Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asido Reja Amanda
"Tesis ini membahas kedudukan Personal Guarantor dalam proses kepailitan dimana debitur yang melakukan wanprestasi.Dalam perjanjian penanggungan (borgtoct) dikenal istilah penjamin pribadi atau Personal Guarantor yaitu orang ketiga yang menjamin debitur manakala debitur wanprestasi, dalam hukum kepailitan peran seorang Personal Guarantor dalam sangat penting, walaupun sebagai pihak ketiga Personal Guarantor sebagai penjamin dapat diposisikan sebagai debitur pada saat Personal Guarantor melepas hak istimewanya. Pada Kasus Putusan Mahkamah Agung No.868 K/Pdt.Sus/2010 Standard Chartered Bank menuntut Termohon Pailit I Tundjung Rachmanto dan Termohon Pailit II Rudy Syahputra (selaku pemegang saham dan pemberi jaminan) karena PT. HPS. (Handalan Putra Sejahtera) tidak membayar hutangnya yang telah jatuh tempo kepada Stadard Chartered Bank. Stadard Chartered Bank mengajukan kasasi karena dinilai putusan pengadilan negri tidak tepat dengan alasan, Tundjung Rachmanto dan Rudy Syahputra memiliki memiliki dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Mahkamah Agung mengabulkan permohon Standard Chartered Bank (pemohon kasasi) sesuai dalil dengan bukti-bukti yang diberikan oleh Standard Chartered Bank (pemohon kasasi).
......This thesis has contended the role of a Personal Guarantor in bankruptcy process where the Debitur is a party who performs a default. In a encumbrance agreement the term of Personal Guarantor is known, which is a third party (third person) who guarantees the Debtor when the Debtor performs a default. In a law of Bankruptcy, the role of a personal Guarantor is important although as the third party, the standing of such Personal Guarantor as the guarantor may be positioned as a debtor when the Personal Guarantor releases its privilege. In the Case of the Judgment of the Supreme Court No.868 K/Pdt.Sus/2010, Standard Chartered Bank demands the Bankruptcy Respondent I Tundjung Rachmanto and the Bankruptcy Respondent II Rudy Syahputra (as the shareholders and the guarantors) because PT. HPS. (Handalan Putra Sejahtera) did not pay its debt due to Standard Chartered Bank. Standard Chartered Bank filed a petition for cassation as it was considered that the court's judgment was inappropriate on the ground that Tundjung Rachmanto and Rudy Syahputra had two or more creditors and they did not settle at least the debt that was due and payable. The Supreme Court acceded Standard Chartered Bank?s petition (the Requester for cassation) pursuant to an argument by the evidences given by Standard Chartered Bank (the Requester for cassation)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42920
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matelesi, Nico
"Jaminan merupakan suatu tanggungan yang diberikan oleh debitur atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin pelunasan utang debitur. Lembaga jaminan ini diberikan khusus untuk kepentingan kreditur guna menjamin piutangnya melalui perikatan khusus. Jaminan terbagi menjadi dua, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan yang masing-masing memiliki ciri dan sifat tersendiri. Jaminan perorangan (Penanggungan) diatur di dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata.
Dari ketentuan pasal 1820 KUHPerdata, dapat diketahui bahwa dalam suatu skema penanggungan terdapattiga pihak, yaitu debitur sebagai pihak yang berutang, kreditur sebagai pihak yang berpiutang, dan terkahir adalah penanggung sebagai pihak yang menjamin terpenuhinya prestasi debitur berupa utang-utang debitur kepada kreditur.
Pengajuan permohonan pailit terhadap penanggung merupakan hal yang cukup lumrah terjadi, khususnya apabila penanggung merupakan penanggung perusahaan (Corporate Guarantee). Namun tidak demikian halnya dengan permohonan pailit terhadap penanggung pribadi (Personal Guarantee). Hanya sedikit sekali permohonan pailit yang diajukan kepada penanggung pribadi, karena secara umum ada kecendrungan bahwa kreditur enggan berurusan dengan debitur untuk alasan praktis.
Dalam suatu skema penanggungan utang, terdapat dua perjanjian yang berbeda, yaitu perjanjian pokok antara debitur dan kreditur dan perjanjian penanggungan antara kreditur dan penanggung. Perjanjian penanggungan itu sendiri bersifat Accesoir , jadi pada asasnya jika perjanjian pokoknya hapus maka perjanjian penanggungannya turut hapus. Perjanjian penanggungan sifatnya mengikuti perjanjian pokok sehingga suatu perjanjian penanggungan tidak dapat melebihi perjanjian pokoknya.
Seorang penanggung memiliki hak istimewa, salah satunya hak untuk menuntut supaya harta benda debitur terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. Hak ini dapat dilepaskan oleh penanggung dalam perjanjian penanggungan, yang membuat kreditur dapat memilih harta mana yang harus disita dan dijual terlebih dahulu.

Collateral was a guarantee given by a debitor or third party for a creditor to guarantee of paying debt. Collateral institution was specially given for the significance of the creditor in order to guarantee the debt through a special bond. It was divided into two, they were property collateral and personal collateral in which each one had its own features and characteristics. Personal collateral was regulated in the Article 1820 to Article 1850 Civil Code.
In the regulation of Article 1820 KUHP Perdata, it could be understood that in the scheme of there were three parties, they were a debitor as the party who was in debt, a creditor as the party who gave debt, and the last, a guarantor as the party who guaranteed fulfillment of achievement that was debts of debitor to creditor.
Submission of Act of Bankruptcy toward the guarantor was a common thing, especially if he was a corporate guarantor. However, it would not happen to Act of Bankruptcy for personal collateral. It was only few of Act of Bankruptcy proposed by personal collateral since generally there was tendency that creditor was reluctant to have a deal with debitor for practical reasons.
In scheme of debt collateral, it was included two different agreements, they were main agreement between debitor and creditor and collateral agreement between creditor and guarantor. Collateral agreement itself was accesoir so that basically, if main agreement was removed, it was also the collateral agreement. It was based on main agreement so that it could not exceed its main agreement.
The person who guaranteed owned special rights, one of them was to insist so that properties of debitor, firstly, was confiscated and sold to pay the debt. The right could be undone by him in collateral agreement in order to make the creditor can choose which property had to be consficated and sold first.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Putradita Ramadhan
"Skripsi ini membahas kedudukan hukum Personal Guarantor dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia. Dewasa ini belum terdapat pengaturan yang mengatur secara spesifik terhadap kedudukan hukum guarantor dalam PKPU, terutama guarantor yang telah melepaskan hak-hak istimewanya sebagai Penanggung. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum, tercermin dalam perbedaan pendapat ahli hukum serta perbedaan penafsiran Hakim terkait kedudukan hukum guarantor. Pengaturan yang berlaku saat ini juga memungkinkan bagi guarantor untuk dimohonkan di dalam PKPU. Sebagai studi kasus, dalam skripsi ini diteliti perkara permohonan PKPU Richard Setiawan yang dimohonkan PKPU dalam kedudukan hukumnya sebagai guarantor.

This Thesis mainly discusses the legal standing of a Personal Guarantor in the Suspension process of Debts Payments (PKPU) in Indonesia. Until today, there are sill no specific regulations governing the legal standing of Personal Guarantor in the stated event, especially Guarantor who has forfeited its privileges as the Insurer. This caused a legal uncertainty which can be reflected in variance and different opinion also dissimilarity of Judges interpretation and legal experts regarding the legal standing of the Personal Guarantor in PKPU. However, the current stipulations and regulations, allows the Guarantor to be filed under the PKPU. As the Case Study, research that has been done in the making of this thesis is a case regarding PKPU petition towards Richard Setiawan in his legal standing as a Guarantor."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S62556
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Anisaa
"Perjanjian penanggungan utang diatur di dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH Perdata. Dalam perjanjian penangungan utang terdapat tiga definisi, yaitu kreditor, debitor, dan pihak ketiga. Pihak ketiga adalah orang yang akan menjadi penanggung utang debitor kepada kreditor, pada saat debitor tidak memenuhi prestasinya. Perjanjian penanggungan tidak dapat melebihi perikatanperikatan dalam perjanjian pokok. Pelepasan hak-hak istimewa yang ada dalam perjanjian penanggungan kerap menjadi dasar kreditor untuk mengajukan permohonan pailit terhadap guarantor. Seorang personal guarantor yang telah melepaskan hak-hak isitimewanya secara tegas dan syarat kepailitan telah terpenuhi, maka kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap guarantor, baik secara bersama-sama dengan debitor maupun tanpa menyertakan debitor di pengadilan niaga. Pelepasan hak istimewa inilah yang merugikan personal guarantor.
......Guaranty statements are regulated in Article no. 1820 ? 1850 of Indonesian Civil Code. There are three parties involved in a guaranty statement: the creditor, the debtor, and the third party. The third Party has a role of being the personal guarantor in case that the debtor failed to fulfill its obligation (breach of contract). The guarantor has the privileges. If the priviliges has been released by the guarantor and the requirements for bankruptcy petition have been fulfilled, the creditor can sue the guarantor simultaneously with, or exclude the debtor to be declared bankrupt in the commercial court. Personal guarantor can have an inflicted loss because his privilege relinquishment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65492
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuruzzhahrah Diza
"ABSTRAK
Permohonan Pailit Terhadap Ahli Waris Personal Guarantor Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga Nomor 02/Pdt.Sus.Pailit/2014/PN.Niaga.Mks Dalam pemberian pinjaman, sealu terbuka kemungkinan bahwa bank akan menghadapi risiko gagal bayar dari debitur. Untuk mengurangi risiko tersebut, kreditur sering kali mensyaratkan adanya suatu jaminan. Salah satu jaminan yang lazim diminta oleh bank adalah berupa penjaminan perorangan personal guarantee , yang mana seorang pihak ketiga menjamin pelaksanaan kewajiban debitur kepada kreditur dan orang tersebut akan memenuhi kewajiban debitur jika debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya wanprestasi . Tanggung jawab seorang personal guarantor sangatlah besar bahkan hingga ke ranah kepailitan. Sekalipun personal guarantor bukanlah debitur tetapi jika ia memenuhi syarat-syarat kepailitan, maka kreditur dapat mengajukan permohonan pailit terhadap dirinya ke Pengadilan Niaga. Permasalahan kemudian timbul ketika seorang personal guarantor meninggal dunia sedangkan perjanjian penanggungannya masih berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis-normatif, penulisan bersifat deskriptif dan jenis data yang digunakan adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dengan meninggalnya personal guarantor, segala hak dan kewajibannya akan beralih kepada ahli waris-ahli waris dari personal guarantor itu sendiri. Sebagai konsekuensinya, ahli waris sebagai pihak yang tidak terlibat dalam perjanjian kredit maupun perjanjian penanggungan dapat dimohonkan pailit oleh kreditur sebagaimana halnya dengan pengajuan permohonan pailit terhadap personal guarantor.

ABSTRAK
The Bankruptcy Petition against Personal Guarantor rsquo s Heirs The Case Study of Commercial Court rsquo s Decision Number 02 Pdt.Sus Pailit 2014 PN.Niaga.Mks In granting loans, there would be a probability that banks meet with the default risk. To mitigate the impact of the risk, they require a guarantee. As a common form, banks usually ask a personal guarantee, which a third party guarantees the debtor rsquo s debt repayment to the creditor, and that party will fulfil the debtor rsquo s obligation if he does not fulfil it in default . The personal guarantor has big responsibilities, even into the realm of bankruptcy. Even though a personal guarantor is not a debtor, a creditor may file him a bankruptcy petition to the Commercial Court if he meets the bankruptcy requirements. Problems then arise when a personal guarantor dies while the personal guarantee agreement is still valid. This research tackles with the problems by using a normative juridical approach with descriptive analysis of secondary data which consist of primary law materials and secondary law materials. The problems cause the personal guarantor rsquo s rights and obligations upon the agreement are distributed to his heirs. Consequently, his heirs as the party who do not involve in the loan agreement and the personal guarantee agreement may be filed the bankruptcy petition by the creditor as it is usually filed to the personal guarantor."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Yudhistira
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai kepailitan terhadap penjamin perorangan dalam
sebuah putusan pailit di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Terdapat pembahasan
mengenai tanggung jawab pihak ketiga yang mengikatkan diri sebagai penjamin
perorangan dalam pemenuhan kewajiban untuk melakukan pembayaran utang
debitor atas perjanjian kredit yang dibuat dengan pihak kreditor dan kaitannya
dengan hubungan hukum pemberian kredit antar perusahaan. Dalam prakteknya
pihak debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya dan setelah penjamin
perorangan diputus pailit oleh Pengadilan Niaga, ditemukan oleh kurator bahwa
aset penjamin perorangan tidak cukup untuk melunasi utang debitor. Tesis ini juga
membahas mengenai tanggungjawab debitor perusahaan dan debitor penjamin di
dalam kepailitan.

ABSTRACT
This thesis takes up a topic concerning bankruptcy upon personal guarantor in a
bankruptcy verdict at Central Jakarta Commercial Court. It occurs commentaries
on the liability of the third party which binds itself as an personal guarantor in
fulfilling the obligations to pay the debtor's debt on credit agreements made with
creditors and its relevance with legal bearings on credits between companies. In
practice, the debtor has failed fulfill its obligation and after the personal guarantor
has been declared bankrupt by Central Jakarta Commercial Court, curator
discovered that the personal guarantor's asset wasn't enough to pay off the debtor's
debt. This thesis also examines the responsibility of a company as debtor as well
as guarantor debtor within bankruptcy law"
2016
T47093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Utari Putri
""ABSTRACT
"
Dalam pemberian kredit, Bank biasanya mensyaratkan adanya suatu jaminan untuk menghindari risiko gagal bayar dari debitur. Salah satu bentuk jaminan tersebut adalah jaminan perorangan, dimana pihak ketiga menjamin pelaksanaan kewajiban debitur kepada kreditur. Tanggung jawab seorang penanggung sangat besar hingga dapat dipailitkan. Meskipun penanggung bukanlah seorang debitur, namun apabila debitur utama wanprestasi maka ia berkedudukan sebagai seorang debitur dan jika memenuhi persyaratan pailit, maka dapat diajukan permohonan pailit terhadap dirinya. Suatu permasalahan timbul ketika seorang penanggung meninggal dunia, sesuai Pasal 1826 KUH Perdata maka perikatan penanggung beralih kepada ahli warisnya. Hal ini menimbulkan akibat ahli waris sebagai pihak yang tidak terlibat dalam perjanjian kredit dan perjanjian penanggungan dapat dimohonkan pailit oleh kreditur. Dalam skripsi ini, penulis melakukan tinjauan mengenai kepailitan ahli waris personal guarantor beserta tanggung jawabnya, serta melakukan analisis terhadap putusan pembatalan pailit ahli waris personal guarantor."
"
"ABSTRACT
"
In order to grant a credit, the existance of guarantee is something bank usually requires to avoid the risk of default by the debtor. One form of such guarantee is personal guarantee, whereby the third party guarantees the implementation of debtor rsquo s liability to the creditor. The obligations of personal guarantor is so great until they can be bankrupted. Albeit the guarantor is not particularly a debtor, she he has the equal position as the debtor in the situation where primary debtor defaults, and if the condition fulfills the requirements of bankruptcy, a bankruptcy request can be made upon her him. A problem arises when a guarantor deceases, according to Article 1826 of Civil Code therefore the guarantor obligations switches to the heirs. This resulted an access for the creditor to fill a bankruptcy request to the heirs, in which the heirs themselves are not the parties involved in the credit and guarantee agreement. In this thesis, the author will be reviewing the bankruptcy of personal guarantor rsquo s heirs along with their responsibilities, whilst conducting an analysis on the verdict of bankruptcy cancellation upon personal guarantor rsquo s heirs. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Anjani Zain
"Dalam pemberian kredit, Bank biasanya mensyaratkan suatu jaminan atau guarantee, salah satunya dalam bentuk personal guarantee yang mana garantor diberikan hak istimewa oleh Undang-Undang guna melindungi kedudukannya sebagai penjamin. Apabila suatu debitur dalam keadaan tidak mampu membayar kepada kreditur utama maka seharusnya debitur itulah yang seharusnya melakukan pembayaran atas kewajibannya. Seorang personal guarantor dapat memiliki konsekuensi hukum yang jauh, dimana apabila syarat kepailitan telah terpenuhi, maka kreditur dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap personal guarantor di Pengadilan Niaga. Namun, dalam perjanjian garansi seringkali diatur mengenai pelepasan hak istimewa garantor untuk menuntut lebih dahulu harta benda debitur untuk disita dan dijual demi melunasi utang-utangnya. Hal ini kerap kali menjadi dasar kreditur untuk mengajukan permohonan pailit terhadap guarantor. Personal guarantor dapat menjadi pihak yang dirugikan dikarenakan pelepasan hak istimewanya.

In order to grant a credit, banks usually require a guarantee. It can be a form of personal guarantee. Personal guarantor are given special privileges by law in order to protect his position as guarantor. If a debtor in a state where he can't afford to pay to the creditor, the personal guarantor is supposed to be the party who should fulfil the payments. A personal guarantor could have big legal consequences, where if requirements of bankruptcy are met, it follows that the creditor may file for a petition to declare bankruptcy of the personal guarantor on the Commercial Court. However, a guarantee agreement often arrange the discharge of guarantor’s privilege to go after and prosecute property of a debtor first in order to pay debtor’s debts. This frequently become the reason for creditor to file for a petition to declare against guarantor. Personal guarantor can have an inflicted loss because his privelege relinquishment. This thesis examine the position of the guarantor who has discharge his priveleges and the timing for filing the petition to declare against personal guarantor. "
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S57677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Utami Kurnia Pratiwi
"Perjanjian utang pada dasarnya dilakukan berdasarkan kepercayaan bahwa Debitor akan mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya kepada Kreditor. Namun, dewasa ini perjanjian utang membutuhkan jaminan untuk melindungi Kreditor, sehingga dapat memberikan kepastian pelunasan utang oleh Debitor. Salah satu jaminan yang sering digunakan dalam perjanjian kredit adalah perjanjian jaminan perorangan atau biasa dikenal dengan penanggungan (borgtocht), dimana terdapat pihak ketiga untuk kepentingan Kreditor, mengikatkan diri untuk membayar utang apabila Debitor tidak memenuhinya. Pada praktiknya, dalam kasus kepailitan sering ditemukan Penanggung yang langsung dimohonkan pailit tanpa terlebih dahulu memohon Debitor untuk pailit, hal ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang kedudukan hukum dan tanggung jawab Penanggung dalam kepailitan. Hal inilah yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, yang menghasilkan penelitian berbentuk deskriptif analitis. Kedudukan hukum Penanggung beralih menjadi Debitor setelah ia memiliki kewajiban untuk membayar utang Debitor kepada Kreditor dan tanggung jawabnya dalam kepailitan tidak boleh lebih dari kewajiban Debitor. Seorang Penanggung dapat langsung dimohonkan pailit tanpa terlebih dahulu memohon Debitor untuk pailit apabila Penanggung telah melepaskan hak-hak istimewanya yang diberikan oleh undang-undang dan harus dinyatakan secara eksplisit dalam perjanjian penanggungan. Saat ini masih ada ketidaksesuaian pengaturan mengenai kepailitan Penanggung dalam KUH Perdata dengan syarat kepailitan dalam UUKPKPU, hal ini sangat merugikan Penanggung. Pemerintah sebaiknya melakukan revisi terhadap undang-undang kepailitan Indonesia khususnya tentang syaratsyarat kepailitan, agar terdapat kepastian hukum yang mengatur terkait kedudukan hukum dan tanggung jawab Penanggung dalam kepailitan.
......Debt agreement basically done based on the belief that the Debtor will repay the loans on time to the Creditor. However, currently the debt agreement requires a guarantee to protect Creditors, so as can giving the certainty of repayment the debt by the Debtor. One of the guarantee that are often used in the debt agreement is personal guarantee agreement or commonly known as "penanggungan" (borgtocht), where there is a third party for the benefit of Creditors, undertaking to pay the debt if the Debtor does not comply. In practice, in bankruptcy case, Guarantor are often found immediately petitioned for bankruptcy without first appeal the Debtor for bankruptcy, it certainly raises questions about the legal position and responsibility of the Guarantor in bankruptcy. This is the problems of this research.
This research was conducted with normative juridical research method, which produces a descriptive analytical research. Guarantor are turning to the legal position of the Debtor after he has an obligation to pay the Debtor's debt to Creditors and responsibilities in bankruptcy should not be more than the Debtor obligation. A Guarantor can be directly applied for bankruptcy without first appeal the Debtor for bankruptcy, if the Guarantor have waived its privileges granted by law and must be explicitly stated in the personal guarantee agreement. Currently there is mismatch arrangements regarding bankruptcy Guarantors in the Civil Code with the terms of bankruptcy in UUK-PKPU, it is extremely detrimental to the Guarantor. The government should revise the bankruptcy laws of Indonesia especially about the terms of bankruptcy, so that there is certainty of law that regulates the legal position and responsibility of the Guarantor in bankruptcy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S65864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anak Agung Prisha Anjani Mahatari
"Personal Guarantor atau Penjamin Perorangan seringkali ikut terseret sebagai Termohon dalam proses PKPU dikarenakan kebanyakan diantaranya memiliki keterkaitan erat terhadap debitur utama. Berdasarkan Pasal 254 UU No. 37 Tahun 2004, PKPU tidak berlaku bagi penjamin. Kendati demikian, masih banyak permohonan yang dikabulkan oleh Majelis Hakim dengan pertimbangan karena Personal Guarantor tersebut telah melepas hak istimewa mereka. Melalui studi kasus Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 92/Pdt.Sus-PKPU/2023, akan dilakukan analisis terhadap penyertaan Personal Guarantor dalam mekanisme Permohonan PKPU yang menitikberatkan pada pertimbangan Majelis Hakim mengenai dikabulkannya permohonan PKPU yang menyertakan Personal Guarantor tersebut. Pokok permasalahan yang akan dibahas di dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan Personal Guarantor apabila dikaitkan dengan UU No. 37 tentang Kepailitan dan PKPU serta memerhatikan ketentuan mengenai jaminan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hasil penelitian ini adalah bahwa masih terdapat banyak Putusan Pengadilan Niaga yang berkontradiksi sehingga mengindikasikan ketidakpastian penerapan Pasal 254 UUK-PKPU. Selain itu, pertimbangan Majelis Hakim terkait pelepasan hak istimewa dapat mengarah pada kekeliruan penerapan asas kepailitan dalam prosedur PKPU.
......In numerous cases, Personal Guarantors are often involved as counterclaimant in the applications of Suspension of Payment process due to their close ties with the main debtor. According to Article 254 of Bankruptcy and Suspension of Payment Law that applies in Indonesia, the Suspension of Payment does not apply to guarantors. However, many applications are still granted by the Judges on the grounds that these Personal Guarantors have relinquished their special rights given by the Civil Code. Through a case study of Court Decision No. 92/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Jkt.Pst., an analysis will be conducted on the involvement of Personal Guarantors in the Suspension of Payment application mechanism, with a focus on the considerations of the Judges regarding the approval of PKPU applications that include these Personal Guarantors. The main issue discussed in this paper pertains to the position of Personal Guarantors when associated with Bankruptcy and Suspension of Payment Law while also considering the provisions regarding guarantees in the Civil Code. The results of this research shows that there are still many contradictory in the Court Decisions, indicating uncertainty in the application of Article 254 of the Bankruptcy Law. Additionally, the considerations of the Judges regarding the waiver of special rights may lead to misapplication of bankruptcy principles in the Suspension of Payment procedure."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library