Tesis ini adalah penelitian terjemahan beranotasi buku mengenai konflik Israel-Palestina yang ditulis oleh dua akademisi. Penerjemahan teks sumber ini menarik karena memuat peristilahan khas yang penggunaannya terbatas pada narasi konflik Israel-Palestina. Konflik ini sendiri banyak mendapatkan perhatian dunia internasional karena hingga hari ini belum mencapai kesepakatan penyelesaian. Tujuan penelitian terjemahan beranotasi ini adalah untuk memberikan pertanggungjawaban atas padanan tertentu yang dipilih untuk menerjemahkan tiga bab dalam buku Gaza in Crisis: Reflections on Israel’s War Against the Palestinians. Terjemahan beranotasi adalah hasil penerjemahan yang disertai dengan catatan khusus yang dibuat oleh penerjemah terkait dengan keputusan yang dibuatnya dalam menentukan padanan tertentu. Unit yang dianotasi adalah peristilahan di bidang politik dan fitur bahasa politis berupa metafora dan analogi. Masalah penerjemahan yang ditemukan di antaranya berkaitan dengan adanya istilah yang tidak memiliki padanan dan adanya kemungkinan kesalahan persepsi pembaca dalam memahami metafora dan analogi yang digunakan penulis dalam mengungkapkan gagasan. Teknik yang diterapkan untuk mengatasi masalah penerjemahan meliputi teknik amplifikasi, padanan deskriptif, naturalisasi, peminjaman, kuplet, penerjemahan metafora, serta parafrasa. Metode penerjemahan yang diterapkan dalam penerjemahan adalah metode komunikatif. Metode semantis juga diterapkan pada beberapa bagian teks yang menyangkut penerjemahan metafora agar dapat menghadirkan nuansa yang sama di bahasa sasaran. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerjemahan teks politis memerlukan kehati-hatian untuk menghindari persepsi yang keliru dalam bahasa sasaran. Selain itu, dalam menerjemahkan peristilahan di bidang politik maupun fitur bahasa politis seperti metafora dan analogi, makna kontekstual sangatlah penting untuk menentukan padanan.
This thesis is an annotated translation study of a book related to the Israel-Palestine conflict wrote by two academics. This topic is interesting because the target text itself contains the specific terminology used only in the Israel-Palestine conflict narrative. This conflict receives international attention because it has not yet reached a peaceful settlement to this day. This annotated translation study aims to justify the equivalent used in the translation of a political book titled Gaza in Crisis: Reflections on Israel’s War Against the Palestinians. An annotated translation is a translation completed with specific notes or critical comments by the translator related to the decision in choosing a particular equivalent. The units annotated are political terminology and political language features in the form of metaphor and analogy. The translation problems found are related to the specific terms which have no equivalents and the possibility of misperception of readers in understanding the metaphors and analogies used by the writers to express the ideas. Techniques implemented to overcome the translation problems are amplification, descriptive equivalent, naturalization, borrowing, couplet, metaphor translation, and paraphrase. The translation method generally used in this translation is communicative. Semantic method is also used in some parts of the text regarding the translation of metaphors as to produce the similar nuance in the target text. From this study, it can be concluded that the translator has to be careful in translating the political text in order to avoid misperception in the target language. Furthermore, in the translation of political terminology and political language features like metaphor and analogy, contextual meaning is very important to determine the equivalent in the target text.
"Penelitian ini merupakan penelitian terjemahan beranotasi. Dalam penelitian ini penulis melakukan terjemahan dua bab dari buku biografi Tokoh Tionghoa & Identitas Indonesia: Dari Tjoe Bou San Sampai Yap Thiam Hien dan memberi anotasi terhadap bagian yang penting dan dirasakan perlu. Tujuan penelitian umum adalah menghasilkan terjemahan yang berhasil dan berterima bagi pembaca bahasa sasaran. Tujuan penelitian khusus dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) menemukan metode yang tepat untuk menerjemahkan teks sumber ini; (2) menemukan teknik penerjemahan yang cocok dan memberikan alasan untuk memilih kesepadanan dalam penerjemahan ini. Dalam menerjemahkan biografi ini, penulis menggunakan metode penerjemahan komunikatif (Newmark, 1988) dan menganggap teori kesepadaan dinamis dari Nida dan Taber (1982) sebagai prinsip utama. Anotasi dibagi menjadi enam kelompok, yaitu: kata bermuatan budaya, frasa yang diterjemahkan ke dalam bentuk idiom bahasa Tionghoa, nama diri, metafora, catakan kaki, dan kalimat. Untuk kata benda khusus yang sudah memiliki aksara Tionghoa yang resmi, penerjemah perlu tetap menggunakannya, buat yang belum ada bisa dapat dipertahankan huruf Latinnya. Nama orang dan nama tempat harus diterjemahkan ke aksara Tionghoa melalui teknik transliterasi. Menerjemahkan sebuah teks dengan baik bukan hanya memerlukan tingkat kemahiran bahasa yang tinggi tetapi juga membutuhkan pengetahuan yang luas. Tesis ini bagi dunia akademis dapat menambah warna pada bidang penerjemahan, terutama dalam penerjemahan bahasa Indonesia-Tionghoa yang belum banyak dipublikasi dan dianalisis sehingga memperkaya komunikasi dan pertukaran budaya antara Indonesia dan Tiongkok.
This research is an annotated translation study. In this study the author conducted a translation of two chapters of the biography named Tokoh Tionghoa & Identitas Indonesia: Dari Tjoe Bou San Sampai Yap Thiam Hien (2010) and gave annotations to important and necessary parts. The general purpose of this research is to produce an successful and acceptable translation for the target language readers. Specific purposes of this research can be described as follows: (1) find the appropriate method to translate this source text; (2) find out proper translation techniques and and provide reasons for choosing equivalence. In translating this biography, the author uses communicative translation (Newmark, 1988) and considers the dynamic equivalence theory of Nida and Taber (1982) as the main principle. Annotations are divided into six groups, namely: culturally charged words, phrases that are translated into Chinese idioms, proper nouns, metaphors, footprints, and sentences. For proper nouns which already have official Chinese translation, the thesis keeps continuing to use them, while for others that do not have equivalence, Latin letters can be maintained. Names of people and place names must be translated into Chinese characters through the transliteration technique. To translate a text successfully, translators need not only a good mastery of languages but also board knowledge. For the academic world, this thesis can add color to the field of translation, especially in translating Indonesian-Chinese which has not been published and analyzed much so as to enrich communication and cultural exchanges between Indonesia and China.
"