Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 72 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Desideria Lumongga Dwihadiah
Abstrak :
ABSTRAK Era Globalisasi melanda dunia, batas antar negara semakin tidak terasa.Tiap negara bebas berhubungan dengan negara lain. Kerjasama dalam berbagai bidang terbuka lebar termasuk dalam dunia bisnis. Perusahaan berskala internasional membuka cabangnya di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dalam satu perusahaanpun terjadi. Komunikasi seperti ini memberikan peluang besar terjadinya salah paham akibat berbedanya persepsi, cara berpikir maupun cara kerjanya karena berbeda budaya. Penelitian ini ingin menggali nilai-nilai budaya kerja Indonesia dan budaya kerja Ekspatriat yang berasal dari Barat itu. Budaya kerja memiliki sifat-sifat tersendiri tetapi memiliki pula persamaan dengan budaya induknya. Pengambilan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara mendalam (depth interview) dan pengamatan tak berperanserta (non participant interview) pada para pemimpin suatu perusahaan multinasionai di Jakarta. Kerangka penelitian yang dipakai menggunakan daftar nilai budaya kerja yang telah dilakukan oleh seorang ahli komunikasi & manajemen multikultural. Ia telah membuat 20 daftar nilai budaya yang ada di hampir semua budaya di dunia, meliputi hubungan, kerjasama, keamanan keluarga dsb. Para responden diminta untuk memberikan rangking terhadap ke 20 nilai tsb. Berdasarkan rangking-rangking yang dibuat oleh para responden maka kemudian dicari bagaimana praktek sehari-hari dari nilai-nilai tersebut dalam dunia kerja mereka.. Apakah ada perubahan-perubahan setelah orang-orang yang berbeda budaya ini bekerjasama dalam satu perusahaan. Masing-masing mungkin mengalami perubahan-pembahan yang mendorong terjadinya suatu bentuk baru yang disebut budaya kerja alternative. Budaya kerja alternatif ini merupakan hasil dari perubahan budaya kerja orang-orang dalam perusahaan itu. Perubahannya tidak selalu drastis, terkadang hanya terjadi perubahan sedikit. Pada penelitian baik orang Indonesia maupun ekspatriat mengalami perubahan dari budaya kerja asal mereka. Para ekspatriat mengalami perubahan yang lebih besar dari dibanding orang-orang Indonesia dalam perusahaan tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Retno Sulistyowati
Abstrak :
Perkembangan media yang digunakan oleh kapital mengarah ke industrialisasi media. Media tidak hanya informatif tapi juga 'mengarahkan' melalui tindakan mencela dan memuji. sebagai majalah wanita, Cosmopolitan masih berputar disekitar etika, tips-tips seksual dan kecantikan. Melalui representasinya terhadap laki-laki yang dianggap ideal, Cosmopolitan memunculkan the other, sebagai kelas yang marjinal dan imperfection. Namun sebagai sebuah bangsa yang memiliki akar kebudayaannya sendiri, bagaimanakah pembaca majalah tersebut 'membaca'nya? Melihat gejala di atas maka tujuan penelitian ini adalah: 1) memahami pemaknaan khalayak perempuan bekerja terhadap konsep maskulinitas; 2) memperoteh alasan mengapa tidak ada perubahan ekspektasi, terhadap laki-laki pada perempuan bekerja; 3) mengetahui praktek sosio-kultural media dan khalayak pembacanya. Metode yang digunakan adatah analisis wacana paradigma kritis dan reception studies. Analisa wacana dalam paradigma kritis berfokus pada konstelasi kekuasaan yang terjadi pada produksi dan reproduksi makna, dan individu tidak dianggap sebagai subyek yang netral dan mandiri dalam menafsirkan segala sesuatu menurut pikirannya karena pengetahuan yang dimilikinya adalah suatu konstruksi social. Sementara studi resepsi adatah studi yang berfokus pada bagaimana individu-individu memaknai pesan-pesan yang disampaikan media (berita, produk-produk artistik dsb) Dari anlisis yang dilakukan terhadap teks linguistik dan gambar yang menjadi obyek dari penelitian, garis besar yang dapat ditarik adalah pertama, maskulinitas selain sebuah ide, is juga sebuah representasi phallus yang diwakili antara lain oleh tubuh dan fashion. Bahwa tubuh bisa digunakan untuk mengatasi performance anxiety terhadap kemampuan seksualnya dan bagaimana fashion bisa digunakan sebagai representasi maskulin karena simbol-simbol yang ada dibalik fashion tersebut. Meskipun untuk menjadi menjadi maskulin laki-laki harus memenuhi ekspektasi lain dari sekedar representasi. Representasi hanya salah satu bagian kecil dari common-sense knowledge yang menuntut untuk dipenuhi. Kedua, Iaki-laki masih harus tetap memenuhi standar kompetensi sebagai kepala keluarga, bekerja, memiliki performance seksual yang tinggi. Kompetensi laki-laki adatah syarat untuk masuk dalam paternal law, dalam hukum paternal yang melibatkan institusi dan struktur. Ketiga, ketidakmampuan lelaki memenuhi standar menjadikannya sebagai the other dan marjinal oleh karenanya. Celah inilah yang dilihat oleh media untuk memasuki wilayah privat tersebut melalui komoditas yang diproduksinya. Dari keempat, melalui komoditas inilah industri tidak lain adalah alat dari paternal law itu sendiri. Karena komoditas tidak sekedar barang yang diperjualbelikan melainkan membawa simbol yang di dalamnya yang memberikan Iegitimasi pada struktur dan institusi yang dominan. Melalui habitus, yaitu definisi dan kategorisasi, konsumen tidak memiliki alternatif untuk menciptakan definisinya sendiri. Untuk menggerakkan industri penciptaan simbol dilakukan secara terus menerus. Identitas menjadi produk instant yang dapat dipertukarkan. Sebagaimana pola maskulinitas yang sirkular, simbol-simbol ini juga mengikuti periodenya sendiri. Bagaimana maskulinitas didefinisikan pada suatu periode dari perspektif fashion, tubuh, gaya hidup dan pendidikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sejumlah persamaan term maskulinitas yang ditandai dengan dominant/preffered reading tentang peran laki-laki dalam keluarga yakni sebagai pencari nafkah. Sementara untuk seksualitas, terjadi negoisasi karena bagi responden terdapat sejumlah norma yang membatasi mereka. Oppositional reading terdapat pada teks mengenai tubuh dan identitas maskulin yang ditawarkan industri. Mereka tidak sepaham dengan media kalau maskulinitas identik dengan superioritas seksual, tubuh berotot dan simbol-simbol identitas maskulin. Menurut responden, kemampuan membangun dan memelihara keiuarga-Iah yang menjadikan laki-laki dianggap maskulin.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Fathia
Abstrak :
Penelitian ini berusaha mengeksplorasi fenomena metroseksual yang terjadi di tanah air beberapa waktu belakangan inl. Bagaimana karakteristik dan dasar pemilihan gaya hidup mereka, juga, alasan serta latar belakang pengambilan keputusan mereka terhadap produk perawatan tubuh dan penunjang penampilan. Pada kerangka konsep dijabarkan mengenai definisi-definisi dan teoriteori yang digunakan dalam penelitian, antara lain mengenai metroseksual, perilaku konsumen, gaya hidup, dan merek. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif/eksploratif, menggunakan metode pengumpulan data melalui studi literatur, data sekunder, dan depth-interview terhadap beberapa informan yang dilakukan secara purposive. Metode analisa data dilakukan dengan menelaah seluruh data yang didapat dari berbagai sumber Iisan dan tertulis. Data yang didapat kemudian dianalisa dan dicocokkan dengan pola teoritis yang digunakan sebagai acuan untuk menemukan perilaku pengambilan keputusan konsumen metroseksual dalam memilih merek produk-produk perawatan tubuh dan penunjang penampilan. Hasil data yang didapat berdasarkan penelitian antara lain mengenai karakteristik metroseksual dan dasar pemilihannya, motivasi pembelian produk perawatan tubuh dan penunjang penampilan mereka, juga alasan dan pola pengambilan keputusan pembelian mereka. Kesimpulannya, bahwa metroseksual merupakan pria-pria yang sangat memperhatikan dan menjaga penampilan disebabkan dorongan dari dalam diri mereka sendiri, menggunakan sejumlah produk perawatan tubuh dan penunjang penampilan yang disesuaikan dengan kecocokan pribadi. Tidak sungkan mengunjungi salon, namun bukan merupakan rutinitas wajib. Mereka ingin tampil trendi, tetapi tidak selalu menerapkan tren fesyen pada penampilan, dan mempunyai kecenderungan 'tidak ingin tertinggal dalam hal teknologi'. Mereka merupakan orang-orang yang sangat rasional dan selektif dalam memperhitungkan pengeluaran, dan berasal dari golongan Social Economic Status (SES) A dan A+. Perilaku pengambilan keputusani mereka terhadap pembelian produk perawatan tubuh dan penunjang penampilan merupakan kombinasi dari Keputusan keteriibatan tinggi (High-Involvement Decision), perspektif pengalaman (Experiental Perspective), dan perspektif pengaruh perilaku (Behavioral lnfluencePerspective). Temuan fakta dalam penelitian ini adalah bahwa istilah metroseksual yang dikemukakan oleh Mark Simpson, dirasa kurang tepat jika disamaratakan dengan pria metroseksual yang dijadikan sebagai informan penelitian. Hasil wawancara memperlihatkan bahwa mereka gemar memperhatikan penampilan dan perawatan tubuh disebabkan faktor kepuasan pribadi, tanpa embel-embel narsis. Implikasi yang diperoleh bahwa mereka cukup antusias menanti kemunculan produk perawatan tubuh khusus pria, karena itu, komunikasi yang dibutuhkan untuk menjangkau mereka adalah yang melibatkan panca indera, tidak memaksa atau lebih tepatnya memberikan mereka waktu untuk berpikir, menimbang segala kebaikan dan keburukan dari produk, menumbuhkan dan membangun kepercayaan terhadap produk, sehingga produk Anda dipercaya bahkan dicintai oleh mereka. Direkomendasikan bagi peneliti selanjutnya untuk melaksanakan penelitian lanjutan yang tujuannya memperdalam penelitian mengenai masalah-masalah yang berkembang tentang metroseksual dan gaya hidup yang dinamis, juga metroseksual yang cenderung narsis. Sementara itu untuk para praktisi yang mengincar seg men metroseksual diharapkan untuk mengembangkan strategi pemasarannya dengan menggunakan pendekatanpendekatan khusus agar tepat sasaran.
This research tried to explore about metrosexual phenomenon that recently happened in researcher homeland. How are their characteristics and their base of this life style choosing, and also their reason and background of their decision taking about toiletries and appearance enhancing product. In the concept base, it was explained in detail about definitions and theories used in this research, some of them are about metrosexual, consumer behavior, life style and brand. Research was being done by using qualitative/explorative approach, using data collecting method through the literature study, secondary data and depth-interview with some informers which was done purposively. Data analyzing method was done by deepening all data collected from direct resource and indirect resource. These collected data, then were being analyzed and confirmed with theoretical pattern which is used as a base to find the behavior of metrosexual consumer as decision maker in choosing the brand for toiletries and appearance enhancing product. Data result that had been collected was based on research about metro sexual characteristics and their base of choosing, motivation on buying toiletries and appearance enhancing product, also the reason and their motivation of taking decision to buy product, As conclusion, that metro sexual are the guys that really concern about and maintain their appearance and this is caused by internal private desire from their own self to use toiletries and appearance enhancing product that suit to their personal taste. They are not shy to visit the salon, but that is not must routines. They want to appear in style, but not always follow the newest trend in fashion and they have the tendency for "not being left behind in technology side°. They are very rational and very selective in counting their spent; they come from Social Economic Status (SES) A dan A+ group. Their behavior in decision making of buying toiletries and appearance enhancing product is a combination High-Involvement Decision, Experiental Perspective, and Behavioral Influence Perspective. Factual finding in this research is the acknowledgement of metrosexual launched by Mark Simpson is not that correct if being confirmed with the metrosexual guys who are the direct informers in this research. The result of interviews showed that the concerning of appearance and treating the body is caused by private self-satisfaction and there is no narcism involved in here. Implications that can be gathered from this are that they are quite enthusiastic enough to wait the new launching of man special body treatment product, and for that purpose, the communication ways should be done to reach their attention are some ways connected to human's essential five senses, not to push them or in precise way, to give them some time to think, to consider all the goods and bads from the products offered, your ability to raise and to develop their trust to the product offered so your product will be trusted, even will be loved by them. It is recommended for the next researcher to do a further research which purpose is to deepen the problems arousing the metrosexual and dynamic life style, also a research about the metrosexual guy who has the tendency to be a narcist. Meanwhile, the practicians who set the metrosexual segment as their market target, hopefully will develop their marketing strategy by using special approach, so their strategy can be effectively straight forward to this group.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22108
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Ima Sinurma
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andito Michael
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyo Aditomo
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alberthus Baha Rebong
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian tentang ketimpangan arus informasi antara pemerintah dan masyarakat dalam harian Kompas dilakukan: dengan melihat proporsi berita (yang berisi informasi/pendapat dari atas dan dari bawah). Titik tolak yang lain adalah dengan melihat prioritas yang diberikan oleh suratkabar tentang dua pihak komunikasi, yakni pemerintah dan masyarakat. Hal ini dianggap berhubungan erat dengan trend demokrasi komunikasi dalam preentasi isi suratkabar. Di dalam analisa yang dikerjakan selama tiga bulan (Januari - Februari - Maret 1988) Kompas menunjukkan keterpusatan yang semakin lama semakin besar pada pemerintah. Pada bulan Januari, misalnya, Kompas terlibat cukup bijaksana menempatkan unsur pemerintah dan masyarakat dalam kebijakan pemberitaannya. Dalam dua bulan berikutnya, Kompas mulai mengendor dalam berita-berita dari masyarakat dan hanya terpusat pada pemerintah. Berita-berita yang berasal dari pemerintah urnuinnya berisi ketetapan/keputusan dan instruksi yang seolah-olah dilepaskan ke dalam alam vacuum tanpa masalah. Tidak terlihat kaitan-kaitan pemberitaan di mana dapat dibaca unsur 'diskusi' di dalamnya. Kompas terlihat tidak berusaha menggali tanggapan-tanggapan dari masyarakat. Dan kalau pun ada, tidak diperlihatkan Kompas dalam pemberitaan pemberitaannya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa terdapat ketimpangan arus informasi dalam presentasi isi suratkabar Kompas. Dan dalam ,tiga bulan ini dapat disebut sebagai gejala yang ditampilkan Kompas. Mengapa ketimpangan itu terjadi? Pertama-tama yang dilihat dalam analisa ini adalah posisi dan unsur pemerintah, pers dan masyarakat, mengikuti ideal interaksi positip antara ketiganya. Pemerintah yang mendominir arus informasi berdasarkan persektif politik, mentang berada pada posisi yang kuat karena ia mampu mengatur kehidupan pers. Dalam perspektif pers pembangunan, pers diharapkan melancarkan program-program pembangunan yang digariskan oleh pemerintah. Fungsi ini positip; disatu pihak dan negatip di lain pihak. Positip karena pers dapat menciptakan ide-ide yang sama tentang pembangunan, tetapi negatip dalam arti ia mematikan sikap kritis pers dan pers lalu kehilangan fungsi kontrolnya. Kompas dalam hal ini cenderung mengutamakan pemerintah karena secara historis dapat dilihat bahwa arahnya adalah "government centris. Analisa yang pernah dilakukan oleh Sinansari Ecip menunjukkan kecenderungan keterpusatan dan tahun ketahun Soal berikutnya adalah berkembangnya Kompas menjadi sebuah perusahaan raksasa dengan ribuan karyawan ini membuatnya ekstra hati-hati terhadap pemerintah yang dapat menentukan keberlangsungan hidupnya. Hal berikutnya menyangkut kesiapan masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam ajang diskusi masalah-masalah bersama. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum mencapai tingkat pendidikan yang memadai yang justru merupakan kendala bagi peran sertanya dalam komunikasi. Hubungan tingkat pendidikan dengan antisipasi komunikasi dapat dilihat dalam analisa ini bahwa, pada umumnya hanya golongan masyarakat tertentu yang mempunyai akses terhadap informasi/komunikasi. Pada umumnya hanya golongan yang sudah mengenyam tingkat pendidikan yang cukup saja yang dapat 'berbicara' melalui media masa. : Masih tentang masyarakat adalah apa yang disebut cultural barrier'. Budaya masyarakat yang mengagungkan orang-orang yang lebih tinggi memberikan kontribusinya pada pola ketimpangan arus informasi dalam suratkabar, sebagaimana ditampilkan Kompas, berdasarkan analisa yang dikerjakan ini
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmara Pusparani
Abstrak :
Radio TOP FM, akhir-akhir ini telah mulai ikut ambil bagian dalam memunculkan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) diantara waktu-waktu siarannya. Dan berbeda halnya dalam frekuensi pemunculan di media cetak, pada media elektronik ini frekuensi pemunculan ILM tergolong cukup tinggi. Akan tetapi pemunculan yang relatif sering dan pemilihan topik permasalahan yang selalu mengikuti perkembangan masyarakat, kurang ditunjang oleh cara penyajian yang memadai. Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan dengan berbekal kerangka pemikiran yang diambil dari beberapa sumoer (DN) dengan Judul "ABRI”. Adapun konsep pengetahuan yang digunakan disini adalah berdasarkan Rogers yang terdiri atas tiga tahap yaitu Awareness Knowledge untuk melihat apakah pendengar memiliki pengetahuan terhadap Judul dan Topik ILM yang diteliti. How-to Knowledge untuk mengetahui apakah pendengar memiliki pengetahuan terhadap cerita dari ILM PH dan ILM ABRI, kemudian adalah Principle Knowledge untuk mengetahui apakah pendengar mengerti maksud dan tujuan dari masing-masing' ILM tersebut. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan tersebut maka diambil 100 orang responden yang merupakan pendengar TOP FM, dengan pengambilan sampel secara Aksidentai. Kemudian juga dipertimbangkan beberapa faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi hasil penelitian, yaitu usia pendidikan dan pengeluaran per-bulan. Penelitian ini menghasilkan jawaban, bahwa kebanyakan responden cenderung belum memiliki pengetahuan terhadap maksud dan tujuan dari masing-masing ILM dalam penelitian ini. Pengetahuan yang mereka miliki baru sampai pada tahap Awareness Knowledge dan How-to Knowledge. Selain itu juga responden lebih menyukai ILM PH dibandingkan dengan ILM ABRI. Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran yang dapat disampaikan. Pertama yang berkenan dengan cara I penyampaian pesan dari masing-masing ILM tersebut dan Kedua, adalah pembagian Prime Time dan Regular Time dalam radio TOP FM sendiri.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1990
S3966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Primantari
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu tolok ukur kehidupan demokrasi dalam suatu negara adalah seberapa jauh partisipasi masyarakat dalam kehidupan politiknya, Partisipasi ini dapat dilihat dari berbagai aspek dunana salah satunya adalah hak menyatakan pendapat dalam sebuah media pers. Namun, dalam realitas sehari-hari, ternyata berpendapat secara terbuka terkadang Itu sebabnya, terdapat surat- (tidak beridentitas lengkap) membuat orang merasa was-was. surat atau komentar yang anonim dalam rubrik surat pembaca pada sebagian besar media pers di Indonesia. Karakteristik serta hubungan antara anonimitas dan materi isi komentar yang dimuat dalam Majalah Berita Mingguan TEMPO inilah yang diteliti oleh penulis dengan menggunakan metode analisis isi. Berangkat dari asumsi dasar bahwa materi isi komentar pembaca mempengaruhi anonimitas sebuah komentar, maka penulis ingin mengetahui apakan ada signifikansi antara keduanya. Pengujian signifikansi antara dua variabel tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus chi kuadrat. Dari hasil analisis penelitian ini, dapat di tarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara anun.unitas dengan materi isi komentar yang ditulisnya. komentar anonim cenderung tidak mengandung hal-hal yang dianggap rawan atau mengganggu stabilitas nasional, meskipun banyak diantara komentar anonim tersebut yang berisi penyejab adanya anonimitas kolateral dan vertikal yang masih ada kritik. Salah satu komentar ini adalan budaya pada sebagian masyarakat Indonesia.
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewanto Nugroho
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam komunikasinya dengan masyarakat, pemerintah Indonesia melontarkan banyak istilah; bersih lingkungan, bersih manusiawi dan berwibawa, serta tahap tinggal landas. Istilah-istilah tersebut disebar luaskan lewat media massa dan kemudian sampai pada masyarakat. Di lain pihak, masyarakat sebagai komunikan, merupakan khalayak yang tak terhingga jumlahnya. Mereka terdiri atas berbagai lapisan; usia, sosial, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya. Letak atau jarak komunikan ini dari sumber juga tidak sama, ada yang jauh, ada yang dekat; ada yang dekat dengan media massa, ada pula yang tidak. Dengan keadaan tersebut, timbullah dugaan adanya lapisan masyarakat yang tidak mengerti istilah-istilah yang dilontarkan pemerintah tadi. Mungkin pula terjadi perbedaan pengertian, maksudnya masyarakat yang satu mengartikan demikian, tapi masyarakat yang lain memiliki pengertian berbeda; padahal istilahnya sama. Emery dkk. menyatakan bahwa peristiwa disalahartikannya pesan oleh penerima merupakan saat terjadinya semantic noise. Dengan pedoman ini kemudian dilakukan penelitian terhadap pemahaman responden tentang istilah sadar wisata dan pengawasan melekat. Penelitian dilakukan dengan sampel besar 177 orang untuk mencari sebanyak mungkin pengertian sadar wisata dan pengawasan melekat menurut masyarakat. Setelah itu dilakukan penelitian secara kualitatif untuk mengetahui faktor-faktor di balik pemahaman seseorang mengenai kedua istilah tadi. Hasil penelitian menunjukkan, masyarakat memang pernah mendengar/membaca tentang sadar wisata dan pengawasan melekat, tapi tidak semua mengetahui maknanya. Selain itu memang ada perbedaan pemahaman antara satu orang dengan orang lainnya mengenai kedua istilah tersebut. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, yaitu sikap terhadap pesan dan sumber pesan, keterkaitan dengan permasalahan dan pengetahuan. Selain itu banyak pula yang menyatakan tidak tahu pengertian kedua istilah tadi karena merasa tidak memiliki kepentingan dengan keduanya.
1990
S3972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>