Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 490 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Butarbutar, Serirama
Abstrak :
Pajak sebagai salah satu sumber penerimaan dalam negeri, mempunyai peranan yang semakin besar. Hal ini menuntut fiskus untuk melaksanakan tugas semakin lebih profesional, sehingga potensi perpajakan yang ada dalam bisnis franchise dapat tergali secara optimal. Masalah pokok tesis ini adalah. pertama tingkat pengetahuan fiskus mengenai bisnis franchise berpengaruh terhadap besarnya penggalian potensi perpajakan, kedua adalah pengetahuan fiskus tentang peraturan-peraturan perpajakan yang berkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap bisnis franchise erat hubungannya dengan kemampuan fiskus dalam menggali potensi fiskal yang ada. Hipotesis yang diajukan tentang tingkat pengetahuan fiskus (variabel bebas) dan penggalian potensi perpajakan (variabel terikat) adalah Ha ; terdapat pengaruh tingkat pengetahuan fiskus tentang bisnis franchise serta peraturan perpajakan yang berkaitan dengan bisnis franchise terhadap penggalian potensi perpajakan di bidang bisnis franchise, sedangkan Ho ; tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan fiskus tentang bisnis franchise serta peraturan perpajakan yang berkaitan dengan bisnis franchise terhadap penggalian potensi perpajakan dibidang bisnis franchise. Penelitian dilakukan terhadap beberapa petugas pemeriksa pajak dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada 112 responden (Pemeriksa Pajak) dari 126 (Populasi) yang terdapat di 4 Kantor Pelayanan Pajak yang memiliki Wajib Pajak yang bergerak dalam bisnis franchise. Kesimpulannya, berdasarkan hasil penelitian bahwa tingkat pengetahuan fiskus tentang bisnis franchise serta peraturan perpajakan yang berkaitan dengan bisnis franchise secara empiris terbukti mempengaruhi penggalian potensi perpajakan yang ada dalam bisnis franchise. Hal ini terlihat dari Ho ditolak dan Ha diterima untuk t hitung sebesar 5.76947. Terdapat korelasi yang kuat antara pengetahuan fiskus dengan penggalian potensi perpajakan dari bisnis Franchise (koefesien korelasi sebesar 0.9712474238 dan koefesien determinasi 94.33%).
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T 959
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Diana Malemita
Abstrak :
Kegiatan ekonomi suatu negara selalu mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat ke arah positif (maju) atau ke arah negatif (mundur). Dalam perekonomian negara yang mengalami penurunan atau kemunduran, salah satu cara yang dilakukan pengusaha untuk tetap bertahan maupun bertumbuh adalah dengan melakukan kombinasi bisnis (business combination). Oleh karena kombinasi bisnis banyak dijalankan oleh para pengusaha dewasa ini dan kegiatannya beraneka, kombinasi bisnis perlu dikaji lebih mendalam khususnya dilihat dari aspek perpajakan dan aspek akuntansi. Beberapa pokok permasalahan dalam kombinasi bisnis menyangkut pengertian dan pengklasifikasian berbagai kegiatan kombinasi bisnis dilihat dari bisnis baik dari aspek akuntansi maupun perpajakan (Pajak Penghasilan), serta kaitan antara aspek akuntansi dan aspek perpajakan dalam rangka kegiatan kombinasi bisnis ini. Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan di atas. Teknik penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analisis yaitu menguraikan berbagai pengertian dan konsep tentang hakekat kombinasi bisnis dari aspek akuntansi. Deskriptif analitis juga dilakukan dalam rangka menguraikan berbagai aturan perpajakan khususnya Pajak Penghasilan yang berkaitan dengan kombinasi bisnis. Temuan analisis adalah belum adanya ketentuan pajak yang mengatur apabila suatu badan usaha yang mempunyai kerugian besar menerima pengalihan aktiva dan kewajiban badan usaha lain yang tidak mempunyai sisa kerugian yang belum dikompensasikan dalam rangka penggabungan usaha dengan menggunakan nilai buku. Hal ini berakibat badan usaha yang menerima pengalihan tetap dapat mengkompensasikan kerugiannya disamping juga melakukan penggabungan usaha yang menggunakan nilai buku. Dan hasil analisis, disarankan kiranya dibuat petunjuk bagi Wajib Pajak dalam menyajikan laporan keuangan hasil kombinasi bisnis, perlu adanya aturan pajak yang mengatur pemegang saham badan usaha yang dialihkan yang ternyata tidak menerima saham, melainkan dengan uang kas; atau selain menerima saham juga menerima uang kas.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramono Hadi Soeparlan
Abstrak :
Kinerja penerimaan pajak secara makro dapat diukur dengan tax ratio. Tax Ratio Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Untuk mencapai sasaran peningkatan tax ratio, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan peningkatan kinerja organisasi yang diharapkan dapat meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak. Dalam peningkatan kinerja organisasi termasuk peningkatan tugas-tugas pemeriksaan terhadap Wajib Pajak (WP). Dalam melakukan pemeriksaan seringkali hasil temuannya tidak disetujui oleh Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP). Putusan BPSP atas banding dapat memberikan pengaruh pada penerimaan negara kalau ternyata hasilnya adalah dimenangkan oleh WP. Kalau pemeriksaan baik seharusnya tidak ada sanggahan dari WP. Oleh karena itu, kualitas pemeriksaan dapat mempengaruhi putusan BPSP. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui profil Sumber Daya Manusia (SDM) Pemeriksa Pajak untuk mengetahui pemeriksaan pajak dilaksanakan dan untuk menganalisis hubungan antara kualitas pemeriksaan dengan putusan BPSP. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan tingkat eksplanasi asosiatif sehingga alat pengumpulan data yang utama adalah kuesioner dan menjelaskan hubungan antara dua variabel yaitu kualitas pemeriksaan yang dilaksanakan pada Karikpa Jakarta Khusus Satu sebagai independent variable dengan Putusan BPSP sebagai dependent variable. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan atau pengaruh signifikan antara kualitas pemeriksaan dengan putusan BPSP. Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa profil Sumber Daya Manusia {SDM} pemeriksa yang menjadi responden rata-rata memiliki kualifikasi yang baik untuk menjadi pemeriksa dari tingkat pendidikan, pengalaman, usia dan mendapatkan pendidikan pemeriksa Pajak. Sedangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan tahapan-tahapan yang dilakukan, yaitu mulai perencanaan, pelaksanaan pemeriksaan, pelaporan hasil pemeriksaan, tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan tanggapan Wajib Pajak serta pengetahuan ketentuan perpajakan telah dilaksanakan dengan baik. Dari uji statistik dengan menggunakan rank spearman diperoleh hasil bahwa ada korelasi kuat antara kualitas pemeriksaan dengan putusan BPSP.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herry Sumardjito
Abstrak :
Sejak berakhimya era rejeki minyak (oil boom) pada akhir 1970-an, peran pajak sebagai sumber pendapatan negara menjadi sangat penting. Terbukti sejak itu penerimaan pemerintah dari perpajakan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Berbagai kebijakan telah dikeluarkan untuk meningkatkan penerimaan pajak baik berupa kebijakan ekstensifikasi maupun intensitikasi. Selain kedua kebijakan tersebut, tidak kalah penting adalah peningkatan profesionalisme pemeriksaan pajak. Pemeriksa pajak yang profesional akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sehingga dapat menunjang kenaikan penerimaan. Untuk menganalisis profesionalisme pemeriksaan pajak dilakukan penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Negara dan Daerah (KPP PND). Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepada seluruh pemeriksa pajak di KPP PND sebanyak 34 orang. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis profesionalisme pemeriksaan pajak di KPP PND, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme pemeriksaan pajak, dan mendiskripsikan hambatan yang dihadapi dalam pemeriksaan pajak. Standar profesionalisme pemeriksa pajak mungkin didasarkan pada standar profesionalisme pemeriksa yang dikeluarkan oleh Standar Auditing Ikatan Akuntan Indonesia (SA-IAI). Hal ini dapat dilihat dan adanya kesesuaian secara substansial antara standar profesionalisme SA-IAI dengan Pedoman Pemeriksaan Pajak sebagaimana tersebut dalam Keputusan Menkeu No 5451KMK.04/2000. Sejalan dengan ketentuan dimaksud, penelitian profesionalisme pemeriksaan pajak ini dievaluasi berdasar parameter yang dapat diukur. Parameter tersebut antara lain pemahaman pemeriksa atas prosedur pemeriksaan pajak, keahlian pemeriksa dan lamanya waktu pemeriksaan dan keputusan atas keberatan yang diajukan wajib pajak. Hasii analisis penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan pajak yang dilakukan di KPP PND sudah memenuhi kriteria profesional baik dilihat dan segi prosedur, jangka waktu pemeriksaan maupun keputusan atas keberatan wajib pajak. Sementara itu, faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme pemeriksaan pajak dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan pemeriksa pajak dan pengalaman kerja pemeriksa. Hasil analisis dalam penelitian menunjukkan bahwa pendidikan pemeriksa berpengaruh kuat dan positif terhadap profesionalisme pemeriksaan pajak. Demikian juga dengan pengalaman kerja pemeriksa yang berpengaruh kuat dan positif terhadap profesionalisme pemeriksaan pajak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hambatan yang dihadapi dalam pemeriksaan pajak adalah data dan dokumen yang ada kurang memadai, konfirmasi terlalu lama, kurangnya sarana dan prasarana pendukung, wajib pajak kurang kooperatif serta lokasi wajib pajak yang tersebar. Dari hasil penelitian tersebut penulis menyarankan masih perlunya peningkatan profesionalisme baik dari pemahaman pemeriksa pajak atas prosedur, ketepatan waktu pemeriksaan dan pendidikan terhadap pemeriksa. Selain itu, perlu adanya peningkatan koordinasi antar instansi terkait serta penyediaan sarana dan prasarana pendukung dalam proses pemeriksaan pajak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarto
Abstrak :
Selaras dengan perputaran mesin perekonomian. perkembangan perekonomian suatu negara sangat berpengaruh terhadap ragam atau jenis penghasilan. Satu diantaranya berasal dari harta yang dialihkan, yang dapat menghasilkan keuntungan berupa capital gains. Sebagai suatu jenis penghasilan, capital gains telah lama dikenakan pajak di Indonesia, yaitu sejak berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Ord. PPs 1925). Dari penelitian yang dilakukan oleh Richard A Musgrave dan Peggy B Musgrave menunjukkan bahwa perlakuan pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari capital gains sangat kontroversial. Untuk itu penyusun hendak mengkaji sejauh mana kontroversi pengenaan Pajak Penghasilan atas capital gains di Indonesia. Dari penelusuran yang penyusun lakukan, terdapat tiga masalah pokok yaitu (1) apakah masih perlu memberikan penegasan mengenai pengertian capital gains dalam peraturan perpajakan Indonesia, (2) apakah pengenaan pajak atas capital gains di Indonesia sudah sesuai dengan prinsip pemungulan pajak. dan (3) apakah pengenaan pajak yang berbeda-beda terhadap capital gains memberi pengaruh yang cukup berarti terhadap transaksi atas harta. Untuk menjawab masalah pokok tersebut, penyusun melakukan penelitian melalui kajian pustaka terhadap berbagai literatur baik dalam bentuk buku, artikel dan lainnya yang behubungan dengan teori pajak pada umumnya dan pajak atas capital gains pada khususnya. Penyusun juga melakukan pengkajian berdasarkan peraturan di berbagai negara mengenai pengenaan pajak atas capital gains. Dari pengkajian, analisis dan pembahasan yang penyusun lakukan diperoleh kesimpulan bahwa (1) masih perlu memberikan penegasan pengertian capital-gains dalam peraturan perpajakan Indonesia. Juga capital assets perlu dihedakan sebagai short-term capital assets dan long-term capital assets; (2) pengenaan dan pemungutan pajak atas capital gains di Indonesia secara teoretis memenuhi prinsip perpajakan yang baik, dan (3) adanya pengenan pajak yang berbeda-beda terhadap capital gains ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi transaksi yang berhubungan dengan ohjek capital gains yaitu harta (capital assets). Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan, penyusun memberikan saran (1) agar pengertian capital gains diperluas di dalam UU Pajak Penghasilan sehingga mencakup keuntungan yang diperoleh dari pengalihan atau pertukaran asset dan juga melakukan pembedaan atas jenis harta antara short-term capital assets dan long-term capital assets; dan (2) pengenaan pajak capital gains sehaiknya dibedakan dengan penghasilan biasa lainnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Ramdan Zubir
Abstrak :
Industri perminyakan merupakan suatu bisnis yang penuh risiko teknik, operasional, politik maupun ekonomi- Risiko ekonomi biasanya terutama disebabkan oleh perkembangan harga minyak dan kebijakan negara yang bersangkutan dalam menentukan keuntungan yang wajar (reasonable return) bagi perusahaan minyak Kontraktor Production Sharing (KPS) melalui kebijakan fiskal maupun non fiskal. Dalam mengembangkan industri migas secara optimal, Pemerintah ingin memberikan insentif-insentif yang menarik agar para investor kontraktor producing sharing tertarik menanamkan investasinya di Indonesia dalam bidang migas. Namun demikian Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak memiliki sikap yang dapat dikatakan kontradiktif. Pokok permasalahannya, pada satu sisi pemerintah menginginkan adanya peningkatan aktivitas di bidang industri minyak dan gas bumi dengan memberikan kemudahan-kemudahan kepada Kontraktor Production Sharing dalam bentuk insentif/pembagian keuntungan yang lebih menarik, agar penerimaan negara dan hasil minyak bertambah dan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi tumbuh terutama untuk Indonesia bagian timur, tetapi di lain pihak, saat ini pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Pajak sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak dan memperluas subjek dan objek pajak, dalam hal ini Kontraktor Producing Sharing menjadi suatu target dan berpotensi didalam penerimaan pajak. Dampak dari perluasan dan intensifikasi pajak ini secara langsung dapat menaikan biaya operasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi penerimaan negara dari sektor minyak dan gas bumi dan akhirnya akan berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi lainnya, seperti energi, penggerak mekanisme industri, teknologi, komunikasi, transportasi dan juga rumah tangga, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap investasi jangka panjang. Dilatarbelakangi permasalahan tersebut, Penulis melakukan berbagai pengujian untuk mencari suatu solusi agar para Kontraktor Producing Sharing mendapatkan suatu kepastian hukum dalam melaksanakan aktivitasnya. Pengujian dilakukan Penulis terutama dengan menggunakan metodologi observasi langsung dan studi pustaka. Dari pengujian yang dilakukan, Penulis menyimpulkan bahwa ada perbedaan persepsi antar badan Pemerintah dalam mengimplentasikan peraturan-peraturan yang terkait dengan perpajakan Kontraktor Producing Sharing. Agar tidak terjadi perbedaan persepsi, Penulis menyarankan agar Undang-undang migas direvisi dan disinkronisasi dengan undang-undang di bidang perpajakan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuandi Bayak Miko
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap kondisi pemeriksaan pajak oleh aparat pemeriksa pajak dan kepatuhan wajib pajak, baik yang belum pernah diperiksa maupun yang sudah diperiksa, dan sekaligus untuk mengetahui pengaruh pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif-korelasional, dimana analisisnya terutama mengandalkan perhitungan statistika untuk mencapai inferensi mengenai hubungan atau pengaruh variabel babas (pemeriksaan) terhadap variabel terikat (kepatuhan wajib pajak). Penelitian mengambil lokasi di Propinsi DKI Jakarta, dengan fokus utama Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Barat. Pengumpulan data dilakukan dua cara, yakni penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, terutama dengan mengandalkan dokumentasi yang ada di Kantor Suku Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Jakarta Barat. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1. Kondisi kepatuhan wajib pajak yang belum pernah diperiksa dan yang sudah diperiksa memiliki perbedaan yang cukup berarti. Untuk wajib pajak yang belum pernah diperiksa memiliki tingkat kepatuhan rendah, diperiksa 1 kali memiliki tingkat kepatuhan sedang, diperiksa 2 kali memiliki tingkat kepatuhan tinggi, diperiksa 3 kali memiliki tingkat kepatuhan tinggi, diperiksa 4 kali memiliki tingkat kepatuhan sangat tinggi, dan diperiksa lebih dari 4 kali memiliki tingkat kepatuhan sangat tinggi. 2. Antara variabel pemeriksaan (X) dengan variabel kepatuhan wajib pajak, (Y) secara kualitatif menunjukan hubungan yang sangat kuat dengan hasil koefisien korelasi (r) sebesar 0,804. Nilai r (0,804) yang positif menunjukkan adanya orientasi hubungan positif, dimana semakin banyak frekuensi pemeriksaan, maka kepatuhan wajib pajak akan semakin tinggi. 3. Jumlah atau frekuensi pemeriksaan memberikan pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dengan kontribusi yang diberikan sebesar 0,647 atau 64,7%. Berdasarkan temuan-temuan tersebut maka disarankan dua hal penting, yakni: 1. Jumlah / frekuensi pemeriksaan hendaknya makin ditingkatkan, karena keberadaannya terbukti dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dalam rangka peningkatan frekuensi pemeriksaan tersebut diperlukan intensifikasi pemeriksaan oleh aparat pemeriksa yang telah ada yaitu dengan mendayagunakan dan memaksimalkan kemampuan pemeriksa yang telah ada, sehingga dengan intensifikasi pemeriksaan ini pada gilirannya dapat mendorong peningkatan penerimaan Pemda DKI dari sektor pajak hiburan. 2. Sebagai tindak lanjut atas hasil penelitian ini, ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan secara kuantitatif dengan dua fokus, yaitu 1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak selain pemeriksaan, 2) Melaksanakan penelitian dengan mengambil obyek jenis pajak, setting (kancah) penelitian, dan sampel yang berbeda serta dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan cara ini diharapkan akan lahir temuan-temuan baru yang dapat memperkaya dan melengkapi hasil penelitian ini.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Riskon
Abstrak :
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini terus berkembang dari waktu ke waktu. Internet merupakan hasil dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang memungkinkan pengiriman data informasi dilakukan dengan lebih cepat dan elisien. E-commerce merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. E-commerce merupakan suatu transaksi perdagangan yang mempunyai kesamaan dengan transaksi konvensional. hanya media yang digunakan untuk transaksi tersebut berbeda. Penghasilan atas transaksi E-commerce merupakan penghasilan usaha seperti penghasilan atas transaksi konvensional. Karakterisasi penghasilan atas E-commerce merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menentukan sistem dan prosedur pemajakan serta hak pemajakan atas penghasilan tersebut. Penghasilan atas E-commerce dapat dikategorikan kedalam empat kategori yaitu penghasilan atas penjualan barang, penghasilan Royalti, penghasilan Jasa dan penghasilan Sewa. Sistem dan prosedur pemajakan atas masing-masing jenis penghasilan berbeda satu dengan lainnya. Pemajakan atas penghasilan Royalti dan jasa dan Sewa dipotong secara Withholding. Sedangkan penghasilan atas penjualan barang tidak dipotong secara withholding. Untuk penghasilan atas Royalti, Jasa serta Sewa Negara sumber mempunyai hak untuk memajaki, sedangkan atas penghasilan dari penjualan barang Negara sumber tidak mempunyai hak, kecuali ada Bentuk Usaha Tetap. Penelitian ini menggunakan nnetodologi dengan pendekatan deskriptif analisis dan meng gunakan data sekunder. Melalui penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa faktor penentu untuk mengkategorikan penghasilan atas E-commerce dapat dilihat dari ciri-ciri transaksi yang dilakukan. Ciri-ciri dari suatu transaksi yang dikategorikan sebagai penjualan barang Royalti. Pemberian Jasa dan Sewa berbeda satu sama lain. Dengan mengetahui ciri-ciri dari suatu transaksi maka penghasilan atas transaksi tersebut dapat dikategorikan. Pemajakan penghasilan atas transaksi E-commerce di dalam negeri masih menggunakan peraturan yang ada seperti pemajakan atas laba usaha, penghasilan Royalti, penghasilan Jasa dan penghasilan sewa. Untuk Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan sesuai dengan peraturan domestik dan peraturan Tax Treaty yang telah dibuat.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T12220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mangoting, Yenni
Abstrak :
Penggunaan mata uang asing memang cukup rentan terhadap risiko fluktuasi nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga. Untuk melindungi aktiva atau pasiva yang rentan terhadap perubahan nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga, Wajib Pajak dapat menggunakan instrumen keuangan derivatif Swap. Melalui instrumen keuangan derivatif Swap, risiko kerugian akibat perubahan-perubahan tersebut dapat dihindari atau diperkecil. Bahkan dengan lindung nilai (hedging), Wajib Pajak dapat menciptakan keuntungan melalui pergeseran risiko. Oleh karena itu, perlindungan nilai melalui penggunaan istrumen derivatif, khususnya Swap, merupakan fenomena menarik untuk menentukan pengenaan pajaknya. Wajib Pajak dapat menggunakan Swap jenis interest rate swap atau currency swap. Interest rate swap merupakan transaksi pertukaran bunga. Selisih lebih pertukaran bunga Swap yang diterima (cash flow in) merupakan obyek pajak. Sedangkan currency swap merupakan transaksi pertukaran mata uang dengan denominasi yang berbeda. Selisih antara kurs pada saat pertukaran (spot rate at exchange rate) dengan kurs pada saat kontrak Swap berakhir (spot rate at inception) merupakan obyek pajak. Karakterisasi penghasilan merupakan permasalahan yang timbul dalam transaksi Swap. Terdapat kecenderungan bahwa fiskus mengklasifikasikan penghasilan dari transaksi Swap sebagai penghasilan bunga, padahal transaksi Swap bukan transaksi pinjam meminjam. Berhubung transaksi Swap, merupakan kontrak jangka panjang, permasalahan lain yang timbul adalah saat pengakuan kuntungan atau kerugian yang dihasilkan melalui._transaksi Swap untuk kepentingan pengenaan pajaknya. Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis dan menggunakan data sekunder. Melalui penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa faktor penentu untuk mengklasifikasikan penghasilan dari transaksi Swap adalah karakteristik atau sifat (nature) Wajib Pajak dan tujuan dilakukannya transaksi Swap, apakah untuk tujuan lindung nilai (hedging) atau untuk trading. Sedangkan tujuan dilakukannya transaksi Swap merupakan faktor penentu dalam menentukan metode pengakuan keuntungan dan kerugian dari transaksi Swap. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa tidak tersedianya ketentuan perpajakan yang rinci dan comprehensive yang mengatur tentang pengenaan pajak atas transaksi Swap. Beberapa ketentuan perpajakan yang sudah ada, sebaiknya dikaji kembali karena terdapat pertakuan Pajak Penghasilan atas transaksi Swap yang kurang tepat apakah dianaiisa dengan menggunakan teori-teori yang ada.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12393
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Lukito
Abstrak :
Dalam kaitannya dengan kredit bermasalah , masih terdapat perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan ketentuan perbankan yang menyangkut pengakuan pendapatan bunga kredit bermasalah , pencadangan piutang ragu - ragu dan penghapusan piutang macet . Permasalahan yang ditemui adalah: (1) apakah yang menjadi dasar timbulnya perbedaan antara ketentuan perbankan dengan ketentuan perpajakan mengenai kredit bermasalah , (2) apakah antara ketentuan perbankan dan ketentuan perpajakan mengenai kredit bermasalah tersebut sudah memperhatikan fungsi dan falsafah yang mendasari kegiatan masing - masing pihak yang terkait ? , (3) apakah dengan dilaksanakannya kebijaksanaan pemerintah tanggal 21 Januari 1998 tentang Program Reformasi dan Restrukturisasi Ekonomi dan Keuangan dapat meminimalisir perbedaan antara ketentuan perbankan dengan ketentuan perpajakan mengenai kredit bermasalah tersebut ? Dari hasil penelitian nampak bahwa ketentuan - ketentuan yang mengatur kegiatan perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakal adalah dengan semangat prudential banking ,sehingga sifat konservatisme sangat menonjol dalam praktik akuntansi perbankan. Sedangkan ketentuan perpajakan lebih melihat kepada reality (keadaan nyata) dengan meneliti secara seksama tiap elemen pengurang basis pengenaan pajak. Mengingat ketentuan pajak merupakan produk legislatif yang mengikat semua anggota masyarakat , maka apabila terjadi ketidaksesuaian antara ketentuan pajak dengan praktik atau standar akuntansi yang berlaku umum, Undang - undang Perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi di atas praktik atau kelaziman akuntansi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagai akibat adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan ketentuan perbankan mengenai kredit bermasalah tersebut , perhitungan pajak penghasilan bagi perbankan akan menjadi semakin besar sehubungan dengan koreksi positif yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak atas laba - rugi bank. Disarankan agar Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan ketentuan yang mengatur penerapan Cash basis atau Accrual basis yang tidak taat azas mengingat dalam praktik dunia bisnis berlaku sistem hybrid (campuran) antara Cash basis dan Accrual basis . Disamping itu Direktorat Jenderal Pajak agar dapat mengakomodir pembentukan cadangan piutang ragu - ragu atas setiap investasi yang mengandung risiko , tidak saja terhadap usaha perbankan , tetapi juga usaha lainnya seperti asuransi , reksadana dan sekuritas.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T3949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>