Kintan Labiba Manggarsari
Abstrak :
Konsep subjektivitas memiliki hubungan dalam penyingkiran dan reduksi perempuan dari kebudayaan. Perempuan merupakan liyan dalam kehidupan, dalam kebudayaan, yang tidak diketahui, sehingga muncul realitas perempuan versi laki-laki. Dalam sinema, perempuan mengalami reduksi dan diferensiasi dari industri yang strukturnya berangkat dari dominasi laki-laki. Representasi perempuan di layar sinema dominan tidak menunjukkan perempuan sebagai perempuan yang utuh, karena struktur yang melatari sinema secara dominan berangkat dari sudut pandang dan otoritas laki-laki. Subjektivitas perempuan menjadi nilai penting karena dapat memberikan penggambaran dan wawasan mengenai perempuan sebagaimana adanya, hadir bukan sebagai ilusi. Subjektivitas sutradara perempuan dapat menghasilkan representasi perempuan yang lebih dekat dengan kehidupan. Namun, ketika berangkat dari subjektivitas perempuan, sinema perempuan menghasilkan pendekatan yang berbeda dengan sinema dominan, sehingga sinema perempuan mengalami diferensiasi dan ditempatkan sebagai kontra sinema. Melalui pemikiran feminist film theory, tulisan ini berusaha mengidentifikasi bagaimana dinamika struktur kekuasaan dan paradigma yang terbentuk dalam sinema, khususnya permasalahan subjektivitas, membuat sutradara perempuan keluar dari konvensi sinema dominan dan menghasilkan bahasa baru, yang menempatkan sinema perempuan berada di posisi yang berbeda dengan sinema arus utama.
......The concept of subjectivity has a correlated role in the exclusion and reduction of women from culture. Women are the other; in life, in culture, that is unknown, so a male version of women's reality is produced. In cinema, women experience reduction and differentiation from an industry whose structure is rooted in male dominance. The representation of women on screen in dominant cinema does not represent women as complete women, given that the structures underlying cinema are dominantly based on male perspectives and authority. Female subjectivity holds crucial value because it provides portrayals and insights into women as they really are, not as illusions. The subjectivity of female directors produces representations of women that are closer to life. However, when it departs from women's subjectivity, women's cinema presents a different approach from the dominant cinema, which leads to women's cinema being differentiated and placed as a counter-cinema. Through feminist film theory, this paper seeks to identify how the dynamics of power structures and paradigms formed in cinema, especially the problem of subjectivity, have forced female directors to step out of the conventions of dominant cinema and produces a new language, which places women's cinema in a different platform from mainstream cinema.
Depok: Fakultas Ilmu pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library