Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adhie Prasetyo P Wirawan
Abstrak :
Film layar lebar adalah salah satu bentuk hiburan yang sangat populer. Namun, kini film telah berkembang menjadi alat yang efektif bagi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang beragam isu, mencakup ekonomi, lingkungan, politik, dan banyak lagi. Never Back Down (2008) adalah sebuah film yang menggambarkan tema toxic masculinity dan tekanan untuk patuh pada norma-norma maskulinitas tradisional. Dua pertanyaan diajukan untuk menggali tentang toxic masculinity dalam film ini (1) bagaimana toxic masculinity direpresentasikan dalam Never Back Down (2008), dan (2) bagaimana film ini menawarkan evaluasi kritis tentang toxic masculinity yang memberikan pemahaman baru tentang maskulinitas. Dengan menggunakan teori Janet Chafetz, konsep-konsep Michael Kimmel tentang toxic masculinity, dan analisis perangkat sinematiknya, temuan menunjukkan bahwa film ini menggambarkan bahayanya toxic masculinity yang merugikan bagi para pria. Penelitian ini memberikan penilaian tentang cara Never Back Down (2008) menyajikan dan mengungkap konsekuensi negatif dari toxic masculinity yang dapat menyebabkan kekerasan, agresi, dan penekanan emosional. Selain itu, film ini juga menawarkan kritik terhadap norma-norma tradisional tentang maskulinitas dengan memberi penonton kesempatan untuk mengevaluasi kembali pandangan mereka tentang maskulinitas. Penelitian ini menyajikan wawasan tentang bagaimana sebuah film dapat berfungsi sebagai alat kritik sosial. ......Motion picture is one of the many popular forms of entertainment. However, it has now developed into a powerful tool for people to raise awareness regarding diverse issues covering economy, the environment, politics and many more. Never Back Down (2008) is a film that portrays the theme of toxic masculinity and the pressure of conforming to traditional masculine norms. Two questions are presented to grapple with toxic masculinity in the film (1) how is toxic masculinity represented in Never Back Down (2008), and (2) How does the film offer a critical evaluation of toxic masculinity that sheds new light on the understanding of masculinity. Using Janet Chafetz’s theory, Michael Kimmel’s concepts on toxic masculinity, and analyses of its cinematic devices, the findings show that the film presents the perniciousness of toxic masculinity that is harmful to men. This study provides an evaluation of the ways Never Back Down (2008) presents and exposes the negative consequences of toxic masculinity that can lead to violence, aggression, and emotional suppression. Moreover, the film also offers a critique of traditional norms of masculinity by providing viewers with the opportunity to reevaluate their perception of masculinity. This research presents insight into how a film can serve as a tool for social critique.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prisca Afifah Febrianti
Abstrak :
Serial Netflix "Never Have I Ever" (2020) mendapat tanggapan positif dari para penonton. Banyak yang mengatakan bahwa serial ini menggunakan pendekatan baru untuk pertunjukan remaja, menampilkan bagian komedi dan meditasi yang seimbang pada beratnya kehilangan figur seorang ayah dalam keluarga imigran yang harus ditanggung oleh seorang gadis remaja. Oleh karena itu, untuk menggali lebih dalam masalah ini, penelitian ini mengkaji bagaimana peran ayah menciptakan hasil positif dan negatif dalam perkembangan karakter utama sebagai remaja yang tumbuh di Amerika Serikat dengan menganalisis elemen sinematografinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak peran ayah dalam perkembangan remaja imigran dalam proses mengkonstruksi pilihan hidup, membuat keputusan, dan menemukan identitas budayanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ingatan Devi tentang mendiang ayahnya telah membantunya mengatasi masalah, seperti penerimaan budaya, masalah seputar hubungannya dengan teman sebaya di sekolah, dan kurangnya keterikatan dengan latar belakang Indianya sebagai remaja imigran. Namun, cita-cita ideal mendiang ayahnya tentang American Dream menyebabkan Devi memiliki hubungan ibu-anak yang kompleks dan mengalami konflik budaya dalam dirinya. ......The Netflix series "Never Have I Ever" (2020) has received positive feedback from the audience. Many have said that the series takes a novel approach to teen shows, displaying equal parts comedy and meditation on the weight of loss caused by the absence of a father figure in an immigrant family that a girl must bear as a teenager. To delve deeper into this issue, this study examines how fatherhood creates positive and negative outcomes in the main character’s development as a teenager growing up in the United States by analyzing its cinematographic elements. The purpose of this study is to analyze the impact fatherhood has in the development of immigrant adolescents in the process of constructing life choices, making decisions, and discovering a person’s cultural identity. The results of the study show that Devi’s memories of her late father have helped her to cope with problems, such as cultural acceptance, issues around her relationship with peers at school, and lack of attachment to her Indian background as an immigrant adolescent. However, her late father’s standard ideals of the American dream have caused Devi to have a complex mother-daughter relationship and experience a cultural conflict within herself.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Christopher Daniel
Abstrak :
ABSTRAK
Linsanity 2013 adalah sebuah film dokumenter yang menceritakan perjalanan Jeremy Lin. Film ini menceritakan perjuangan yang Lin lalui sebagai seorang warga Amerika yang memiliki keturunan Asia mencoba keberuntungannya untuk menjadi pemain basket. Film tersebut juga memuat interview-interview dan cuplikan-cuplikan pertandingan. Selain filmnya, situs web resmi Jeremy Lin www.jlin7.com juga menjadi korpus untuk menganalisa isu-isu yang diangkat di penilitian ini. Isu-isu di dalam tulisan ini adalah Lin sebagai contoh model minoritas yang sedang mengejar mimpi Amerika, etika-etika Jeremy Lin yang mencerminkan karya Weber etika Protestan, dan kapitalisme di balik Linsanity. Penelitian ini bertujuan untuk melihat lebih dalam fenomena Linsanity dimana Lin menjadi seorang model minoritas. Penelitian ini juga mencoba menginvestigasi bagaimana religiusitas seorang Jeremy Lin dapat memberikan etika-etika tertentu dan bagaimana hal itu membuat Linsanity mengandung kapitalisme yang merubah referensi istilah tersebut dari fenomena Jeremy Lin menjadi sebuah produk.
ABSTRACT
Linsanity 2013 is a documentary film depicting the story of Jeremy Lin. It tells the struggle that Lin went through as an Asian American trying out his luck to be a basketball player. Also, the movie includes interviews and game highlights. In addition to the movie, Jeremy Lin rsquo s official website www.jlin7.com is added to the corpus to analyze the issues brought up in the study. The issues in this paper are Lin as an example of model minority achieving the American Dream, the ethics of Jeremy Lin that reflect Weber rsquo s work of Protestant ethic and the capitalism behind Linsanity. This paper aims to take a look further at the phenomenon of Linsanity in which Lin becomes a model minority. Also, it attempts to investigate how Jeremy Lin rsquo s religiosity managed to give Lin certain ethics and how it resulted in Linsanity containing capitalism which changes the reference of the term itself from Jeremy Lin to a product.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aryan Selvi Utami
Abstrak :
Moslem Amerika mengalami alienasi setelah terjadinya 9/11 karena stereotipe menyamakan mereka sebagai bagian dari terorisme. Stereotipe ini membuat umat Moslem mendapatkan diskriminasi oleh teman dan lingkungan sekitar mereka. Akibatnya, umat Moslem di Amerika juga menjadi orang luar dari kelompok tersebut. Masyarakat Amerika membuat batasan dan mengasingkan umat Moslem karena mereka menganggap umat Moslem berbahaya untuk kehidupan mereka. Penyebab munculnya praktik othering, bordering dan alienation ini karena individu dan lingkungannya yang membuat batasan terhadap kelompok tertentu. Film The Reluctant Fundamentalist 2012 menampilkan praktik othering, bordering dan alienation ini yang terjadi pada tokoh utamanya, Changez. Dalam film ini, Changez, seorang Pakistan, diasingkan karena dianggap tidak terlibat dalam masyarakat tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui bagaimana praktik othering, bordering, dan alienation yang terjadi pada Changez yang merupakan seorang Pakistan ini bekerja dalam film tersebut. Teori yang digunakan dalam menganalisis film ini adalah konsep alienation, othering dan bordering. Menurut Seeman 1959 , alienasi muncul karena identitas individu yang tidak mampu menjadi bagian dari kelompok tertentu dan masyarakat menolak keberadaan mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Changez mengalami alienasi karena dirinya sendiri dan lingkungan yang tidak menerima keberadaan identitasnya sebagai kelompok minoritas, Pakistani. Efek dari aliensi ini membuat Changez mengalami krisis identitas, yang pada akhirnya membuatnya kembali pada identitasnya sebagai orang Pakistan dan mempraktikkan budaya Pakistan di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi penelitian ini masih memiliki batasan karena hanya empat scene film yang dianalisis. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut.
After the tragedy of 9/11, Moslems in America experienced alienation because of the stereotype of terrorism. Moslems are also discriminated by their environment and friends. As a result, Moslems in America become outsiders. American society creates border and alienates Moslems because they think that Moslems are dangerous. Individuals and society practice othering, bordering and alienation. The film The Reluctant Fundamentalist 2012 shows the practice of othering, bordering and alienation that happens to the main character, Changez. In the film, Changez, being a Pakistani, is being alienated because he is not a part of the American society. The purpose of the research is to examine and analyze Changez rsquo;s experience. This research uses the theory of alienation, othering and bordering. Seeman 1959 mentioned that a person will experience alienation and become self-estranged when he or she is not accepted by his/her society because people immediately reject them. Alienation is the result of othering and bordering in which the majority treat the minority discriminatively. The finding of the research shows that Changez gets alienated by his friends and surroundings. This alienation causes Changez to experience identity crisis, which in the end makes him accept his identity as a Pakistani and practice the culture in his daily life. However, this research is still limited in its scope because it only analyzes four scenes. Therefore, further research is needed.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Tinezia Hanny
Abstrak :
Get Out 2017 adalah film Hollywood yang mengungkap elemen-elemen dari rasisme kulit putih white racism di dalam kisah mengenai Chris, seorang tokoh Afrika-Amerika, ketika ia pertama kali datang mengunjungi keluarga kekasih kulit putihnya. Get Out menempatkan fokus utamanya pada objektifikasi orang kulit hitam blackness mdash;dengan mengambil pendekatan yang berbeda dari film-film bertema rasisme lainnya melalui sebuah cerita horor. Dengan melakukan analisis tekstual dan menggabungkan beberapa kerangka teori, studi ini bertujuan untuk mencapai sasaran utama, yaitu menyelidiki bentuk-bentuk rasisme yang terjadi di film ini melalui sudut pandang seorang pemeran utama Afrika-Amerika. ...... Get Out 2017 is a Hollywood film that discloses the elements of white racism within the story about Chris, the African-American protagonist, when he comes to visit the family of his white American girlfriend for the first time. Get Out presumes to put its main focus on the objectification of blackness mdash;while it goes in the opposite direction from most racism-themed films by using a horror genre to complement its storytelling. By conducting a textual analysis and incorporating several theoretical frameworks, this study focuses on its mark, that is, the aim of achieving a key objective to delve into how the acts of white racism are told through the viewpoint of the African-American lead in the movie.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Manoppo, Adassa Elisheba
Abstrak :
ABSTRAK
The Absolutely True Diary of a Part-Time Indian 2001 adalah novel Bildungsroman oleh Sherman Alexie yang menceritakan tentang seorang anak Native American yang tinggal di Spokane Reservation Area. Novel ini menekankan perjuangan seorang anak Native American yang miskin dan menginginkan kehidupan yang lebih layak. Banyak yang telah membahas buku ini menggunakan pendekatan budaya seperti racial formation theory, trauma kolektif, dan krisis identitas, namun tidak banyak yang menganalisis novel ini menggunakan psikoanalisis Jung. Dengan menggunakan arketipe pahlawan Jung, artikel ini mencoba untuk meneliti apakah Arnold dapat disebut pahlawan dengan cara mencocokkannya dengan monomyth yang digagaskan oleh Jung dan Campbell. Selain itu, artikel ini juga akan meneliti apakah pascakolonialisme yang dialami oleh para Native American berpengaruh dalam membentuk Arnold menjadi pahlawan. Artikel ini akan membuktikan bahwa seseorang yang disebut pahlawan belum tentu hanya yang menyelamatkan orang lain dan mengorbankan dirinya sendiri, tetapi seseorang yang berjuang untuk keuntungan sendiri adalah pahlawan juga.
ABSTRACT
The Absolutely True Diary of a Part-Time Indian 2001 is a coming-of-age novel by Sherman Alexie which tells the story of a young Native American boy who lives in the Spokane Reservation Area. This novel emphasizes the struggle of a poor Native American boy who desires a better life. While a lot of scholars have discussed the book using cultural approach like racial formation theory, collective trauma, and crisis identity, not many have analyzed the novel using Jung rsquo;s psychoanalysis. By using Jung rsquo;s hero archetype, this article seeks to discover whether Arnold can be called a hero by matching it with the monomyth stages proposed by Jung and Campbell. Moreover, it will examine whether post-colonialism that the Native American community experiences has anything to do in shaping Arnold as a hero. This article is aimed at proving that a hero is not necessarily someone who saves others and sacrifices his/herself, but someone who fights for own benefits is also considered a hero.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Evan Arnoldi
Abstrak :
H.P. Lovecraft menciptakan suatu mitos yang awalnya tidak mendapat perhatian publik sampai setelah kematiannya, dan karya-karyanya, terutama "The Call of Cthulhu" (1928), dianggap sebagai bukti relevansi okultisme baik di bidang sastra maupun studi agama. Cerita pendek ini bercerita tentang sebuah manuskrip yang menjelaskan ditemukannya sekte pemuja dewa yang misterius dan melakukan ritual pembunuhan oleh seorang pria bernama Francis Wayland Thurston. Cerita pendek tersebut dianggap sebagai inti dari "horor kosmik" yang diintegrasikan oleh Lovecraft dalam hampir semua ceritanya. Dengan melakukan hal tersebut, Lovecraft memulai subgenre horor tersendiri dalam lingkaran sastra. Makalah ini menganalisis bagaimana cerita “The Call of Cthulhu” mempengaruhi kepercayaan okultisme modern, yang dapat disimpulkan dari unsur-unsur sastra yang digunakan dalam cerita tersebut. Analisis lebih lanjut juga mengidentifikasi bagaimana Lovecraft mengolah subgenre horror yang ia ciptakan demi menonjolkan elemen okultisme dalam cerita pendeknya. Makalah ini juga menganalisis bagaimana kelompok okultis bernama Ordo Typhonian dipengaruhi oleh unsur-unsur okultisme yang diciptakan oleh Lovecraft dalam cerita, dengan tujuan memperlihatkan relevansi okultisme dalam dunia modern.
H.P. Lovecraft crafted an intricate mythos which initially did not find success until after his death, and his works, most notably “The Call of Cthulhu” (1928), were regarded to be a landmark towards the relevancy of occultism both in the field of literature and religious belief. The short story is about a manuscript of a horrific encounter with a murderous and mysterious deity-worshipping cult by a man named Francis Wayland Thurston. The short story was regarded to be the staple of “cosmic horror” which Lovecraft applied to almost all of his stories, starting his own subgenre of horror in the literary circle. This paper will analyze how “The Call of Cthulhu” influenced the belief of modern occultism, which can be inferred from the literary elements in the story. Further analysis will also identify how Lovecraft portrayed his own subgenre of horror to enhance the elements of occultism within the short story. In relation to the previous elements, the paper will also try to analyze how a particular cult, Typhonian Order, was influenced by the elements of occultism used in the story in order to observe the relevance of the paper in real life.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Diah Retno Pratiwi
Abstrak :
Setelah lebih dari lima puluh tahun diterbitkan, Lolita karya Vladimir Nabokov tetap saja memesona. Dengan kekayaan bahasa dan topik kontroversialnya, Lolita melampaui anggapan banyak pembaca awam yang mengira bahwa ia hanyalah sebuah novel pornografik. Skripsi ini menganalisis Lolita dengan menggunakan Teori Nilai Polinomik dari Kelley L. Ross untuk melihat nilai-nilai yang terdapat dalam Lolita, yaitu nilai individu dan nilai normatif. Setelah kedua nilai diketahui, analisis dikembangkan untuk mengetahui hubungan antara kedua nilai tersebut dalam kerangka teori nilai yang sama. Pada akhirnya, hubungan antar akedua nilai tersebut akan memaparkan pembacaan baru terhadap Lolita dan tokoh-tokohnya yang kompleks, yaitu sebagai tokoh-tokoh yang memiliki nilai-nilai individu dan hidup di suatu lingkungan yang memiliki nilai-nilai normatif tersendiri.
Abstract
Fifty years after it was first published in the United States, Vladimir Nabokov_s Lolita is still enchanting to its readers. With its literary richness and controversial topic, Lolita has gone beyond its first-time readers_ expectations of merely finding a pornographic novel out of it. This undergraduate thesis analyzes Lolita with the help of Kelley L. Ross_ Polynomic Theory of Values to see the values in Lolita, both individual values and normative values. After both kinds of values are discovered, further analysis is done to see the relationships between values, still with the help pf the same theory of values. Lastly, the relationships give a new reading to Lolita and its complex characters, the characters who live with their own individual values and in a society with its own normative values.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14159
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Samosir, Prisca Oktaviani
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas mengenai perbedaan kebijakan antidumping oleh Amerika terhadap produk impor dari Indonesia pada era kepemimpinan Presiden Trump dan Presiden Obama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan objek penelitian janji-janji kampanye dan kebijakan yang dikemukakan oleh Trump dan Obama, national security strategy dan fact sheet yang dikeluarkan oleh United States Trade Representative. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis terhadap teori keamanan nasional dan teori hegemoni yang dikemukakan oleh Wallerstein. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa baik era kepemimpinan Trump dan Obama keduanya telah menerapkan sanksi antidumping namun dengan perbedaan inisiasi investigasi. Dalam penegakan hukumnya, Presiden Obama tunduk kepada peraturan WTO, sebagaimana Obama menganggap bahwa legitimasi AS sebagai negara super power harus ditunjukkan melalui kepatuhan terhadap kerjasama multilateral, yang sejalan dengan teori hegemoni yang dikemukakan oleh Wallerstein. Sebaliknya, Presiden Trump menerapkan kebijakan antidumping dengan mengacu kepada peraturan domestik Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962 yang mengesampingkan prinsip-prinsip WTO dengan alasan keamanan nasional.
ABSTRACT This thesis examines U.S. antidumping policy on import products from Indonesia in the era of President Trump and President Obama. This study used qualitative research methods with the object of research consisting of campaign promises and policies put forward by Trump and Obama, national security strategies, and fact sheets issued by the United States Trade Representative. This research was conducted by utilizing the theory of national security and the theory of hegemony proposed by Wallerstein. The results of the study show that both Trump and Obama have implemented anti-dumping sanctions but with different investigative initiations. Regarding law enforcement, President Obama complied with the WTO regulations, as Obama considered that the US legitimacy as a super power country must be demonstrated through adherence to multilateral cooperation. This is in line with the theory of hegemony by Wallerstein. On the contrary, President Trump implemented an antidumping policy by referring to the domestic regulation Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962 which disregards WTO principles on the grounds of U.S. national security.
Depok: Universitas Indonesia. Sekolah Kajian Stratejik dan Global, 2019
T52135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nor Islafatun
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan wacana kekuasaan yang direpresentasikan dalam novel Son (2012) karya Lois Lowry. Untuk menganalisisnya, digunakan konsep kekuasaan dari Michel Foucault. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuasaan dihadirkan dengan cara berbeda dalam ketiga komunitas yang ada dalam novel, mulai dari yang berjalan represif hingga terselubung, yaitu melalui pengetahuan. Kekuasaan di komunitas pertama (Book I, Before) direpresentasikan secara represif, sehingga membentuk objektifikasi dan impersonalisasi. Pola tersebut terbentuk melalui praktik indoktrinasi dan pendisiplinan oleh penguasa ke masyarakat. Kekuasaan di komunitas kedua (Book II, Between) tidak berjalan represif, tapi hidup melalui nilai tradisi dan norma sosial. Keduanya berjalan karena adanya dukungan pengetahuan dan produksi kekuasaan. Sementara itu, di komunitas terakhir (Book III, Beyond) kekuasaan menghasilkan tatanan yang menjunjung subjektifitas. Hal tersebut terwujud karena adanya pengetahuan dan legalitas kekuasaan yang beroperasi dalam komunitas tersebut. Berdasarkan hal tersebut, teks menunjukkan bahwa ada hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan. Novel Son menunjukkan bahwa pengetahuan menghasilkan pola kekuasaan yang berbeda. Komunitas terakhir menunjukkan bahwa pengetahuanlah yang membentuk kekuasaan di komunitas ini dalam menciptakan subjektifitas.
2018
T51873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>