Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maswardi
Abstrak :
Pembangunan kesehatan di Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat fertilitas dan mortalitas, serta mampu meningkatkan angka harapan hidup, sehingga stuktur usia penduduk di suatu negara mulai bergeser menjadi semakin tingginya prosentase penduduk lanjut usia dibanding anak-anak dan remaja. Peningkatan ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik fisik, mental, psiko sosial, dan ekonomi. Untuk itu lansia memerlukan perhatian khusus sesuai dengan keberadaannya. Perubahan sosial yang terjadi memerlukan penyesuaian-penyesuaian yang kadangkala melahirkan masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Salah satu aspek kehidupan masyarakat Minangkabau yang cenderung berubah adalah pergeseran pola kehidupan dari keluarga luas (extended family), ke bentuk keluarga inti (nuclear family). Pergeseran ini berpengaruh terhadap pola penyantunan lansia. Sebagai indikator terjadinya perubahan pola penyantunan terhadap lansia adalah dengan semakin diminatinya keberadaan panti werdha dalam masyarakat Minangkabau yang kita kenal dengan konsep keluarga luas dan kolektivitas yang tinggi. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif dengan tipe studi kasus, untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang fenomena penyantunan lansia di panti werdha dalam masyarakat Minangkabau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan lansia disantuni di panti, latar belakang sosiodemografi, aspek ekonomi dan merantau terhadap penyantunan di panti, serta untuk mengetahui hubungan sosial antara sesama lansia, dengan pengasuh, dan dengan keluarga. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipasi, dan studi dokumentasi. Populasi adalah lansia yang disantuni di panti (80 orang) dari populasi ini diambil 11 orang informan. Informan penelitian ini adalah lansia yang disantuni di panti, pengurus panti, pengasuh, dan keluarga lansia. Hasil analisis penelitian menyimpulkan empat faktor penyebab lansia disantuni di panti. Pertama, dari komposisi keluarga, tidak mempunyai anak sama sekali/semua anak sudah meninggal, atau punya anak laki-laki saja. Kedua, kesulitan ekonomi/keterlantaran. Ketiga, konflik keluarga. Keempat, sebagai ekses dari tradisi merantau dimana melemahnya hubungan kekerabatan dengan keluarga yang akan menyantuni. Komunikasi dan interaksi sosial sesama lansia berlangsung cukup baik dan dalam batas kewajaran. Konflik yang terjadi sesama lansia disebabkan masalah kebersihan kamar/wisma, kecurigaan, perasaan iri atau dengki, dan perilaku teman yang kurang baik. Bila mengalami masalah para lansia berkonsultasi dengan teman, pengasuh, keluarga, dan dipendam sendiri, teman kurang berperan untuk menolong mengatasi permasalahan yang dialami lansia. Hubungan sosial dengan pengasuh cukup harmonis. Pelayanan pengasuh berupa pelayanan kesehatan, kebersihan diri dan lingkungan, keamanan, dan pelayanan bimbingan psikologis. Tindakan pengasuh yang kurang menyenangkan bagi lansia adalah sering dipindah wismakan, mempekerjakan lansia, kesulitan memberikan asuhan karena pengasuh masih muda, dan kekakuan dalam memberikan pelayanan. Hubungan sosial dengan keluarga sudah terputus, terputusnya hubungan disebabkan konflik keluarga. Ditemukan juga hubungan sosial dengan keluarga masih berlangsung, tetapi dengan intensitas dan kualitas yang sangat rendah. Berdasarkan hasil penelitian disarankan kepada keluarga untuk memberikan perhatian dan kepedulian terhadap lansia yang disantuni di panti. Kepada pimpinan panti, untuk mengadakan pelatihan pekerjaan sosial bagi pengasuh panti, dan lebih meningkatkan supervisi atau pengawasan. Kepada pengasuh untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan lansia di panti, lebih luwes dan tidak kaku dalam memberikan pelayanan, serta lebih proaktif dalam memberikan pengasuhan. Kepada petugas administrasi diharapkan dapat mengisi data para warga binaan secara lengkap.
Analysis the Phenomenon of Elderly People Handout at Panti Werdha in Minangkabau Society (A Case Study at Panti Werdha "Sabai Nan Aluih", Sicincin, Kabupaten Padang Pariaman, 2002)The development of health in Indonesia has successfully decreased fertility and mortality level, and been able to increase living-hope rate, so that the structure of the inhabitant's age in a country starts to move to a high percentage of old-aged inhabitants compared to that of children and teenagers. The increase influences various aspects of life physically, mentally, psycho-socially, and economically. Therefore, old-aged people need special attention appropriate with their existence. Social changes that happen need adoptions which sometimes cause social problems in people. One of the aspects of Minangkabau society that tends to become different is the change of extended family life pattern to nuclear family life pattern. This change effects on the pattern of old-aged people handout. The indicator of the pattern change is a high interest of panti werdha existence in Minangkabau society, known as extended family concept and high collectivity. The research used qualitative method with case study type as to get further information about old-aged people hand-out phenomenon at panti werdha in Minangkabau society. The objective of the research is to find out what factors that cause old-aged people being handed-out at the panti, socio demography background, economy aspects, home-leaving aspect, and social relation among old-aged people, between old-aged people and their nursemaid, and between old-aged people and their family. The data is collected by thorough interviews, participation observation, and documentation study. The population is the old-aged people who have need handed-out at the panti (80 people), eleven people of whom were taken as informer. The informers of the research are old-aged people handed-out at the panti, the management of the panti, the nursemaids, and the old-aged people's families. The result of the research concludes that there are four factors that cause why old-aged people are being handed-out at the panti. First, it can be seen from family composition; without any children/all children died, or with only one son. Second, economy difficulty/neglection. Third, family conflict. Fourth, it is caused by home-leaving traditions that weaken relative relationship with the family who will hand out. Communication and social interaction amongst old-aged people run well and still inside the fittingness. Conflicts that happen amongst old-aged people are caused by the room cleanliness, suspiciousness, jealousy, and bad friend behavior. If the old-aged people have problems, they consult with their friends, nursemaid, family, and they keep with themselves. Friends, how ever, have fewer roles to help overcoming their problems. Social relation with the nursemaids is quite harmonic. The nursemaid service are such as health service, self-sanitary & environmental sanitary, security, and psychological guidance service. The uncomfortable behavior of the nursemaids is moving the old-aged people to another room often, employing them, having difficulty of taking care because the nursemaid is still young and giving service stiffly. Social relation with the family has been cut off, caused by a family conflict. This research also found that social relation still goes on but with low intensity and quality. Based on the research, it is suggested that the family gives attention and care to old-aged people handed-out at the panti. The head of the panti should hold training for Social Workers for the nursemaids. The head of the panti should also improve their supervision or controlling. The nursemaids should participate in old-aged people's activities/events at the panti, they should be more flexible and not stiff while giving the service, more pro-active while taking care of the old-aged people. The administration staff should fill the data of the panti inhabitant completely.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 4468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Permani
Abstrak :
Sebagai institusi penyelenggara pelatihan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan Departemen Kesehatan RI bertanggung jawab terhadap mutu yang berhubungan dengan pelayanan teknis pelatihan dan pelayanan penunjang pelatihan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan, Tingkat pemanfaatan asrama dapat digunakan untuk menilai mutu pelayanan karena merupakan salah satu indikator outcome, ternyata masih rendah yaitu 32,8% pada tahun 1999/2000 dan cenderung menurun menjadi 29,17% pada tahun 2000 (Profil Pusdiklat Kesehatan Depkes tahun 2000). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran kepuasan peserta pelatihan terhadap pelayanan Pusdiklat Kesehatan Depkes RI dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan. Rancangan studi yang digunakan cross sectional dengan pendekatan kuantitatif dengan jumlah sampel sebanyak 109 orang. Pengumpulan data dengan survai kepuasan pelanggan menggunakan data primer, penilaian kepuasan dengan cara derived satisfaction. Responden adalah peserta yang mengikuti pelatihan dan menginap selama 3 hari, berasal dari instansi Depkes, instansi Pemerintah non Depkes, dap Swasta. Dmmensi mutu yang digunakan untuk menilai kepuasan terdiri dari dimensi keandalan (reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), dan berwujud (tangible). Data yang dikumpulkan merupakan data primer dengan menggunakan kuesioner yang berisi 40 butir pernyataan tentang harapan dan kenyataan yang dinilai dengan skala liken, penilaian kepuasan dengan membandingkan antara kenyataan yang dialami dengan harapan yang diinginkan. Tempat penelitian dilaksanakan di Pusdiklat Kesehatan Depkes RI pada periode Januari sampai dengan April 2002. Hasil peneltian, dari 109 orang peserta pelatihan didapatkan 24 % puas dan 76 % tidak puas. Karakteristik individu didapatkan rata-rata umur peserta 44,79 tahun, peserta terbanyak laid-laid (58,7 %), pendidikan terbanyak pendidikan tinggi (77 %), sebagian besar memiliki 2 orang anak (56 %) dan rata-rata masa kerja 20 tahun. Kepuasan pada tiap dimensi yang terendah pada dimensi reliability (25,7 %) dan kepuasan yang tertinggi pada dimensi empathy (55 %). Kepuasan pada flap ruangan didapatkan yang terendah di ruang depan (36,7 %) dan kepuasan yang tertinggi di ruang makan (44 %) Rata-rata tingkat kepuasan pads faktor yang mempengaruhi kepuasan pada semua dimensi mutu layanan adalah 91 %, yang terendah pada dimensi reliability yaitu 88 % dan yang paling tinggi pada dimensi empathy (96 %).Kesenjangan yang tertinggi pada dimensi reliability dan dimensi responsiveness. Dan 5 variabel yang diteliti hanya satu variabel yang berhubungan dengan kepuasan, vaitu variabel pendidikan. Kesimpulan, secara umum kepuasan masih rendah, menunjukkan kinerja masih di bawah harapan. Disarankan agar pemegang kebijakan di Pusdiklat Kesehatan Depkes R1, menetapkan standar mutu pelayanan, memberikan kesempatan kepada semua petugas yang berhubungan langsung dengan pelanggan untuk mengikuti pelatihan dalam bidang customer service. melengkapi sarana dan prasarana sesuai harapan peserta, serta melakukan pemantauan terhadap mutu pelayanan. Selain itu, petugas yang berhubungan langsung dengan pelanggan diharapkan agar melaksanakan pelayanan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, meningkatkan keterampilan dalam bidang customer service, melakukan evaluasi pelatihan dengan menggunakan forrnulir yang teiah disesuaikan dengan dimensi mutu layanan, memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terutama reliability dan responsiveness karena memiliki kepuasan yang paling rendah, memiliki kesenjangan yang paling tinggi dan memiliki rata-rata tingkat kepuasan yang paling rendah. Prioritas utama yang harus ditingkatkan adalah mengganti alat tenun seperti sprei secara teratur, menyiapkan alat bantu pelatihan, serta menjaga kebersihan dan kerapihan kamar mandi. Peneliti lain yang berminat, diharapkan dapat mengembangkan penelitian tentang kepuasan pada dimensi mutu yang lain, responden adalah semua pelanggan termasuk pelanggan internal. Daftar bacaan 34 (1980-2001)
Factors Which Related With Trainees Satisfaction Regarding Centre For Education and Training Health Supporting Services, Ministry of Health , The Republic of Indonesia, Year 2002As a training organizer institution, Center of Education and Training Health (known as Pusdiklatkes). Ministry of Health, the Republic of Indonesia has a responsible to the quality of training technical services and training supported services that oriented to customer satisfaction, Boarding house merits level can be used to evaluate quality because it is an out come indicator, unfortunately still low which is 32,8 % in the year of 1999/2000 and declining to 29,17 % in the year of 2000 (Pusdikiat Profile, year 2000). The aim of this study was to get descrption illustration of trainee's satisfaction regarding Pusdiklatkes services and factors which are related with it. The study design was cross sectional with a quantitative approach and I09-sample size. Customer satisfaction data collection used primer data and derived satisfaction method for evaluating the satisfaction. The respondents were trainee's who stay 3 days or more, from Ministry of Health instance, other Government's instances and private. Quality dimensions, which used to evaluate the satisfaction, were reliability, responsiveness, assurance, emphaty and tangible. The data that had been collected ware primer data using questioner containing 40 certain element about expectation and performance which evaluated by Likert scale, satisfaction evaluating by comparing the performance that happen with the longing expectation. Study site conducted in Pusdiklatkes in the period of January to April 2002. Study result, from 109 trainees, 24% satisfied and 76% dissatisfied. Individual characteristic that are trainees average age were 44,79% years old, majority were male trainees (58,7%), greatest education were high level education (77%), most of them had 2 children (56%) and had an average working experience about 20 years. The satisfaction of each dimension, reliability was the Iowest (25,7%) and the highest satisfaction was in empathy (55%). The satisfaction in each room, the lowest was in the front room (36,7%) and the highest was in the dining room (44%). The satisfaction average level with the factors which influences the satisfaction in all quality services dimensions was 91% the lowest in reliability which was 88% and the highest in empathy dimension (96%). The highest divergence was between reliability and responsiveness. Among 5 variable, only 1 variable that had relationship with satisfaction, which was education variable. Conclusion, in general the satisfaction is still low, pointed that the appraisal were still unexpected. It is suggested that stakeholders in Pusdiklatkes define the deliver quality services standard and give chances to a all staff which interacted directly with the customer to joint a training in customers services, complete the equipment and provising according to trainees expectation, and monitored the quality services. Beside that, staff which directly contacted with the customer have to deliver the services appropriate with the define procedures, improving skills in customer services used the evaluation form with the quality dimension. Pay attention to factors which influences the satisfaction, especially reliability and responsiveness because those were the lowest average level satisfaction, the highest divergence and the lowest average level of appropriateness. The main priority, which has to be improved, is to change the weaving-room such as bed sheet regularly, provide training supporting equipment and prevent bathroom/toilet hygiene and neatness. Refferences: 34 (1980-2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T5603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Somad
Abstrak :
Kompetensi merupakan seperangkat tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan tertentu yang harus dimiliki oleh seorang guru. Sedangkan kompetensi yang harus dimiliki seorang guru atau dosen dalam mengajar antara lain ; kemampuan merencanakan dan mempersiapkan pengajaran, kemampuan menguasai materi pelajaran, kemampuan mengumpulkan dan menggunakan hasil belajar, kemampuan melakukan hubungan interpersonal dan kemampuan tanggung jawab profesi. Kesemuanya ini harus dimiliki sebagai bekal untuk melaksanakan proses belajar mengajar. Penelitian ini menggunakan metoda non-eksperimental dengan rancangan potong lintang. Penelitian ini dilakukan pada Akademi Keperawatan Depkes Jambi dengan jumlah 45 dosen tetap dan tidak tetap yang mengajar mata kuliah keperawatan, sedangkan mahasiswa semester I, Ill dan V tahun 2001 yang terpilih secara acak untuk menilai kemampuan dosen. Sedangkan tujuan penelitian ini dibuat untuk memdapatkan gambaran tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kompetensi mengajar dosen mata kuliah keperawatan di Akademi Keperawatan Depkes Jambi. Hasil analisis univariat tentang kompetensi mengajar dosen, menyatakan dari 45 responder 53,3% memiliki kemampuan mengajar baik, 36,7% dosen memiliki kemampuan belajar kurang baik. Basil analisis bivariat variabel umur, beban mengajar, pelatihan dan laboratorium keperawatan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kompetensi mengajar, dimana nilai p valuenya < 0,05 dengan demikian keempat variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan uji rasio log-likelihood untuk dijadikan kandidat yang akan dimasukkan kedalam model multivariat. Dan basil akhir penyeleksian model multivariat terdapat dua variabel yang tersisa yaitu variabel beban mengajar dan pelatihan dengan nilai p valuenya < 0,05, sedangkan variabel pelatihan secara statistik mempunyai hubungan yang dominan dengan kompetensi mengajar. Disarankan bagi Pusdiknakes agar program pendidikan pelatihan frekuensinya perlu ditingkatkan. Bagi Dinas Kesehatan Prnvinsi Jambi melaknkan supervisi dan pembinaan kebawahan secara kontinyu, memberikan kemudahan dan izin pada staf dosen untuk mengikuti pelatihan. Bagi Direktur perlu melakukan supervisi kebawahan, melakukan koordinasi dengan seksi pendidikan dalam pemerataan jumlah jam mengajar, memberikan kemudahan kepada staf dosen untuk mengikuti pelatihan, melengkapi dan menyediakan media pengajaran, jumlah buku keperawatan dan memanfaatkan sarana laboratorium untuk membimbing mahasiswa dalam perkuliahan. Bagi dosen melakukan instrospeksi diri dan melakukan perbaikan serta meningkatkan kemampuan secara bersama dalam hal; mengikuti pendidikan lanjutan, akta mengajar, pelatihan, menggunakan perpustakaan dan laboratorium keperawatan sebagai somber belajar. Bagi peneliti lain, sebaiknya dalam penelitian menggunakan metoda yang kombinasi, memperbanyak jumlah responden dan menambah subjek penilai kemampuan dosen. Pustaka : 50 (1975 - 2001)
Analysis of Factor that Related to Lecturer's Teaching Competence in Nursing Subject at Nursing College, Jambi, 2001 Competence is a set of behavior, skill and certain knowledge that should be owned by a lecturer. While the competence that should be owned by them in lecturing, among others, the ability to plan and prepare of lecturing, the ability of mastering the subject material, the ability to collect and use the result of learning, the ability to do interpersonal skill and responsibility to profession. These all that mentioned above should be owned as an asset to do in learning process. This study used non-experimental method with cross-sectional design. This study was implemented at Nursing College, Ministry of Health, Jambi with number of lecturer is 45 permanent and temporary who was lecturing on nursing subject, while the students of semester I, III and V in 2001 whose selected randomly to evaluate the ability of those lecturers. The objective of this study was to obtain the description on the factors that related to lecturer's teaching competence in nursing subject at the Nursing College, MOH, Jambi. The result of univariate analysis on lecturer's teaching competence showed that 45 respondents out of 53,3% having good ability in lecturing, and 36,7% of lecturers having less ability. Based on bivariate analysis on age variable, lecturing responsibility, training and nursing laboratory having relationship to the significant of teaching competence, where the p value was < 0,05. So those four variables, at the first should be conducted ratio log likelihood to be becomed candidate, which will be inserting in multivariate model. Based on it, there was two variables that remaining, those were variable of lecturing responsibility and training with p value < 0,05, while the variable on training was statistically has relationship that dominant to teaching competence. It was recommend to the Center for Education and Training of Health Personnel, MOH to increase its frequency in training. For Local Health Service, Jambi Province to do the supervision and guidance to its subordinate continually, giving permission and priority to teaching member to follow training. For the director to generate the number of hour in lecturing, giving priority to teaching member to follow a training, to fulfill and provide teaching media, number of nursing book and utilization of laboratories to guide the students in lecturing. For lecturer should self-introspection and improving the ability in lecturing, such as continuing to advance learning, lecturing, and training, using library and nursing laboratories as source of learning. For other researchers should use combination method, increasing the number of respondent and adding the evaluation subject whose evaluate the ability of their lecturers. References: 50 (1975-2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T8231
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chodidjah Alie
Abstrak :
Kepuasan pasien adalah salah satu indikator untuk mengukur mutu pelayanan di rumah sakit. Kepuasan pasien yang rendah menggambarkan ketidak-sesuaian persepsi antara pasien dan penyedia layanan. Keadaan ini dapat mendatangkan image yang kurang baik terhadap suatu tempat pelayanan kesehatan, khususnya milik pemerintah yang selama ini sering dianggap berkualitas rendah. Penelitian ini bertujuan mcmperoleh gambaran tentang tingkat kepuasan pasien di ruang rawat Inap RSU Raden Mattaher Jambi sesuai dengan karakteristik dan kelas perawatan pasien terhadap pelayanan rawat Inap. Pengukuran tingkat kepuasan dilakukan terhadap 100 responden dari berbagai tingkatan kelas dan ruang perawatan melalui pengisian kuesioner secara self administered. Jenis penelitian adalah cross sectional. Menggunakan data primer dengan analisa univariat, bivariat, multivariat dan tingkat kesesuaian antara harapan dan kenyataan tentang pelayanan yang diterima pasien di ruang rawat Inap yang tergambar dalam importance performance analysis. Hasil penelitian menunjukkan proporsi pasien yang puas terhadap pelayanan rawat Inap sebesar 67% dan yang tidak puas 33%. Dari aspek pelayanan rawat Inap, proporsi pasien yang puas terhadap pelayanan dokter 49%, pelayanan perawat 47%, pelayanan makanan/menu 28%, fasilitas perawatan 06% dan lingkungan perawatan 41%. Karakteristik pasien yang mempunyai hubungan signifikan (p 0,030) dan mempunyai pengaruh yang dominan (p=0,015 dan p-wa1d 0,019) dengan tingkat kepuasan pasien adalah pekerjaan. Rata-rata harapan pasien adalah 3,43 dan rata-rata kenyataan yang diterima pasien adalah 2,98 dengan tingkat kesesuaian 86,88%. Belum ditemukan faktor-faktor yang menjadi prioritas utama (kuadran A) yang menjadi kelemahan dalam pelayanan rawat Inap di RSU Raden Mattaher Jambi dan terdapat 9 faktor yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan keberadaannya (kuadran B) sebagai kekuatan yang dimiliki rumah sakit. Hasil diatas menunjukkan bahwa tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rawat Inap di RSU Raden Mattaher Jambi masih rendah. Penulis menyarankan kepada pihak RSU Raden Mattaher Jambi untuk melakukan pemantauan dan evaluasi tingkat kepuasan pasien secara kontinyu melalui kotak saran dan survei kepuasan pasien setiap 1-3 bulan. Melakukan pelatihan manajemen pelayanan rawat inap secara berkesinambungan bagi pelaksana pelayanan, melengkapi fasilitas perawatan seperti pengadaan bel pada setiap kamar perawatan dan memberikan lingkungan perawatan yang tenang, aman, nyaman serta terhindar dari segala kebisingan, mencari dana untuk memenuhi fasilitas dan lingkungan perawatan sesuai kebutuhan pasien.
Analysis of Patient Satisfaction Level at Inpatient Ward of Raden Mattaher Jambi General Hospital in 2002Patient satisfaction is one of indicators to measure the quality of service in hospital. The low of patient satisfaction describes the inappropriateness perception between patient and service provider. This condition can invite bad image to a place where provide health service, especially to State Owned Enterprises, where presently considered having low quality. The objective of this study is be obtain the description of patient satisfaction level at inpatient ward of Raden Mattaher Jambi General Hospital, based on characteristic and class of inpatient service. The measurement of satisfaction level was conducted to 100 subjects of variety classes and wards through self-administered questionnaire with cross sectional design. The result of study showed that proportion of patient that satisfied to inpatient ward service was 67% and unsatisfied was 33%. When it seen from inpatient service aspect, the proportion of patient that satisfied to doctor service was 49%, nursing service 47%, menu service 28%, care facility 06% and care environment 41%. Characteristic of patient that having significant relationship (p=0,030) and influence that dominant (p=0,015 and p-ward=0,019) with patient satisfaction level was occupation. The average of patient wish was 3,43 and average fact that accepted by patient was 2,92 with the appropriateness level were 86,88. It has not found yet the factors that become main priority (quadrant A), which become weakness in patient service at Raden Mattaher Jambi General Hospital. There also nine factors that should be maintained and improved its availability (quadrant B) as power that owned by hospital. The above result shows that patient satisfaction level to inpatient service at Raden Mattaher Jambi General Hospital as still lower. It is recommended to Raden Mattaher Jambi General Hospital to do controlling and evaluation on patient satisfaction level continually through suggestion box and survey on patient' satisfaction every 1-3 month. Training quality management of care in patient continuously for service provider, supply facility like bell in every patient's room, and create environment caring in silent, safety, comfort and free of noising and looking relief fund for complete with facility and environment caring according to patient's necessaries.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10638
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Yulistio
Abstrak :
Organisasi Dinas Kesehatan Kota Pontianak dimasa depan dituntut untuk lebih profesional bukan saja karena desakan dan tuntutan dari masyarakat pengguna, akan tetapi juga karena adanya perubahan -kewenangan pemerintahan daerah. Untuk menghadapi tuntutan tersebut perlu diantisipasi dengan baik agar Dinas Kesehatan Kota Pontianak mampu secara cepat dan tepat mengakomodir tuntutan tersebut. Keadaan yang dihadapi saat ini, dalam rangka mengantisipasi otonomi daerah tersebut adalah rendahnya kinerja organisasi. Untuk memperbaiki kinerja tersebut maka dilakukan suatu kegiatan intervensi budaya mutu dengan model kalakarya, berupa pembinaan dan pembimbingan Total Quality Management terhadap kinerja organisasi Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Masalah kinerja yang diteliti disini, dibatasi dalam lingkup Kinerja Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Kepala Seksi Pemulihan Kesehatan selaku Koordinator Organisasi Tim SP2TP Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang pengaruh intervensi budaya mutu terhadap kinerja SP2TP serta diketahuinya komponen-komponen yang penting sebagai karakteristik budaya organisasi yang berorientasi Total Quality Management untuk peningkatan kinerja SP2TP. Kegiatan intervensi ini merupakan action reseach, dengan jenis penelitian Quasi Experiment Design dan bentuk desain penelitiannya Non Randomized Pretest Posttest (Self} Control Group Design, yang dilakukan oleh Tim dari FKM-UI bekerja sama dengan Kanwil Depkes Propinsi Kalimantan Barat. Peneliti membatasi diri pada penelitian kualitatif untuk menganalisa pengaruh intervensi tersebut terhadap Kinerja SP2TP Dinas Kesehatan Kota Pontianak, dengan analisis thematic approach. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pengamatan dan wawancara mendalam. Jumlah sampel untuk wawancara mendalam sebanyak 10 informan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa adanya perubahan peningkatan kinerja SP2TP secara bertahap, namun hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena: Pertama; penghayatan visi dan misi serta tugas pokok dan fungsi, baru sampai pada tahap "awareness" untuk revitalisasi visi dan misi organisasi Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Kedua; koreksi hasil entri data laporan SP2TP serta pengolahan dan analisanya tidak dilakukan oleh para pengelola program selaku anggota tim SP2TP karena koordinator SP2TP tidak melaksanakan koordinasi dalam proses manajerial SP2TP Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Kinerja SP2TP Dinas Kesehatan Kota Pontianak masih rendah. Rendahnya Kinerja SP2TP ini mengakibatkan keputusan yang diambil oleh jenjang administrasi kesehatan yang lebih tinggi berdasarkan informasi yang bersumber dari data Laporan Triwulanan SP2TP yang kualitas datanya kurang terjamin/datanya tidak valid. Hal ini disebabkan karena tidak diberdayakannya para pengelola program selaku anggota tim SP2TP dalam proses manajerial SP2TP melalui koordinasi lintas program serta kurangnya penghayatan visi dan misi serta tugas pokok dan fungsi para pelaksana dan pengelola program yang merupakan komponen penting dalam peningkatan kinerja disamping komponen kepemimpinan dan ketrampilan manajerial dari Koordinator Tim SP2TP Dinas Kesehatan Kota Pontianak yang kurang mendukung. Untuk meningkatkan kinerja SP2TP Dinas Kesehatan, disarankan untuk menghayati tugas pokok dan fungsi Organisasi Tim SP2TP dan menggerakan pelaksanaan koordinasi lintas program untuk memberdayakan Anggota Tim SP2TP yang dipimpin oleh Koordinator SP2TP, sehingga adanya keterpaduan pencatatan dan pelaporan antar program, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja SP2TP khususnya dan kinerja Dinas Kesehatan Kota Pontianak pada umumnya. Daftar bacaan : 32 (1987 - 2000)
The Health Department of Pontianak City is expected to become more professional in the near future. Such expectation arises from not only the people but the change of local government administration. To be able to meet the expectation immediately and appropriately, the Health Department of Pontianak City should have a sound anticipatory measure. The existing problem in anticipating local autonomy is inadequacy in the performance of the Health Department. To improve the performance, therefore, a quality culture intervention is conducted. The intervention takes a periodical workshop model in which training and coaching concerning Total Quality Management on the performance of the Health Department are provided. The problem of performance under this study was focused on Kinerja Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) or Performance of Puskesmas Integrated Recording and Reporting System. The implementation of SP2TP was under the coordination of Chief of Health Recovery Section who acted as the coordinator of SP2TP team of the Health Department. This study was aimed at collecting in-depth information on the effect of the quality culture intervention on the performance of SP2TP as well as examining significant characteristics of the organization culture that are Total Quality Management oriented in the improvement of SP2TP performance. The intervention was conducted by means of action research. The research employed a Quasi Experiment Design and the research design was Non Randomized Pretest and Posttest (Self) Control Group Design conducted by a team of FKM-UI in cooperation with the Provincial Office of the Health Department of West Kalimantan. The researcher limited the study to a qualitative one attempting to analyze the effect of such intervention on the performance of SP2TP of the Health Department of Pontianak City. The analysis used a thematic approach. Data collection was conducted by means of observation and in-depth interview. The number of respondents involved in the interview was 10. The study result shows that there is a gradual improvement in the performance of SP2TP although the output has not met the set goal, yet. There are some reasons underlying such output. First, in terms of vision, mission, main tasks and functions, the organization has reached an "awareness" phase to revitalize its vision and mission. Second, correction, analysis and use of data entry results of SP2TP reports have not been carried out by the program operatives as members of SP2TP team. Such members' performance is caused by lack of coordination by the SP2TP coordinator in its managerial process. The study concludes that the performance of SP2TP of the Health Department of Pontianak City is still low. The low performance affects the quality of decisions made by higher health administration because the SP2TP three-monthly reports by which the decisions are made may be less reliable and valid. Such low performance is caused by less empowerment of the program operatives as members of SP2TP team in its managerial process through cross program coordination. Another reason is that the vision, mission, main tasks and functions of the program operatives. which are significant components in the performance improvement, are not fully comprehended. In addition, the low performance is due to inadequacy of leadership and managerial skills of the team coordinator. To improve the performance of SP2TP team, main tasks and functions of the SP2TP team have to be fully understood, the coordinator of SP2TP team should conduct cross program coordination and team member empowerment so that the recording and reporting among programs can be integrated and the performance of SP2TP in particular or the Health Department of Pontianak City in general is eventually improved. References: 32 (1987 - 2000)
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T 10283
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Zaim
Abstrak :
Angka kematian bayi dan angka kematian ibu di Kalimantan Barat masih tinggi, karena cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan masih rendah. Cakupan pertolongan persalinan di Kabupaten Sanggau paling rendah dari Kabupaten dan Kota lainnya di Kalimantan Barat, kemungkinan karena kinerja bidan PTT di desa masih rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengelahui gambaran kinerja bidan PTT di desa dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja tersebut meliputi: status perkawinan, pelatihan, lama kerja, tempat tinggal, supervisi, jumlah dukun bayi dan dukungan pemerintah desa di Kabupaten Sanggau tahun 1999. Metode penelitian dengan rancangan potong lintang dan sample seluruh populasi sebanyak 137 responden. Pengumpulan data dilakukan wawancara langsung. Analisis data dengan univariat, bivariat menggunakan chi Kuadrat dan multivariat menggunakan Regresi Logistik. Hasil penelitian kinerja bidan PTT di desa relatif rendah, dimana cakupan pertolongan persalinan S 27% dari target sebesar 50,1%. Variabel yang terbukti bermakna adalah pelatihan, lama kerja dan supervisi. Pelatihan memberikan kontribusi relatif dominan terhadap peningkatan kerja bidan PTT di desa. Disarankan adanya kebijakan pelatihan, meneruskan perpanjangan kontrak kerja dan kewenangan pengangkatan bidan PTT atau PNS oleh pemerintah daerah. Adanya program perencanaan prioritas pelatihan, penempatan dan kemandirian bidan PTT serta supervisi. Selanjutnya agar diadakan penelitian jenis latihan dan supervisi yang efektif dan efisien serta lama kerja yang dapat meningkatkan kinerja.
Factors that Correlate with Delivery Performance of On-Contract-Basis Midwives in Village in Sanggau District West Kalimantan Year 1999 Infant Mortality and Maternal Mortality rates in West Kalimantan remain high as consequence of coverage of delivery service by health workers is still small. The coverage of delivery service in Sanggau District is the lowest one compare to other districts or cities in West Kalimantan. This may be related to low delivery performance of on-contract-basis midwives of villages in the district. The purpose of this study was to investigate the performance of on-contractbasis midwives in villages and factors that correlate with the performance. The factors are : marital status, training, duration of work in village, residence, supervision, number of traditional birth attendant and support from the village office in Sanggau District in 1999. The study employed a cross sectional design and the number of selected sample from the population was 137 respondents. Data were gathered by direct interviews. Data analysis was carried out by means of univariat, bivariat tests using Chi-Square and multivariat test using Logistic Regression. The study result reveals that the delivery performance of on-contract-basis midwives in villages in the district is relatively low in which the coverage of the delivery service of S 27% of the target reached from 50.1%. It is also revealed that training, duration of work and supervision correlate significantly with the performance. Training contributes relatively dominantly to the improvement of the delivery performance of on-contract-basis midwives in the villages. This study recommends that training policies be established, work contract be extended and recruitment of on-contract-basis midwives and state-employed midwives be authorized- to the local government. This study also recommends that there should be programs that cover training priority planning, distribution and independence of on-contract-basis midwives as well as supervision. There should also be studies focusing on effective and efficient training and supervision programs as well as on duration of work thay may lead to improvement of delivery performance.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T 10499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuswardi Azwar
Abstrak :
Angka kematian ibu bersalin di Indonesia masih tetap tinggi. Secara umum, diterima batasan estimasi tingkat kematian ibu bersalin sekitar 400/100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia sekitar. 19.000 wanita meninggal setiap tahunnya karena komplikasi kehamilan, aborsi dan persalinan, itu berarti bahwa setiap harinya akan meninggal sebanyak 52 wanita. Banyak faktor sebagai penyebab kematian ibu bersalin baik penyebab langsung yang sering dikaji yaitu trias klasik (perdarahan, preeklamsia/eklamsia dan infeksi) maupun penyebab tidak langsung yang diakibatkan karena keterlambatan penanganan dan pengambil keputusan mulai di tingkat rumah tangga sampai di pelayanan kesehatan modern. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui faktor-faktor tidak langsung yang menyebabkan kematian ibu bersalin. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dikatagorikan sebagai deskriptif - interpretatif. Pada proses penelitian ini data-data yang dikumpulkan berdasarkan informasi yang diperoleh langsung dengan wawancara dan observasi dari para saksi atas kematian ibu bersalin yang terdiri dan suami, ibu kandung/mertua, saudara lainnya, bidan, dukun bayi, dokter atau saksi lainnya yang mengetahui perihal kematian ibu. Setiap kasus rata-rata akan diperoleh sekitar 6-8 saksi, sehingga dengan jumlah 12 kasus yang ditelusur diperoleh sekitar 76 saksi. Studi ini berangkat dan kerangka analisis yang digunakan oleh Thaddeus dan Maine yang mengajukan adanya tiga proses keterlambatan dalam pencarian pengobatan. Dari hasil yang diperoleh di wilayah studi dapat disimpulkan bahwa keterlambatan dalam penanganan dan pengambil keputusan banyak terjadi pada fase satu. Hal ini banyak disebabkan karena masih kentalnya praktek-praktek tradisional dalam perawatan kehamilan, persalinan dan paska persalinan, terbatasnya pengetahuan ibu akan kehamilan, adanya keengganan untuk mencari pelayanan kesehatan modern sehingga ibu lebih menyukai untuk mencari pelayanan alternatif dengan memanfaatkan jasa dukun bayi, masih banyaknya anggapan bahwa kehamilan adalah urusan wanita (status wanita). Sedangkan dengan adanya sebaran fasilitas kesehatan yang cukup banyak ditambah dengan sarana dan prasarana transportasi yang cukup memadai seharusnya fasilitas kesehatan modern dapat dimanfaatkan lebih optimal. Masih belum baiknya sistim rujukan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan disamping masih terlihat kurang memadainya kesiapan tenaga kesehatan yang ada serta ketiadaan sarana untuk penanganan, kasus kehamilan dan persalinan. Berdasarkan hasil temuan penelitian maka disarankan untuk sasaran intervensi kesehatan ibu hamil diperluas kepada suami dan anggota keluarga lainnya. Perlu pula keterlibatan perangkat desa untuk mengumpulkan data-data ibu hamil serta membantu untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek tradisional. Untuk lebih mengefektifkan peran bidan sekaligus meningkatkan pengetahuan medis dukun bayi, perlu adanya insentif (reward) bagi dukun bayi yang setiap kali melakukan pertolongan persalinan meminta didampingi bidan desa. Perlu dilakukan secara berkala pelatihan terhadap tenaga kesehatan. Samna langkah yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil hendaknya diikuti dengan sistim pengawasan yang berkesinambungan.
Maternal Mortality Rate in Indonesia was still high. Generally, it was accepted that the estimation limit of maternal mortality rate is about 400/100.000 living birth. In Indonesia, it is approximately 19.000 women died every year because of pregnancy complication, abortion and delivery, it means that every day there are 52 women die. Many factors as the causes of maternal mortality (death) both direct causes which are frequently studied namely classical tried (hemorrhaging, preeklamsia/eklamsia and infection) and indirect causes which are caused because of lateness in handling and decision maker beginning from house hold level until modern health service level. The aim of this study is to understand indirect causal factors caused maternal mortality (death). This study use a qualitative method categorized as descriptive - interpretative. In this study process, data are collected based on information which are obtained directly by conducting interview and observation witnesses for maternal mortality (death) consisted of husband, mother/mother in law, other relatives, midwife, birth attendant, doctor or other witnesses who knew about maternal mortality (death). Every case has 6 - 8 witnesses on average, so with 12 cases investigated there are about 76 witnesses. This study has a starting point from analysis frame used by Thaddeus and Maine who proposed there were three processes in medical seeking lateness. From the result obtained in study area, it can be concluded that lateness in handling and decision maker mostly happened in phase one. This matter is mostly caused because the traditional practices are still dominant in pregnancy care, delivery and post delivery, the mother knowledge about pregnancy is limited, there is reluctance to seek modern health care so mother likes to seek alternative care by using birth attendant services, there is assumption that pregnancy is women business (women status). Whereas many health facilities which are scattered adding by availability of transportation means and infrastructure, modem health care should be used more optimum. Patient referral system conducted by health providers is still poor, besides their readiness has not been improved and lack of means in handling pregnancy and delivery case. Based on the study findings, it is suggested that health intervention target should be extended from pregnant mother to her husband and other relatives. It is necessary to involve village apparatus in collecting data of pregnant mother and helping to change habits and traditional practices. To make the role of midwife more effective and to improve the medical knowledge of birth attendant, it is necessary an incentive (reward) for birth attendant, every time he/she helps delivery, he/she asks for help midwife. It is necessary to conduct a periodical training to the health providers. Every step conducted to improve health care especially health care to pregnant mother, it should be followed by a sustainable controlling system.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrizal
Abstrak :
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat perlu didukung oleh jenis tenaga yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Selanjutnya proses pemberian pelayanan ditingkatkan melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Pada tahun 1992 Departemen Kesehatan telah mengeluarkan buku Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas yang memuat uraian tentang standard terapi yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh seluruh dokter Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pengobatan. Dari hasil survey pendahuluan diketahui hampi 80 % dokter Puskesmas tidak mematuhi pedoman pengobatan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian sejak bulan September sampai bulan Oktober 2002, dengan pendekatan kuantitatif secara pengamatan (observasional) dengan dasar potong lintang (cross sectional) yang menggunakan sampel total populasi sebanyak 44 orang dokter Puskesmas di kota Jambi, dengan tujuan mengetahui gambaran kepatuhan, faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dokter Puskesmas terhadap penerapan pedoman pengobatan dalam penggunaan antibiotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 25 dokter Puskesmas (56,8 %) kurang patuh, sedangkan sisanya 19 dokter Puskesmas (43,2 %) patuh. Dari hasil uji Chi Square diketahui bahwa sikap dan persepsi dokter Puskesmas, supervisi dan ketersediaan obat di Puskesmas berhubungan bermakna dengan kepatuhan dokter Puskesmas terhadap penerapan pedoman pengobatan dalam penggunaan antibiotika. Dokter Puskesmas yang mempunyai sikap negatif tehadap pedoman pengobatan akan berpeluang kurang patuh 4,4 kali dari yang mempunyai sikap positif dan dokter Puskesmas yang memiliki persepsi kurang kondusif terhadap pedoman pengobatan akan berpeluang kurang patuh 7,2 kali dari yang memiliki persepsi kondusif. Supervisi yang kurang baik oleh atasan akan berpeluang dokter Puskesmas kurang patuh 8,6 kali dari supervisi atasan yang baik, sedangkan dokter Puskesmas yang memiliki ketersediaan obat tidak cukup akan berpeluang kurang patuh 20,5 kali dari yang memiliki ketersediaan obat cukup. Berdasarkan hasil tersebut terdapat beberapa saran untuk dinas kesehatan kota Jambi menyusun pedoman pengobatan yang bersifat lokal yang melibatkan seluruh dokter Puskesmas dengan melakukan penyesuaian Pedoman Pengobatan dari Departemen Kesehatan, mengkomunikasikan dan mensosialisasikan penggunaan pedoman pengobatan, melaksanakan lokakarya dengan tujuan tergalangnya kerja sama antar tenaga kesehatan, menyusun perencanaan obat menggunakan metoda morbiditas akan menghasilkan jumlah obat mendekati kebutuhan riil untuk masing-masing penyakit pada populasi, serta meningkatkan peran dinas kesehatan kota melakukan supervisi. Untuk dinas kesehatan propinsi Jambi perlu melakukan bimbingan teknis secara periodik tentang penggunaan dan pengelolaan obat di puskesmas, serta peran dokter Puskesmas menulis resep sesuai dengan standard terapi yang ada dan mengikuti kaedah penulisan resep yang lengkap. Saran untuk peneliti lain melakukan penelitian tentang dampak kemungkinan terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika Ampisilin, Arnoksisilin dan Tetrasiklin akibat pemberian yang tidak sesuai dalam interval waktu dan lama pemberian.
Analysis Of Health Center Staff's Compliance On Therapy Guidelines In Antibiotics Use In The Municipality Of Jambi, 2002In order to maintain the quality of public health service, available human resource, medicines, medical equipments, other supporting facilities, health delivery process, received compensation, and community, as user should be provided. Then, the health delivery process can be enhanced through quality improvement and professional health resources. In 1992 the Ministry of Health had published Primary Therapy Guidelines for Health Center that contains the explanation about standard of therapy that should be noticed and be conducted by all health staff in delivering therapy. From the preliminary survey, it was found that almost 80% of the health center staff (doctors) did not adhere to the therapy guidelines. Based on that matter, the study about the health center staff's compliance was conducted from September to October 2002. The study employed an observational quantitative approach as with cross sectional method and covered a sample of 44 doctors who work at health center in the Municipality of Jambi. The objective of this study was to find the description of compliance and factors related to the health center staff's compliance on application of therapy guidelines in antibiotics use. The study found out that 56.8% of the health center staff did not comply on the therapy guidelines and the rest (43.2%) complied on the therapy guidelines. A Chi square test showed that attitude and perception of health center staff, supervision, and drug supply related to the staffs compliance significantly. The staff who had negative attitude to the therapy guidelines was risky to have not quite compliance about 4.4 times of the staff who had positive attitude. The staff whose the lack of good perception was risky 7.2 times lower to have compliance than the staff whose good perception on the therapy guidelines. The staff who did not get good enough supervision from the higher manager gave a risk 8.6 times lower compliance than the staff who did get good supervision. Meanwhile, inadequate drug supply in the health center had risk about 20.5 times to not quite comply on the therapy guidelines. According to the result above, it is recommended to the Health Office in the Municipality of Jambi to make a local therapy guidelines which involves all doctors in the health center by conducting the adjustment of therapy guidelines that published by the Ministry of Health and also to make drug planning by using morbidity method which will result the quantity of medicine that is close to the real need for each disease in population, and to maintain the Health Office roles to do supervision as well. Recommendation for the Jambi Province Health Office, it is necessary to conduct technical assistance periodically about using and managing medicines/drug in the health center, and to maintain doctor roles to write the prescription appropriately with the principle of prescription writing. It is recommended to other researchers to conduct the study about the possible impact of bacterial resistance against antibiotics such as amphycillin, amoxycillin, and tetracyclin, caused by inappropriate time interval and time during period therapy delivery.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafik
Abstrak :
Kemarau panjang yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kekeringan yang berkepanjangan dan turut berkonstribusi timbulnya krisis ekonomi, moneter dan krisis pangan. Dampak ini sangat dirasakan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah terutama keluarga miskin. Untuk mencegah terjadinya peningkatan angka penderita gizi kurang pada balita keluarga miskin, maka pemerintah melaksanakan bantuan khusus pelayanan kesehatan dan gizi melalui Program Jaring Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK). Salah satu bentuk bantuan tersebut adalah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada Baduta (umur 6-23 bulan) dari keluarga miskin. Program PMT -P Baduta ini telah berjalan sejak tahun 1998, namun sampai saat ini belum diketahui sampai dimana keberhasilan program tersebut. Penelitian bertujuan untuk menganalisis sejauhmana keberhasilan program PMT-P baduta keluarga miskin dihubungkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam pelaksanaannya di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan. Disain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel terdiri dan 111 baduta keluarga miskin dan 45 kader yang terlibat langsung dalam pelaksanaan PMT-P. Pengolahan data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan PMT-P di Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan belum berhasil, bila dilihat dari indikator kenaikan berat badan baduta baru mencapai 47,7 % pencapaian cakupan baru 26,7 %. Ada hubungan bermakna antara prosedur pemberian dan tempat pemberian dengan kenaikan berat badan baduta (p<0,05), demikian juga terhadap pencapaian cakupan ada hubungan bermakna dengan variabel pencapaian sasaran, pendataan sasaran dan pendanaan. Dana PMT-P dari pusat masih kurang, banyak sasaran baduta keluarga miskin yang belum mendapat paket PMT-P, sementara itu prevalensi KEP masih cukup tinggi. Maka untuk mencegah KEP balita bertambah dan menjadi lebih buruk perlu dukungan dana yang berasal dari pemerintah daerah baik dukungan dana PMT -P maupun dana operasionalnya dalam rangka membangun surnber daya manusia sejak dini dan mencegah terjadinya lost generation.
Prolonged dry period in 1997 had impacted on extended drought and had contributed to the raise of economics, monetary, and food crises. These impacts were strongly felt among middle-low economic community especially those who were poor. To prevent the increasing prevalence of malnourished children among poor families, Government implemented a special aid in health and nutrition care through Social Safety Net in Health (JPS-BK). One form of the aid was Food Supplementation Program Recovery Type (PMT-P) targeted to children under two years old (6-23 months old) of poor families. This PMT-P program had been running since 1998, however until now there was no information about the success of the program. This study aimed to analyze how success was the PMT -P program in Rajabasa Subdistrict, District of South Lampung, as well as its contributing factors the program and, in turn, fulfill local community's demand. Design of the study is cross sectional. Subjects were 111 under two children of poor families and 45 cadres who directly involved in the implementation of PMT-P program. Data were analyzed univariately and bivariately. The study results show that the implementation of PMT-P program in Rajabasa Subdistrict was not successful as indicated by the increase of body weight which was only 47.7%, and very low coverage of 26.7%. There was significant relationship between supplementation procedure and place of supplementation with body weight increase (p
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
Abstrak :
Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah salah satu institusi panting dalam wilayah pelabuhan. Tugasnya adalah mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular tertentu melalui kapal laut/pesawat udara, memelihara dan meningkatkan sanitasi lingkungan di pelabuhan/bandara, di kapal laut/pesawat udara dan pelabuhan lintas batas. Tugas lainnya adalah memberikan pelayanan kesehatan terbatas di pelabuhan laut/bandara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beban kerja Kantor Kesehatan pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dirasakan amat tinggi untuk dilaksanakan oleh jumlah pegawai yang tersedia. Faktor keamanan adalah kendala utama dalam pelaksanaan tugas. Kedisiplinan sangat diperlukan dalam penyelesaian tugas tanpa mengeyampingkan Standard Operational Procedure (SOP) yang telah ditetapkan. Penelitian ini dilakasanakan untuk mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan di Banda Aceh dan Lhokseumawe. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Jumlah sampel terdiri atas 42 orang. Variabel yang diteliti adalah faktor individu yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, masa kerja, pendidikan dan tingkat pengetahuan. Faktor organisasi mencakup kepemimpinan, imbalan, struktur, dan supervisi serta faktor psikologis yang meliputi persepsi dan motivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan sebesar 81,0% berkategori baik. Hasil analisis bivariat memperlihatkan bahwa faktor individu signifikan yang berhubungan dengan kinerja adalah variabel status perkawinan, dengan nilai p = 0,029, OR 2,00 (95% CI: 1,44-2,77). Faktor organisasi dengan variable struktur organisasi memiliki nilai p= 0,029, OR 5,20 (95% CI : 1,36-19,77), sedangkan faktor psikologis adalah variabel persepsi dengan nilai p =0,04I, OR 4,71 (CI: 1,25-17,71). Dari hasil penelitian ini, disarankan kepada pihak Pemerintahan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui Dinas Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam untuk memperhatikan dan mengambil langkah-langkah pembinaan, pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan kepada pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pimpinan Kantor Kesehatan Pelabuhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disarankan untuk menekankan tugas dan tanggungjawab terhadap pekerjaan kekarantinaan kepada pegawai melalui pertemuan berkala. Pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan disarankan untuk terus mempertahankan kerja sama dalam pelaksanaan tugas. Penulis menyadari keterbatasan dalam rancangan penelitian dan variabel penelitian ini, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan yang meliputi variabel yang lebih lengkap serta instrumen pengukuran kinerja yang lebih spesifik dan akurat di masa akan datang.
The works of Port Health Office in the Province of Nanggroe Aceh Darussalam is overloaded to carry by the number of available staffs. Security factors is one of the main constraints in carrying out the work. Discipline is really necessary in completing the task, without putting Standard Operational Procedure (SOP) aside. This research is conducted in order to know the determinant factors to the work performance of Port Health Office staffs in Banda Aceh and Lhokseumawe. The design of the research is cross sectional study. Samples are 42 respondents. The variable observed are individual factor (age, sex, marriage status, work period, education and level of knowledge), organizational factor (leadership, reward, structure, and supervision), and psychological factor (perception and motivation). The result of the study showed that the performance of the Port Health Office staffs, as much 81.0 % is in good category. The result of bivariat analysis showed that individual factor which is significantly related to the work performance is marriage status variable, with p value = 0.029, OR 2,00 (95 % CI: 1,44-2,77). Organizational factor is significantly related to the work performance is the organization structure variable, with p value = 0,029, OR 5,20 (95 % CI: 1,36-19,77), while psychological factor is perception variable with p value= 4,041, OR 4,71 (CI: 1,25-17,71) From the result of the study, it is suggested to the Provincial Government of Nanggroe Aceh Darussalam through Provincial Health Authority to pay attention and take certain measures in continual guidance, education, and training to the staffs of Port Health Office staffs. The Head of Provincial Health Authority of Nanggroe Aceh Darussalam is suggested to emphasize the responsibility and quarantine works to the staffs in periodical meeting. The staffs of Port Health Office are suggested to preserve the corporation among the staffs in carrying the work. The writer, however, feels there are limitations in the research?s methodology and variables. Therefore, it is necessary to conduct further studies that have more complete variables and more specific and accurate measure instrument of work performance.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12771
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>