Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhuhuri Al Alif Megantara
"ABSTRAK
Skripsi ini meneliti mengenai tinjauan arkeologis dan perbandingan arsitektur candi perwara yang terdapat di Percandian Hindu Prambanan dan Percandian Buddha Plaosan Lor. Candi perwara merupakan salah satu bangunan di dalam kompleks candi selain pethirtan dan/atau mandapa. Candi perwara di kedua kompleks candi tersebut terdapat di dalam kompleks candi yang berbeda aliran keagamaan tetapi memiliki persamaan bentuk arsitektur caitya-grha, arah hadap, serta tata letak candi perwara yang sama. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk arsitektur, perbandingan arsitektur, serta tinjauan arkeologis candi perwara di Percandian Hindu Prambanan dan Percandian Buddha Plaosan Lor sebagai wujud materi kebudayaan masa Hindu-Buddha di Indonesia, terutama di daerah Jawa. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan bangunan Candi Perwara Prambanan dan Candi Perwara Plaosan Lor. Hasil analisis adalah tinjauan perbandingan arsitektural yang berisi persamaan dan perbedaan kedua gugusan candi perwara. Informasi di dalam tinjauan perbandingan arsitektural digunakan sebagai penafsiran tinjauan arkeologis kedua gugusan candi perwara. Tinjauan arkeologis diperkirakan bahwa gugusan Candi Perwara Prambanan berumur lebih muda pada abad ke - 9 Masehi yang dibuktikan dengan penambahan ragam hias arsitektural yang tidak terdapat pada gugusan Candi Perwara Plaosan Lor.

ABSTRACT
This research examines the archaeological review and the comparison of the Perwara Temple (candi perwara)s architecture which are located in both of the enshrinement named Prambanan Hindu Temple Complex and Plaosan Lor Buddha Temple Complex. Perwara Temple is one of the buildings inside an enshrinement beside the pethirtan or mandapa. Perwara Temple in both of enshrinement are different by religious side but have the same architectural form as temple (candi)s architecture in general or known as caitya-grha. Main purpose of this research is gain the general information of architectural form, architectural comparison and the review from archaeological side in both of the enshrinement, hence as one of the archaeological evidences of Hindu- Buddhist period in Indonesia, especially in Java. Analysis is done by comparing the Perwara Prambanan Temple and Perwara Plaosan Lor Temple. Result of the analysis are archaeological review and architectural comparison, first depicted by the architectural differences both of the perwara temples. Hence, the information of the architectural differences use for elucidate about the Perwara Prambanan Temple which is estimated to be slightly younger in the 9th century AD compared to Perwara Plaosan Lor Temple from the field of architectural decoration.
"
2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Krisna Wibowo
"Penelitian ini membahas mengenai permasalahan yang terjadi didalam Prasasti Pupus. Prasasti Pupus merupakan prasasti koleksi Museum Nasional Indonesia dengan nomor Inventaris 24. Prasasti ini mengalami banyak korosi khususnya pada bagian pertanggalan sehingga menyebabkan keraguan mengenai keotentikan dan kredibilitas prasasti tersebut. Dari kritik teks yang dilakukan dalam penelitian ini diketahui bahwa Prasasti Pupus dikeluarkan pada masa Dyah Balitung yaitu pada tahun 822 Saka. Isi dari Prasasti Pupus menyebutkan tentang penetapan wilayah desa Pupus sebagai sima karena merupakan tanah yang diwariskan dari tokoh Rahyangta Sanjaya. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode epigrafis yang sama dengan metode sejarah dengan adanya kritik teks sebagai metode dalam arkeologi untuk menentukan keotentikan dan kredibilitas data. Data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Prasasti Pupus sebagai data primer dan data prasasti-prasasti yang sezaman khusus masa Kadiri dan Mataram Kuna sebagai data sekunder atau pembanding.

This research discusses the problems that occur in Pupus Inscription. Pupus Inscription is an inscription of collection of National Museum of Indonesia with Inventory number 24. This inscription experienced a lot of corrosion especially on the part of the date causing doubts about the authenticity and credibility of the inscription. From the textual criticism conducted in this study note that Pupus Inscription issued during the Dyah Balitung in 822 Saka. The contents of Pupus Inscriptions tell about the determination of Pupus village area as sima because it is a land inherited from figures Rahyangta Sanjaya. The method used in this study is the same epigraphic method with historical method with the existence of textual criticism as a method in archeology to determine the authenticity and credibility of the data. The data to be used in this research is Pupus Inscription as primary data and data of inscriptions of special contemporaries of Kadiri and Mataram Kuna period as secondary data or comparison.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Gita Andharuni
"Skripsi ini membahas mengenai penggambaran relief Ramayana di Candi Siwa dan Candi Brahma pada kompleks percandian Prambanan berdasarkan kaidah Sad-Angga. Relief Ramayana pada Candi Siwa berjumlah 24 panil dengan 46 adegan. Relief Ramayana pada Candi Brahma berjumlah 30 panil dengan 30 adegan.
Dalam skripsi ini tiap adegan akan diamati kesesuaiannya dengan kaidah kesenian Sad-Angga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan kaidah Sad-Angga dalam pembuatan relief-relief di Candi Hindu pada masa Klasik Tua.

This research discuss about depiction of Ramayana relief in Siwa and Brahmana Temple on Prambanan temple complex based on Sad-Angga principle. The amount of Ramayana relief in Siwa Temple are 24 panels with 46 scene and in the amount of Ramayana relief in Brahmana Temple are 30 panels with 30 scene.
In this research every scene in Ramayana relief will be observed its suitability with Sad-Angga principle. The purpose of this research is to know the use of Sad-Angga principle in the making of reliefs in Hindu temple on Klasik Tua period."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zulham Farobi
"

Skripsi ini membahas arca-arca dewa dari Jawa Timur yang tidak sesuai dengan ketentuan ikonografi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi wujud arca yang tidak sesuai dengan aturan ikonografi Hindu, serta faktor-faktor penyebab munculnya arca tersebut. Melalui metode deskripsi dan komparasi, maka hasil penggambaran dan perbandingan tiap arca secara keseluruhan maupun partikular dapat diperoleh secara rinci. Setiap arca, dalam penelitian ini memang tidak sesuai dengan aturan ikonografi karena faktor penafsiran yang berbeda terhadap ketentuan ikonografi, dan kebebasan seniman pemahat arca.


The research discusses about the statues of the Gods from East Java that have not properly with the iconography. This study is to identify the form of statues that are not properly with the Hindi‘s iconography and to identify the factors that cause the appearance of the statue. Through the method of description and comparison, the results of this research of each statue as a whole or particular can be obtained in detail. Each statue, in this study is not properly with the order of iconography due to lack of the difference interpretation of iconography, and the independence of sculpture artists.

"
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adytio Hardianto
"Prasasti merupakan sumber primer dalam mempelajari kehidupan masyarakat Jawa Kuno pada masa Hindu-Buddha. Dalam prasasti disebutkan secara langsung akan kontak dengan orang-orang asing yang disebut dalam prasasti sebagai wka kilalan. Penyebutan tersebut pertama kali dilakukan pada prasasti-prasasti Airlangga (abad ke-11) hingga masa Majapahit (abad ke-15). Orang-orang asing tersebut disebutkan dalam prasasti berdatangan ke Jawa dari berbagai daerah-daerah Asia hingga Afrika. Dalam masyarakat Jawa dikenal akan adanya sistem penggolongan berupa sistem kasta yang memisahkan masyarakat menjadi beberapa golongan berupa brahmana, ksatriya, waisya, dan sudra. Menurut prasasti diketahui kerajaan-kerajaan Jawa Kuno memberi peraturan khusus untuk orang asing yang berupa larangan dan pajak tambahan. Peraturan yang ditetapkan dalam prasasti terhadap orang asing memberi gambaran seakan-akan orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa hanyalah pedagang. Menurut berita asing dan naskah kuno dapat diketahui motivasi, peran, dan kedudukan dari orang-orang asing yang berkunjung ke Jawa bukan hanya pedagang. Motivasi kedatangan mereka dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu motivasi agama, politik, dan ekonomi. Ketiga jenis motivasi tersebut dapat memberi gambaran peran-peran orang asing yang berkunjung ke Jawa, contohnya sebagai seorang prajurit, pendeta, utusan, dan pedagang. Dari peran-peran tersebut dapat diketahui kedudukan peran orang-orang asing dalam masyarakat Jawa beragam.

Inscriptions serve as primary sources for studying the ancient Javanese society during the Hindu-Buddhist period. These inscriptions directly mention contacts with foreigners referred to as "wka kilalan." This reference is used first in the Airlangga inscriptions (11th century) and continues through the Majapahit era (15th century). The inscriptions state that these foreigners arrived in Java from various regions in Asia to Africa. Within Javanese society, a caste system was recognized, dividing the population into distinct groups such as brahmana, ksatriya, waisya, and sudra. According to the inscriptions, ancient Javanese kingdoms implemented specific regulations for foreigners, including prohibitions and additional taxes. The regulations outlined in the inscriptions portray the foreigners' visits to Java as primarily involving trade. Contrary to the notion of foreigners merely being traders, insights from foreign accounts and ancient manuscripts reveal that their motivations, roles, and positions were not limited to commerce. The motivations for their visits can be categorized into three types: religious, political, and economic. These motivations provide a comprehensive view of the various roles undertaken by foreigners in Java, including as warriors, priests, envoys, and traders. Understanding these roles helps illustrate the diverse positions held by foreigners within Javanese society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Dian Safitri
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji penggambaran relief Hirayagarbha dan hubungannya dengan ritual keagamaan Buddha di kaki Candi Mendut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi penggambaran relief yang berhubungan dengan prosesi ritual Buddha. Melalui deskripsi dan perbandingan, penelitian ini akan memaparkan hasil mengenai variasi penggambaran relief Hirayagarbha. Relief Hirayagarbha di candi-candi di Jawa Tengah abad 8 mdash;10 M memiliki persamaan corak penggambaran karena dibangun pada masa pemerintahan dinasti yang sama. Hasil pemaparan penggambaran relief Hirayagarbha di kaki Candi Mendut juga akan menunjukan arah keliling candi di dalam prosesi ritual keagaman.

ABSTRACT
This research describes the depiction of The Hira yagarbha relief and its relation to The Buddhist religious rituals on the foot of Mendut Temple. The purpose of this research is to figure out the reliefs variations that is related to The Buddhist rituals procession. Based on a description and comparison, this research describes the result of the depiction variations of The Hira yagarbha relief. The Hira yagarbha reliefs in the 8th mdash 10th century Central Java rsquo s Temples have the same depiction style because they were built during the same dynasty. The explanation of Hira yagarbha relief rsquo s depiction on the foot of Mendut Temple will also show the walking direction in the temple ritual procession. "
2017
S69080
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baby Vannesa
"Skripsi ini membahas penataan halaman kompleks candi di Muarajambi berdasarkan pada empat konsep penataan ruang, yaitu penataan yang mengacu ke arah absolut, penataan berdasarkan posisi relatif, penataan berdasarkan posisi hierarkis dan penataan berdasarkan posisi struktural. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kaidah-kaidah penataan ruang yang diterapkan pada halaman kompleks candi di Kawasan Muarajambi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti tiga tahapan dalam arkeologi, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, dan penafsiran data. Hasil dari penelitian ini adalah konsep yang diterapkan hampir di seluruh kompleks candi adalah penataan yang mengacu ke arah absolut dan berdasarkan posisi relatif. Serta terdapat pula penataan struktural dilihat dari keletakan mandapa yang selalu berada di depan candi induk meskipun orientasi candi tersebut berbeda-beda. Kesimpulannya adalah orientasi kompleks candi di Kawasan Muarajambi mengacu pada 3 arah, yaitu timur, utara dan timur laut yang merupakan 3 arah terbaik dalam konsep Astadikpalaka. Penataan bangunan di dalam kompleks candi didasarkan pada posisi relatif candi induk sebagai titik tengah axis mundi , serta penataan struktural dari keletakan candi induk, mandapa dan pintu gerbang pada beberapa kompleks merupakan cerminan dari konsep tri dhatu yang diterapkan secara horizontal.

This undergraduate thesis discusses the yard rsquo s arrangement of temple complexes in Muarajambi region, based on the four concepts of spatial arrangement. First, the arrangement refers to absolute direction. Second, the arrangement based on relative position. Third, the arrangement based on hierarchical position. Fourth, the arrangement based on the structural position. The purpose of this study is to determine how the rules of spatial arrangement applied on the temple complexes in Muarajambi region. The research method used in this study follows three stages in archaeology, namely data collection, data processing, and data interpretation. The conclusion is that the temple complex in Muarajambi region refers to three dirction, which is the east, north and northeast. The relative position of the main temple determines the arrangement of the buildings and the yards. Also there is structural arrangement in the temple complexes that is the mandapa building always located in front of the main temple although the orientation is different.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galang Setiawan Fauzie
"Pada beberapa prasasti batu di Museum Nasional Jakarta dijumpai ornamen. Ornamen tersebut memiliki bentuk dan jenis yang bervariasi. Ornamen banyak ditemukan pada prasasti yang dikeluarkan oleh raja. Raja-raja tersebut antara lain raja yang memerintah pada masa Mataram Kuna. Setiap raja memiliki ciri khas ornamen yang berbeda-beda. Hal itu membawa persepsi bahwa setiap ornamen pada prasasti memiliki arti yang berbeda sesuai dengan tujuan raja pada waktu itu. Penelitian ini mencoba untuk merekonstruksi arti ornamen pada prasasti yang dikeluarkan oleh raja, selain memiliki arti yang tampak juga memiliki arti lain berdasarkan fungsi dan keletakkannya.

AbstractIn some stone inscriptions in Jakarta National Museum found ornaments. The ornament has a variety of shapes and types. Ornaments are mostly found on inscriptions issued by kings. These kings include the kings who reigned during the time of Mataram Kuna. Each king has the distinctive characteristics of different ornaments. It brings the perception that every ornament on an inscription has a different meaning according to the purpose of the king at that time. This research tries to reconstruct the meaning of ornaments on the inscriptions issued by the king, in addition to having visible meanings also have other meanings based on their function and laying."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Ummi Zaina
"Artikel ini membahas klenteng sebagai ekspresi pemujaan dewa tukang kayu. Salah satu klenteng yang pada awalnya hanya diperuntukkan untuk orang yang berprofesi sebagai tukang kayu, pemahat, pembuat kapal, ataupun pertukangan adalah Klenteng Lu Pan Bio di Jakarta. Dalam penelitian arkeologi, umumnya klenteng dikaji berdasarkan bentuk atau arsitektur bangunan dan ornamen-ornamennya. Sementara hal lain yang menarik untuk dikaji adalah kaitan antara arca dewa yang berada di altar utama dengan peruntukkan klenteng itu sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tampilan langgam bangunan yang ada pada klenteng dan bentuk-bentuk ragam hias yang berhubungan dengan Dewa Lu Ban pada kelenteng Lu Pan Bio. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan klenteng Lu Pan Bio mengikuti gaya bangunan Tionghoa, dan ada keterkaitan antara ornamen khusus dewa Lu Ban dengan peruntukkan klenteng itu sendiri yakni sebagai tempat pemujaan dewa tukang kayu.

This article discusses the pagoda as an expression of carpenter god worship. One of the temples that was originally only intended for people who worked as carpenters, carvers, shipbuilders, or carpenters is the Lu Pan Bio Temple in Jakarta. In archaeological research, generally, the pagoda is studied based on the shape or architecture of the building and its ornaments. Meanwhile, another thing that is interesting to study is the relationship between the god statue on the main altar and the designation of the temple itself. The purpose of this research is to describe the appearance of the existing building styles in the pagoda and the decorative forms associated with Dewa Lu Ban at the Lu Pan Bio temple. The method used in this research is descriptive analysis. The results of this study indicate that the building of the Lu Pan Bio temple follows the Chinese building style, and there is a relationship between the special ornament of the god Lu Ban and the designation of the temple itself, namely as a place of worship of the carpenter god.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Adelia Kusumaningtyas
"Makalah ini membahas tentang lanskap budaya yang terkait dengan kosmologi Hindu di Situs Liangan. Situs Liangan terletak di kaki Gunung Sindoro dan berlatar belakang Hindu. Salah satu studi arkeologi dalam melihat situs arkeologi di kawasan Liangan adalah studi arkeologi permukiman, khususnya melalui pendekatan arkeologi lanskap budaya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merekonstruksi aktivitas manusia melalui lanskap budaya dan terkait dengan kosmologi Hindu di Situs Liangan. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, Situs Liangan dapat dibagi menjadi empat wilayah dan memiliki ruang lanskap alam berupa dataran tinggi yang dimanfaatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat Liangan di masa lalu. Caranya dengan membentuk teras-teras yang berada di sela-sela dinding teras yang dikeraskan dengan balok-balok batu yang biasa disebut talud. Selain itu, terlihat adanya pembagian konsep kosmologis pada areal yang meliputi pekarangan dan areal di luar pekarangan Situs Liangan.

Kata kunci: Situs Liangan, pemukiman, lanskap budaya, kosmologi Hindu, talud, halaman.


This paper discusses the cultural landscape associated with Hindu cosmology at the Liangan Site. The Liangan site is located at the foot of Mount Sindoro and has a Hindu background. One of the archaeological studies in looking at archaeological sites in the Liangan area is the study of settlement archeology, particularly through an archaeological approach to cultural landscapes. The purpose of this research is to reconstruct human activities through the cultural landscape and associated with Hindu cosmology in the Liangan Site. The method used is descriptive analysis. Based on the research results, the Liangan Site can be divided into four areas and has natural landscape spaces in the form of highlands that were utilized and adapted to the needs of the Liangan people in the past. You do this by forming terraces that are in between or terrace walls which are hardened with stone blocks which are commonly called talud. Also, it is seen that there is a division of cosmological concepts in the area including the yard and the area outside the Liangan Site yard.

Key words: Liangan site, settlement, cultural landscape, Hindu cosmology, talud, grounds.

"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>