Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurfuadi
Abstrak :
Pada masa berburu tingkat lanjut, manusia prasejarah telah mengenal gua-gua sebagai tempat tinggal, mereka memilih gua-gua yang tidak jauh dari sumber air, atau dekat sebuah sungai yang terdapat sumber makanan seperti ikan dan moluska (Soejono, 1993: 155-156). Sisa moluska banyak ditemukan di situs-situs arkeologi, baik berupa temuan individual, maupun temuan bukit kerang (Kjokkenmoddinger). seperti ditemukan di Denmark (Meehan, 1982: 4), Di Indonesia juga banyak terdapat situs-situs yang memiliki temuan sisa moluska, terutama situs human seperti di gua-gua. Situs-situs dengan temuan cangkang moluska tersebut diantaranya situs Ulu Leang (Clason, 1976: 61; Glover, 1976:138) dan Gilimanuk di Bali (Soejono, 1977). Kajian ini membahas salah satu situs yang memiliki temuan cangkang moluska cukup banyak, yaitu situs Gua Pondok Selabe 1, Desa Padang Bindu, Kecamatan Semidang Aji, Kabupaten Baturaja, Sumatera Selatan. Melalui identifikasi taksonomi yang telah dilakukan, temuan sisa cangkang moluska tersebut berasal dari 2 kelas, yaitu kelas Gastropoda dan Pelecypoda dan berasal dari habitat yang berbeda yaitu air lawar, darat dan taut. MoIuska kelas Gastropoda terdiri dad 6 famili yaitu: 7'h/at/doe, Achatinidae, Cyclophoridae, Lymnaeidae, Cypraeidae, Planorbiidae dan Elobrdae. Pada kelas Pelecypoda hanya sate famili yaitu Unionidae. Identifikasi pemanfaatan moluska dilakukan melalui pengamatan permukaan bagian luar dan dalam cangkang, serta pada permukaan pecahan. Pengamatan ini dilakukan untuk mengamati jejak jejak perusakan kultural. Perusakan ini ditandai dengan adanya jejak pemangkasan, jejak pencungkiian dan jejak hangus terbakar. Pada Gastropoda jejak pemanfaatan moluska oleh manusia dapat dilihat dari oliva yaitu lubang yang dibuat dengan pemangkasan apex (Awe, 1983 : 36 - 37). Pada moluska kelas Pelecypoda, Daerah pecahan terdapat pada bagian central cangkang, sedangkan pemanfaatan moluska sebagai artefak dapat ditandai dengan adanya bidang lengkung dan perimping (Soejono, 1984: 149). Banyaknya sisa cangkang moluska yang ditemukan di situs Gua Pondok Selabe 1 dan ditunjang dengan adanya bukti-bukti pemecahan cangkang dalam usaha pengambilan dagingnya, menunjukkan bahwa moluska merupakan salah satu sumber daya pangan yang cukup panting bagi manusia penghuni Gua Pondok Selabe 1 waktu itu, disamping mengkonsumsi hewan buruan lain dan tumbuh-tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irdiansyah
Abstrak :
Situs Gua Pandan di Sumatra Selatan merupakan salah satu situs di Indonesia yang memiliki beragam tipe artefak batu, selain itu penelitian tentang jejak pakai alat batu di situs ini belum pernah dilakukan. Berdasrkan klasifikasi, didapat lima tipe alat yang mayoritas berupa alat dengan tajaman unifasial bersudut sangat landai (tipe 11), kemudian diikuti alat dengan tajaman bersudut sangat terjal (tipe 13), tajaman unifasial bersudut terja (tipe 12), tajaman bifasial bersudut landai (tipe 11), tajaman bifasial bersudut sangat terjal (tipe 113), dan tajaman bifasial bersudut landai (tipe 111). Berdasarkan analisis jejak pakai serta penapsiran melalui analogi etnografi dan eksprimen, alat pakai tipe 12 cendrung dekat dengan kegiatan yang sangat beragam, seperti menyerut/memotong kayu, menyerut tumbuhan, melubangi kulit segar, memoton/mengiris daging dan menggergaji tulang. Alat pakai tipe pada 11 cendrung dekat dengan kegiatan memotong/mengiris daging, meraut tulang, dan meraut/menyerut/memotomg kayu. Alat pakai tipe 13 dekat dengan kegiatan menyetut/mengetam kayu dan menyerut kulit kerang. Alat pakai pada tipe 113 dekat dengan kegiatan membelah kayu. Berdasarkan berbagai perkiraan, kemungkinan individu/kelompok, manusia di situsGgua Pandan dekat dengan kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan yang secra langsung dilakukan melalui alat-alat berbahan baku kayu, sementara itu, alat batu merupakan alat bantu untuk memproduksi alat-alat kayu tersebut. Dengan demikian, alat batu yang cukup efisien dan proporsional di Gua Pandan tidak dibuat untuk mudah dibawa saat kepentingan berburu, tetapi mudah dibawa dalam perjalanan saat perpindahan tempat.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11799
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
Cave pictures are one form of human culture found in old sites of dwelling caves of the pre-historical time. Cave pictures can be said to be universal in nature because they are found almost every where in the world, including Indonesia. One form or object of picture frequently found is hand stencils. In Indonesia, beside Kalimantan, the Moluccas, and Irian, it is also found in South Sulawesi, especially in the District of Pangkajene Islands (Pangkep). Twelve caves in Pangkep are studied where 326 hand stencils are found. The hand part, orientation, hand side, number of fingers, size, color, and context are analyzed. The analysis reveals a pattern of hand palms of adults with upward orientation. The analysis also reveals a pattern of hand palms that are brown in color, randomly arranged, within the context of pictures of other hands.
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2005
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Faizal
Abstrak :
Pemanfaatan alam dilakukan oleh masyarakat prasejarah dalam rangka mendukung kelangsungan hidup mereka. Gua dan ceruk dimanfaatkan oleh manusia masa lampau sebagai tempat tinggal, penguburan, dan sebagai tempat untuk kegiatan religi. Sisa-sisa kehidupan manusia masa prasejarah terdapat pula di Kalimantan Timur. Hal ini terlihat dari adanya tinggalan arkeologis yang terdapat pada beberapa gua clan ceruk di Kalimantan Timur. Pada tulisan ini dibahas sekitar 31 buah gua dan ceruk yang terdapat di Kalimantan Timur. Tinggalan arkeologis tersebut di antaranya fragmen tulang manusia dan hewan, fragmen tembikar, moluska, alat batu, peti mati yang terbuat dari kayu (lungun), dan gambar cadas. Dari asosiasi tinggalan arkeologis dengan gua dan ceruk di Kalimantan Timur dapat dilihat adanya indikasi pemanfaatan gua dan ceruk yang difungsikan sebagai tempat hunian, penguburan, dan sarana untuk melakukan kegiatan religi. Pemanfaatan gua dan ceruk tersebut ada pula yang digabungkan, yaitu sebagai tempat hunian dan penguburan, maupun sebagai tempat hunian dan religi. Gua dan ceruk yang di pilih sebagai tempat hunian umumnya dekat dengan sumber air. Temuan moluska di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur menunjukkan indikasi pemanfaatan moluska sebagai sumber makanan, alat bantu, dan perhiasan. Adanya temuan moluska air laut menunjukkan telah adanya interaksi masyarakat pedalaman dengan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Temuan fragmen tembikar menunjukkan bahwa masyarakat saat itu memiliki waktu luang yang dimanfaatkan untuk membuat tembikar. Temuan fragmen tembikar dengan temper berbahan sekat memperlihatkan terjadinya interaksi antara masyarakat pemburu dan pengumpul makanan dengan masyarakat yang telah mengenal pertanian. Tembikar dipergunakan sebagai wadah untuk kehidupan sehari_-hari dan juga sebagai wadah kubur. Hal ini terlihat dari asosiasi (fragmen tembikar dengan fragmen tulang manusia di beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur. Pembuatan tembikar hingga kini masih dapat di temui di masyarakat pedalaman Kalimantan Timur. Gambar cadas yang terdapat pada beberapa gua dan ceruk di Kalimantan Timur memperlihatkan bahwa masyarakat saat itu sudah mulai mengekspresikan apa yang mereka lihat sehari-hari ke dalam bentuk visual. Motif yang dominan ialah cap tangan, sedangkan warna yang dominan digunakan ialah merah. Melihat dari tingkat kesulitan dalam pencapaian gua dan ceruk serta pemilihan dinding untuk penerapan gambar cadas, nampaknya gambar tersebut dibuat berkaitan dengan unsur religi. Masyarakat saat itu membuat gambar-gambar tersebut sebagai pengharapan dalam melakukan perburuan kelak akan mendapatkan hasil yang baik. Pengharapan tersebut diwakilkan dengan menggambarkan hewan-hewan buruan mereka dalam keadaan terluka. Konsep ini disebut konsep kontak magis atau sympathetic magic. Namun bentuk aktivitas religi yang dilakukan belum dapat diketahui secara pasti. Sejumlah artefak batu memperlihatkan pemanfaatan sumber Jaya alam sebagai aiat bantu dalam kehidupan masyarakat saat itu. Tinggalan arkeologis berupa peti mati yang terbuat dari kayu (lungun) memperlihatkan keberlanjutan pemanfaatan gua dari masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan ke masyarakat selanjutnya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Bagus Santoso
Abstrak :
Skripsi ini membahas data ekofaktual berupa gigi fauna dari situs Gua Braholo untuk mengetahui kondisi lingkungan situs Gua Baraholo, untuk mengetahui kondisi lingkungan situs Gua Braholo pada kala Pleistosen akhir dan Holosen, ketika dimanfaatkan oleh manusia ...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2009
S11464
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Setyo Saputro
Abstrak :
Penelitian ini membahas jejak pakai alat tulang di SitusGua Pawon. Berdasarkan jejak pakai tersebut akan diketahui penggunaan alat tulang. Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan pada bagian tajaman alat tulang guna mengetahui bentuk jejak pakai. Pengamatan tersebut dilakukan dengan alat bantu berupa kaca pembesar dan kemera SLR... ......Focus of this undergraduate thesis is about use wear of bone tools at Gua Pawon site. Base of this use wear will known the use of bone tools. The Research was done by observing the bevel part of bone tool. Observation were made with the help of magnifying glasses and SLR camera...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S11567
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Virta Permata Sari
Abstrak :
Skripsi ini membahas bentuk-bentuk hiasan tembikar dari Situs Gua Harimau, Sumatera Selatan. Sampel yang digunakan berjumlah 401 pecahan yang merupakan hasil penggalian pada tahun 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi berdasarkan atribut bentuk hias dan teknik hias. Pengolahan data tersebut menghasilkan empat tipe bentuk hias yaitu garis, segi empat, chevron dan lingkaran, dengan enam variasi dan enam sub-variasi. Teknik hias yang digunakan adalah teknik gores, tekan dan tempel. Perbedaan teknik yang digunakan dapat menghasilkan penggambaran yang berbeda pada bentuk dasar yang sama
This undergraduate thesis discussed forms of decoration (motifs) on pottery sherds found in Gua Harimau, South Sumatera. Samples used in this research consisted of 401 fragments from the excavation conducted in 2009. Methods of classification based on decoration forms (motifs) and techniques attributes were used in this research resulting four types of decoration forms (motifs), which are lines, square, chevron, and circular, with six variations and six sub-variations of decoration forms (motifs). Furthermore, techniques used on these samples can be categorized as incised, impressed, and appliqu (applied). The difference on the techniques found within the samples can be used to acquire different depiction on the similar basic form.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
S12045
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmaya Kinardi
Abstrak :
Gua Braholo adalah salah satu gua yang terdapat di Situs Prasejarah Pegunungan Seribu bagian barat yang kaya akan tinggalan budaya manusia. Sisa_-sisa. hewan yang ditemukan di daerah berasosiasi dengan artefak litik, abu pembakaran, dan sisa tumbuhan dalam lapisan human yang tebal. Salah satu hal yang menarik adalah dijumpainya sisa Cercopithecidae dalam jumiah yang melimpah. Sisa-sisa Cercopithecidae ini berasosiasi dengan sisa hewan lain, sisa flora, arang, lapisan abu pembakaran, dan juga dengan limbah industri baik dari bahan tulang, batu, maupun moluska. Dan penghitungan 472 gigi bawah yang sisanya ditemukan di Situs Gua Braholo, dapat diketahui jumlah minimal individu (NMIc) Cercopithecidae sebanyak 80 individu yang terdiri dari 4 individu foetus, 2 individu infanta, 29 individu juvenil, 22 individu adult 1, 16 individu adult 2, 6 individu adult 3, dan 1 individu adult age. Sedangkan dari bentuk gigi, dapat diketahui bahwa famili Cercopithecidae. terdiri dari 2 kelompok, yaitu Cercopithecidae 1 dengan bentuk gigi lebih ramping dan memanjang secara mesio-distal dan Cercopithecidae 2 dengan bentuk gigi lebih tambun dan bulat secara bucco-lingual dan mesio-distal. Pada permukaan tulang Cercopithecidae terdapat jejak-jejak kultural yang ditinggalkan berupa pangkasan, striasi, lubang, upaman (permukaan yang halus) pada permukaan kortikal, serta jejak bakar. Dari jejak-jejak tersebut, dapat diasumsikan bahwa Cercopithecidae digunakan sebagai sumber pangan berupa jejak-jejak potong yang diduga merupakan akibat dari kegiatan pemrosesan hewan seperti pengulitan, pemisahan anggota tubuh, penyayatan untuk tujuan konsumsi dan penyimpanan, dan konsumsi sumsum tulang belakang (Binford, 1981:106). Selain itu, tulang Cercopithecidae juga diduga sebagai bahan dasar pembuatan alat tulang dilihat dari jejak-jejak berupa daerah pukul, pelubangan tulang, penggosokan permukaan tulang, usaha penajaman dan peruncingan tulang, serta jejak bakar.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11958
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Ramadani
Abstrak :
Tradisi tembikar merupakan tradisi yang termasuk tua dalam perkembangan kebudayaan manusia di dunia ini. Manusia mulai mengenal tembikar sejak dikenalnya tradisi bercocok tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai pada masa prasejarah lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Sejak saat itu tembikar menjadi salah satu perlengkapan kehidupan manusia yang panting, terutama karena kemampuan dan kegunaannya. Adapun jenis jenis tembikar yang dikenal dalam tradisi tembikar prasejarah di Indonesia, adalah jenis wadah (vessel) dan jenis yang bukan wadah. Jenis jenis wadah yang dikenal dari tradisi tembikar prasejarah di Indonesia antara lain, periuk, cawan (mangkuk), piring, kendi, tempayan, dan lain-lain. Tembikar sebagai data arkeologi menurut Para ahli dapat mencerminkan beberapa aspek kehidupan manusia pendukungnya. Masalah-masalah yang diajukan terhadap tembikar dari Situs Gua Pondok Selabe-1, antara lain adalah, bagaimanakah bentuk-bentuk yang dihasilkan, teknik buat apa yang dipakai, ragam bisa apa sajakah yang terdapat pada tembikar tersebut dan teknik apa yang bisa dipakainya, bagaimanakah karakteristik tembikar tersebut serta keterhubungan antara temuan tembikar dengan temuan lainnya. Dan permasalahan yang telah diuraikan tersebut, tujuan yang hendak dicapai adalah segala permasalahan tersebut dapat terjawab. Lewat analisis yang diterapkan pada tembikar ini dapat diharapkan mengetahui tipologi tembikar Situs pondok Selabe-1, Sumatra Selatan. Selain itu, untuk mengungkapkan ragam bias yang terdapat pada tembikar tersebut, teknik hias yang dipakai, teknik pembuatan dan penghalusan (jika memang terdapat indikatornya) yang telah dikenal oleh manusia pendukungnya. Tujuan penulisan ini juga diharapkan memberi gambaran bagaimana tembikar tersebut memainkan peranan dalam masyarakat pendukung kebudayaan itu. Tahap pertama untuk memudahkan penelitian ini adalah studi kepustakaan, observasi dan dilanjutkan dengan deskripsi untuk mendapatkan gambaran tentang tembikar tersebut. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis khusus dan klasifikasi yang dilakukan adalah klasifikasi taksonomi. Setelah melakukan klasifikasi, menghasilkan enam buah bentuk wadah tembikar, yaitu: periuk dibagi dalam 2 jenis dan tipe, cepuk dibagi 2 tipe, buli-buli dibagi 3 tipe, mangkuk dibagi 2 tipe, piring dibagi 2 tipe. Teknik bias yang digunakan adalah teknik teraltekan, gores, cungkil, slip, dan tempel yang menghasilkan ragam bias yang berupa motif bias berdiri sendiri, serta kombinasi lebih dari satu motif.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S11573
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sely Rosalinda
Abstrak :
Dalam menghadapi tantangan alam, manusia purba memiliki kemampuan terbatas berusaha untuk mencari sumber makanan demi kelangsungan hidupnya. Usaha ini kemudian menimbulkan budaya yang merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungannya, terutama dalam bentuk teknologi sesuai dengan kemampuan daya cipta mereka yang dapat dikatakan merupakan manifestasi usaha manusia purba dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam hal pangan dan pembuatan alat-alat. Sahan yang dipergunakan sebagai artefak diambil dari alam, seperti tulang, batu, dan juga kulit moluska. Temuan artefak moluska dalam suatu situs dianggap penting 'selain dimanfaatkan sebagai sumber daya pangan juga menunjukkan bahwa kelas-kelas tertentu bangsa moluska dapat menjadi suatu indikasi perubahan iklim atau musim. Spesies tertentu moluska juga berguna untuk menentukan umur kuarter deposit dimana spesies tersebut berasal. Selain itu, jenis moluska membantu menentukan dan habitat mama saja moluska tersebut diperoleh. Penemuan moluska, baik sebagai artefak maupun ekofak tersebar meliputi kawasan pulau Jawa (gua-gua di Jawa Timur dan sekitarnya) serta wilayah Indonesia bagian Timur_ Salah satu dari situs pedalaman (situs gua) di Nusa Tenggara, khususnya Nusa Tenggara Timur adalah situs Gua Oelnaik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis moluska apa saja yang ada dan frekuensinya dan macam-macam pemanfaatannya dengan melihat ciri-ciri khusus dari setiap kelompok moluska tersebut. Metode penelitian yang digunakan meliputi pengumpulan data dengan mengadakan inventarisasi data basil ekskavasi tim Pusat Arkeologi di Gua Oelnaik tahun 1981, pengumpulan data kepustakaan: mengenai keadaan iingkungan termasuk sumberdaya; mengenai penelitian-penelitian mengenai moluska, di situs Gua Oelnaik pada khususnya. Selanjutnya melakukan klsifikasi/pengelompokan dengan pemilahan taksonomi, lalu dianalisis dan dibantu dengan data etnografi untuk melihat secara langsung perilaku manusia masa lalu dalam pemanfaatan moluska dan kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Dan 2.258 temuan moluska, 41% Gastropoda-dan 59% Pelecypoda. Tiga puluh dua persen dalam keadaan utuh, 67% berupa fragmen, dan 1% berupa fosil. Seberapa jenis dimanfaatkan sebagai pangan, yaitu, dari Kelas Gastropoda; Turbinidae, Neritidae, Turritellidae, Cerithiidae, Thiaridae, Olividae, Volutidae, Conidae, Lymnaeidae, Helicidae; dan dari Kelas Pelecypoda: Arcidae, Pectinidae, Veneridae. Ciri_ciri pemanfaatannya antara lain pecah atau berlubang pada bagian badan bahu (pada Gastropoda) dan pecah atau rusak di sisi kanan atau kiri margin (pada Pelecypoda). t Janis lainnya digunakan sebagai alat, antara lain berupa serut, gurdi dan lancipan dari cangkang Veneridae, pemberat/bandul jala dari cangkang Arcidae. dengan jejak bekas pakai, antara lain berupa lubang pada bagian umbel (pada Pelecypoda) dan bagian apex (pada Gastropoda) yang umumnya tampak aus di sekeliling lubang.1 Selain itu, ada juga yang dimanfaatkan sebagai manik-manik berasal dari keluarga Olividae, Cerithiidae, Conidae, dan Arcidae. Umumnya cangkang yang dimanfaatkan ' sebagai perhiasan menggunakan moluska yang sudah terkena perforasi (lubang) akibat predator tetapi pinggir lubangnya mengalami pengikisan halus.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
S12017
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>