Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 111 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laing, R.D.
London: Tavistock, 1964
616.89 LAI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Dozz, 2005
616.898 Sch
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Cambridge University Press, 1996
616.898 PSY
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: DOZZ (Kelompok Penerbit Qalam), 2005
616.898 CAN s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Liza Marielly Djaprie
"Selama bertahun-tahun, gangguan jiwa schizophrenia diasumsikan sebagai
suatu misteri yang tak terpecahkan, tak terdefinisikan dan membingungkan seluruh lapisan masyarakat. Kurang lebih 1% dari populasi chmia menderita gangguan jiwa schizophrenia. Dimana baik laki-laki serta wanita memiliki prosentase yang Sama besar untuk menderita gangguan jiwa schizophrenia.
Penyebab gangguan jiwa schizophrenia juga sebaiknya dilihat tidak hanya dari perspektif medis namun juga dari perspektif psikologis sehingga dapat saling menunjang untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai onset dan perkembangan gangguan jiwa ini.
Prognosa untuk gangguan jiwa schizophrenia dapat dikatakan tidak
membawa pengharapan yang cukup, baik bagi penderita maupun keluarga.
Gangguan jiwa schizophrenia dikatakan memiliki prognosa negatif dimana
sekali gangguan jiwa ini menyerang maka sulit bagi penderita untuk dapat 'sembuh’ karena seringkali penderita memiliki kesulitan untuk
berkomunikasi, berinteraksi, melakukan kegiatan sehari-hari maupun
memecahkan permasalahan yang datang. Hal ini sendiri kemudian dikatakan terkait erat dengan kemunculan relapse. Banyak faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya relapse, diantaranya adalah
penurunan kemampuan sosial yang telah disebutkan diatas sefta sikap
complzance terhadap pengobatan yang telah dianjurkan oleh para ahli medis berwenang.
Pengamatan yang kemudian dilakukan pada kedua subyek yang
digunakan dalam penelitian ini, memperlihatkan bahwa banyak sekali
faktor-faktor yang terkait dengan kemungkinan kemunculan relapse. Sama
seperti halnya penyebab kemunculan gangguan jiwa schizophrenia, pada
subyek-subyek penelitian ini faktor-faktor pendukung kemunculan relapse dapat terdiri atas berbagai macam faktor yang saling terkait dan mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah dukungan
keluarga serta kesadaran penderita akan gangguan jiwa yang dideritanya
Temuan lain yang juga menarik adalah bahwa ternyata ditemukan adanya
hubun gan yang sangat erat antara relapse, compliance, dan social skills penderita. Ketiganya menjadi hal-hal yang saling mendukung dan
membentuk lingkaran yang berkelanjutan. Peneliti melihat bahwa dalam
proses pencegahan relapse dibutuhkan tingkat compliance dan social
skills yang baik. Dengan bersikap compliance penderita akan mampu
untuk mencegah relapse, sementara itu dengan social skills yang baik maka penderita akan mampu untuk berinteraksi secara adekuat dimana interaksi yang adekuat tersebut tentu saja sangat berperan dalam proses perawatan.
Namun di sisi lain, pada kedua subyek penelitian terlihat pula bahwa
setelah prosentase maupun jarak waktu antar relapse mereka jauh
berkurang maka keinginan mereka untuk meningkatkan compliance dan
social skills pun turut semakin membaik.
Selain hal-hal tersebut, ditemukan pula pada subyek-subyek
penelitian ini peranan besar stabilitas sosial dalam proses pencegahan
relapse. Stabilitas sosial tersebut mencakup pekerjaan, perningkahan Serta tempat tinggal. Dengan adanya stabilitas sosial ternyata kedua subyek penelitian semakin terpacu untuk mencegah relapse pada gangguan jiwa yang mereka derita.
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah
penggunaan subyek yang lebih banyak dengan rentang waktu penelitian
yang lebih panjang sehingga dapat terungkap variasi-variasi yang mungkin
tercakup tidak hanya dalam proses kemunculan relapse namun juga dalam
proses pencegahannya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kolker, Robert
"The riveting story of an American family with twelve children, six of whom were diagnosed with schizophrenia, that became science's great hope in the quest to conquer an elusive disease. Don and Mimi Galvin seemed to be living in the American dream. After World War II, Don's work with the Air Force brought them to Colorado, where their twelve children perfectly spanned the baby boom. There was a script for a family like the Galvins - hard work, upward mobility, domestic harmony - and they all tried to play their parts. But behind the closed doors of the house on Hidden Valley Road was a far different reality: psychological breakdown, sudden shocking violence, and hidden abuse. By the mid-1970s, six of the ten Galvin boys, one after the other, were diagnosed with schizophrenia. And the other six children stood by, horrified, with no way of knowing whether they would be next. What took place on Hidden Valley Road was so extraordinary that the Galvins became one of the first families to be studied by the National Institute of Mental Health. In a tour de force of narrative nonfiction, award-winning journalist Robert Kolker, author of the bestselling Lost Girls, tells the intimate story of the Galvins alongside the epic tale of science's quest to uncover the true nature of a mystifying disease. Each mentally ill brother emerges as wholly individual, with remarkably different expression of the same disorder. The two youngest Galvins, the only girls, are indelible characters: best friends, both victimized by their brothers, who make sharply different choices about how to cope. The Galvins' story crests in a breakthrough that, thanks to their unique DNA, offers hope of eliminating schizophrenia forever. Hidden Valley Road is a captivating medical mystery and a heartbreaking drama. But above all, it is an unforgettable lesson in what it means to be a family"
New York: Doubleday, 2020
616.89 KOL h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Niken Oktovina
"Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan melayani pasien tidak mampu dan sebagian besar merupakan penderita schizophrenia. Untuk mengatasi pembiayaan obat yang semakin meningkat, dilakukan penerapan program INADRG Case-mix. Pada program Case-mix, aLOS bagi penderita schizophrenia (kode 194101 - 3) adalah 7,8 - 10,7 hari. Sedangkan, menurut data rekam medik aLOS bagi penderita schizophrenia pada tahun 2008 adalah 49 hari. Perbedaan aLOS ini akan menyebabkan kesulitan dalam penagihan biaya pengobatan serta menghambat pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu, dilakukan uji coba penerapan kebijakan INA-DRG dengan menurunkan lama dirawat menjadi 21 hari pada tanggal 1 Nopember 2008. Penurunan lama dirawat dapat disertai dengan merubah penggunaan rejimen obat psikotropika.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi rejimen obat dengan mengetahui perbedaan pengaruh pemakaian rejimen obat terhadap outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan. Mengetahui ada tidaknya perbedaan antara sebelum dan setelah kebijakan terhadap rejimen obat, lama dirawat, skor awal dan skor akhir keperawatan, serta biaya obat di rawat inap. Tujuan khusus dari penelitian di rawat jalan mengetahui ada tidaknya perbedaan pada rejimen obat dan biaya obat. Mengetahui faktor-faktor apa saja selain rejimen obat yang dapat mempengaruhi outcome terapi sebelum dan setelah kebijakan dilaksanakan.
Penelitian dilakukan secara cross sectional bersifat retrospektif, menggunakan data sekunder yang diambil dari rekam medik pasien. Sampel yang diambil merupakan pasien tidak mampu di wilayah DKI Jakarta (Gakin) dengan diagnosis schizophrenia, usia diatas 18 tahun dengan waktu pengobatan antara 1 Juni 2008 sampai 25 Oktober 2008 dan antara 5 Nopember 2008 sampai 30 Maret 2009, serta memiliki skor keperawatan. Pengambilan data dilaksanakan secara total sampel antara bulan Maret sampai Juni 2009. Sampel penelitian dikelompokan atas data rawat jalan dan rawat inap yang terbagi atas kelompok sebelum dan setelah kebijakan.
Data yang diperoleh olah dengan analisis univariat, bivariat, dan regresi logistik menggunakan metode Backward Stepwise. Hasil penelitian ditunjukan dengan tabel dan persentase. Pada umumnya, pasien schizophrenia yang berobat di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan di rawat jalan dan rawat inap berusia antara 30 – 39 tahun (50.41%), laki-laki (65.04%), dari Jakarta Barat (33.74%), tidak menikah (78.86%), pendidikan terakhir sampai SLTP (55.69%). Pasien dengan gejala schizoprenia paranoid/ F.20.0 (72.36%), lama dirawat antara 21 sampai 40 hari (48.94%), dengan kemampuan merawat diri sedang (62.77%) dan pulang dengan skor akhir baik (55.32%). Pasien lebih banyak mendapat rejimen obat no.17 (15.85%) dengan komposisi resperidon 2 mg dosis 2 x 1 sehari, haloperidol 5 mg dosis 2 x 1 sehari, triheksifenidyl 2 mg dosis 2 x 1 sehari, dan klopromazine 100 mg dosis 1 x 1 sehari. Biaya obat yang dibutuhkan untuk 14 hari masuk dalam katagori cukup yaitu antara 300001 rupiah sampai 500000 rupiah (59.57%).
Sebelum kebijakan terdapat perbedaan bermakna terhadap pengaruh pemakaian rejimen obat dengan Outcome terapi (Sig. 0.027), namun setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan bermakna.(Sig. 1.00). Pada unit rawat inap antara sebelum dan setelah kebijakan, tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat (Sig. 0.853), lama dirawat (Sig. 0.910), skor awal keperawatan (Sig. 0.529), skor akhir keperawatan (Sig. 0.789), dan biaya obat (Sig. 0.698). Pada unit rawat jalan antara sebelum dan setelah kebijakan tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap pemakaian rejimen obat.(Sig. 0.427), dan biaya obat (Sig. 0.772). Faktor-faktor lain yang memberi pengaruh bermakna terhadap Outcome terapi sebelum kebijakan adalah jenis kelamin (Sig. 0.007), status (Sig. 0.047), dan pendidikan (Sig. 0.005). Skor awal (Sig. 0.014) memberi pengaruh setelah kebijakan."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2009
T29039
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentius Sandi Witarso
"Orang dengan Schizophrenia ODS adalah individu dengan gangguan jiwa yang mengalami gangguan pada pikiran, emosi dan perilaku. Gejala-gejala yang dialami oleh ODS membuat fungsi peran dan pekerjaan mereka menurun sehingga menjadi tidak produktif dan membutuhkan pertolongan orang lain. Orang yang dapat merawat dan memenuhi kebutuhan ODS disebut dengan caregiver. Caregiver berperan dalam merawat pasien seperti melakukan aktivitas sehari-hari dan mengurusi kebutuhan dasar pasien. Kondisi ini dapat mengakibatkan caregiver burden yaitu beban yang ditanggung oleh individu yang menyediakan bantuan bagi anggota keluarga dengan penyakit kronis ataupun memiliki keterbatasan. Caregiver burden yang kurang dikelola dengan baik akan berdampak pada kehidupan sosial dan psikologis caregiver.
Peneliti menggunakan intervensi psikoedukasi untuk mengelola beban pada caregiver orang dengan schiozphrenia. Penelitian ini menggunakan desain pre-post design. Partisipan berjumlah 3 orang dengan status ekonomi sosial menengah ke bawah dan berusia rata-rata 50 tahun. Data kuantitatif didapatkan dengan menggunakan alat ukur Zarit Burden Interview, Hopkins Symptom Checklist-25 dan General Health Questionnaire-12 sedangkan data kualitatif didapatkan dengan wawancara dan observasi selama intervensi berlangsung.
Hasil kuantitatif menunjukkan adanya penurunan beban pada caregiver sedangkan data kualitatif menunjukkan bahwa mereka bisa lebih mengerti bagaimana cara untuk mengatasi pasien, mengurangi stres dan bisa merawat diri sebagai bagian diluar tugas mendampingi pasien.

Schizophrenia disorder is a mental disorder in which the patient experiences a disruption in their mind, emotions, and behaviour. The symptoms that they experience make their role function and their work decrease so that it makes unproductive and need help from other. A caregiver has a responsibility in caring for the daily needs of the patient. This condition can lead into caregiver burden. Less well managed caregiver burden will give effect to the social and psychological life of the caregiver.
The researcher used psychoeducational intervention to manage the caregive burden of caregiver. This study used a pre post design. Quantitative data were obtained using Zarit Burden Interview, Hopkins Symptom Checklist 22, and General Health Questionnaire 12, while qualitative data were obtained using interview and observation during the intervention.
The quantitative results indicate a decrease burden on the caregiver. Meanwhile, qualitative data show that they can better understand how to cope with patients, to reduce stress, and to take care of themselves as the part of their task besides to take care of their patients.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51514
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revina Rizka Sanni
"Persepsi sensori palsu atau pengalaman persepsi yang tidak ada dalam kenyataan tanpa adanya suatu rangsangan (objek) yang jelas dari luar terhadap panca indera dalam keadaan sadar biasa disebut dengan Halusinasi. Teknik distraksi mendengarkan musik pada Tn. L, berusia 24 tahun dengan ganguan persepsi sensori halusinasi pendengaran bertujuan untuk membantu mengontrol halusinasi menggunakan cara distraksi mendengarkan musik. Metode yang digunakan adalah case report dimana klien akan mendengarkan musik untuk membantu mendistraksi halusinasinya. Hasil dari intervensi distraksi mendengarkan musik menunjukkan bahwa klien mengalami penurunan skor halusinasi dari skor 10 menjadi 5. Penulisan ini merekomendasikan untuk menggunakan musik sebagai cara untuk mendistraksi dan mengontrol halusinasi dan merekomendasikan rumah sakit untuk memfasilitasi intervensi distraksi mendengarkan musik.

Kata Kunci: Halusinasi, Skizofrenia, Musik


False sensory perceptions or perceptual experiences that do not exist in reality without a clear external stimulus (object) to the five senses in a conscious state are commonly called hallucinations. Musical distraction techniques on Mr. L is 24th years old with impaired sensory perception of auditory hallucinations aims to help control hallucinations using music listening distraction. The method used is a case report where the client will listen to music to help distract his hallucinations. The results of the music listening distraction intervention showed that the client experienced a decrease in hallucinations scores from a score of 10 to 5. This writing recommends using music as a way to distract and control hallucinations and recommends hospitals to facilitate music listening distraction interventions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yovania Agatha Seremian
" Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sering dikaitkan dengan peningkatan risiko penggunaan zat, yang dapat memperburuk prognosis pasien. Berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial, termasuk jenis kelamin, usia mulai menggunakan zat, dan jenis zat yang digunakan, memengaruhi kerentanan ini. Meskipun pentingnya faktor-faktor ini, penelitian di Indonesia yang mengeksplorasi peran mereka pada pasien skizofrenia masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara jenis kelamin, usia mulai menggunakan zat, jenis zat, dan penggunaan zat pada pasien skizofrenia. Metode Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data primer melalui wawancara dan kuesioner terstruktur. Variabel independen meliputi jenis kelamin, usia mulai menggunakan zat, dan jenis zat, sementara variabel dependen adalah penggunaan zat, yang semuanya dinilai menggunakan kuesioner demografis. Sebanyak 78 pasien skizofrenia dari Klinik Rawat Jalan RSCM berpartisipasi. Data dianalisis menggunakan aplikasi SPSSv25 for macOS dengan Chi-square Test dan Fisher’s Exact Test. Hasil Studi ini menemukan adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dan penggunaan zat, di mana pasien laki-laki delapan kali lebih mungkin menggunakan zat daripada pasien perempuan. Meskipun 91,2% pengguna zat sebagian besar menggunakan stimulan, tidak ditemukan hubungan signifikan antara penggunaan stimulan dan skizofrenia. Selain itu, 88,2% pengguna zat mulai menggunakan zat sebelum usia 18 tahun, meskipun hubungan ini tidak signifikan secara statistik. Kesimpulan Penelitian ini menyoroti adanya hubungan kuat antara jenis kelamin laki-laki dan penggunaan zat, yang menekankan perlunya intervensi khusus berdasarkan jenis kelamin. Meskipun penggunaan stimulan umum, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi kaitannya dengan skizofrenia. Intervensi dini yang menargetkan usia mulai penggunaan zat penting dalam mencegah gangguan penggunaan zat pada pasien. skizofrenia
.Introduction Schizophrenia is a mental disorder often linked to an increased risk of substance use, which can worsen the patient's prognosis. Various biological, psychological, and social factors, including gender, substance use onset age, and type of substance, influence this vulnerability. Despite the significance of these factors, there is limited research in Indonesia that explores their role in schizophrenic patients. This study investigates the association between gender, substance use onset age, type of substances, and substance use among schizophrenic patients. Method This cross-sectional study collected primary data through interviews and structured questionnaires. The independent variables were gender, substance use onset age, and type of substance, while the dependent variable was substance use, all assessed using a demographic questionnaire. Seventy-eight schizophrenic patients from the Outpatient Clinic RSCM participated. Data were analyzed using the SPSSv25 for macOS, with the Chi-square Test and Fisher’s Exact Test applied. Result This study found a significant association between gender and substance use was found, with male patients being over eight times more likely to use substances than females. Although 91.2% of substance users primarily consumed stimulants, no significant link was found between stimulant use and schizophrenia. Additionally, 88.2% of substance users began using substances before the age of 18, though this association with schizophrenia was not statistically significant. Conclusion This study underscores the strong link between male gender and substance use, highlighting the need for gender-specific interventions. While stimulant use was common, further research is needed to explore its connection to schizophrenia. Early interventions targeting substance use onset are crucial in preventing substance use disorders in this population."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>