Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Randy Sarayar
"Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei, merupakan penyakit kulit ketiga terbanyak di Indonesia. Pada komunitas padat penduduk tanpa kebersihan yang baik, seperti asrama, pesantren, dan barak tentara, skabies hampir menyerang seluruh individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan di sebuah pesantren, di Jakarta Timur.
Desain penelitian berupa cross sectional study dan semua santri dijadikan subyek penelitian. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 10 Juni 2012 dengan menggunakan kuesioner yang berisi 7 pertanyaan mengenai perilaku kebersihan. Data prevalensi skabies diperoleh berdasarkan pemeriksaan kulit. Data diolah dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji fischer exact.
Hasilnya menunjukkan 149 (79%) dari 188 santri menderita penyakit kulit dan penyakit kulit terbanyak yang diderita adalah skabies (50%). Perilaku kebersihan umumnya buruk dan hanya 8 (6%) santri yang berperilaku baik. Uji fischer exact menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi skabies dengan perilaku santri, nilai p=0,567. Disimpulkan bahwa perilaku kebersihan santri tergolong buruk dengan prevalensi skabies adalah 50%, dan tidak terdapat hubungan antara prevalensi skabies dengan perilaku kebersihan.

Skabies is a skin disease caused by Sarcoptes scabiei, the third most prevalent skin disease in Indonesia. In densely populated communities without good hygiene, such as dormitories, boarding schools, and military barracks, skabies infests almost all of the individuals. This study aims to determine the prevalence of skabies and its relationship with hygiene behavior in an Islamic boarding school (pesantren), in East Jakarta.
The research is a cross-sectional study and total sampling is used. Data were collected on June 10, 2012 using a questionnaire containing seven questions regarding hygiene behavior of the students. Physical examination is performed to obtain the prevalence of skin disease among the students, in which skabies has the highest prevalence. The data were processed with SPSS version 20 and analyzed by Fischer?s exact test.
The results showed that 149 out of the 188 students (79 %) suffer some form of skin diseases, in which skabies is the majority (50 %). Hygiene behavior is generally poor where only 8 (6 %) students were considered having good hygiene behaviour. Fischer's exact test showed no significant difference between the prevalence of skabies with the hygiene behavior of students, p value=0,567. It is concluded that the hygiene behavior of students is relatively poor as the prevalence of skabies was 50 %,and there was no relationship between the prevalence of skabies with hygiene behavior.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soefiannagoya Soedarman
"ABSTRAK
Skabies merupakan penyakit kulit infeksius utama yang sering ditemukan
di tempat padat penghuni yang memungkinkan kontak fisik antar orang misalnya
di pesantren. Tujuan riset ini adalah untuk mengetahui prevalensi skabies dan
hubungannya dengan perilaku kebersihan dan tingkat pendidikan santri. Studi ini
dilaksanakan di sebuah pesantren di Jakarta Selatan menggunakan desain cross
sectional. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli-September 2013
menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai perilaku kebersihan dan
pemeriksaan dermatologi. Data diolah dengan SPSS 20 dan diuji dengan Fischer
exact test. Hasilnya menunjukkan dari 98 santri, 67 positif skabies (prevalensi
68,4%). Dari 16 santri yang berperilaku baik 10 orang terinfeksi skabies dan dari
82 santri yang berperilaku buruk 57 orang mengidap skabies. Santri dengan
pendidikan ibtidaiyah paling banyak terinfeksi skabies (52%), diikuti tsanawiyah
(32%) dan aliyah (16%). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi
skabies dengan perilaku kebersihan (uji fischer, p=0.571) dan pendidikan (uji
fischer p=0.384). Disimpulkan prevalensi skabies tidak berhubungan dengan
perilaku kebersihan dan pendidikan.

ABSTRACT
Scabies is one of infectious skin disease that mostly finds in crowded
environment, which cause high possibility of direct contact between peoples
inside, one of the example is Pesantren. Purpose of this research is to know the
prevalence of scabies, and its association with behavior, and level of education of
santris. This study was performed in A pesantren in South Jakarta by using crosssectional
design. Data in this research took from July until September 2013 by
using questionnaire consists of questions regarding hygiene, and dermatological
examination. The data was analyzed with SPSS 20, and was tested by Fischer
exact test. Results showed form 98 santris, 67 of them are positive from scabies
(64.8% prevalence). Moreover, 10 from 16 good behavior santris were infected.
On the other hand, 57 from 82 santris with bad behavior suffered from scabies.
Ibtidaiyah became the highest level of education that suffered from scabies (52%),
followed by tsanawiyah, and aliyah (32%, and 16% respectively). There is no
significant difference between prevalence of scabies with behavior (Fischer exact
test, p=0.571), and level of education of santris (Fischer exact test, p=0.384). It
can be summarize that there is no significant association between prevalence of
scabies with behavior, and level of education of santris."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiqomah Wibowo
"ABSTRAK
Pendekatan psikologi lingkungan muncul sebagai protes terhadap pendekatan yang hanya memperhatikan faktor-faktor individual sebagai penyebab dari munculnya masalah-masalah sosiat Selama tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, kontekstualisme makin diperhatikan di beberapa area penelitian psikoIogi. Para psikolog di semua bidang pemusatan utama psikologi melihat adanya kelemahan dan penelitian-penelitian yang tidak memperhatikan konteks, dan menyemkan perlunya penelitian penlaku yang tebih menggunakan pendekatan yang holistik dan memakai dasar ekologis (Stokols, 1987 dalam Stokols & Altman 1987).
Studi tentang penanggulangan sampah di perkotaan ini dilakukan untuk mencari solusi pelsoalan masyarakat dalam menghadapi masalah sampah yang dihasilkan mereka. Psikologi Iingkungan menyediakan peluang untuk meninjau masalah tersebut Iebih mendalam, karena dalam psikologi Iingkungan hubungan perilaku dan Iingkungan dibahas sebagai suatu unit yang saling terkait bukan berdiri sendiri-sendiri.
Asumsi dasar mengenai studi setting perilaku adalah bahwa perilaku manusia tak dapat dipahami secara memadai tanpa mempelajari konteks di mana perilaku tersebut berlangsung. Konsep sering perilaku memberi jawaban terhadap kelemahan-kelemahan dari studi-studi perilaku yang tidak memperhatikan konteks. Studi setting perilaku mengubah analisis yang tadinya bersifat satu arah dan mekanistik menjadi model yang transaksional dan berorientasi konteks.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah menemukan pola perilaku masyarakat yang menentukan tingkat kebersihan Iingkungan perkotaan di mana mereka hidup. Untuk itu dilakukan penelitian dalam kehidupan keseharian penghuni di wilayah dengan kondisi kotor dan bersih.
Peneliti bertindak sebagai primary instrument, mengamati dan mengawasi langsung peristiwa atau kejadian-kejadian yang terjadi secara alamiah di perkotaan dengan hidup dan melibatkan diri di antara mereka (Participatory Approach). Melalui pembandingan konstan dan analisis data-data yang muncul pada kondisi lingkungan bersih dan kotor di perkotaan ditemukan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan yang relevan sehubungan dengan komponen yang membentuk kondisi kebersihan di Iingkungan perkotaan tersebut. Kejelasan mengenai dinamika perilaku kebersihan diperoleh melalui analisis yang mengarah pada 2 proses yang berlangsung secara simultan. Analisis pertama dilakukan pada kejadian-kejadian yang berlangsung sehari-hari yaitu proses interaksi antarorang-orang serta benda-benda di dalam setting (dinamika internal). dan analisis ke-2 mengarah pada proses interaksi antarsistem sosiai yang terkait dengan setting (jaringan kerja).
Melalui Studi ini disimpulkan bahwa pola perilaku kebersihan adalah tindakan kolektif terhadap sampah yang ditampilkan terus-menems oleh orang-orang penghuni yang berada di suatu wilayah. Ada dua bentuk pola perilaku kebersihan (PPK), yaitu PPK X dan PPK Y. PPK X adalah pola perilaku kebersaman yang berdampak lingkungan kotor, sedangkan PPK Y mempakan pola perilaku kebersihan yang berdampak Iingkungan bersih.
Pola perilaku Y mampu bertahan dan berkelanjutan karena di wilayah tersebut terdapat orang-orang yang mampu memimpin dan menggerakkan atau mempengaruhi penghuni lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan tujuan bersama yaitu menciptakan dan memelihara kebersihan lingkungan. Di Iingkungan bersih terdapat kerja sama yang sinergi antara masyarakat dan institusi-institusi yang menangani kebersihan Kota. Lain halnya di lingkungan kotor, hampir tidak ada orang yang memimpin dan mengkoordinir penghuni untuk aktif terlibat dalam memelihara kebersihan lingkungan.
Saran yang dapat disumbangkan dari studi ini sebagai berikut: (1)
Pendidikan yang berorientasi pada lingkungan (proenvironmental behavior) perlu diajarkan dilatih sejak dini. (2) Untuk mengembangkan program kebersihan di suatu wilayah diperlukan kepemimpinan. Perlu ada orang-orang yang mau melaksanakan, mengaiak, menggiatkan warga untuk bersama-sama berperilaku bersih. (3) Sampah sebagai limbah perlu dikelola secara bijak untuk menjaga keseimbangan dan kelangsungan ekosistem (4) Pengelolaan sampah perkotaan harus menggunakan teknologi tepat guna (5) Kebersihan Lingkungan publik menuntut keterlibatan dan partisipasi aktif dari masyarakat penghuni di sekitarnya. (6) Mendukung organisasi-organisasi kemasyarakatan yang berorientasi pada penyelamatan lingkungan. (7) Dalam rangka menciptakan dan memelihara kebersihan kota, tugas dan kewajiban masyarakat dan berbagai institusi di bidang kebersihan kota, perlu dikoordinir dan dikontrol agar dalam pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan."
2004
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Pradnya Paramitha
"Pedikulosis kapitis adalah penyakit yang disebabkan infestasi Pediculus humanus capitis di kepala manusia. Faktor risikonya adalah usia muda, kebersihan lingkungan buruk, dan populasi padat, sedangkan perilaku kebersihan perorangan masih diperdebatkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan keparahan pedikulosis dengan perilaku kebersihan santriwati sebuah pesantren di Jakarta. Pada studi cross sectional ini data diambil bulan Maret 2014. Semua santriwati dijadikan subjek penelitian lalu dilakukan pemeriksaan kepala untuk mendiagnosis pedikulosis. Subjek dinyatakan positif jika ditemukan tuma dewasa, nimfa, larva atau telur. Infestasi ringan jika tuma atau telurnya berjumlah <10 di tiap regio kepala (parietal, oksipital, lateral, tengkuk) dan berat jika >10. Santriwati diwawancara dengan bantuan kuesioner berisi 6 pertanyaan perilaku kebersihan yang berhubungan dengan pedikulosis. Perilaku dikatakan baik jika skor ≥70 dan buruk jika ≤69. Data diproses dengan SPSS versi 20.0 dan diuji dengan chi square. Didapatkan hasil, 71 subjek berusia 10?17 tahun dan semuanya (100%) terinfestasi pedikulosis; 59,2% terinfeksi berat oleh telur dan 16,9% terinfeksi berat tuma P.capitis. Sebanyak 85,9% berperilaku kebersihan buruk dan 14,1% berperilaku baik. Tidak terdapat hubungan antara derajat keparahan pedikulosis (infestasi telur) dan perilaku kebersihan (chi square, p=0.73), maupun infestasi tuma dan perilaku kebersihan (chi square, p=1.00). Derajat keparahan pedikulosis dengan perilaku kebersihan tidak berhubungan karena tingginya prevalensi pedikulosis.

Pediculosis capitis is a disease in which Pediculus humanus capitis infest the head of a person. Young age, poor environmental hygiene, and overcrowding have been reported to be risk factors of pediculosis capitis, but whether personal hygiene behavior is a risk factor is still open for debate. This cross sectional study aims to find out relationship between the severity of pediculosis capitis and the level of hygiene behavior among female students in a pesantren in Jakarta. Data collection was performed on March 2014 in a Pesantren in Jakarta. Every female students were taken as subjects and undergone head examination to diagnose pediculosis capitis. Subjects were diagnose positive if the parasite or the nits were found in their head, and negative if both parasite and nits were absent. Infestation is considered mild if there were <10 parasites or nits found in each region of the head (parietal, occipital, lateral, and nape), and considered as severe if there were >10 parasite or nits found. Afterwards, the subjects filled in questionnaire consisting of 6 questions regarding their hygiene behavior associated with pediculosis capitis. Hygiene behavior is considered good if the score achieved was ≥ 70 and poor if the score was ≤ 69. Data was processed with SPSS version 20.0 and tested with chi square. From this study, there were 71 subjects with the age of 10?17 years old, all of them (100%) were positive for pediculosis capitis; 59.2% were severely infected with the nits and 16.9% were severely infected with the lice. As many as 85.9% were considered as having poor hygiene behavior and only 14.1% were considered having good hygiene behavior. There was no relationship between the severity of nits infestation and hygiene behavior (chi square, p=0.73), nor between lice infestation and hygiene behavior (chi square, p=1.00). The relationship between the severity and hygiene behavior was not significant in this study due to the high prevalence of pediculosis capitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70427
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Almer Sahala
"ABSTRAK
Penyakit kulit sering terjadi pada masyarakat yang hidup dalam lingkungan padat
misalnya di asrama. Pesantren adalah asrama sekolah Islam yang biasanya padat
penghuni sehingga mudah terjadi penularan, terutama penyakit kulit. Tujuan riset
ini adalah untuk mengetahui prevalensi penyakit kulit dan hubungannya dengan
perilaku dan tingkat pendidikan santri. Desain riset adalah cross-sectional dengan
subyek seluruh santri di sebuah pesantren di Jakarta Selatan. Pengambilan data
menggunakan kuesioner berisi 10 pertanyaan mengenai perilaku kebersihan dan
pemeriksaan dermatologi pada bulan Juli sampai September 2013. Pengolahan
data menggunakan SPSS 20 dan uji Fischer untuk menguji statistik. Hasil
penelitian dari 98 santri, 88 orang mempunyai penyakit kulit (prevalensi 89,7%).
Penyakit kulit menular yang paling banyak terjadi adalah scabies dengan
prevalensi 49,3% (67 kasus). Sebanyak 78 santri (88,6%) dari total santri yang
mengidap penyakit kulit mempunyai perilaku kebersihan yang buruk. Hanya 10
santri yang tidak mempunyai penyakit kulit. Tidak terdapat perbedaan bermakna
antara prevalensi penyakit kulit dengan perilaku kebersihan (p=0,350). Tingkat
pendidikan ibtidaiyah mempunyai santri paling banyak yang berpenyakit kulit
(51,2%). Terdapat perbedaan bermakna antara prevalansi penyakit kulit dengan
tingkat pendidikan (p<0,001). Disimpulkan prevalensi penyakit kulit tidak
berhubungan dengan perilaku kebersihan namun berhubungan dengan tingkat
pendidikan.

ABSTRACT
Skin diseases are very common in places where the society lives closely together.
Pesantren is an example of a place where people live in a crowded situation and
have high frequency of direct and indirect contact from one people to another. The
objective of this research is to identify the association between the prevalence of
skin diseases with the hygiene behavior and level of education of santris (students
of pesantren). A cross-sectional study design was used for this study that was
conducted from July to September 2013, in a pesantren in South Jakarta. The
collection of data was carried out through questionnaire that consist of ten
questions, which concerns hygienic behaviors and dermatological examinations.
SPSS 20 was used to analyze the data and Fischer?s exact test was the chosen
statistical test. Results showed that out of 98 santris, 88 of them have skin
diseases (89.7% prevalence). The most frequent infectious skin disease is scabies
with 49.3% prevalence (67 cases). Furthermore 78 (88.6%) out of those santris
who got skin diseases, were categorized to have poor hygienic behaviors. There
were only 10 santris that did not have any skin disease, three of them have good
hygienic behaviors. There is no significant difference between hygienic behaviors
of santris with the presence of skin disease (p=0.350). Regarding level of
education, ibtidaiyah has the highest number of santris affected by skin disease
with 51.2%. Fisher?s exact test shows that there is significant difference between
level of education and the prevalence of skin disease (p<0.001). In summary there
is no association between skin disease and hygienic behaviors however, there is an
association with level of education."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70407
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasri Rina Walastri
"ABSTRAK
Status gizi memiliki hubungan timbal balik dengan kesehatan gigi dan mulut.
Kesehatan gigi dan mulut dapat mempengaruhi status gizi anak usia sekolah.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan perilaku perawatan kebersihan
mulut dengan status gizi anak usia sekolah. Penelitian ini menggunakan desain
cross-sectional dengan 109 responden di SDN Jatisampurna X, Kota Bekasi.
Pengambilan sample menggunakan metode proportionate stratified sample
random sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara perilaku perawatan kebersihan mulut dengan status gizi anak usia sekolah
(p value; 0,334). Penelitian ini merekomendasikan pihak sekolah melakukan
kerjasama dengan puskesmas terdekat untuk mengadakan kegiatan berkala terkait
kebersihan mulut seperti menggosok gigi bersama setiap hari.

ABSTRACT
Nutritional status have mutual correlation with oral and dental health. Oral and
dental health is factor influencing nutritional status in chool-aged children. This
research was aimed to identify the correlation between behaviour of oral hygiene
and nutritional status of school-aged children. This was a cross-sectional desaign
study with 109 respondents. Samples were recruited using proportionate stratified
random sampling. The result of this study showed that there is no significant
correlation between behaviour of oral hygiene with nutritional status of schoolaged
children (p value: 0,334). The author suggests to School cooperate with
health center implement a oral hygiene practice regularly such as brushing teeth
together everyday."
2016
S64535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ramadhan
"Latar Belakang: Kebersihan gigi dan mulut pada santri di pondok pesantren masih tergolong rendah. Teknik perubahan perilaku mengacu pada strategi khusus yang digunakan dalam intervensi untuk mendorong perubahan perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti peran intervensi pendidikan kesehatan gigi dan mulut terhadap kebersihan gigi dengan menggunakan pendekatan teori model Capability, Opportunity, and Motivation for changing Behavior (COM-B) pada santri di pondok pesantren.
Metode: Sebanyak 88 santri dan santriwati pada pondok pesantren dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok 1 mendapatkan intervensi pendidikan kesehatan gigi biasa dan Kelompok 2 mendapatkan intervensi pendekatan kesehatan gigi dengan pendekatan model COM-B. Komponen kapabilitas, kesempatan, dan motivasi terkait pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut serta pengetahuan terkait perawatan kebersihan gigi dan mulut dievaluasi menggunakan kuisioner sebelum dan sesudah intervensi. Status kebersihan gigi dan mulut dievaluasi menggunakan Indeks OHI-S dan GI sebelum dan sesudah intervensi.
Hasil: Terdapat perubahan signifikan perilaku dan pengetahuan kebersihan gigi dan mulut santri pada seluruh kelompok intervensi. Komponen kapabilitas, kesempatan, dan motivasi menunjukkan hasil yang signifikan dan lebih efektif pada kelompok intervensi dengan model COM-B. Status kebersihan mulut dengan indeks OHI-S dan GI menunjukkan hasil yang signifikan pada intervensi dengan model COM-B.
Kesimpulan: Intervensi pendidikan kesehatan gigi dengan model COM-B dapat secara efektif meningkatkan kebersihan gigi dan mulut santri. Asesmen kapabilitas, kesempatan, dan motivasi pada santri terbukti dapat meningkatkan skor pengetahuan dan perilaku kebersihan gigi dan mulut dan meningkatkan skor OHIS dan GI sebelum dan sesudah intervensi pendidikan kesehatan gigi.

Background: Oral hygiene of students in Islamic boarding schools is still relatively low. Behavior change techniques refer to specific strategies used in interventions to promote behavior change. This study aims to investigate the role of dental and oral health education interventions on dental hygiene using the Capability, Opportunity, and Motivation for Behavior Change (COM-B) model theory approach among students in Islamic boarding schools.
Method: A total of 88 students in the boarding school were divided into two groups. Group 1 received standard dental health education interventions, and Group 2 received dental health interventions using the COM-B model approach. The components of capability, opportunity, and motivation related to maintaining dental and oral health, as well as knowledge related to dental and oral hygiene care, were evaluated using questionnaires before and after the intervention. Dental and oral hygiene status was assessed using the OHI-S and GI indexes before and after the intervention.
Results: There were significant changes in behavior and knowledge of dental and oral hygiene among students in all intervention groups. The components of capability, opportunity, and motivation showed significant and more effective results in the intervention group using the COM-B model. The oral hygiene status assessed by the OHI-S and GI indexes showed significant results in the intervention with the COM-B model.
Conclusion: Dental health education interventions using the COM-B model can effectively improve the dental and oral hygiene of students. Assessing the capability, opportunity, and motivation of students has proven to increase scores in knowledge and behavior regarding dental and oral hygiene and improve OHI-S and GI scores before and after dental health education interventions.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saffina Mirsa Sabila
"Latar Belakang
Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi Sarcoptes scabiei var hominis, yang ditandai dengan gatal terutama di malam hari. Penyakit ini mudah menyebar, terutama di lingkungan dengan sanitasi buruk dan populasi padat, seperti pesantren. Berdasarkan data WHO, skabies mempengaruhi lebih dari 200 juta orang secara global setiap tahunnya, dengan prevalensi tinggi di Indonesia. Faktor risiko utamanya adalah kebersihan diri yang tidak memadai, terutama di lingkungan pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara perilaku kebersihan diri santri dengan kejadian skabies di Pesantren Daarul Ishlah, serta mendukung program eradikasi skabies nasional menuju target Indonesia bebas skabies pada 2030.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan seluruh santri sebagai subjek. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan pada 18 November 2023, meliputi pemeriksaan kulit dan kuesioner terkait kebersihan diri. Analisis dilakukan dengan uji statistik chi-square menggunakan IBM SPSS Statistics 23.
Hasil
Dari 142 santri, 76 santri (53,25%) terdeteksi positif skabies, sedangkan 66 santri (46,48%) negatif. Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara perilaku kebersihan diri dengan kejadian skabies (p > 0,05).
Kesimpulan
Prevalensi skabies di Pesantren Daarul Ishlah mencapai 53,25%, dan tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara perilaku kebersihan diri santri dengan kejadian skabies.

Introduction
Scabies is a skin condition caused by the infestation of Sarcoptes scabiei var hominis, marked by intense itching, particularly at night. The disease spreads quickly, especially in environments with poor sanitation and overcrowding. According to the WHO, more than 200 million people are affected by scabies annually worldwide, with Indonesia having one of the highest prevalence rates. Islamic boarding schools, or pesantrens, are high-risk areas for scabies outbreaks due to often inadequate personal hygiene practices. Previous research shows a significant relationship between improved hygiene and decreased scabies cases. This study aims to examine the connection between the personal hygiene practices of students at Pesantren Daarul Ishlah and the occurrence of scabies, supporting Indonesia's goal to eliminate scabies by 2030.
Method
A cross-sectional study was conducted, involving all students at the pesantren. Data were collected during a community service event on November 18, 2023, through skin examinations and a 10-question personal hygiene survey. The analysis was performed using IBM SPSS Statistics 23 and chi-square statistical tests.
Results
Out of 142 students, 76 (53.25%) were diagnosed with scabies, while 66 (46.48%) were not. The statistical analysis showed no significant correlation between the 10 aspects of personal hygiene and scabies incidence, with a P-value greater than 0.05.
Conclusion
In conclusion, the prevalence of scabies at Pesantren Daarul Ishlah was 53.25%, with no significant association found between personal hygiene practices and scabies cases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sarah Fauzia
"Health Care-Associated Infections (HCAI) menjadi masalah kesehatan yang sangat diperhatikan baik di negara berkembang dan negara maju. Infeksi-infeksi ini berkontribusi terhadap peningkatan mordibitas, mortalitas dan biaya perawatan kesehatan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kebersihan tangan merupakan garda terdepan dalam pencegahan HCAI. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan dan perilaku kebersihan tangan pada pengunjung rumah sakit. Desain penelitian ini berupa deskriptif dengan pendekatan Cross-sectional dengan 107 responden yang akan diambil tidak secara acak dengan menggunakan metode Quota sampling. Pengumpulan data menggunakan instrumen yang dirumuskan peneliti dan form observasi kepatuhan kebersihan tangan dari WHO (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah pengunjung rumah sakit memiliki pengetahuan rendah (48%) dan perilaku buruk (47%) tentang kebersihan tangan. Pemberian informasi terkait kebersihan tangan kepada pengunjung rumah sakit perlu ditingkatkan untuk memperluas pengetahuan dan perilaku kebersihan tangan pengunjung rumah sakit.

Health Care-Associated Infections (HCAI) has becoming a health problem that considerable concerned in both developing countries and developed countries. These infections contributes in the increment of morbidity, mortality and health care costs. Several research had concluded that hand hygiene is the frontline in the prevention of HCAI. This study was conducted to reveal the hand hygiene knowledge and behavior among hospital visitors. This study used Cross-sectional with 107 participants using Quota sampling. The researcher is using questionnaire which is formulated by herself and hand hygiene compliance observation form from WHO (2009). Result showed that nearly half of visitors have a low hand hygiene knowledge (48%) and bad hand hygiene behavior (47%). The provision of hand hygiene information to the hospitals visitor needs to be improved to increase the hand hygiene knowledge and behavior of hospital visitors.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S55128
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amiroh
"Latar Belakang :Pesantren merupakan institusi pendidikan di Indonesia yang menjalankan sistem tempat tinggal asrama. Kondisi status kesehatan gigi mulut di beberapa pesantren masih menunjukkan hasil sedang hingga rendah, padahal terdapat lebih dari empat juta remaja yang menempuh pendidikan di pesantren. Upaya meningkatkan kesehatan gigi mulut adalah melaksanakan program promosi kesehatan mulut berbasis sekolah, dan program ini dapat disusun dengan sebelumnya melakukan identifikasi perilaku kebersihan gigi mulut.Tujuan : Menganalisis hubungan antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan indeks plak, laju alir saliva, dan kuantifikasi bakteri Veillonella Parvula dalam saliva di komunitas pesantren populasi anak usia 12 – 14 tahun. Metode: Penelitian dilakukan pada 101 siswa Ibnu Hajar Boarding School. Pengisian kuesioner indeks OHB untuk menilai perilaku kebersihan gigi mulut. Pengambilan sampel saliva tanpa stimulasi dan diukur lajur alir, dilanjutkan pemeriksaan indeks plak. Sampel saliva dibawa ke laboratorium untuk mengetahui kuantifikasi bakteri Veillonella parvula melalui metode RT-PCR. Hasil: Koefisien korelasi antara OHB dengan Indeks plak adalah r = 0.127 p-value = 0.204. Koefisien korelasi antara OHB dengan laju alir saliva adalah r = -0.211, p-value = 0.034. Koefisien korelasi antara OHB dengan Ct Veillonella parvula adalah r = -0.156 , p-value = 0.119. Kesimpulan: Terdapat hubungan berbanding terbalik dan bermakna antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan laju alir saliva, dan hubungan tidak bermakna antara perilaku kebersihan gigi mulut dengan indeks plak dan kuantifikasi bakteri Veillonella parvula.

Background: Boarding schools in Indonesia operate as residential educational institutions. The oral health status in some boarding schools still indicates moderate to low results, despite more than four million adolescents pursuing education in these institutions. Efforts to improve oral health include implementing a school-based oral health promotion program, which can be designed after identifying oral hygiene behaviors. To date, there has been no study examining the relationship between oral hygiene behaviors and plaque index, saliva flow rate, and quantification of Veillonella Parvula. Objective: To analyze the relationship between oral hygiene behaviors and plaque index, saliva flow rate, and quantification of Veillonella Parvula in a population of 12- to 14-year-old students in a boarding school. Method: The OHB index questionnaire was used to assess oral hygiene behaviors. Unstimulated saliva samples were collected and saliva flow rate measured, followed by plaque index examination. Saliva samples were taken to the laboratory to determine the quantification of Veillonella Parvula bacteria using RT-PCR. Results: The correlation coefficient between OHB and the plaque index was r = 0.127, p-value = 0.204. The correlation coefficient between OHB and saliva flow rate was r = -0.211, p-value = 0.034. The correlation coefficient between OHB and Ct Veillonella Parvula was r = -0.156, p-value = 0.119. Conclusion: There was an inverse and significant relationship between oral hygiene behavior and salivary rate, and a non-significant relationship between oral hygiene behavior and plaque index and quantification of Veillonella parvula bacteria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library