Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Wisaksono
Abstrak :
ABSTRAK Dengan semakin agresifnya kegiatan Pemerintah dalam mengembang- kan sektor Pariwisata iumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia selalu meningkat sejak akhir dasawarsa 1980-an. Demikian pula dengan semakin berkembangnya kegiatan bisnis di indonesia telah menambah ramainya arus masuk tamu asing ke Indonesia. Meningkatrtya arus wisatawan dan tamu asing ini telah mendorong kenaikan jumlah permintaan kamar hotel di berbagai tempat di Indonesia. Kemudian banyak investor baru yang rnulai menanamkan modalnya di bidang perhotelan. Daerah Bali, Jakarta dan Jawa Barat merupakan daerah paling menarik bagi pendirian hotel-hotel baru. Bali lebih menonjol di segi budaya dan potensi alamnya sedangkan Jakarta dan Jawa Barat dari segi bis- nisnya. Disamping itu, meningkatnya jumlah vvisatawan tersebut telah mendo- rong pengusaha hotel yang telah ada untuk meningkatkan kapasitas kamar hotel mereka.

Namun Iaju peningkatan jumlah kapasitas kamar ini telah melampau laju pertumbuhan arus wisatawan atau tamu asing yang datang dari Iuar negeri. Akibatnya meskipun jumlah tamu asing yang datang ke Indonesia mengalami banyak peningkatan ternyata bila dilihat dari tingkat penghunian kamar rata-rata hotel di beberapa daerah mengalami kecenderungan menurun. Di Bali misalnya, tingkat penghunian kamar tahun 1992 diperkirakan hanya mencapai 60 persen saja. Di Yogyakarta, tingkat penghunian hotel tahun tersebut telah anjlok di bawah 60 persen. Padahal menurut Departemen Pariwisata, Pos dan Teleko- munikasi tingkat penghunian bisa disebut normal apabila mencapai sekurang- kurangnya 60 persen. Dengan tingkat penghunian sebesar 60 persen tersebut diperkirakan pengusaha hotel baru mampu menutup seluruh biaya-biaya opera- sinya. Adanya kecenderungan semakin menurunnya tingkat penghunian kamar hotel di beberapa daerah tersebuy mengakibatkan munculnya persaingan dalam bentuk perang tarip. Perang tarip di tingkat hotel raksasa pada akhirnya akan merembet ke hotel-hotel kelas di bawahnya hingga ke hotel melati.

Sementara itu perang tarip antara hotel-hotel berbintang di Jakarta sudah mulai terasa di awal tahun 1993. Menurut data Biro Pusat Statistik tingkat penghunian rata-rata tahun 1991 untuk hotel berbintang lima, masih mencapai 17O persen. Aklbatnya sejak tahun 1992 banyak hotel berbintang lima di Jakarta yang mulai memperbanyak kapasitas kamarnya. Sementara itu jumlah proyek pendirian hotel berbintang lima yang telah disetujui Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah mencapal sebanyak 9 hotel dengan kapasitas sekitar 3.900 kamar. Seluruh proyek tersebut diperkirakan akan selesai dan mulai beroperasi tahun 1996 nanti. Meskipun persaingan telah semakin ketat di tahun 1993 ini, namun ijin bagi pendirian hotel baru di Jakarta masih belum tertutup. Dengan melihat keadaan yang tengah terjadi di bisnis perhotelan tersebut, tulisan ini berusaha menganalisa intensitas persaingan yang sebenar- nya tengah dan akan terjadi di bisnis perhotelan bintang lima khususnya di Jakarta.

Menurut Porter, intensitas persaingan dalam industri bukanlah suatu kebetulan atau nasib buruk. Persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang mendasarinya dan berjalan diluat perilaku pesing-pesaing yang ada. intensitas persaingan ini bergantung pada lima kekuatan persaingan pokok. kelima kekautan tersebut antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasuk dan kekuatan pembeli serta persaingan di antara lain pendatang baru, potensial, produk pengganti, kekuatan pemasok dan ekuatan pembeli serta persaingan di antara perusahaan yang ada dalam industri tersebut. Gabungan dari kelima kekuatan ini akan menentukan potensi laba akhirs dalam industri.

Dari analisa intensitas persaingan berdasarkan kelima kekuatan yang diterangkan porter tersebut, penelitian ini memberikan banyak kesimpulan mengenai bisnis perhotelam berbintang lima di jakarta. persaingan yang terjadi diantara pesaing-pesaing yang telah ada sudah menunjukan ketatnya bisnis ini. Sejak awal tahun 1993 pemotongan tarip kamar hotel mulai terjadi hotel0hotel kelas raksasa ini. Hal ini sebagai akibat semakin menurunnya tingkat perhunian kamar. Sesuai dengan hasil perhitungan ulang dalam penelitian ini bahwa sejak tahun 1991 tingkat penghunian hotel bintang lima dijakarta sebetulnya telah merosot hingga dibawah 60persen. Berbeda dengan data BPS yang menunjukkan tingkat penghunian tersebut masih diatas 70 persen. Dalam penelitian ini juga telah menemukan banyak kesalahan dalam penghitungan tingkat penghunian hotel yang dilakukan oleh BPS. Kesalahan data dari BPS tersebut kelihatannya telah menyesatkan bahwa investor baru maupun pengusaha hotel.

Dengand ata tersebut banyak pengusaha hotel mulai menambah jumlah kapasitas kamar yang mereka tawarkan. Hotel Hilton misalnya, mulai mendirikan bangunan baru dengan kapasitas 500 kamar yang diperkirakan akan selesai akhir tahun 1993 ini. sebanyak sembilan hotel bintang lima baru yang masih dalam tahap kosntruksi juga akan menambah ketatnya persaingan dalam bisnis perhotelan di masa mendatang.Dengan demikian amsuknya banyak pendatang baru potensial ini jelas akan menanmbah intensitas persaingan bagi pesaing-pesaing lama.

Kekuatan pemasok dalam bisnis ini kurang begitu kuat. Hal ini karena pemasok bisnis perhotelan berasal dari industri yang terfragmentasi dan tidak tergantung dari satu atau beberapa jenis produk saja. sedangkan kekuatan tawar menawar pembeli boleh dibilang cukup kuat. Pemakai jawa hotel akan cenderung sensitif terhadap perubahan tarip. Adanya informasi yang luas telah memungkinkan pemakai jawa hotel untuk melakukan alternatif pemilihan hotel.

akhir tulisan ini memebrikan kesimpulan bahwa tingkat persaingan di bidang perhotelan berbintang lima telah menunjukan intensitas yang cukup ketat dan akan lebih ketat lagi dimasa mendatang. Keadaan ini akan bertambah parah apabila laju pertumbuhan arus wisatawan asing ke indonesia tidak mampu menutup laju kenaikan kapasitas hotel yang ada. hal ini mengingatkan lebihd ari 65 persen pengunjung hotel berbintang lima beasal dari luar negeri. tingkat persaingan yang tidak sehat diantara hotel bintang lima ini tentu saja akan membawa dampat pada hotel substitutornya, yaitu hotel berbintang lima. dan pada akhirnya akan merembet ke semua jenis hotel yang ada di jakarta.

untuk menghadapi persaingan yang tidak sehat ini pengusaha hotel melakukan tindakan-tindakan yang lebih agresif. pengusaha hotel perlu mengadakan kegitaan-kegiatan yang lain atraktif di hotel mereka guna mengundang banyak pengunjung serta meningkatkan citra hotel. kegiatan tersebut bisa diorganisir sendiri ataupun dengan kerjasama dengan organisasi lain. Selain itu pengusaha hotel harus tetap menjaga dan meningkatkan pelayanan serta melatih tenaga kerja agar lebih profesinal sehingga mampu memberikan kelebihan tersendiri dibanding hotel-hotel lain. Antisipasi terhadap perubahan dalam bisnis dan teknologi perhotelan juga perlu dilakukan secara terus menerus. Alternatif lain bagi pengusaha hotel ialah memodifikasi sebagian bangunan hotel mereka menjadi leased apartment. Mengingat kecenderungan permintaan apartemen di Jakarta masih terus meningkat sedangkan pengusaha hotel bintang lima telah siap dengan sarana, pelayanan dan kelebihan lokasi dibanding apartemen-apartemen yang masih baru. Tulisan ini jugas menyarankan perlunya peninjauan kembali ijin pendirian hotel baru di jakarta oleh BKPM. Selain itu perlu adanya kerjasama antara pengusaha perhotelan dengan pemerintah dalam upaya mempromosikan daerah-daerah tujuan wisita di Jakarta dan sekitarnya guna menarik banyak tamu dari luar negeri deikemudian hari. Akhirnya dengan berbagai tindakan tersebut diharapkan dapar mempertahankan kelangsungan hidup hotel, kembalinya investasi, dan lapangan kerja bagi sejumlah karyawannya.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hariyadi B. Sukamdani
Abstrak :
Usaha akomodiasi telah dikenal sejak lama, sejak manusia mulai membutuhkan jasa penginapan untuk mendukung kegiatan yang terjadi jauh dari tempat tinggalnya. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, usaha akomodasi tersebut berkembang menjadi industri perhotelan dengan berbagai jenisnya untuk melayani kebutuhan spesifik dari berbagai konsumen.

Kelompok usaha Z atau dapat disebut KUZ adalah suatu kelompok usaha di Indonesia yang mempunyai beberapa kegiatan usaha dan unit usaha yang menonjol adalah perhotelan. Pada awal tahun 1992 kelompok usaha ini mempunyai 11 hotel yang tersebar di beberapa wilayah indonesia. Hotel-hotel yang dimiliki oleh KUZ sebagian besar adalah Business/City Hotel yaitu 9 unit dan Resort Hotel 2 unit.

Dengan berkembangnya perekonomian Indonesia maka diperlukan adanya tambahan kamar dalam dunia perhotelan nasional untuk menampung peningkatan jumlah konsumen baik dalam negeri maupun luar negeri yang bertujuan bisnis atau wisata. Persaingan duni perhotelan semakin keras dengan masuknya investor asing yang mempunyai International Hotel Chain dengan jaringan pemasaran internasional yang kuat. Dalam menghadapi persaingan tersebut KUZ harus dapat mengantisipasi dengan baik, alternatif terbaik bagi KUZ adalah memperbesar kapasitas kamar untuk memperluas pasar pada waktu yang sedini mungkin.

Dalam usaha untuk memperbesar kapasitas kamar tersebut diperlukan investasi yang cukup besar. Mulai akhir tahun 1990. Kondisi perekonomian Indonesia kurang menguntungkan karena pemerintah berusaha untuk menekan laju inflasi yang cukup tinggi dengan menarik dana yang eredar dimasyarakat melalui instrumen SBI, sehingga terjadi pengurangan uang beredar dan menyebabkan meningkatnya suku bunga pinjaman pada lembaga perbankan. Kondisi demikian dikenal dengan sebagai Tigh Money Policy atau Kebijakan Uang Ketat.

Kebijakan uang ketat tidak menguntungkan bagi dunia usaha terutama yang menghasilkan devisa, termasuk dalam hal ini adalah dunia perhotelan, karena rencana untuk melakukan investasi menjadi tertunda sedangkan peluang menarik wisatawan dan usahawan asing untuk berkunjung ke Indonesia cukup besar.

Dalam kondisi yang tidak menguntukan tersebut untuk mebiayai investasinya KUZ mempunyai beberapa alternatif pembiayaan yaitu:
- Bank Loan (Direct Financing)
- Go Public
- Joint Venture
- Obligasi
- Credit Supplier
- Pembiayaan International (Off Shore Loan)

KUZ merencanakan untuk membangun 4 unit hotel yaitu
1. Medan / Hotel bintang 4 / 400 kamar
2. Bandung / Hotel bintang 4 / 350 Kamar
3. Semarang / Hotel bintang 3 / 300 Kamar
4. Ujung Pandang / Hotel bintang 3 / 300 kamar

Pada lokasi yang akan dibangun hotel tersebut, KUZ telah memiliki tanahnya dan status tanah tersebut adalah bankable yaitu dapat dijaminkan pada bank sebagai equity.

Dalam menganalisa alternatif pembiayaan yang ada, metode yang digunakan adalah :
- Net Present Value (NPV)
- Internal Rate of Return (IRR)
- Rasio Keuangan
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latuconsina, Zulkifli
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S24306
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Berliantin
Abstrak :
Oleh karena investasi dalam usaha perhotelani memerlukan dana yang relatif cukup besar dan mempengaruhi perusahaan pada jangka panjang, perusahaan'perlu melakukan. evaluasi atas kelayakan rencana investasinya ini, Penelitian dilakukan dengan lebih dulu menelaah buku-buku dan bacaan-bacaan yanq ada kaitannya dengan maksud penulisan atau evaluasi ini. Di samping itu penulis juga melakukan berbagai wawancara dengan direksi,. manager dan karyawan Hotel PPP, dan ke pihak-pihak lain yang terkait. Demi menganalisa lebih penulis melakukan observasi langsung dengan beberapa kali datang kelokasi. Dari analisa beberapa aspek yang meliputi aspek pasar, tehnis, manajemen, keuangan, serta ekonomi dan sosial terhadap rencana perseroan dalam membangun setara bintang tiga di Sumatera Barat, secara umum dapat disimpulkan bahwa usulan investasi yang diajukan berdasarkan data yang terbatas yang diperoleh penulis adalah layak Secara ekonomis dan tehnis untuk diteruskan, dengan asumsi bahwa perekonomian Indonesia secara keseluruhan tetap baik diiringi dengan tindak lanjut kebijaksanaan pemerintah dalam meregulasi sektor perekonomian secara konsisten. Berdasarkan dari pengalaman perusahaan selama. dari hasil analisa rencana proyek penulis menyarankan beberapa hal yang berhubungan dengan aspek pemasaran, manajemen, penyiapan sumber daya manusia dan pembiayaan perusahaan harus lebih gencar melakukan usaha pemasaran dengan berbagai cara yang relevan dan rasional. Perusahaan juga harus benar benar aware (sadar) kan perubahan orientasi dalam manajemen sumber daya Manusia sebagai unsur vital dari usaha jasa benar-benar disiapkan pemahaman kerjanya keahlian ketrampilannya, dan sebagai tambahan, penulis menyarankan suatu bentuk pencatatan yang terpisah terhadab biayaan yang dianggap sebagai modal dan yang dianggap sebagai pinjaman.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18711
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indro Yuwono
Abstrak :
Strategi meningkatkan hunian kamar melalui konsep manajemen hasil (yield management) di Hotel Sahid Jaya dilandasi oleh masalah persaingan, karena daya tarik pasar berakibat terjadinya ketidak seimbangan .antara penawaran dan permintaan yang mengarah pada perang harga Berpedoman pada model "ICEBERG" dari D.F. Abell untuk menang di pasar tidak cukup hanya mengandalkan produk dalam bentuk phisik, harus dicoba mengembangkan faktor-faktor bukan produk (visible differences) seperti "value/price". Mulai tahun 1994 manajemen mencoba mengimplementasikan konsep Manajemen Hasil (yield management) yang merupakan teknik memaksimumkan pendapatan dengan harga yang wajar. Konsep diatas memerlukan banyak rencana kerja yang cukup rumit antara lain, membuat ramalan secara harian, menetapkan sistem dan prosedur, strategi & rencana taktis dan sistem umpan balik dan ketepatan informasi. Implementasi "Yield Management " akan berjalan apabila ditunjang dengan sistem database antara lain dengan menggunakan "Hotel Information System" untuk mendapatkan informasi yang tepat dan cepat. Beberapa tahapan yang diperlukan antara lain menetapkan strategi untuk jangka waktu satu, tiga, enam bulan dan strategi jangka panjang. Kesimpulan yang dapat diperoleh bahwa konsep "Yield Management" sangat tepat untuk diimplementasikan karena terbukti tingkat hunian dan harga rata-rata meningkat pada tahun 1994 dibanding dengan tahun 1993, namun karena baru tahap awal masih diperlukan beberapa rencana kerja dan strategi dalam pelaksanaannya antara lain dengan menggeser segmen pasar dan persediaan kamar. Beberapa saran yang direkomendasi di sini adalah perlunya team "Yield Management" ditingkatkan motivasinya dan pelatihan staf untuk memahami konsep tersebut harus dilaksanakan secara terus menerus.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Rossieta
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1984
S17168
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Hendrayanto
Abstrak :
Alasan penulisan skripsi ini adalah karena saat ini pemerintah Indonesia sedang mencari devisa di luar sektor Minyak dan Gas (migas) dan salah satunya adalah dari sektor pariwisata. Sektor pariwisata tidak terlepas dari penyediaan sarana akomodasi penginapan sebagai salah satu sarana penunjangnya. Tujuannya adalah untuk melihat penerapan strategi produk yang ditawarkan oleh pihak hotel, dalam hal ini menggunakan kasus Hotel "SSBR" yang terletak di Senggigi, Pulau Lombok, Prop. NTB dimana telah terjadi persaingan yang sangat ketat dengan melihat pasar sasaran wisatawannya. Metode penelitian yang digunakan dengan cara wawancara secara langsung dengan pihak manajemen hotel, data-data yang diberikan pi¬hak hotel, studi literatur, Badan Pusat Statistik Prop. NTB dan Dinas Pariwisata Prop. NTB. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa dari tahun 1988 - 1992 secara umum telah terjadi penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok. Penurunan pertumbuhan yang, drastis terjadi pada tahun 1992 yang hanya sebesar 7%, dimana tahun sebelumnya sebesar 18%. Jumlah hotel di Prop. NTB dari tahun 1989 - 1991 naik sebanyak 57 buah, kenaikan jumlah kamar rata-rata tiap tahun adalah 350 kamar atau 17%. Untuk hotel berbintang kenaikan jumlah kamarnya naik drastis pada tahun 1991 sebanyak 238 kamar dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya 50 kamar, atau telah naik sebesar 61%. Bila dilihat dari permintaan dan penawaran kamar hotel keselurahan bahwa rata-rata dari tahun 1988-1991 telah terjadi kelebihan penawaran lebih kurang sebesar 75%, sedangkan untuk hotel berbintang kelebihan penawaran sebesar lebih kurang 60%. Dari data segmentasi yang didapat, bahwa wisatawan mancanegara yang datang ke Prop. NTB sebagian besar berasal dari negara-negara Eropa (Belanda, Jerman), kemudian kedua adalah wisatawan Australia, ketiga Inggris, dan keempat Amerika dan Jepang. Pada dasarnya produk perhotelan dibagi menjadi dua, yaitu Tangible Product dan Intangible Product. Tangible product adalah yang secara nyata terlihat terdiri dari kamar (rooms), makanan dan minuman, jasa-jasa lainnya. Intangible product adalah tidak secara nyata terlihat tapi dapat dirasakan dan sangat menunjang tangible product, seperti pelayanan, kenyamanan dan ketenangan, dll. Kesimpulan dari tulisan ini, bahwa di Prop NTB, Pulau Lombok telah terjadi kelebihan penawaran kamar lebih kurang sebanyak 75% dan untuk hotel berbintang sebanyak 60%. Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok sebagian besar berasal dari negara Eropa. Produk yang ditawarkan antara tangible dan intangible product tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya dan keduanya saling menunjang. Sarannya adalah pihak pemerintah daerah diharapkan untuk membatasi perijinan baru pendirian hotel, karena sudah oversupply. Pihak perhotelan juga diharapkan untuk membuat paket-paket penginapan yang menarik agar dapat menambah jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok dan akhirnya diharapkan akan menambah juga tingkat hunian kamarnya (occupancy rate).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
S18592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Angeli D.M. Djakabara
Abstrak :
industri pariwisata merupakan salah satu alternatif untuk menggantikan dominasi sektor minyak dan gas yang selama ini menjadi pendukung utama perekonomian indonesia. Sebagai salah satu komponen dalam industri pariwisata adalah industri perhotelan berbintang 4 & 5 dimana Hotel Borobudur inter-Continental merupakan salah satu dan hotel kategon ini di Jakarta. Hotel Borobudur Inter-Continental dipilih sebagai obyek dalam studi kasus mi mengingat semakin ketatnya persaingan dengan munculnya hotel-hotel baru yang sejenis. Metode yang digunakan untuk mengetahui posisi Hotel Borobudur Inter-Continental dalam peta persaingan industri perhotelan di Jakarta im adalah Life Cycle Por(folio Matrix. Pendekatan im mengukur Industry Maturity sebagai dimensi eksternal yang dihadapi perusahaan, dengan komponen komponennya adalah embryonic, growth, mature dan aging. Untuk dimensi internalnya memakai Competitive Position yang mencerminkan kekuatan dan kelemahan dari perusahaan dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri. Komponen dan dimensi mi adalah dominant, strong,: favorable, tenable, weak dan nonviable Untuk mengetahui keadaan industri perhotelan ditinjau berbagai faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan dan industri. Faktor-faktor internal diperoleh dari penelitiari data primer maupun sekunder yang diperoleh dari HOtel Borobudur Inter-Cothinental. Kesimpulan yang diperoleh menuñjukkan bahwa posisi Hotel Borobudur Inter-Continental dewasa ini berada di Mature-Tenable dengan perincian tingkat kedewasaan industri berada pada declining maturity Penebtian juga mencakup perkiraan posisi hotel tersebut untuk beberapa tahun mendatang mengingat trend persaingan yang sedang dialaxm industri. perhotelan Bila hotel ini berhasil memilih dan melaksanakan . strategi-strategi yang tepat üntuk mengantisipàsi keadaan industri, minimal posisi. kompetitif sekarang dapat dipertahankan atàu bahkan ditingkatkan ke posisifavorable Tetapi bila hotel ini kemudian ternyata tidak tepat dalam menerapkan strategi-strategmya bisa jadi posisnya turun menjadi weak, dimana perusahaan dalam posisi ini sulit untuk bertahan dalam jangka panjañg. Families of thrusts yang dapat menjadi alternatlf strátegi untuk mengembangkan strategi pemasaran adalah, selective development dan prove viability. Di dalam kelompok-kelompok strategi ini masih dirinci lagi ke dalam generic strateges yang lebih. spesifik yaitu mencakup: Same Product, Initial. Market Development, Market Penetration, New Product/New Markets,. New Product/Same Market, dan Same Products/New Markets.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18750
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jafrady
Abstrak :
ABSTRAK
Analisa terhadap pelaksanaan yang ada, hubungan tenaga kerja asing dengan pengeraban dan pendayagunaan tenaga kerja Indonesia, dimana penulis menemukan permasalahan yaitu adanya kesulitan-kesulitan yang ditemui pengusaha perhotelan untuk pengindonesiaan tenaga kerja asing. Kesimpulan, bahwa tenaga kerja asing mutlak diperlukan di bidang industri perhotelan. Saran, perlunya suatu pengkajian pemberian keleluasaan bagi tenaga kerja asing pada hotel-hotel tertentu dengan jabatan tertentu.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4   >>