Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Rubie Pratiwi
"Skripsi ini membahas Pelaksanaan Pengawasan Terpidana Yang Dijatuhi Hukuman Percobaan. Namun dalam melaksanakannya tugasnya masih banyak hambatan yang dihadapi baik oleh Hakim Pengawas dan Pengamat. Skripsi ini mengambil Putusan Nomor 247/Pid.B/2009/PN.PWT Mengenai Pencurian Tiga Buah Kakao Oleh Terpidana Nenek Minah sebagai bahan untuk melihat penerapan terhadap pelaksanaan hukuman percobaan. Permasalahannya disebabkan hukuman percobaan dijalankan di luar lembaga pemasyarakatan atau penjara maka menurut penulis akan lebih sulit dalam hal pengawasan terhadap terpidananya karena terpidana tidak berada di satu tempat sehingga membutuhkan pengawasan yang ekstra dari biasanya. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan pengawasan hukuman percobaan terpidana akan dijatuhkan dan dilaksanakan di luar lembaga pemasyarakatan dan apabila terpidana tersebut melanggar ketentuan dan/atau persyaratan maka hakim berhak mengeluarkan putusan berkekuatan hukum tetap agar terhadap terpidana berlakulah pidana penjara. Pengawas pelaksanaan hukuman percobaan dilakukan oleh Hawasmat yang dibantu jaksa dan lembaga pemasyarakatan dan dapat meminta bantuan oleh badan hukum yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM RI.

This thesis discusses the implementation of supervising/monitoring Convicts Sentenced to probation. Many obstacles faced by the Supervisory/monitoring and observing Judges in performing their duties. This thesis chose verdict Number: 247/Pid.B/2009/PN.PWT Regarding Theft of Three Cocoa fruit By Convict Minah as a material to see the implementation of the execution (of the sentence). Problems occur because the sentence is executed outside the prison. According to the author, the supervision of convicts would be more difficult because the prisoners were not in one place, thus requiring extra supervision/monitoring/scrutiny than usual. The author uses the method of normative research, using secondary data.
This research concluded that on probation supervisions, prisoners will be punished outside of prison and if they are breaking the rules and / or requirements, the judge entitled to issue a binding verdict to sentenced them to prison. The probation supervisions by supervisory/monitoring and observing Judges are assisted by prosecutors and correctional facilities, and furthermore (the judges) can call for help by any legal entity(ies) which has been authorized by the Ministry of Justice and Human Rights.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45495
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizanizarli
"Dalam alinea ketiga pembukaan Undang Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, di samping merupakan rahmat Allah Yang Maha Kuasa juga didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas.
Keinginan yang luhur tersebut ingin dicapai dengan membentuk pemerintahan negara Indonesia yang disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar. Dengan demikian keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan itu, bukan hanya sekedar cita-cita untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, tetapi "berkehidupan yang bebas dalam keteraturan" atau kehidupan bebas dalam suasana tertib hukum.
Hal tersebut di atas, dapat berarti bahwa kemerdekaan seperti yang terungkap dalam Petabukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan juga usaha pembaharuan hukum di Indonesia.
Amanat untuk melakukan pembaharuan hukum itu akan lebih kongkrit bila kita menelaah ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang Undang Dasar 1945, antara lain membebankan bangsa Indonesia untuk melakukan pembaharuan terhadap peraturan-peraturan bekas pemerintahan jajahan (Hindia Belanda dan Bala Tentara Jepang) yang terpaksa masih diberlakukan pada periode transisi hukum.
Garis kebijaksanaan umum pembaharuan hukum tersebut secara operasional telah dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993) khususnya mengenai. Wawasan Nusantara (Bab II huruf f) pada butir bidang hukum.
Di dalam Pola Pembangunan Nasional, khususnya mengenai Wawasan Nasional ditegaskan antara lain bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional?"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasiati Sulistio
"Pada umumnya hakim menganggap bahwa tugas dan
tanggungjawabnya telah berakhir dengan diputusnya suatu
perkara pidana. Padahal pada tahap selanjutnya pengadilan
masih memiliki tanggungjawab dan kewajiban untuk
mengendalikan putusannya dengan melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan pidana yang harus dijalani oleh
terpidana. Pengawasan dan pengamatan putusan hakim yang
dlakukan oleh hakim ini merupakan lembaga baru dalam hukum
acara pidana di Indonesia yang terdapat dalam pasal 277-283
KUHAP. Semula hal ini dicantumkan dalam Undang–Undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman Pasal 33 ayat (2). Dengan adanya
ketentuan tentang pengawasan hakim terhadap pelaksanaan
putusan maka kesenjangan (gap) yang ada antara apa yang
diputuskan hakim dan kenyataan dan pelaksanaan pidana di
lembaga pemasyarakatan dan di luar lembaga pemasyarakatan
jika terpidana dipekerjakan di situ dapat dijembatani.
KUHAP telah mengatur mengenai hakim pengawas dan pengamat,
namun tidak menjelaskan secara rinci mengenai prosedur,
tugas dan wewenang dari hakim pengawas dan pengamat. Pada
saat ini pun peran hakim pengawas dan pengamat belum
sepenuhnya berjalan. Pada tahun 2006 terdapat kasus yang
menimpa Agus Mulyadi Putera di Padang, Sumatera Barat. Agus
Mulyadi Putera adalah seorang anak berusia 14 tahun yang
mendapat hukuman pidana penjara selama 3 bulan, namun pada
kenyataannya ia menjalani hukuman selama satu tahun tiga
bulan. Para pihak yang terlibat dalam proses eksekusi yaitu
jaksa, petugas lembaga pemasyarakatan dan hakim pengawas
dan pengamat masing-masing melempar kesalahan pada pihak
yang lain. Penulisan ini merupakan analisis mengenai peran
hakim pengawas dan pengamat dalam memberi perlindungan
terhadap terpidana anak."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22427
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S6216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lydi Ratu Setia Permata
"Notaris dalam melakukan suatu tindakan hukum harus senantiasa bertindak secara hati-hati. Notaris sebelum membuat akta, harus meneliti semua fakta yang relevan dalam pertimbangannya berdasarkan kepada perundang-undangan yang berlaku. Hal ini bukan hanya harus ditaati oleh Notaris saja melainkan juga kepada Notaris Pengganti.Dalam praktiknya masih terdapat Notaris yang melakukan perbuatan yang melanggar hukum yang akhirnya dijatuhi sanksi pidana. Seperti kasus tindak pidana korupsi dalam Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 728/Pdt.P/2020/PN.Sby).Penelitian ini penting untuk mengkaji keabsahan pengangkatan Notaris Pengganti dari Notaris yang terpidana dan pertanggungjawaban Notaris Pengganti terhadap akta yang dibuatnya. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode doktrinal dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta diperoleh melalui studi kepustakaan. Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan, pendekatan analitis, dan pendekatan kasus. Penelitian ini diolah dan disajikan secara deskriptif analitis. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah Keabsahan Kedudukan Notaris Pengganti dari Notaris yang berstatus sebagai Narapidana tidak memiliki keabsahan hukum karena Notaris pengganti yang diangkat oleh notaris yang sedang dalam hukuman penjara sedangkan Tanggung Jawab Hukum atas Produk Hukum yang dibuat oleh Notaris Pengganti menjadi wajib bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya,walaupun akta yang dibuat oleh Notaris Pengganti menjadi akta dibawah tangan karena tidak terpenuhinya unsur yang ada dalam UUJN

Notary in performing a legal action must always act carefully so that the notary before making a deed, must examine all relevant facts in his consideration based on the applicable legislation. This must not only be adhered to by the Notary but also to the Substitute Notary. However, in practice there are still Notaries who commit acts that violate the law and are eventually sentenced to criminal sanctions. Such as the case of corruption in the Surabaya District Court Determination Number 728/Pdt.P/2020/PN. Sby) that was analysed. For this reason, this research is important to assess the validity of the appointment of a substitute notary from a convicted notary and the responsibility of the substitute notary for the deed he made. This research was conducted using the doctrinal method using secondary data sourced from primary, secondary and tertiary legal materials and obtained through literature studies. The approaches taken in this research are statutory approach, analytical approach, and case approach. This research is processed and presented descriptively analytically. The results obtained from this research are the Validity of the Position of Substitute Notary of Notary who is a Prisoner does not have legal validity because the substitute Notary appointed by the notary who is in prison while the Legal Responsibility for Legal Products made by the Substitute Notary becomes obliged to be responsible for the deed he made, although the deed made by the Substitute Notary becomes a deed under the hand because of the nonfulfillment of the elements in the UUJN."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakky Ikhsan Samad
"ABSTRAK
Tesis ini membahas adanya permasalahan pengetatan dan pembatasan pemberian remisi sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 99 Tahun 2012. Ruang lingkup pembahasannya adalah bagaimana sejarah dan perkembangan pemberian remisi dalam sistem pemidanaan di Indonesia, apakah pengetatan dan pembatasan pemberian remisi bagi terpidana korupsi dan narkotika telah sesuai dalam perspektif sistem pemasyarakatan dan perlindungan HAM, dan bagaimanakah bentuk yang solutif kedepannya dalam menyusun kebijakan pemberian remisi, khususnya terkait dengan adanya pembahasan untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan Perundang-Undangan, pendekatan analitis, dan pendekatan historis. Data-data yang diperoleh diolah secara kualitatif dan diuraikan secara sistematis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, konsep pemberian remisi sangat terkait erat dengan perkembangan tujuan pemidanaan, dan sistem pemasyarakatan yang berlaku. Remisi tidak lagi sebagai suatu reward/hadiah akan tetapi sudah menjadi suatu hak bagi seluruh narapidana. Namun, sejak berlakunya PP Nomor 99 Tahun 2012 kebijakan pemberian remisi ini seolah menempatkan konsep pemberian remisi kembali mundur kebelakang dengan seolah menempatkan konsep remisi sebagai suatu hadiah dari penegak hukum yang tidak sesuai dengan konsep remisi. Kebijakan pemberian remisi dalam PP tersebut secara filosofi telah menyimpangi dan mengingkari konsep pemasyarakatan yang ada. Selain itu, ketentuan PP ini juga telah bertentangan aspek yuridis, sosiologis, dan manajemen pemasyarakatan. PP tersebut juga telah menimbulkan suatu bentuk diskriminasi pemidanaan baik terhadap individu, maupun jenis tindak pidananya yang merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM.

ABSTRACT
This thesis discusses the issue of remissions rsquo restriction and constriction as stipulated in Government Regulation PP Number 99 of 2012. The scope of the study is the history and development of remissions in Indonesian sentencing system, the correspondence between remissions rsquo restriction and constriction for corruption convicts and narcotics to the perspective of correctional system and human rights protection,and thoughtful policy making, particularly on plans to revice Government Regulation No.99 Year 2012.In this study, the method used is normative juridical literature, by using statute approach, analytical approach, and the historical approach. The data that has been acquired and processed qualitatively are then presented systematically. The result of the study concluded that the concept of remission are closely related to the development of sentencing objective and the correctional system implemented.Remission is no longer as a ldquo reward rdquo but has become a right for all prisoners. However, since the regulation No.99 Year 2012 applied, policy of remissions seemed to put the concept into decline as the concept of remission applied by law enforcement is not in accordance with the ideals of remissions itself. Philosophycally, the policy of remissions in that regulation has deviated and denied the concept of correction. In addition, the provisions of this Regulation also has opposed the judicial aspect, sociological, and correctional management. The regulation also has led to various forms of discrimination against both the individual criminalization and the types of criminal acts, which are the form of human rights violation. "
Lengkap +
2017
T47112
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Bandung: Alumni, 2006, 2013
323.4 OTT h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Farras Zidane Diego Ali Farhan
"Kekerasan seksual merupakan tindak pidana yang semakin marak ditemukan terjadi dalam tatanan masyarakat Indonesia. Perkembangan pidana dan pemidanaan terhadap terdakwa dan terpidana tindak pidana kekerasan seksual merupakan respons terhadap peristiwa kejahatan tersebut. Pemberatan sanksi pidana serta penetapan sanksi tindakan dalam bentuk kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi merupakan langkah yang dinilai pemerintah Indonesia sebagai solusi untuk mengatasi fenomena tindak pidana kekerasan seksual. Makna keadilan bagi korban yang seringkali diartikan pembalasan semata sedangkan sistem pemidanaan Indonesia berorientasi pada rehabilitasi dan reintegrasi menimbulkan dilema dalam penentuan sanksi bagi terdakwa tindak pidana kekerasan seksual. Penelitian ini akan mengkaji perkembangan jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual, sanksi pidana dan tindakan, serta penerapan sistem pemidanaan dua jalur (double track system) dalam tindak pidana kekerasan seksual pada peraturan perundang-undangan di Indonesia. Metode penelitian doktrinal merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan data sekunder dari berbagai bahan hukum yang meliputi peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, buku, jurnal dan sumber lainnya. Data sekunder dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menemukan bahwa sistem hukum Indonesia telah menganut double track system dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual. Sanksi pidana dan tindakan ditempatkan pada kedudukan yang setara dalam rangka mencapai tujuan pemidanaan bagi para pelaku kekerasan seksual. Namun, berdasarkan studi pada empat putusan pengadilan tindak pidana kekerasan seksual yang dianalisis dalam skripsi ini menunjukan bahwa double track system belum diterapkan secara optimal oleh sistem peradilan pidana Indonesia. Pengaturan yang terbatas, miskonsepsi hakim, dan kepasifan aparat penegak hukum merupakan hambatan terhadap penerapan sistem pemidanaan dua jalur dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia.

Sexual violence is a criminal act that is increasingly common found in Indonesian society. The development of crime and punishment of defendants and convicts of sexual violence crime is a response to this crime event. Aggravating criminal sanctions and treatment sanctions establishment in the form of chemical castration, installing electronic detection devices, and rehabilitation are steps that the Indonesian government considers to be a solution to overcome the phenomenon of sexual violence crime. The meaning of justice for victims, which is often interpreted as mere retribution, whereas the Indonesian criminal system is oriented towards rehabilitation and reintegration, creates a dilemma in determining sanctions for defendants of sexual violence crime. This research will examine the development of types of sexual violence crime, criminal sanctions and treatments, as well as the implementation of double track system in sexual violence crime in Indonesian laws. The doctrinal research method is the method used in this research using secondary data from various legal materials including statutory regulations, court decisions, books, journals and other sources. The secondary data in this research was analyzed qualitatively. The results of this research found that the Indonesian legal system has adopted a double track system in cases of sexual violence crime. Criminal sanctions and treatments are placed on an equal position in order to achieve the goal of punishing perpetrators of sexual violence. However, based on a study of four sexual violence crime court decisions analyzed in this thesis, it shows that the double track system has not been implemented optimally by the Indonesian criminal justice system. Limited regulations, judges' misconceptions, and the passivity of law enforcement are obstacles to the implementation of double track system in cases of sexual violence crime in Indonesia."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library