Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evania Maharani Setiowati
"Hubungan emosional muncul sebagai pendorong terkuat untuk membeli barang yang berhubungan dengan idola K-Pop favorit mereka. Tan Xuan Ni (2023) menemukan bahwa respons emosional dan kognitif yang kuat mendorong niat membeli barang idola yang lebih tinggi. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh hubungan emosional ketika idola K-Pop ditunjuk menjadi duta merek terhadap perilaku pembelian terhadap produk atau layanan yang didukung, di Asia Tenggara, dengan fokus di Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Peran idola K-Pop sebagai duta merek berdampak signifikan terhadap perilaku pembelian. Kusumawardhany dan Karya (2024) menyoroti bahwa kesukaan dan daya tarik idola K-Pop menjadikannya alat periklanan yang kuat, sehingga meningkatkan penjualan produk yang didukung. Temuan ini didukung oleh Kirana (2021), yang mencatat bahwa peluncuran produk terkait secara terus-menerus meningkatkan efek idola, sehingga meningkatkan antusiasme dan loyalitas konsumen dalam fandom. Metode yang digunakan adalah tinjauan pustaka, yaitu analisis dan evaluasi kritis terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada dan berhubungan langsung dengan topik yang dituju. Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hubungan emosional dan kolektibilitas duta merek mendorong pembelian merchandise K-Pop di Asia Tenggara, memberikan pemahaman komprehensif tentang interaksi antara emosi konsumen dan strategi pemasaran dalam konteks budaya yang unik ini.
Emotional connection emerges as the strongest driver, with consumers expressing a greater intent to purchase items related to their favorite K-Pop idols. Tan Xuan Ni (2023) found that strong emotional and cognitive responses drive higher purchase intentions for idol goods. This study explores the influence of emotional connection when K-Pop idols are appointed to be a brand ambassador on purchasing behavior towards products or services endorsed, in South-East Asia, focusing on Indonesia, Malaysia and Thailand. The role of K-Pop idols as brand ambassadors significantly impacts purchasing behavior. Kusumawardhany and Karya (2024) emphasized that the attractiveness and charm of K-Pop idols render them influential marketing instruments, enhancing the sales of sponsored merchandise. As Kirana (2021) found, the regular introduction of related products intensifies the idol effect and increases fanbase enthusiasm and loyalty. The approach used is a literature review, which means carefully assessing and analyzing earlier studies that have a direct bearing on the chosen topic. Clarifying how collectability of brand ambassadors and emotional connection affect K-Pop product purchases in South East Asia is the aim of this study. It attempts to provide a thorough knowledge of how, in this particular cultural setting, consumer emotions and marketing tactics interact."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Christine E Sedik
"Mobile Jurnalisme (Mojo) menjadi salah satu terobosan baru media berita Indonesia di tengah kecepatan informasi dan teknologi saat ini. Mobile journalism (Mojo) banyak dimanfaatkan untuk pengumpulan berita, produksi, hingga publikasi berita (Lestari, 2020). Hal ini membawa berbagai dampak dan perubahan signifikan dalam cara kerja jurnalis hingga bagaimana audiens mengonsumsi berita. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana mobile journalism membawa perubahan dan perkembangan dalam jurnalisme daring di Indonesia. Tulisan ini menggunakan metode analisis deskriptif, penulis membentuk ide yang berasal dari akumulasi pengetahuan yang telah dibagikan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Neuman, 2014:125) untuk mengkaji berbagai literatur dari penelitian terdahulu terkait perkembangan praktik mobile journalism di Indonesia.
Mobile Journalism (Mojo) is one of the new breakthroughs of Indonesian news media in the midst of the current speed of information and technology. Mobile journalism is widely utilized for news gathering, production, and news publication (Lestari, 2020). This brings various impacts and significant changes in the way journalists work and how audiences consume news. This research aims to see the extent to which mobile journalism brings changes and developments in online journalism in Indonesia. This paper uses a descriptive analysis method, the author forms ideas derived from the accumulated knowledge that has been shared by previous researchers (Neuman, 2014: 125) to review various literature from previous studies related to the development of mobile journalism (MOJO) practices in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Sofie Alexandra
"Fenomena hubungan parasosial menjadi sesuatu yang kerap diperbincangkan ketika membahas tentang musisi dan penggemar. Istilah yang dikemukakan oleh Donald Horton dan Richard Whorl pada 1956 (Brisco, 2021) itu kerap diasosiasikan dengan musisi pada era media sosial pada penelitian-penelitian di masa kini. Padahal, fenomena hubungan parasosial telah terjadi jauh sebelum istilah tersebut ada. Tulisan ini menjelaskan bagaimana hubungan parasosial antara musisi dan penggemarnya berkembang dalam rentang 100 tahun, dari masa radio (1920-an hingga 1930-an), masa televisi (1940-an hingga 1980-an), dan masa internet (1990-an hingga 2020-an). Walau diklaim bahwa hubungan parasosial yang kuat muncul pada era internet di mana teknologi sangat memadai untuk para penggemar mendapatkan konten yang beragam dan terkesan lebih intim ketimbang konten melalui teknologi kuno, penulis menemukan bahwa hubungan parasosial sejak zaman radio sudah kuat jika melihat konteks dari hiburan di masa itu.

The parasocial relationship phenomenon has become a subject that is often discussed in a conversation about the musician and fan relationship. The term–put forward by Donald Horton and Richard Whorl in 1956 (Brisco, 2021)–is often associated with musicians in the social media era in current research. While in fact, the parasocial relationship phenomenon occurred long before the term existed. This paper tries to explain how the parasocial relationship between musicians and their fans has developed over a period of 100 years, from the radio era (the 1920s to the 1930s), the television era (the 1940s to the 1980s), and the internet era (the 1990-s to the 2020-s era). Even though it is claimed that strong parasocial relationships emerged in the internet era, where the technology is advanced enough to provide fans with a variety of contents that feels more intimate in comparison to old technology, the writer finds that parasocial relationships even from the radio era has already been strong when we look at the context of entertainment during that time."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Anggi Ropininta
"Perluasan budaya populer Korea Selatan ke seluruh penjuru dunia beberapa tahun ke belakang secara pesat membuatnya digemari oleh banyak masyarakat dunia. Industri musik pop Korea Selatan atau yang dikenal sebagai K-Pop merupakan salah satu di antaranya. Kondisi tersebut didorong oleh masifnya pertumbuhan media sosial yang mampu menyebarkan informasi secara cepat dan luas. Dengan media baru tersebut, industri musik kemudian mencari berbagai cara untuk memasarkan musiknya ke seluruh dunia dan strategi transmedia storytelling menjadi salah satu strategi pemasaran yang disukai oleh industri kreatif. Dengan membangun narasi fiktif dan memperkenalkan worldview industri musik masa depan bernama SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment kemudian memulai strategi pemasaran transmedia. Di dalam jurnal makalah ini, peneliti berfokus untuk menelaah penggunaan strategi transmedia storytelling oleh SM Entertainment dan pemenuhan ketujuh prinsip dari strategi tersebut. Peneliti menggunakan metode konten analisis kualitatif dari berbagai konten yang diunggah oleh SM Entertainment melalui platform media sosial seperti instagram, twitter, dan youtube. Secara keseluruhan, agensi tersebut telah menerapkan ketujuh prinsip transmedia storytelling secara baik dengan kemampuan agensi tersebut untuk menarik perhatian dan partisipasi khalayaknya.

South Korean popular culture's expansion in the past few years has rapidly made it popular worldwide. The South Korean pop music industry, known as K-Pop, is one of them. This current condition is driven by the massive growth of social media and its ability to disseminate information quickly and widely. With this new media, the music industry is looking for various ways to market their music worldwide. Transmedia storytelling strategy is one of the marketing strategies favored by the creative industry. By building a fictitious narrative and introducing a worldview of the future music industry called SM Culture Universe (SMCU), SM Entertainment then started their transmedia marketing strategy. In this journal paper, the author focuses on examining the use of the transmedia storytelling strategy by SM Entertainment and the fulfillment of the seven principles of this particular strategy. The study uses a qualitative content analysis method of various content uploaded by SM Entertainment through social media platforms such as Instagram, Twitter and YouTube. Overall, the agency has implemented the seven principles of transmedia storytelling well with the agency's ability to attract audience attention and participation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Dewi Prameswari
"Meningkatnya aktivitas dalam jaringan sepanjang lima tahun terakhir serta mudahnya akses teknologi mengubah gaya masyarakat global dalam memproduksi maupun mengonsumsi konten, termasuk dalam bidang hiburan seperti bermain gim. Genshin Impact menjadi salah satu role-playing game (RPG) yang meledak di pasaran termasuk di Indonesia. Dengan menggunakan konsep transmedia branding dari Tenderich, peneliti ingin menggali bagaimana implementasi elemen tersebut dalam kampanye yang dilakukan Genshin Impact. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Hasil penggalian menunjukan bahwa penerapan transmedia branding oleh Genshin Impact didominasi oleh aspek partisipasi, dimana mereka memanfaatkan budaya populer, artis yang terlibat, serta penggemar untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam mempromosikan gim tersebut; sedangkan aspek lainnya yaitu naratif dan brand lebih tidak dominan meski tetap digunakan.

The growth of online activities in the last five years and the accessibility of technology have changed the way the global community produces and consumes content, including gaming. Genshin Impact became one of the role-playing-games (RPG) that exploded in the market, including Indonesia. By using the concept of transmedia branding from Tenderich, this paper would like to explore how the implementation of these elements in the campaign carried out by Genshin Impact. This research uses a qualitative approach with a content analysis method. The results show that the implementation of transmedia branding by Genshin Impact is dominated by the participation element, where they utilize popular culture, involving actresses and fans to increase their engagement in promoting the game; while the other aspects, namely narrative and brand, are less dominant even though they are still used."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahra Firdausya Sunaryo
"Komunikasi yang kini dimudahkan dengan kemunculan media sosial juga memiliki konsekuensi buruk, seperti aksi cancel culture yang berujung pada tindakan cyberbullying. Cancel culture merupakan sebuah praktik pemboikotan terhadap seseorang yang dianggap melanggar norma. Figur publik seringkali menjadi target utama cancel culture di internet dikarenakan rumor yang disebarkan di media sosial. Dengan menggunakan metode kualitatif studi kasus dan kajian literatur, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis cancel culture dan cyberbullying terhadap aktor Korea Selatan Kim Seonho dan idol Kim Garam di forum daring dan Twitter dengan konsep efek disinhibisi online, di mana batasan komunikasi hilang apabila dilakukan secara daring dibandingkan secara tatap muka. Hasil dari analisis menunjukkan bahwa empat dari enam dimensi efek disinhibisi online paling tampak di kasus cancel culture dan cyberbullying kedua figur publik ini, yakni dissociative anonymity, asynchronicity, dissociative imagination, dan minimization of status and authority, dengan anonimitas sebagai faktor utamanya.

The presence of social media in the contemporary media landscape has made communication more accessible. However, the emergence of such a platform also comes with cultural consequences, such as cancel culture–a practice of boycotting someone who is considered to have violated the norm–which often leads to cyberbullying. Public figures have become the main target of cancel culture which is amplified by the online rumors spread on social media. By using qualitative case study methods and literature review, this paper aims to analyze the cancel culture and cyberbullying against South Korean actor Kim Seonho and idol Kim Garam in online forums and Twitter, with the concept of the online disinhibition effect, where communication boundaries disappear as it takes place online. The result shows that four among six dimensions of the online disinhibition effect, namely dissociative anonymity, asynchronicity, dissociative imagination, and minimization of status and authority are present in the cancel culture and cyberbullying of these two public figures, with anonymity being the main factor."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kebry Poetra Krisaff
"Makalah ini menjelaskan dampak negatif Bitcoin dan hubungannya dengan kesenjangan digital di El Salvador. Negara ini memutuskan untuk menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran nasional. Sejumlah warga yang mampu bertransisi ke transaksi Bitcoin mengalami kemudahan, sedangkan beberapa warga lain mengalami kesulitan beradaptasi dengan transaksi Bitcoin. Mereka yang mengalami kesulitan memiliki akses yang terbatas terhadap Teknologi Komunikasi Informasi (TIK). Menurut Warschauer (2002), kesenjangan digital mengacu pada kesenjangan terhadap grup memiliki akses ke TIK dan grup yang tidak memiliki akses ke TIK. Makalah ini berpijak pada tinjauan literatur akademik dan survei institusi. Makalah mendeskripsikan fenomena kesenjangan digital dan hubungannya dengan kebijakan Bitcoin di El Salvador menggunakan riset yang berkaitan dengan konsep teori kesenjangan digital dan konsep-konsep terkait kesenjangan digital untuk menganalisis fenomena El Salvador.

This paper describes the negative impact of Bitcoin and its relation to the digital divide in El Salvador. This country has decided to make Bitcoin its national legal tender. Some citizens are quickly transitioning to the Bitcoin transaction, while others struggle to adapt to the transaction. Those struggling have limited access to information and communication technology (ICT). According to Warschauer (2002), the digital divide refers to the inequality between the group who can access ICT and those without ICT access. The paper stands with the peer-reviewed literature review and institutional survey. This paper describes the digital divide phenomenon in relation to the Bitcoin policy in El Salvador, utilising research related to digital divide theoretical concepts and digital divide related-concepts to analyse El Salvador's phenomenon.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Erina Lagman
"Interaksi antara objektivitas dan subjektivitas merupakan sebuah dilema dalam praktik jurnalistik, sebagai disiplin yang bertujuan untuk melayani kepentingan publik (Steensen, 2017). Ambivalensi terhadap subjektivitas sebagian besar terjadi pada berita-berita tradisional, seperti pemberitaan kejahatan, di mana bias dan nilai-nilai pribadi jurnalis mungkin menghalangi penggambaran rangkaian peristiwa secara akurat, sehingga semakin mengancam hilangnya kredibilitas organisasi berita tersebut. Di Indonesia, satu dari tiga perempuan berusia 15 hingga 34 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual setidaknya sekali dalam hidup mereka, yang menunjukkan tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak (United Nations Population Fund, 2016). Tujuan dari studi ini adalah untuk mengkaji bagaimana objektivitas dan subjektivitas secara pragmatis terwujud dalam praktik jurnalistik media Indonesia dengan fokus pada pemberitaan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Metode yang digunakan adalah tinjauan pustaka, yaitu analisis kritis dan evaluasi terhadap penelitian-penelitian yang sudah ada dan berhubungan langsung dengan topik penelitian yang dituju (Daymon & Holloway, 2011). Konseptualisasi dan penerapan pragmatis objektivitas dan subjektivitas masing-masing mempunyai praktik positif dan negatif ketika diwujudkan melalui aktivitas pengumpulan berita dan pembuatan berita dalam sehari-hari. Untuk mendorong perubahan dan memberikan tekanan pada badan-badan pemerintah yang bertanggung jawab agar berbuat lebih banyak untuk mengekang terjadinya kekerasan seksual di Indonesia, jurnalis harus mengikuti praktik-praktik yang lebih progresif, dan kemungkinan besar, pilihan-pilihan yangdianggap bersifat ‘subjektif’.

The interplay between objectivity and subjectivity is a common dilemma in journalistic practice, as a discipline that aims to serve the public interest (Steensen, 2017). The ambivalence toward subjectivity mostly concerns traditional hard news, like crime reporting, where the journalist’s bias and personal values may get in the way of accurately portraying the sequence of events, further threatening a loss of credibility for the news organisation. In Indonesia, one in three women aged 15 to 34 years old has experienced physical and/or sexual violence at least once in their lives, indicating an exceptionally high rate of violence against women and children (United Nations Population Fund, 2016). The purpose of this paper is to examine how objectivity and subjectivity pragmatically manifest in journalistic practices of the Indonesian media by focusing on the news coverage of violence against women and children. The method employed is a literature review, which is a critical analysis and evaluation of existing studies that directly relate to the intended topic of research (Daymon & Holloway, 2011). The conceptualisation and pragmatic application of objectivity and subjectivity each have positive and negative practices when manifested through daily newsgathering and newsmaking activities. To incite change and apply pressure on responsible government bodies to do more to curb the occurrence of sexual violence in Indonesia, journalists will have to adhere to more progressive practices, and potentially, choices that are thought to be ‘subjective’ in nature.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Syafa Kamila
"Gelombang Korea, atau "Hallyu", telah menyebar ke seluruh dunia, dan drama Korea, atau "K-drama", telah menjadi bagian penting dari kebudayaan. Selama pandemi COVID-19, drama ini menjadi cara populer bagi orang-orang di seluruh dunia untuk menghabiskan waktu karena dapat ditonton secara online. Penelitian ini menyelidiki bagaimana penempatan produk digunakan dalam K-drama sebagai bentuk periklanan modern. K-drama merupakan salah satu media yang efektif untuk memasang iklan produk karena dapat membantu orang mengenali merek, tertarik pada merek, dan membeli sesuatu. Penelitian ini menggunakan banyak literatur untuk mencoba mencari tahu bagaimana penempatan produk dalam drama Korea digunakan di dunia nyata. Dengan melakukan hal ini, diharapkan dapat menambah pemahaman kita tentang bagaimana periklanan dan keterlibatan pelanggan berubah di era digital.

The Korean Wave, or "Hallyu," has spread around the world, and Korean plays, or "K-dramas," have become an important part of culture. During the COVID-19 pandemic, these plays were a popular way for people around the world to pass the time as they could be watched online. This paper looks into how product placement is used in K-dramas as a modern form of advertising. Notably, K-dramas are a great place to put ads for products because they can help people recognise brands, get interested in them, and buy things. This study is based on literature review to try to figure out how product placement in Korean dramas is used in real life. By doing this, it hopes to add to our understanding of how advertising and customer engagement are changing in the digital age.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Kirana Ishafira Rullinda
"Perkembangan penggunaan media hingga saat ini telah melahirkan sebuah budaya populer, salah satunya meme yang digunakan sebagai media ekspresi yang bersifat jenaka. Akan tetapi, dalam dekade terakhir meme tidak hanya digunakan untuk tujuan komedi, namun juga sebagai pemicu percakapan dengan topik apapun. Beberapa perusahaan kemudian diamati memanfaatkan meme dalam strategi pemasarannya. Tinjauan literatur ini dilakukan untuk menelaah lebih dalam mengenai alasan di balik implementasi meme marketing dalam strategi pemasaran digital dan faktor-faktor yang bisa mendorong kesuksesan meme marketing itu sendiri. Dalam mengkaji sepuluh literatur, ditemukan bahwa implementasi meme marketing yang didasari atas tiga faktor—isi konten, konsumen, dan media—dalam media sosial bisa meningkatkan brand recall dan customer engagement.

The advancement of the usage of media today has given birth to mass popular culture, one of which is the existence of memes that have been used as a humorous medium of self-expression. However, in the last decade, memes have not only been used for comedic purposes, but also used as a trigger for conversation-starters in any kind of topic. Several companies were then observed utilizing memes in their marketing strategies. This literature review was conducted to examine more deeply the reason behind meme marketing implementation as digital marketing strategy and the factors that can elevate the success of meme marketing itself. By reviewing ten sources, it was found that implementing meme marketing based on content-related factors, customer-related factors, and media-related factors in social media can significantly increase brand recall and customer engagement.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>