Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 25 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endah Setyowati
"Banyak permasalahan yang terjadi dalam proses rekrutmen dan seleksi CPNS, baik yang menyangkut aspek transparansi, kompetisi, obyektivitas, maupun kompetensi. Tujuan penelitian ini untuk mendiskripsikan pelaksanaan rekrutmen dan seleksi CPNS dan menganalisis berbagai hambatan penerapan prinsip-prinsip merit dalam proses rekrutmen dan seleksi CPNS. Penelitian ini menggunakan paradigma post-positivisme dan metode kualitatif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, FGD, dan data dokumentasi yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis data interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses rekrutmen dan seleksi CPNS belum berdasarkan pada prinsip-prinsip merit, hal ini ditandai dengan: pengajuan formasi tidak didasarkan pada kebutuhan birokrasi, ada indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme, pelamar yang lulus tes tidak didasarkan pada passing grade. Berpijak pada analisis makro, kondisi tersebut disebabkan kerangka kebijakan sebagai dasar pelaksanaan rekrutmen dan seleksi CPNS belum secara tegas dan jelas menjelaskan tentang system merit dalam pasal-pasalnya.
Berdasarkan analisis messo disebabkan karena terjadinya overlapping kewenangan antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dengan Badan Kepegawaian Negara selaku lembaga pengelola kepegawaian. Selanjutnya berdasarkan analisis mikro ditemukan adanya tiga hambatan yang menyebabkan rekrutmen dan seleksi CPNS tidak berjalan berdasarkan pada prinsip-prinsip merit, yaitu: hambatan administratif, hambatan politik dan budaya, dan hambatan teknis.
Berkaitan dengan temuan penelitian di atas maka perlu dilakukan beberapa tindakan. Pertama, pembenahan kerangka kebijakan dan harmonisasi peraturan dengan cara perbaikan isi dari kebijakan (content of policy), kejelasan kewenangan lembaga pengelola kepegawaian (pattern of interaction), dan perlu kerja bersama antara Kemenpan RB dan BKN dibawah koordinasi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan RB (managing of people) dalam mengeluarkan kebijakan. Kedua, perbaikan mekanisme pelaksanaan rekrutmen dan seleksi CPNS dengan menggunakan CAT (Computer Assisted Test) untuk Tes Kemampuan Dasar (TKD), dan lembaga pengelola kepegawaian harus membuat kisi-kisi untuk Tes Kemampuan Bidang (TKB) agar ada indikator dan standar penilaian yang obyektif.

A lot of problems that occured in the process of recruitment and selection of civil servant candidate (CPNS) that concerned the aspects of transparency, competition, objectivity, and competence. The purposes of this study were to describe the implementation of the recruitment and selection of civil servant candidate (CPNS) and analyze various obstacles applying the principles of merit in recruitment and selection of CPNS. This study used the paradigm of post - positivisme and qualitative method. The process of data collection was done by interviews deeply, FGD, and the data documentation to be further analyzed using interactive data analysis.
The result of this study showed that the recruitment and selection process of civil servant candidate (CPNS) was not based on the principles of merit yet, it was characterized by : formation submission which is not based on the bureaucracy needs, there are indications of corruption, collusion and nepotism, and applicants who pass the test were not based on a passing grade. Based on the macro analysis, the conditions were caused by the policy framework as the basis for the implementation of the recruitment and selection of civil servant candidate (CPNS) which not explained explicitly and clearly about the merit system in its articles.
Based on the messo analysis which was caused by overlapping of authority between the Ministry of Administrative and Bureaucratic Reform by the State Personnel Board as personnel management institutions. Furthermore, based on micro- analysis found that there were three barriers that lead to the recruitment and selection of CPNS which was not implemented based on the merit principles, namely: administrative barriers, political and cultural barriers, and technical barriers.
Related to the above research findings, it is necessary to do some actions. First, fixing policy framework and harmonizing regulatory by improving the content of policies, clarifying the authority of personnel management institution (patterns of interaction), and performing cooperative program between the Ministry of Administrative Reform and Bureaucratic Reform (Kemenpan RB) and the National Employment Agency (BKN) under the coordination of the Minister of Administrative Reform and Bureaucratic Reform ( managing of people ) in issuing the policy. Second, improving the implementation mechanisms of recruitment and selection of civil servant candidate (CPNS) by using CAT (Computer Assisted Test) for Basic Ability Test (TKD), and personnel management institution must make the lattice for Ability of Field Test (TKB) in order to get an objective assessment indicator and standard.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1491
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moeldoko
"Keberhasilan dalam pengelolaan kawasan perbatasan merupakan salah satu tujuan dalam mewujudkan kepentingan nasional yang paling strategis bagi tegakberdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, selama lebih dari enam dasa-warsa, pengelolaan kawasan perbatasan masih menghadapi masalah dalam hal keamanan dan kedaulatan; kesejahteraan dan perlindungan rakyat; pelayanan publik dan sarana-prasarana; tata kelola dan keberlanjutan lingkungan; ketergantungan pada negara tetangga; kejahatan lintas perbatasan; pengamanan, pengelolaan dan perlindungan aset-aset nasional; dan desentralisasi pemerintahan.
Permasalahan-permasalahan tersebut bersumber pada isi kebijakan, implementasi kebijakan dan gambaran masa depan yang problematik. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab tiga pertanyaan pokok, yakni: (i) bagaimana isi kebijakan ( policy content) pengelolaan kawasan perbatasan sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 2008 dan Perpres No. 12 Tahun 2010 serta peraturan perundang-undangan dan kebijakan terkait lainnya?; (ii) bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan dalam mewujudkan beranda depan negara yang aman dan sejahtera?; dan (iii) bagaimana skenario dan arah kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan yang aman dan sejahtera sampai dengan tahun 2030? Secara umum, penelitian dilakukan dalam dua tahap, yakni tahap pertama yang mencakup evaluasi isi dan implementasi kebijakan serta tahap kedua yang mencakup scenario planning dan perumusan rekomendasi kebijakan.
Analisis terhadap isi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan menemukan adanya "kesenjangan" kebijakan, kurang harmonisnya pengaturan antar kebijakan, dan tumpang tindihnya kebijakan dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Ketidak-selarasan kebijakan antara lain ditemukan dalam aspek penganggaran, yaitu bahwa anggaran pengelolaan kawasan perbatasan yang terdapat pada pos belanja Pemerintah masih tersebar di beberapa Kementerian/ Lembaga teknis. Analisis terdahap implementasi kebijakan mendapatkan kurangnya koordinasi dan keterpaduan program oleh BNPP sebagai akar masalah dari belum efektifnya pengelolaan kawasan perbatasan. Sistem pembagian dan koordinasi kewenangan antara BNPP dan lembaga-lembaga ad-hoc juga problematik. Implementasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan juga dipengaruhi oleh belum adanya grand design penataan dan pengelolaan kawasan perbatasan.
Dengan pertanyaan strategis "Bagaimanakah kondisi kawasan perbatasan dapat dipertahankan dalam bingkai NKRI sampai dengan tahun 2030 dan guna mengantisipasi AEC 2015 yang berkolaborasi dan berkompetisi"?, empat driving forces dirumuskan, yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan, serta kesejahteraan. Peneliti membangun 4 (empat) scenario pengelolaan kawasan perbatasan, yaitu: Merah Putih Berkibar Jaya, Merah Putih Terkulai di Ujung Tiang, Merah Putih Setengah Tiang, dan Merah Putih Turun Tiang. Dari analisis kebijakan disimpulkan adanya kesenjangan, disharmonisasi, kevakuman, ketidakkonsistenan, serta ketidaktepatan perumusan kebijakan, yang mengakibatkan tidak optimalnya sistem keorganisasian dan program. Dari analisis implementasi kebijakan disimpulkan adanya ketidakefektivan implementasi karena keragaman persepsi dan hambatan prasarana dan sarana. Dari scenario planning disimpulkan adanya empat driving forces yaitu politik, pembangunan ekonomi, keamanan dan kesejahteraan, dan bahwa apabila tidak dilakukan perubahan, pengelolaan kawasan perbatasan akan masuk pada Skenario Merah Putih Setengah Tiang atau Merah Putih Turun Tiang. Untuk itu, perubahan atau penyempurnaan kebijakan dan penguatan kelembagaan dibutuhkan.
Berkenan dengan isi kebijakan direkomendasikan perlunya perbaikan, penyempurnaan dan harmonisasi kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan, serta perlunya pengembangan Grand Design Penataan dan Pengelolaan Kawasan Perbatasan. Berkenaan dengan implementasi kebijakan direkomendasikan perlunya kesepahaman persepsi dan strategi dari para stakeholder serta penyediaan prasarana, sarana dan sumber daya yang memadai, mendesaknya reorganisasi BNPP dengan menempatkannya di bawah kendali langsung Wakil Presiden, perlunya restrukturisasi BNPP berdasarkan pada satuan wilayah, serta diberikannya kewenangan kepada BNPP untuk menentukan alokasi anggaran dalam pengelolaan kawasan perbatasan. Berkenaan dengan scenario planning direkomendasikan perlunya pengembangan skenario dengan variabel-variabel yang lebih lengkap sebagai dasar pembaruan atau penyempurnaan kebijakan dan implementasinya, serta perlunya perbaikan atau penyempurnaan kebijakan strategis secara terus-menerus berdasarkan pada Skenario Merah Putih Berkibar Jaya, dengan mempertimbangkan perkembangan kekinian, preferensi dan agenda nasional dan lokal.
Implikasi teoritik penelitian ini adalah, pertama, penelitian kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan perlu dikembangkan lebih lanjut, dan, kedua, sintesa teoritik dalam penelitian kebijakan yang mendasarkan pada teori-teori struktur kebijakan dan kontekstualisasi kebijakan serta dipadukan dengan teori-teori evaluasi kebijakan serta teori-teori reformasi teritorial perlu dikembangkan lebih lanjut. Secara praktik, penelitian ini memiliki tiga implikasi. Pertama, perlunya perbaikan atau penyempurnaan kebijakan dengan mendasarkan pada analisis kebijakan terkait demi terwujudnya skenario ideal. Kedua, perlunya kajian kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan demi merumuskan peraturan perundangundangan yang bersifat lex specialis. Ketiga, perlunya intervensi pemerintah dalam hal pemekaran daerah, membuat tata wilayah pengembangan baru dalam bentuk daerah administratif di perbatasan.

The success of border area management is one of aims in creating the most strategic national importance for stand-establishment the unitary state of Indonesia or NKRI. However, for more than six decades, the border area management is still facing problems in terms of security and sovereignty; the prosperity and the protection of people; the public service and the infrastructures; the governance and the sustainability of behavior; the dependence on neighboring country; the cross-border crime; security, management and protection of national assets; and the government decentralization. Those issues are based on the content of policy, policy implementation and the problematic future reflection.
Therefore, this research is done for answering three main questions, there are: (i) what is the content of border area management policy in the same manner as set out in Law No. 43 of 2008 and Presidential Law No. 12 Tahun 2010 and the content of legislation rule and the other concerned policy?; (ii) What is the implementation of border area management policy in creating secure and prosperous national front porch?; (iii) what scenario and direction border area management policy which is secure and prosperous until 2030? Generally, the research is done in two stages; the first stage covers the content evaluation and the policy implementation and the second stage covers the planning scenario and the recommendation formulating of policy.
Analysis to content of border area management policy discovers the policy "discrepancy", the lack of inters policy regulation harmony, and the overlapping of policy in border area management. The policy unconformity is discovered in budgeting aspect, the budget of border area management which is contained in government expense items is still spread in some ministries or technical institutions. Analysis to policy implementation discovers the lack of program coordination and the cohesiveness by BNPP as the main problem of the border area management ineffectiveness. The distribution system and the authority coordination between BNPP and ad-hoc institutions are also problematic. The implementation of border area policy is also influenced by the absence of border area ordering and management grand design.
With the strategic question "how the condition of the border area is defensible in NKRI frame until 2030 and in anticipation of the AEC 2015 collaborate and compete"?, four driving forces are formulated, there are politic, economy development, security, and prosperity. The researcher set up four scenarios of border area management, there are: Merah Putih Berkibar Jaya, Merah Putih Terkulai di Ujung Tiang, Merah Putih Setengah Tiang, dan Merah Putih Turun Tiang. From the policy analysis can be concluded that there are the discrepancy, the exist of vacuum, the inconsistence, the disharmony, and the inaccuracy of policy formulation, which cause the organization and program system is non-optimal. From the implementation of policy analysis can be concluded that there is the ineffectiveness of implementation caused by varieties of perception and infrastructures obstruction. From the scenario planning can be concluded that there are four driving forces: politic, economy development, security, and prosperity, and that if there is no change, the border area management will be entered in Skenario Merah Putih Setengah Tiang or Merah Putih Turun Tiang. As for some reasons, the changes and the action of perfectingthe policy and the consolidating of institutional are needed.
In connection with the content of policy there is a recommendation for rehabilitation, action of perfecting and the harmonization of border area policy, and also the need of developing the border area management and ordering. In connection with the policy implementation there is a recommendation the need of the like-minded perception and the strategy from the stakeholders and also the infrastructure supplying, the equality of infrastructure and the main resource, the BNPP reorganization obtruding with place BNPP under the Vice President control, the need of restructuration BNPP based on unit of area, and the authority for BNPP leader for determining the budget allocation in managing border area. In connection with scenario planning there is a recommendation the need of scenario development with the complete variables as the main renewal or the action of perfecting the policy and its implementation, and also the need of rehabilitation and action of perfecting the strategic policy continuously based on Merah Putih Berkibar Jaya scenario, with considering the newest development, preference and national-local agenda.
The theories implication of this research is first, the research of border area management policy needs to be developed further. Second, theories synthesis in policy research is going upon the policy structure theories, the policy contextualization, and is compacted with the policy evaluation theories and the territorial reformation theories needs to be developed further. Practically, this research has three implications. First, the need of the rehabilitation and the action of perfecting the policy is going upon the concerned policy analysis for creating ideal scenario. Second, the need of the border area management policy study for formulating the rules of law which is lex specializes. Third, the need of government intervention in terms of the region enfoldment, creating a new development low of region such as an administrative region in border area.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1462
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triarko Nurlambang
"Sudah 50 tahun lebih Perencanaan Penataan Ruang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia. Namun sampai saat ini belum dapat dinyatakan telah berhasil diterapkan secara efektif dan optimal, baik pada tingkat nasional maupun daerah. Situasi ini termasuk kawasan pembangunan strategis nasional seperti Kawasan Jabodetabekjur. Masalah ini diteliti dalam perspektif kelembagaan penataan ruang. Penelitian ini menggunakan pendekatan teoritis penataan kelembagaan (institutional arrangment) untuk memahami kemampuan merealisasi kebijakan perencanaan penataan ruang terkait dan pilihan publik (public choice) untuk memahami dinamika pembangunan satu kawasan. Selain itu juga mekanisme perwujudan aspirasi masyarakat serta pemahaman teoritis penataan ruang menggunakan basis teori ruang dan organisasi ruang. Untuk memahami secara mendalam (eksploratif) kompleksitas dan dinamisnya permasalahan pembangunan ini maka digunakan penelitan kualitatif dengan menggunakan Kawasan Metropolis Jabodetabekjur sebagai studi kasus. Pilihan metode ini didasari oleh orientasi pemikiran penelitian pada interpretivisme atau konstruksivisme sebagai bagian kerangka pemikiran post-positivisme. Orientasi pemikiran ini mengarahkan pada proses penelitian berturut-turut melakukan konstruksi teoritis, dekonstruksi melalui kajian kondisi eksisting, dan rekonstruksi konsep alternatif sistem kelembagaan penataan ruang.
Dari hasil dekonstruksi terhadap kondisi eksisting Kawasan Jabodetabekjur dan eksplorasi kondisi kapasitas kelembagaan serta mengkaji dari prinsip-prinsip Good Governance menunjukkan bahwa rencana penataan ruang tidak terrancang dengan tepat fungsi dan dapat diimplementasikan secara efektif, diantaranya ditandai dengan munculnya urban sprawl. Demikian pula dengan peran dan fungsi BKSP Jabodetabekjur yang sudah tidak lagi efektif sebagai lembaga yang berfungsi sebagai koordinator. Untuk itu dalam mengelola kawasan Metropolis Jabodetabekjur ini diperlukan peningkatan kekuatan otorita dengan membentuk lembaga semacam Dewan Metropolis yang ditetapkan dengan Undang-Undang (UU) dan dapat termasuk kategori Badan Ekstra Struktural. Dewan ini pada dasarnya terbagi atas dua unit yakni urusan yang mendasar yaitu unit yang mengatur terdiri dari para pemangku kepentingan dari pihak wakil pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangkukepentingan utama lainnya. Sementara itu unit kedua adalah satuan kerja pelaksana pembangunan. Dewan Metropolis Jabodetabekjur ini dikepalai oleh seorang gubernur dan memiliki otoritas mengelola wilayahnya, diantaranya yang prinsipiil adalah menetapkan dan mengangkat walikota atau bupati seperti yang diterapkan di provinsi DKI Jakarta. Ruang lingkup Dewan Metropolis memiliki ruang lingkup kerja utamanya adalah merumuskan rencana pembangunan penataan ruang dan sektor pembangunan strategis yang terkait dengan urusan lintas batas antar daerah. Dewan Metropolis ini merupakan kombinasi dari konsep lembaga otoritas Metropolis (Metropolitan) tingkat tinggi dan place bounded institution.

Over the last 50 years, the Government of Indonesia have applied spatial planning. Almost all spatial planning have not successful implemented effectively yet, either at, either at national or local level development. A similar situation also occurred in Strategic Regional Development, such as Kawasan Jabodetabekjur. This problem is scrutinized through policies and institutional arrangement perspectives of spatial planning implementation. Basically it use institutional, public choice, and spatial organization theory for understanding its dynamic problems of regional development. Moreover, a spatial theory and its spatial organization approach were applied to have better understanding of decision making on how the spatial planning policy being formulated and implemented in fulfilling public and development demand. In order to overcome the complexity and dynamic of regional development then this research apply a qualitative approach and Jabodetabekjur Metropolis area as its case study. As a post positivism research, it is applied on interpretivism and constructivism perspectives which has research steps as follows: constructing , deconstructing, and reconstructing. The restructuring of an alternative concept or theory of mainly spatial development institutional arrangement. By having the decontruction process it is found that spatial plan is not well constructed and implemented.
It is shown by the emerging of urban sprawl phenomena within the Jabodetabekjur area. While by using good governance principles for understanding organization capabilities, it is also found that BKSP jabodetabekjur (Development Collborative Board for Jabodetabek Area) is unsuccessfully implemented its role and function as development coordinator board. Therefore, an alternative stronger powerfull institution and capacity such Metropolis (Metropolitan) Council. The Metropolis Council should be established under a higher and stronger Law. In terms of Indonesia?s institutional government system, the Metropolis Council is categorized as an Extra Structural Institution (at national level) and lead by governor similar to DKI Jakarta government structure. There are two main units under the Metropolis Council. First, unit for regulating which is consist of main stakeholders including central government, local governments as well as their legislative representation, and other major stakeholders. While the second unit is Implementing Body which is consist of a combinations of professionals and government employees. The Metropolis Council scope of works mainly on making Jabodetabekjur spatial plan and implementing Jabodetabekjur strategic development scheme which bounding with local cross border affairs. The Jabodetabek Metropolis Council is basically refer to a combination of High Level Metropolitan Authority and Place Bounded Institution concepts."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1501
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gigi Gunandi Indra Cahya
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai implementasi kebijakan pemilihan kepala desa
serentak yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk menganalisis
bagaimana implementasi kebijakan pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten
Subang dan mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi
kebijakan pemilihan kepala desa serentak di Kabupaten Subang. Dengan
menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menghasilkan beberapa temuan
penting yaitu terhambatnya pencairan dana bantuan penyelenggaraan pemilihan
kepala desa, sosialisasi kebijakan yang belum berjalan dengan baik, kualitas SDM
pelaksana implementasi kebijakan yang perlu ditingkatkan, mekanisme
penyelesaian sengketa atau permasalahan yang belum diatur dengan baik di
peraturan bupati. Dari sisi akademis, penelitian ini membuktikan bahwa konsep
implementasi kebijakan ternyata juga dipengaruhi oleh kontekslokal seperti dalam
penelitian ini yaitu faktor struktur politik lokal dan daya dukung masyarakat. Faktor
yang paling berpengaruh dalam implementasi kebijakan pilkades serentak ini
adalah faktor komunikasi, sumber daya pelaksana kebijakan dan struktur politik
lokal

ABSTRACT
This thesis deals with the implementation of the policy of concurrent village chief
elections which is the mandate of law number 6 Year 2014 of the village. The
purpose of performance of this research is to analyze how the implementation of
the policy of the village chief elections simultaneously in Subang and aware of the
factors that affect the implementation of the policy of the village chief elections
simultaneously in Subang. By using qualitative methods, the research produced
some important findings i.e. delays disbursement assistance conducting the election
of the village chief, the policy of socialization has not gone well, the quality of
human resource for implementing the policy implementation needs to be improved,
the dispute resolution mechanism or a problem that has not been regulated in the
regulation of the Regent. From the academic side, research is proving that the
concept of implementation policy turns out to be too influenced by the local context
as the factor structure of local political power and support of the community. The
most influential factor in the implementation of the policy of concurrent election
this factor is communication, implementing policies and resources of the local
political structure."
2016
T46763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Mulyana
"ABSTRAK
Air merupakan sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk kehidupan manusia. Penyediaan air
perkotaan belum memenuhi target pemenuhan hak atas air secara kuantitas, kualitas dan
keterjangkauan. Sistem pengelolaan air perkotaan masih tradisional menekankan pembangunan fisik
infrastruktur dan masih dikelola terpisah-pisah (fragmented). Riset ini bertujuan mengembangkan
model dynamic governance dalam tata kelola air perkotaan. Pendekatan riset menggunakan metoda
gabungan, antara lain: Structural Equation Modelling (SEM) untuk menemukenali faktor-faktor
yang mempengaruhi kondisi tata kelola air perkotaan saat ini, Social Network Analysis (SNA) untuk
menilai tingkat interaksi antara aktor dan domain kebijakan siklus air perkotaan dan Soft System
Methodology (SSM) untuk pengembangan model konseptual. Keluaran riset berupa model
konseptual dynamic governance dalam tata kelola air perkotaan pada proses hirarki kebijakan mulai
level kebijakan, organisasional dan operasional untuk mewujudkan tujuan pengelolaan air perkotaan
berkelanjutan. Model konseptual digambarkan melalui jalur-jalur aktivitas yang dihasilkan dari
interaksi elemen kapabilitas dinamis dengan kultur organisasi. Model dynamic governance
diadaptasi di Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung sebagai strategi implementasi pada kawasan
perkotaan yang cepat tumbuh.

ABSTRACT
Water is a key resource needed for human life. Urban water supply has not met the target of fulfilling
water rights in quantity, quality and affordability. Urban water management systems still
traditionally emphasize the physical construction of infrastructure and are still managed
fragmented. This research aims to develop a dynamic governance model in urban water governance.
The research approach uses mixed methods, including: Structural Equation Modeling (SEM) to
identify the factors that influence the current state of urban water governance, Social Network
Analysis (SNA) to assess the level of interaction between actors and policy domains of urban water
cycles, and Soft System Methodology (SSM) for the development of conceptual model. The result of
research is a conceptual model of dynamic governance in urban water governance at policy
hierarchy process starting from policy, organizational and operational levels in order to achieve
the ultimate goals of sustainable urban water management. The conceptual model is described
through activity pathways resulting from the interaction of elements of dynamic capabilities and
organizational culture. The dynamic governance model is adapted in Kawasan Perkotaan Cekungan
Bandung as an implementation strategy in fast-growing urban areas.

"
2019
D2625
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzie
"Penelitian ini berdasarkan factual problem bahwa Super apps JAKI belum mencapai tingkat maksimal dalam aspek kepercayaan publik. Ketidakseimbangan pengunduh dan pengguna aktif Super apps JAKI menjadi problematika yang ditemukan yang dapat mempengaruhi kepercayaan. Selain itu, tantangan dan hambatan dalam mendapatkan kepercayaan publik terhadap e-Government sangat kompleks, terlebih di negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki keragaman budaya, sosial, pendidikan, suku, dan agama. Penelitian ini menganalisis tingkat kepercayaan publik terhadap Super apps JAKI dan faktor faktor apa yang mempengaruhinya melalui opini publik dengan melakukan survei. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan positivist. Analisis eksplanatif digunakan untuk mengukur dan memberikan gambaran tingkat kepercayaan publik dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dan metode OECD. Penelitian ini juga menggunakan Structural Equation Model (SEM) untuk membangun hubungan model kepercayaan publik. Hasil histogram penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap Super apps JAKI berada pada posisi menengah ke tinggi dengan skor OECD, yaitu sebesar 7.4 dari skala 10, yang menandakan tingkat kepercayaan publik pada level menengah. Tingkat kepercayaan tersebut berdasarkan persepsi publik atas kemampuan, integritas dan kebaikan Super apps JAKI dalam memberikan layanan kepada publik. Faktor demografi responden pengguna seperti pekerjaan dan jenis kelamin juga memiliki dampak langsung terhadap kepercayaan publik. Keputusan publik untuk menggunakan dan mempercayai Super apps JAKI membutuhkan tahapan yang melibatkan berbagai faktor. Pengujian model kepercayaan publik dengan SEM menghasilkan faktor-faktor yang signifikan berpengaruh langsung terhadap kepercayaan publik yaitu media sosial, pengaruh sosial, lembaga pemerintah, kebijakan dan teknologi. Dari kelima faktor tersebut, faktor media sosial memiliki pengaruh paling signifikan sebagai media fenomena baru dalam sosialisasi, promosi dan diseminasi kepada publik yang cenderung mencari informasi dengan cepat dan mudah tanpa peduli terhadap risiko, politik dan budaya. Pemerintah perlu memperhatikan faktor lain untuk meningkatkan rasa aman dan nyaman pengguna Super apps JAKI sebagai bentuk kewaspadaan terhadap penerimaan risiko data dan informasi pribadi. Penelitian ini menjadi starting point untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan model yang lebih spesifik untuk kota-kota yang berbasis pedesaan pada negara berkembang

This research is based on the factual problem that JAKI Super apps have not reached the maximum level in the aspect of public trust. The imbalance of downloaders and active users of JAKI Super apps is a problem found that can affect trust. In addition, the challenges and obstacles in gaining public trust in e Government are very complex, especially in developing countries such as Indonesia which has cultural, social, educational, ethnic and religious diversity. This research analyzes the level of public trust in JAKI Super apps and what factors influence it through public opinion by conducting a survey. The research method used in this research is quantitative with a positivist approach. Explanation analysis is used to measure and provide an overview of the level of public trust with Confirmatory Factor Analysis (CFA) and the OECD method. This research also uses a Structural Equation Model (SEM) to build a public trust model relationship. The results of the research histogram show that the level of public trust in JAKI Super apps is in a medium to high position with an OECD score of 7.4 on a scale of 10, which indicates a medium to high fully trusting level of public trust. The level of trust is based on the public's perception of ability as the highest dimension, integrity and benevolence of Super apps JAKI in providing services to the public. The demographics of users such as occupation and gender also have a direct impact on public trust. The public's decision to use and trust JAKI Super apps requires stages involving various factors. The SEM analysis of the public trust model results in significant factors that have a direct effect on public trust, namely social media, social influence, government, policies and technology. These five factors are very important to be involved and contribute to realizing a good governance system in DKI Jakarta with public trust. The social media factor has the most significant influence as a new media phenomenon in socialisation, promotion and dissemination to the public who tend to seek information quickly and easily without caring about risks, politics and culture. The government needs to pay attention to other factors to increase the sense of security and comfort of JAKI Super apps users as a form of awareness of the risk acceptance of personal data and information. This research is a starting point for further research in developing models that are more specific to rural-based cities in developing country"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartoyo
"ABSTRAK
Penelitian ini dengan judul Dinamika Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Pemilihan judul tersebut dengan pertimbangan :warganegara merupakan salah satu syarat pembentukan negara, kebijakan di bidang kewarganegaraan merupakan amanat konstitusi, permasalahan kewarganegaraan terkait langsung dengan kepentingan masyarakat, dan merupakan salah satu bentuk pembaruan kebijakan.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif bertipe deskriptif untuk mengetahui 2 hal pokok yaitu dinamika partisipasi masyarakat dalam pembentukan Undang-Undang Kewarganegaraan dan menjelaskan faktor-faktor yang mendorong partisipasi. Data diperoleh dari sumber sekunder dan primer. Sumber sekunder berasal dari dokumentasi dalam bentuk cetakan dan media online, sedangkan data primer diperolah dari hasil wawancara dengan informan. Analisis data dilakukan dengan teknik triangulasi yaitu melakukan pengecekan silang terhadap data yang dikumpulkan. Analisis dilakukan simultan dengan pengumpulan data secara berulang-ulang.
Setelah dilakukan analisis data, maka diperolah simpulan bahwa partisipasi masyarakat dalam pemerintahan diperlukan dalam rangka meningkat kualitas demokrasi. Intensitas dinamika partisipasi masyarakat terjadi pada tahap persiapan, formulasi, dan paska pembentukan Undang-Undang Kewarganegaraan. Proses interaksi partisipasi mengikuti pola siklus kebijakan. Faktor-faktor yang mendorong partisipasi masyarakat adalah aktor, media massa, lobi, soliditas masyarakat, dinamika masyarakat, dan keterbukaan. Partisipasi masyarakat dilaksanakan melalui mekanisme menyampaikan pendapat, memberi masukan, menjawab permasalahan, menyampaikan petisi, sebagai narasumber dalam diskusi, menyusun draft rancangan undang-undang, peserta dengar pendapat dengan DPR, turut membahas rancangan undang-undang di DPR dalam rapat panitia khusus dan dalam rapat panitia kerja, ?mengawal? pembentukan undang-undang secara formal dan informal, maupun sebagai pelobi.
Partisipasi merupakan salah satu unsur dalam good governance, tetapi apabila dikelola dengan baik dapat berperan sebagai pemicu terwujudnya good governance. Partisipasi masyarakat dalam pembentukan Undang-Undang Kewarganegaraan dapat dijadikan acuan/benchmark dalam menciptakan good regulatory governance. Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang diperlukan institusionalisasi partisipasi masyarakat, peningkatan kapasitas masyarakat, dan keterbukaan pembentuk undang-undang.

ABSTRACT
This research with the title of Public Participation in Law Formation Number 12 of 2006 on Citizenship of The Republic of Indonesia. The title selection with the consideration: the citizenship is term and condition of the state establishment, policy in the field of citizenship is also mandate of constitution, the problem of citizenship is directly connected with the public necessity, and it is one of the forms of political renewal.
The research is implemented with qualitative approach in the type of descriptive in knowing 2 main cases, namely: (1) public participation dynamic in law formation of citizenship, (2) to explain the factors encourage participation. Data is required from the source of secondary and primary. The secondary source is coming from documentation in the form of printed matters and online media, while primary data is required from the result of interview with the key informant. Analysis data is implemented by using the triangulation technique, namely to do the cross-check against the collected data. The analysis is implemented simultaneously and to collect data in repetition.
After performing the data of analysis, it is simultaneously required that the public participation in the government is needed in the framework of the enhancement of democracy quality. Intensity of public participation dynamic happened in the stage of preparation, formulation, and after the law formation of citizenship. Interaction process in participation follows policy cycles. The factors that encourage the public participation is an actor, mass media, lobby, public solidity, public dynamic, and transparency. The public participation is implemented through mechanism of public hearing, provide with input, problem response, petition submission, and as the source of information in the discussion is to arrange the draft of regulation structure, the participation in the opinion exchange and take a part in discussing regulation structure in The House of People?s Representative in the special committee session and working committee session, to escort the formation of law either formally or informally, and as a lobbies.
Participation is one of the elements in good governance, but if it is well managed, it will function as a trigger of realization of good governance. The public participation in law formation of citizenship can be created as benchmark in establishment of good regulatory governance. In the framework of public participation enhancement in laws formation is required institutionalization of public participation, public capacity enhancement, and transparency of law formation."
Depok: 2010
D996
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Aryani
"ABSTRAK
Energi merupakan aspek penting dan variabel tetap yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pembangunan. Dibutuhkan ketersediaan energi yang beragam dan terjangkau dalam jangka panjang dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pembangunan tanpa menimbulkan eksternalitas negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potret dan kebijakan energi untuk membangun skenario dan strategi kebijakan energi Indonesia dalam rangka mempersiapkan fondasi pembangunan di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan menggunakan paradigma konstruktivisme dengan jenis penelitian deksriptif yang terdiri dari tiga tahapan. Tahap pertama adalah scenario planning Ringland, dilanjutkan scenario building Avin dan Dembner dan diakhiri dengan tahapan perancangan kebijakan energi jangka panjang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangkaan energi di Indonesia saat ini sebagian besar dipengaruhi oleh buruknya sistem tata kelola energi. Temuan atas berbagai inkonstitusionalitas kebijakan, serta fragmentasi kebijakan yang sangat menonjolkan ego sektoral sangat mendominasi pola pengelolaan energi Indonesia.
Di sisi lain, kebijakan energi Indonesia belum berlandaskan pada integrasi dengan sektor-sektor lain di luar energi seperti sektor ekonomi, sosial, politik, lingkungan, dan teknologi. Akhirnya, empat skenario dibangun berdasarkan driving force yang membentuk kebijakan energi di Indonesia, yaitu demografi (pertumbuhan dan persebaran penduduk), cara pandang, lifestyle, politik lingkungan, good governance, otonomi daerah, fragmentasi politik, pertumbuhan ekonomi, efisiensi energi, harga energi dan investasi. Illusional scenario merupakan skenario yang paling mungkin terjadi dimana pertumbuhan ekonomi meningkat namun tidak terjadi peningkatan dalam faktor sosial politik Indonesia. Jika kondisi ini terus berlanjut, ancaman terhadap Pembangunan Indonesia semakin meningkat. Maka Peneliti merekomendasikan suatu model energy driven policy yang menempatkan energi sebagai leading sector dalam pembuatan kebijakan diantara sektor-sektor lainnya.

ABSTRACT
Energy is an important aspect and fixed variable and its existence cannot be separated in development activities. Availability of diverse, affordable energy in the long run, and can be used for various construction purposes without causing a negative externality, is required.
This study aims to analyze the portrait and energy policy scenarios and strategies to build Indonesia's energy policy in order to prepare the foundation for development in Indonesia. The method of this research uses the paradigm of constructivism and descriptive study which is consists of three stages. The first stage is Ringland scenario planning, followed by Avin and Dembner scenario building, and ends with designing a long-term energy policy.
The results showed that the scarcity of energy in Indonesia is largely influenced by the poor energy management systems. Unconstitutionality of various policies as well as the policy fragmentation that really accentuate the sectoral ego, dominates the design of energy management of Indonesia.
On the other hand, Indonesia's energy policy has not been based on integration with other sectors outside the energy sector as the economic, social, political, environmental, and technology. Finally, the four scenario built upon the driving force that shape energy policy in Indonesia, namely demographics (growth and population distribution), paradigm, lifestyle, environmental politics, good governance, decentralization, political fragmentation, economic growth, energy efficiency, energy prices and investment. Illutional scenario is the scenario most likely to occur when economic growth increases, meanwhile there was no increase in the Indonesian political and social factors. If this condition continues, the threat to Indonesia's development will increase. So that, the researchers recommend a model driven energy policy that puts energy as a leading sector in policy-making among other sectors."
Depok: 2012
D1341
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Winantuningtyas Titiswasanany
"Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah merupakan salah satu instrumen bagi penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Permasalahannya banyak daerah yang tidak merasa puas dengan implementasi kebijakan yang dilaksanakan selama ini. Daerah masih menghadapi realitas pembangunan yang tidak merata, pembangunan ekonomi yang diskriminatif dan praktek korupsi yang merajalela. Ironinya, banyak elit daerah yang melihat jalan keluarnya secara sederhana dengan menuntut kebijakan pembentukan DOB. Tuntutan masyarakat untuk membentuk DOB ini mengalir deras dan sangat sulit dibendung. Diharapkan mendekatkan locus policy formulation di pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat, pelayanan publik menjadi efisien dan efektif untuk percepatan kesejahteraan rakyat dan daya saing.
Hasil studi menunjukkan sejumlah DOB mengalami kegagalan, utamanya pada 4 (empat) sektor pembangunan yaitu; kesejahteraan umum, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Dari sejumlah 205 DOB (1999-2008),ternyata 70% gagal. (Kemendagri, 15 Desember 2012). Salah satunya disebabkan proses formulasi kebijakan pembentukan DOB belum transparan dan akuntabel. Daerah yang belum memiliki kesiapan dan kemampuan mandiri dibentuk menjadi DOB. Pada proses ini para perumus mengekspresikan dan mengalokasikan kekuatan dan tarik-menarik di antara berbagai kepentingan sosial, politik dan ekonomi. Pada tahap ini diidentifikasi berbagai problema yang terjadi, ditetapkan riil problem, memilih alternatif bagi kebijakan. Jika proses ini tidak tepat akan membawa dampak pada implementasinya. Rangkaian implikasi negatif yang timbul selama ini, menunjukkan pentingnya penelitian tentang proses formulasi kebijakan pembentukan DOB perspektif democratic governance.
Penelitian ini melalui dua tahapan. (1) peneliti mendiskripsikan potret proses formulasi kebijakan DOB selama ini; Institusi dan kualitas proses. Peneliti melakukan participant observation, wawancara dengan anggota Komisi II dan pejabat pemerintahan. Descriptive research dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan klarifikasi pentingnya democratic governance bagi proses kebijakan pembentukan DOB.(2) membangun model proses formulasi kebijakan pembentukan DOB. Peneliti melakukan pengumpulan data primer dengan mewawancara sekitar 40 (empat puluh) orang informan; melakukan Focus Group Discussion dan seminar. Untuk data sekunder dianalisis berbagai jenis referensi sebagai strategi untuk memperoleh gambaran yang utuh dan menyeluruh tentang proses formulasi kebijakan pembentukan DOB dalam perspektif democratic governance. Hasil penelitian ini diharapkan obyektif, terstruktur, mendalam, faktual dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Hasil penelitian tahap pertama dan kedua disampaikan sebagai berikut: Secara praktis proses formulasi kebijakan merupakan tahapan penting dan strategis dalam proses kebijakan secara keseluruhan. DPR dan Pemerintah berperan penting dalam proses ini, yang akhirnya menghasilkan kebijakan pembentukan DOB.
1) Mengenai Faktor-faktor pendorong usulan pembentukan DOB pada umumnya terkait masalah Administrasi dan Finansial, mengingat luasnya wilayah, penduduk yang menyebar, ketertinggalan pembangunan dan infrastruktur, masalah financial ini merupakan faktor yang cukup signifikan dan menentukan bagi DOB untuk survive. Umumnya daerah mengandalkan transfer dana dari pusat dan daerah merasa memiliki kekayaan alam yang cukup. Political: inisiatif usulan pembentukan DOB tidak hanya dari masyarakat, tetapi juga dari elit yang lebih cenderung kepada tujuan bagi kepentingan politik.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan democratic governance adalah:
(a) Kepentingan Eksistensi Politik di Daerah; (b) Lemahnya penegakan hukum; (c)Kontrol yang Lemah; (d) Dorongan masyarakat; (e) Peran Kepemimpinan.
3) Faktor-faktor yang mendorong penerapan Democratic Governance adalah: (a) Tujuan yang dirumuskan secara jelas; (b) Pemerintah dalam penerapan unsureunsur Democratic Governance; (c) Akses Informasi bagi Pelayanan Publik; (d) Menyediakan dialog Publik.
4) Faktor-faktor pendorong persutujuan usulan kebijakan pembentukan DOB;
(a) Dorongan masyarakat dan tokoh daerah agar usulan mereka membentuk DOB diluluskan; (b) Hasil verifikasi dan klarifikasi data sudah memenuhi persyaratan; (c) Hasil penelitian Tim teknis dan evaluasi tim independen terhadap kelayakan usulan, serta rekomendasi DPOD; (d) Terdapat karakteristik masalah daerah yang harus dibantu. (e) Pada konteks yang berbeda, DPR dan Pemerintah dapat menginisiasi pembentukan DOB untuk kepentingan keamanan negara.
Implkasi teoritik, Penelitian dengan tema ini masih sangat sedikit dilakukan di kalangan ilmu administrasi. Dalam konteks proses formulasi kebijakan pembentukan DOB di Indonesia yang bersifat buttom-up, di mana lingkungan kebijakannya (civil society dan market) masih lemah, faktor strong leadership harus berperan aktif membangun masyarakat, agar mampu aktif dalam penerapan democratic governance. Perlu penelitian mengenai pola penghitungan insentif dan dis-insentif bagi daerah dan DOB. Implikasi Praktis, Penelitian ini dimaksudkan agar kedepan, baik DPR maupun Pemerintah mempersiapkan institusi dan sarana publik untuk membangun masyarakat agar memahami kebijakan secara komperhensif dan sekaligus membangun mental dan kultural masyarakat.
Rekomendasi penelitian ini meliputi:
(a) Konsepsi model proses formulasi kebijakan pembentukan DOB disebut integrated public policy democratic governance and resource-based capacities leadership. Konsep ini mengcover berbagai problema daerah, melibatkan peran dan kontribusi multi organisasi, mengkoordinasikan seluruh sumber daya, mengintegrasikan hasil dan seluruh potensi organisasi untuk satu tujuan; (b) Menggunakan metode kolaboratif dalam prosesnya; (c) Nilai-nilai democratic governance sudah given dalam pola manajemen pemerintahan. Institusi perumus kebijakan menerapkan democratic governance melalui business processnya; (d) Diberikan insentif bagi DOB yang ingin bergabung dan dis-insentif bagi calon DOB yang tidak memenuhi persyaratan;(e) Proses formulasi kebijakan pembentukan DOB dilakukan oleh Panitia khusus DPR dan dibahas satu per-satu (RUU); (f) Sistem pengelolaan PNS terbuka secara nasional, sehingga memungkinkan kebutuhan PNSD dipenuhi dari daerah lain atau dari PNS Pusat. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1397
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Miftahul Jannah
"Penelitian ini bertujuan menggambarkan institusi penelitian dan pengembangan (litbang) di Indonesia, menguraikan faktor-faktor yang menghambat kinerja institusi litbang, dan mengusulkan disain transformasi pada institusi litbang di Indonesia. Penelitian ini menggunakan paradigma pragmatisme dengan disain penelitian metode campuran yang merupakan gabungan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Hasilnya menunjukkan lnstitusi litbang di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat maju sejak keluarnya UU Nomor 18 Tahun 2002, berbagai faktor menjadi penghambat kinerja institusi litbang, dan strategi transformasi institusi litbang dapat dilakukan dengan beberapa cara, mulai dari mengubah nilai hingga melakukan diseminasi informasi litbang. Ada tiga alternatif disain transformasi yang diusulkan yaitu memperkuat tugas pokok, fungsi, dan wewenang Kemenristek melalui perbaikan kelembagaan, menggabungkan Kemenristek dengan Kementerian pendidikan (khususnya pendidikan tinggi), dan menjadikan LIPI sebagai manajer nasional untuk penelitian yang bersifat independen.

Focus of this research is to describe research and development (RnD) institution in Indonesia, explain the factors that resist the performance of the RnD institution, and propose the transformational strategies and design. Pragmatism paradigm with mixed method disain (between quantitatve and qualitative) used in this research. The results are this institution has developed advances since Law Number 18/2002, many factors can be resistance to RnD institution performance, and the strategy of transformation can be applied -from value change to disseminate RnD?s information. There are three alternative transformation designs proposed are institutional improvement of Minsitry of Research and Technology (MRT), combining the MRT with ministries of higher education, and transform the Indonesian Institute of Science to independent institution with the task as national manager of research.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1427
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>