Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 56 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bagus Radhityo
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas alih daya tenaga kerja teller bank pasca ditetapkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012. Peraturan Menteri tersebut merupakan peraturan pelaksana UU No. 13 Tahun 2003 yang membatasi kegiatan usaha yang dapat dialihdayakan. Pengaturan tenaga kerja teller alih daya lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/25/PBI/2011 Tentang Prinsip Kehati-hatian Bagi Bank Umum Yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Pihak Lain. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian normatif yuridis. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa alih daya teller tidak boleh dilakukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun masih banyak terjadi dalam prakteknya.
ABSTRACT
This thesis discusses about the outsourcing of employment of bank teller post the enactment of The Regulation of Ministry of Manpower dan Transmigration Number 19 of 2012. Those Ministerial Regulation is a regulation implementing Law no. 13 of 2003 which is concerned about the limitation of manpower activities that can be outsourced. The setting of manpower outsourcing teller further regulated in Regulation of Bank Indonesia Number 13/25/PBI/2011 About Prudential Principles for Public Banks Which Transfers Part of The Implementation Works to The Other Parties. This thesis is arranged based on the research of juridical normative. The results of this study explaines that outsourcing teller should not be done as provided in laws and regulations, but there is still a lot going on in practice.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Syarifah Kastella, auhtor
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam lalu lintas perdagangan barang dan jasa, setiap barang dan jasa yang diperdagangkan selalu menggunakan merek dagang, sebab sebagaimana diketahui bahwa fungsi dasar merek dagang adalah menjadi pembeda antara produk barang atau jasa dari satu produsen dengan produsen lainnya. Merek berfungsi sebagai tanda pengenal yang menunjukkan asal barang dan jasa, sekaligus menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya. Berlakunya Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau, membatasi pencantuman merek pada kemasan rokok. Peraturan-peraturan tersebut menganjurkan bahwa mulai tahun 2014 seluruh rokok yang beredar di Indonesia harus seragam, yaitu dengan menyertakan peringatan bergambar tentang bahaya rokok pada kemasannya. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah perokok dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah apakah penerapan kemasan rokok generik (plain packaging) di Indonesia bertentangan dengan TRIPs, bagaimana dampak pengaturan rokok generik (plain packaging) terhadap hak pemegang merek di Indonesia, bagaimanakah perlindungan hukum terhadap merek pada kemasan rokok generik (plain packaging). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau, agar tidak merugikan pemilik merek yang telah mendaftarkan mereknya di Dirjen Haki.
ABSTRACT
In traffic trading of goods and services, any goods and services are traded must be use a trademark as we know that basic function of the trademark is a distinguishing between the product of goods or services from one manufacturer with other producers. The trademark serves as a badge indicating the origin of goods and services, as well as linking the goods and services concerned with the producers. The enactment of Government Regulation No. 109 in 2012 about the safeguarding of Material containing addictive substances in the form of tobacco products for the health and the regulation of the Minister of health no. 28 in 2013 about inclusion of health warnings and health information on the packaging of tobacco Products, restrict the display of brand on cigarette packs. The rules that started in 2014 tells that all packs of cigarette in Indonesia should be uniformed, namely with pictorial include a warning about the dangers of smoke on its package. The goal is to reduce the number of smokers and improve public health. The problems discussed in this research is whether the application of the pack of cigarettes generic pack (plain packaging) in Indonesia contrary to TRIPs, how the modulating effect of cigarettes generic pack (plain packaging) against right holder of a brand in Indonesia, what will be the legal protection against trademark on cigarette generic pack. The method which is used in this research is normative judicial with descriptive qualitative approach. Based on the research that the author did, needs to be done redenomination of the Government Regulation No. 109 in 2012 about the safeguarding of Material containing addictive substances in the form of tobacco products for the health and the regulation of the Minister of health no. 28 in 2013 about inclusion of health warnings and health information On Tobacco product packaging, so it will not give harm to the trademark holder who have registered the trademark on the Dirjen Haki.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39210
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Perwira Kurniagung
Abstrak :
Pemerintah Indonesia telah membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) persero dengan nama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII), sebagai pelaksana Satu Pintu untuk evaluasi, penstrukturan penjaminan, dan penyedia penjaminan untuk Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) dalam proyek infrastruktur melalui Perjanjian Penjaminan. Perjanjian Pinjaman merupakan kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban antara Penjamin (dalam hal ini PT PII) dan Penerima Jaminan (dalam hal ini Badan Usaha Swasta yang menjadi pihak dalam Perjanjian Kerja Sama) dalam rangka Penjaminan Infrastruktur. Penentuan pihak yang dapat bertindak sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) yang mewakili kepentingan Pemerintah dalam Perjanjian Kerja Sama infrastruktur juga akan berbeda dalam tiap sektor infrastruktur. Ketentuan tentang mekanisme dan akibat hukum dari pemberian jaminan infrastruktur oleh PT PII dimaksud telah diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (Perpres No. 78 Tahun 2010) dan lebih teknis lagi dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (PMK No. 260 Tahun 2010). Berdasarkan bentuknya, tipologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan memberikan data selengkap mungkin tentang obyek yang sedang diteliti, karena secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai mekanisme dan akibat hukum dari Penjaminan Infrastruktur dalam perspektif hukum perdata serta pengaturannya dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur. ......The Government of Indonesia has established a State-Owned Enterprise namely PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia/Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), as the Single-Window operator for guarantee evaluation, structuring, and provider for Public-Private Partnership (PPP) in infrastructure project through Guarantee Agreement. Guarantee Agreement is a written consent which contain rights and obligations by and between the Guarantor (in this case IIGF) and Guarantee Holder (in this case the Private Company which become the party in the Cooperation Agreement) in the context of Infrastructure Guarantee. The determination of party who can act as the Contracting Agency which represents the Government’s interest in a infrastructure Cooperation Agreement will be different in each sector of infrastructure. The provision on the mechanism and legal consequene of the provision of infrastructure guarantee has been regulated under Presidential Regulation Number 78 Year 2010 on Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project which Conducted by a Infrastructure Guarantee Company (Presidential Regulation Number 78 Year 2010) and more details under Minister of Finance Regulation Number 260/PMK.011.2010 Year 2010 on the Implementation Guidance of Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project (MoF Regulation Number 260 Year 2010). Pursuant to its form, the typology used in this research is descriptive. This descriptive method is intended to acquire clear description on the mechanism and legal consequence of Infrastructure Guarantee in the perspective of civil law and its regulation in Presidential Regulation Number 78 Year 2010 on Infrastructure Guarantee in a Public-Private Partnership Project which Conducted by a Infrastructure Guarantee Company.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Nala Praya
Abstrak :
ABSTRAK
PT PEGADAIAN (Persero)dalam menjalankan kegiatan usaha berupa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai yang dalam pelaksanaanya disertai dengan tenggang waktu atau batas waktu. Maksudnya adalah untuk menjaga agar jangan sampai nasabah lalai untuk membayar pinjaman yang telah diberikan. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan pinjaman yang diberikan kepada nasabah tidak dilunasi atau diperpanjang, maka barang jaminan nasabah dapat dijual dalam pelelangan oleh PT PEGADAIAN (Persero). Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diketahui implikasi hukum apa saja dari pelaksanaan pelelangan barang jaminan nasabah tersebut, dan bagaimana perlindungan hukum baik bagi PT PEGADAIAN (Persero) maupun bagi nasabah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitian deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan serta menganalisa data yang diperoleh secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai implikasi hukum pelelangan barang jaminan nasabah untuk pelunasan kredit yang diberikan berdasarkan hukum gadai di PT PEGADAIAN (Persero). Untuk itu jenis penelitian yang digunakan analisis data yang dilakukan secara deskritif kualitatif dengan menggunakan metode induktif. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pelaksanaan pelelangan, secara umum terdapat dua implikasi yaitu yang pertama bahwa barang jaminan tidak laku dilelang yang pada awalnya oleh PT PEGADAIAN (Persero) dijadikan Barang Lelang Milik Perusahaan (BLP) namun selanjutnya diubah menjadi Barang Jaminan Dalam Proses Lelang. Implikasi Pelelangan yang kedua berupa Barang Jaminan laku dilelang yang terbagi menjadi tiga hal terdiri dari hasil lelang cukup untuk melunasi utang nasabah, hasil lelang tidak cukup untuk melunasi utang nasabah dan hasil lelang yang melebihi dari kewajiban yang dibebankan kepada nasabah.
ABSTRACT
PT PEGADAIAN ( Persero ) in the conduct of business activities in the form of lending on the basis of the pawn law in its implementation is accompanied by a grace period or time limit . The point is to keep the customers not to neglect to pay the loan has been granted. If the predetermined time loans granted to customers not repaid or extended, then the customer collateral may be sold in the auction by PT PEGADAIAN ( Persero ). In connection with this, please know what the legal implications of the implementation of the customer assurance auctions, and how to better legal protection for PT PEGADAIAN ( Persero ) as well as for customers. The method used in this study is a research method to the nature of normative analytical descriptive study aimed to describe and analyze the data obtained in a systematic, factual, and accurate information on the legal implications auction customer collateral for the repayment of loans granted by pawn law in PT PEGADAIAN ( Persero ). For that kind of research used data analysis is done by using descriptive qualitative inductive method . Based on the results of a study of the implementation of the tender, in general there are two implications is the first that did not sell the collateral initially auctioned by PT PEGADAIAN ( Persero ) used Auction Items Owned Company (BLP) but later changed to In Process Assurance Goods Auction. The second implication auction guarantee in the form of salable items auctioned were divided into three terms consisting of auction proceeds sufficient to repay customers, the results of the auction are not enough customers to pay off debt and auction proceeds in excess of the liabilities charged to the customer
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susan Logawa
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas permasalahan antara peritel modern dengan pemasok. Masalah ini muncul oleh karena item-item trading term yang dipersyaratkan oleh peritel pada pemasok bertambah dari tahun ke tahun, membebani pemasok. Peritel menganggap Peraturan Menteri Perdagangan No. 53 Tahun 2008 melanggar asas kebebasan berkontrak. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, ditujukan kepada pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaku ritel di Indonesia pada umumnya, pelaku ritel modern khususnya. Lemahnya posisi pemasok terhadap bargaining power yang dimiliki peritel modern menyebabkan pemasok tidak mempunyai kekuatan untuk menolak item-item persyaratan perdagangan yang tidak disetujuinya. Hal tersebut menyebabkan item-item persyaratan perdagangan terus bertambah. Posisi yang tidak seimbang antara pemasok dan peritel modern, menyebabkan Pemerintah melakukan campur tangan melalui Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dan Peraturan Menteri Perdagangan No, 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Anggapan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan No, 53 Tahun 2008 melanggar asas kebebasan berkontrak, tidak dapat dibenarkan.
ABSTRACT
This study discusses the problem between modern retailer and supplier. The issue appeared because of trading term's items that is required by the retailers increasing from year to year, burdening suppliers. Retailers presume that regulation of the Minister of Trade Number 53 of 2008 is violated the principle of freedom of contract. This study used normative legal research, addressed to the statutory approach and a case approach. This study is expected to be useful for the retailer in Indonesia in general, and modern retailers in particularly. The weak position of the suppliers against the retailer is caused the suppliers has no power to refuse the trading term's that not approved by the suppliers. This causes the trading term's items continue increasing. Unbalanced position between the supplier and modern retailer causes the government to intervene through Presidential Regulation Number 112 of 2007 concerning Management and Development of Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores and Regulation of the Minister of Trade Number 53 of 2008 concerning Guidelines for Management and Development of Traditional Markets, Shopping Centers and Modern Stores. The notion that regulation of the Minister of Trade Number 53 of 2008 violates the principle of freedom of contract, cannot be justified.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jumiati
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai prosedur pembuatan akta otentik dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilakukan secara telekonferensi dan bagaimana legalitas risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telekonferensi beserta tanda tangan elektronik di dalamnya berdasarkan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dan Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, sedangkan metode analisis datanya adalah metode kualitatif. Tulisan ini bertujuan untuk memahami prosedur pembuatan akta otentik dalam Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilakukan secara telekonferensi serta bagaimana legalitas dan kekuatan pembuktian Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telekonferensi beserta tandatangan elektroniknya di persidangan Pengadilan. Kesimpulan dari penelitian adalah mekanisme pembuatan akta otentik hasil RUPS telekonferensi meliputi pembuatan akta, pembacaan isi akta secara telekonferensi, penandatanganan akta melalui 1) digital signature, atau 2) tanda tangan konvensional, kemudian dinyatakan di hadapan Notaris dan data digital yang dihasilkan dari RUPS telekonferensi mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan akta RUPS konvensional serta dapat menjadi alat bukti dalam proses persidangan di pengadilan. Hasil dari penelitian ini menyarankan agar dibuat ketentuan hukum yang mengatur secara rinci mengenai keabsahan hasil RUPS telekonferensi, serta perlu adanya perubahan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris agar memberikan pengertian yang lebih luas mengenai ”bertatap muka” dan ”dibacakan di hadapan” sehingga yang dimaksud dengan”bertatap muka” dan ”dibacakan di hadapan” dapat dilakukan secara telekonferensi agar tidak ada keraguan lagi mengenai autentikasi suatu akta hasil RUPS telekonferensi.
ABSTRACT
The following thesis is examining procedure of making an autentic deed in General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference and the legality of the authentic act with elektronic signature in minutes of General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference in accordance with Laws of Limited company, Laws of Information and Electronic Transactions, Laws of Notary, and Laws of Corporate Document. The thesis uses judicial norms approach os research implementation method and also assessment of several qualitative data. The following thesis aims to understand the procedure of making an authentic deed in the Minutes of the General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company conducted teleconferences and understand how the legal and evidentiary strength of the minutes of the General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company conducted a teleconference along with electronic signatures in the trial court. The conclusion of this thesis is the mechanism of making authentic act of the General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference includes making of the deed, reading the contents of the deed by teleconference, signing the deed by 1) digital signatures, or 2) conventional signature, and then declared the deed in presence the notary, the digital data from the General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference have the same legal force to the deed of General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company is done conventionally and can become evidence in court proceedings. The results of this thesis suggest that legal provisions be made clearly and really detailed about the validity of the General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference, as well as the need for a change in the Laws of Notary in order to give a broader sense of "face to face" and "read in presence" that is a "face to face" and "read in presence" by teleconferencing so that there is no doubt about the authentication of a deed of the General Meeting of Shareholders of Limited Liability Company held in teleconference.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39346
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Salim
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas Jaminan Resi Gudang dan Jaminan Fidusia dalam memberikan kepastian hukum bagi pemegang Jaminan. Resi Gudang atau Pemegang Jaminan Fidusia. Sejak Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang yang kemudian diubah dengan Undang Undang Nomor 9 tahun 2011, maka sejak saat itu lahirlah lembaga jaminan baru dalam sistem hukum di Indonesia terhadap benda bergerak yang spesifikasi nama benda bergerak yang dapat diajadikan objek jaminan Resi Gudang terbatas dan berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan. Penelitian ini dimaksudkan memberikan gambaran bahwa jaminan Resi Gudang dan Jaminan Fidusia adalah sistem jaminan untuk benda bergerak namun berbeda dalam mekanismene pemberian jaminan yang dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada Pemegang Jaminan Resi Gudang atau Jaminan fidusia, serta memiliki hak yang diutamakan. Persamaan objek benda bergerak sebagai jaminan namun berbeda dalam sistem pemberian jaminan dalam memberikan perlindungan hukum, menurut penulis dapat memberi ketidakpastian dan permasalahan di kemudian hari, yang justru dapat merugikan salah satu pemegang jaminan Resi Gudang atau pemegang Jaminan Fidusia.
ABSTRACT
This Thesis discussed Juridical Analysis on Warehouse Receipt Security and Fiduciary Guarantee to give legal protection to the Security holder. Since the implementation on Law No 9/2006 on Warehouse Receipt System, which has been amended with Law No. 9/2011, there is new security law for the specific moveable goods namely Security on Warehouse Receipt (Hak Jaminan atas Resi Gudang). This new security law has similarity with fiduciary guarantee, in terms of moveable goods as the security object but different in system and mechanism to the effectiveness of the security. This thesis will give further analysis how Warehouse Receipt Security and Fiduciary Guarantee will give legal protection to the security holder and how the law will give legal protection to the security holder if there is any dispute in relation with the same object stated under Warehouse Receipt Security and Fiduciary Gurantee.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Saraswati Purnamasari
Abstrak :
ABSTRAK
Perjanjian baku sebagai salah satu jenis perjanjian yang sering kali digunakan karena dianggap efektif oleh pihak konsumen sering kali menimbulkan berbagai permasalahan yang terkait dengan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya karena tidak mempunyai peluang untuk merundingkan isi dari klausula-klausula di dalamnya. Dalam thesis ini yang menjadi permasalahan adalah dalam hal klausul-klausul apa saja yang tidak boleh dimuat dalam perjanjian KPR yang menimbulkan kerugian dan kedudukan yang tidak seimbang diantara para pihak, bagaimanakah kekuatan mengikat dari peijanjian baku KPR yang dibuat oleh Bank Panin serta bagaimana penyelesaian wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam peijanjian baku KPR Bank Panin. Berdasarkan ketertarikan penulis, maka dilakukan penelitian pada kantor Bank Panin Kantor Pusat Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif, dimana penulis meneliti dan melihat penerapan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan pemberian kredit dengan menggunakan peijanjian baku berdasarkan asas-asas perjanjian dalam Hukum Perdata dengan dikaitkan dengan prinsip-prinsip perbankan.Penelitian juga dilakukan dengan metode wawancara, dengan tujuan untuk mengetahui prosedur pemberian kredit, persyaratan pemberian kredit serta data-data pemberian KPR oleh Bank Panin. Perjanjian baku ini sangat sulit dihilangkan sebagai satu jenis peijanjian yang selalu digunakan dengan alasan efektif. Dalam rangka untuk memberikan perlindungan hukum kepada para Debitor, maka yang dapat dilakukan adalah dengan terus memberikan perbaikan-perbaikan dan memonitor jalannya peijanjian baku ini.
2011
T38064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Aulia Hakim
Abstrak :
ABSTRAK
Pelaku usaha berkewajiban untuk mengolah dan mengedarkan pangan dari daging ikan sesuai dengan mutu dan gizi yang baik bagi tubuh manusia. Mutu dari pangan olahan ikan tersebut tentunya seiring dengan waktu tersebut dapat mengalami penurunan mutu, sehingga pangan olahan ikan tersebut tentunya mempunyai jangka waktu untuk layak dikonsumsi. Hal ini berarti bahwa pangan olahan ikan tersebut dapat mengalami kedaluwarsa, sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh konsumen. Kedaluwarsa dari pangan olahan ikan tersebut harus diperhatikan sehubungan dengan perlindungan konsumen. Konsumen mempunyai hak-hak asasi yang harus ditaati oleh produsen dan pelaku usaha lainnya berkaitan dengan kedaluwarsa dari pangan olahan ikan tersebut sesuai Pasal 4 UUPK, yaitu hak atas keamanan dan keselamatan atas konsumsi dari pangan olahan ikan dan hak atas informasi. Adapun hak atas informasi dari konsumen diterapkan dalam kedaluwarsa pangan olahan ikan adalah konsumen berhak mengetahui secara jelas mengenai informasi dari tanggal kedaluwarsa secara jelas dan benar. Sedangkan, hak atas keamanan dan keselamatan dari makanan berkaitan dengan konsumen berhak atas pangan olahan ikan yang bebas dari kedaluwarsa. Pengaturan terhadap kedaluwarsa ini tidak terdapat pada peraturan perundang-undangan pada sektor perikanan, melainkan terdapat pada peraturan perundang-undangan sektor perlindungan konsumen dan sektor pangan. Apabila teijadi pelanggaran terhadap hak konsumen berkaitan dengan kedaluarsa makanan, maka Pelaku usaha tentunya bertanggungjawab atas kerugian dari konsumen. Akan tetapi, prinsip tanggungjawab dari pelaku usaha tidak strict liability, karena pelaku usaha diberikan kesempatan untuk membuktikan diri tidak berrsalah atas kerugian dari konsumen. Proses peredaran pangan olahan ikan ini tentunya memerlukan pengawasan dari pemerintah, sehingga konsumen mendapatkan jaminan untuk konsumsi pangan olahan ikan. Badan Pengawas Obat dan Makan merupakan lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap peredaran pangan olahan ikan kedaluwarsa di pasaran.
2011
T38068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustanti
Abstrak :
ABSTRAK
Penerimaan negara dari sektor perpajakan dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan negara serta kesejahteraan rakyat. Usaha Direktorat Jenderal Pajak dalam mendapatkan pelunasan utang pajak seringkah terjadi benturan dengan pihak lain dalam hal ini yaitu kreditur lainnya (wajib pajak juga memiliki utang terhadap pihak lain), sehingga terjadi perebutan atas harta kekayaan wajib pajak/penanggung pajak untuk pelunasan utang negara dan kreditur lainnya. Hak mendahulu negara menjadi solusi bagi Direktorat Jenderal Pajak dalam upayanya untuk mendapatkan pelunasan utang dari wajib pajak/penanggung pajak. Pengaturan mengenai hak mendahulu negara terdapat pada beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu KUHPerdata, dan secara khusus diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.5 Tahun 2008 tentang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang (KUP), UU Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah. Implementasi hak mendahulu negara pada peraturan perundangundangan di Indonesia pada pokoknya berupa kedudukan negara lebih tinggi daripada kreditur preferen dikecualikan dari biaya-biaya yang harus didahulukan sebagaimana yang telah disebutkan dalam undang-undang. Pelaksanaan pemungutan utang pajak berkaitan hak mendahulu negara dalam hal kepailitan ternyata terdapat hambatan, terutama di Pengadilan Niaga (dalam proses Kepailitan). Hambatan-hambatan pemungutan pajak berkaitan dengan hak mendahulu negara berupa pengaturan peraturan perundang-undangan yang menimbulkan multi tafsir (substansi hukum) dan kurangnya koordinasi diantara aparatur penegak hukum dengan Direktorat Jenderal Pajak.
2011
T38069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>