penggunaan sukubunga USD yang secara
kasar lebih besar dari pembiayaan mata uang kuat lainnya seperti Jepang Yen dan
Pounsterling.
Pada akhirnya tulisan ¡i i diharapkan membuka hal-hal yang dapat meningkatkan
nilai perusahaan Pertamina, terutama dalam hal pemutusan pembiayaan proyek-proyek
besar baik yang dilakukan oleh Pertamina maupun industri migas nasional pada
umumnya, Hal ini juga penting diketahui oleh institusi pembiayaan baik komersial seperti
bank umum, maupun institusi finansial iainnya, agar dapat lebih terbuka melihat
pembiayaan yang dilakukan Pertamina, dimana pengembalian proyek tidak melulu dan
adanya colateral tambahan dari perusahaan itu saja, namun mengetahui bahwa
pembiayaan dengan menggunakan project finance lebih menguntungkan dan cocok untuk
pembiayaan proyek pada saat krisis ini, khususnya dalam pembiayaan proyek energi.
"
2001
T1557
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Eri Surya Kelana
"Dalam peningkatan Tax Ratio penerimaan pajak, Pemerintahmelakukan usaha dengan cara mencari kemungkinan-kemungkinan objek pajak yang belum tersentuh dan mempunyai potensi penerimaan negara yang besar. Salah satu usaha tersebut adalah dengan cara menerbitkan Peraluran Pemerintah Nomor 43 Tahun 2000 (yang sebelumnya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 dan dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001). Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2000 memungkinkan pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Soft Loan yang sebelumnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 Pajak Penghasilan tersebut ditanggung oleh Pemerintah. Permasalahan yang timbul bahwa dalam Loan Agreement antara Pemerintah RI dan Bank Investor selalu menerapkan pembebasan pajak terhadap pinjaman tersebut_ dan dalam pembayaran Soft Loan menggunakan dua cara, yaitu: melalui rekening khusus dan melalui"
2001
T3582
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuri Anny Yumantini
"ABSTRAK
Pembangunan infrastruktur LRT di Wilayah DKI Jakarta membutuhkan biaya yang tinggi
sedangkan kemampuan APBD Jakarta yang terbatas diperlukan suatu skema pendanaan yang
memiliki kelayakan finansial tinggi agar dapat mengatasi kekurangan dana (financial gap)
tersebut. Maka, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menentukan proporsi
sumber pendanaan yang dapat diterapkan pada skema pendanaan LRT. Penelitian ini
menggunakan data primer dari wawancara mendalam dan dianalisa deskriptif yang kemudian
menggunakan analisa DSCR untuk pemodelan proporsi skema pendanaan. Hasil penelitian
berupa skema pendanaan dengan proporsi sumber pendanaan yang dapat diterapkan dan
memiliki kelayakan finansial tinggi dan layak diterapkan pada pembangunan infrastruktur
LRT di Wilayah DKI Jakarta

ABSTRACT
Development of LRT infrastructure in Jakarta need a high cost while Jakarta have limited
budget, this condition need a funding scheme that has high financial feasibility in order to
overcome the shortage of funds (financial gap). Thus, the purpose of this study is to identify
and determine the proportion of funding sources that can be applied to the LRT funding
scheme. This study uses primary data from in-depth interviews and then analyzed using
descriptive analysis DSCR for modeling the proportion of financing schemes. Results of the
research is a financing scheme with the proportion of funding sources that can be
implemented and have high financial feasibility and feasible on LRT infrastructure
development in Jakarta"
2016
T45976
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulana Prahaji
"Meningkatnya minat dalam adaptasi perubahan iklim mengharuskan negara-negara untuk mengintegrasikan instrumen keuangan ke dalam inisiatif yang lebih berkelanjutan. Sukuk hijau, sebagai salah satu instrumen keuangan Islam yang digunakan untuk tujuan ini, belum memenuhi harapan meskipun instrumen lain terus menunjukkan pertumbuhan eksponensial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab rendahnya penerbitan sukuk hijau dan mensimulasikan skenario penerbitan untuk pembiayaan proyek. Hal itu dicapai melalui metodologi metode campuran yang dilakukan dengan partisipasi para pemain di industri ketenagalistrikan Indonesia. Hasilnya, terungkap bahwa faktor yang paling signifikan dalam memutuskan penerbitan sukuk hijau adalah biaya dan insentif yang belum optimal. Studi ini memberikan simulasi yang berdampak pada penurunan biaya emisi dan peningkatan rasio arus kas yang tersedia untuk imbal hasil.

Increasing interest in climate change adaptation requires countries to integrate financial instruments into more sustainable initiatives. The green sukuk, as one of the Islamic financial instruments used for this purpose, has not met expectations even though others continue to show exponential growth. Therefore, this study aims to analyze the factors causing the low issuance of green sukuk and simulate the issuance scenario for project financing. It was achieved through a mixed method methodology conducted with the participation of players in the Indonesian power industry. As a result, it was revealed that the most significant factors in deciding to issue green sukuk are issuance costs and incentives which were not optimal. This study provides the simulations that impact decreasing issuance costs and increasing the available cash flow ratio for a coupon."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library