Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Anis Masyruroh
"Peningkatan jumlah penduduk Kota Serang berdampak pada pengalih fungsi lahan bervegetasi menjadi area terbangun, sehingga mengurangi luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota. Dampak yang terjadi akibat meningkatnya pengalihan fungsi lahan akan terjadi pada peningkatan area tutupan lahan. Tutupan lahan ini berdampak pada berkurangnya kualitas lingkungan hidup seperti kemampuan vegetasi menyerap CO2, meningkatkanya suhu udara, menurunkan kelembapan, sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat kenyaman kota. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) menganalisis hubungan hutan kota dengan lingkungan, sosial, dan ekonomi, 2). membuat model hutan kota dalam perlindungan lingkungan hidup, dan 3) menentukan arah kebijakan dalam mengimplementasikan pembangunan hutan kota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tiga analisis pertama adalah menggunakan analisis statistik, kedua menggunakan system dynamics, dan yang ketiga adalah menggunakan ANP. Hasil dari penelitian ini yang pertama adalah menunjukkan bahwa ada hubungan antara hutan kota dengan kualitas lingkungan kota, yang kedua didapatkan hasil intervensi terhadap hutan kota dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan dilakukan sejak tahun 2023-2045 menunjukan adanya peningkatan kualitas lingkungan. Berdasarkan hasil model intervensi dengan penambahan luas lahan hutan kota sebesar 8% pertahun, dengan memaksimalkan tutupan lahan terhadap hutan kota dengan sebesar 100% menggunakan intervensi tipe-1, tipe-2, dan tipe-3, menunjukan bahwa luas hutan kota dan luas tutupan dapat mempengaruhi terhadap suhu udara, kelembapan, tingkat emisi udara dan tingkat kenyamanan. Hal ini dapat dilihat pada hasil intervensi rata-rata dapat menurunkan suhu udara sebesar 1,240C, meningkatkan kelembapan sebesar 1,19%, menurunkan polusi udara sebesar 12.195,90 ton, serta menurunkan nilai tingkat kenyamanan sebesar 01% pertahun. Hasil yang ketiga adalah dalam rangka mengimplementasikan pembangunan hutan kota, maka diperlukan dukungan peraturan,dengan pemerintah dan swasta sebagai penyelanggara, serta perluasan hutan kota sebagai alternatif.

The increase in the population of the city of Serang has an impact on the diversion of the function of vegetated land into a built area, thereby reducing the area of green open space of the city. The impact that occurs as a result of increasing land use change will occur in an increase in land cover area. This land cover has an impact on the reduced quality of the environment such as the ability of vegetation to absorb CO2, increase air temperature, reduce humidity, so that it can affect the level of comfort of the city. the purpose of this study is: 1) to analyze the relationship of urban forests to the environment, social, and economy, 2). make models of urban forests in environmental protection, and 3) determine the direction of policy in implementing urban forest development. The method used in this study is to use the first three analyzes using statistical analysis, the second using system dynamics, and the third is using ANP. The results of this first study show that there is a relationship between urban forest and the quality of the city environment, the second is the result of intervention on urban forests in order to improve environmental quality carried out from 2023-2045 showing an increase in environmental quality. Based on the results of the intervention model with the addition of urban forest area by 8% per year, by maximizing land cover for urban forests by 100% using type-1, type-2, and type-3 interventions, indicating that urban forest area and cover area can be affect air temperature, humidity,air emision level and comfort level. This can be seen in the results of type-3 intervention can reduce the air temperature by 1.240C, increase humidity by 1.19%, reduce air pollution by 12,195.90 ton, and reduce the value of comfort level by 01% per year. The third result is in order to implement the development of urban forests, it requires regulatory support, with the government and the private sector as the guarantor, and the expansion of urban forests as an alternative."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2633
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Kodir
"Lahan bekas tambang batubara sering dipandang sebagai lahan yang marginal, namun jika reklamasi dilakukan dengan baik dan didukung dengan perencanaan pemanfaatan lahannya, maka lahan bekas tambang dapat menjadi sumber-sumber ekonomi baru sekaligus untuk tujuan perbaikan kondisi lingkungan dan menjaga keseimbangan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengkaji preferensi para pemangku kepentingan atas komoditas yang dapat dikembangkan pada kawasan budidaya lahan bekas tambang yang berisi ragam penggunaan lahan, (2) merumuskan sustainable development sequential lahan bekas tambang batubara dan rencana tata ruangnya agar menjadi lanskap yang terintegrasi dan multifungsi, (3) mengevaluasi nilai ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berisi ragam penggunaan lahan, (4) mengkaji kelayakan usaha dengan menghitung potensi yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan kawasan budidaya sampai penutupan kegiatan pertambangan. Metode yang digunakan yaitu: (1) Analytical Hierarchy Process, (2) Geographical Information System, (3) valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan (4) kajian kelayakan usaha (NPV, IRR, dan B/C Ratio).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perhatian utama stakeholders adalah terhadap kesesuaian lahan dan komoditas yang dipilih sejalan dengan kebiasaan masyarakat, (2) lahan bekas tambang bisa ditransformasi menjadi lahan produktif yang menghasilkan beragam produk ekonomi dan jasa lingkungan tanpa harus menunggu selesainya seluruh kegiatan pertambangan, (3) nilai lingkungan lahan bekas tambang batubara PT Bukit Asam dengan konsep tata ruang yang terintegrasi dan multifungsi lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsep pemulihan lahan untuk tujuan penghijauan lingkungan sesuai standar keberhasilan reklamasi, (4) Berdasarkan kajian kelayakan usaha dapat disimpulkan bahwa pengembangan hutan tanaman industri jenis Jabon Merah, budidaya perikanan, pengembangan tanaman Kayuputih, dan pengembangan peternakan sapi potong layak diusahakan, estimasi pendapatan sebelum pajak sampai dengan penutupan tambang tahun 2043 sebesar Rp. 1.216.073.145.000,00 (untuk area izin pertambangan 15,421 ha). Jika terdapat sumber ekonomi baru setelah pertambangan berakhir, kondisi sosial dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan.

Mined land is often seen as marginal land, but if the reclamation is done well and is supported with land use planning, the mined land can be sources of new economy at the same time serving the purpose of environmental conditions improvement and maintaining social balance. This study aims to: (1) assess the preferences of stakeholders on a commodity that can be developed in the area of mined land that contains a variety of land use; (2) formulate sustainable sequential development of ex-coal mining land and its spatial planning for landscape integration and multifunctional; (3) evaluating the economic value of natural resources and environment that contains a variety of land use; and (4) assess the feasibility to calculate the potential that can be generated from the utilization of cultivated area until the closing of the mining activities. The methods used are: (1) analytical hierarchy process, (2) geographical information system, (3) economic valuation of natural resources and the environment, and (4) study the feasibility (NPV, IRR, and B/C Ratio).
The results found: (1) the main concern of stakeholders is the land suitability and commodities are selected in line with people's habits; (2) mined land can be transformed into productive land that produces various products of economic and environmental services without having to wait for the completion of all activities mining; (3) the value of land environment of mined land PT Bukit Asam with spatial concepts that are integrated and multifunctional is higher than the land recovery concept for the purpose of greening the environment according to the standard of reclamation; and (4) based on the feasibility study it can be concluded that the development of the red Jabon plantation, Aquaculture, Cajuput crop development, and beef cattle farms, the estimated pre-tax income until the closing in 2043 amounted Rp1,216,073,145,000.00 (for the mining permit area 15.421 ha). If there is a source of a new economy after mining ends, the social conditions and environmental sustainability can be maintained.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aca Sugandhy
"ABSTRAK
Pelestarian dan pemanfaatan kekayaan hayati kawasan fungsi lindung diperlukan bagi keseimbangan Iingkungan dan keberlanjutan pembangunan dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara pengelolaannya adalah dengan penetapan Taman Nasional.
Indonesia adalah negara kepulauan yang dinilai mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) baik di ekosistem daratan maupun lautan. Potensi kaanekaragaman hayati tersebut termasuk yang ada di kawasan taman nasional sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan dan obat-obatan dan ekowisata (ecotourism). Segara bioregional Indonesia terbagi dalam tujuh biogeografik region yaitu bio-regional Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Dalam Setiap bio-regional tersebut telah ditetapkan sejumlah taman nastonal.
Taman nasional adalah satu kawasan nasional yang ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sebagai salah satu dari kawasan fungsi lindung yang merupakan subsistem dari suatu ruang wilayah mempunyal peran yang sangat strategis bagi pembangunan berkelanjutan.
Obyek penelitian adalah Taman Nasional menurut UU No. 5 tahun 1990 yaitu kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dlkembangkan sebagal pariwisata alam; merupakan kawasan yang dapat dibagl ke dalam zona Inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lainnya.

ABSTRACT
The conservation and utilization of biodiversity in the preservation area are needed for the environmental balance and sustainable development to meet the basic need and society welfare. One of the management effort is to designate the national park.
Indonesia is an archipelagic country which has domain the most richness of the biodiversity resources (mega biodiversity country) not only in the terrestrial ecosystem but also in the marine environment. The biodiversity potential includes those in the national park, is not USBU yet in an optimal way not only in direct use but also in an indirect way for meeting the need such as foods, clothes, shelters, medicines and ecotorism. Indonesia bio-region consist of seven biogeography region l.e. bioregional Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan lrian Jaya. In each bioregion consist of numbers of national park.
National park is a national area designated as an ecosystem and biodiversity conservation area. As one of the preservation area in a subsystem of the regional spatial structure it has a very strategic role for sustainable development.
As an object chosen for this study, a national park according to the Government of Indonesia Law Number 5 year 1990 is ah area which meet the criteria interalia as follows: appropriate size of land to maintain the sustainability of the natural ecological process; it has a unique and specific natural resources; it has one or more untouched ecosystem; it has an original natural conditions which are potential for developing the ecotourism. Internally national park area can be divided into various zone based on the function and it's structure of the ecosystem."
Depok: 2006
D720
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Depok: 2011
D-Pdf
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yani
"ABSTRAK
Untuk mempertahankan manfaat ekosistem hutan dengan berbagai fungsinya, diperlukan suatu valuasi yang bersifat komprehensif dan terintegratif. Disamping itu, valuasi terhadap manfaat dari fungsi ekosistem hutan harus menganut prinsip nilai asuransi (insurance value).
Tujuan penelitian ini (1) Menghitung total nilai Manfaat bersih sekarang (NPV) kelayakan kegiatan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten. (2) Menghitung total nilai manfaat ekosistem hutan di Kabupaten Melawi (3) Menemukan model penentuan luas optimum areal perkebunan kelapa sawit pada suatu kawasan ekosistem hutan Hasil penelitian mendapatkan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit tidak feasible untuk dilakukan dengan cara melakukan konversi terhadap ekosistem hutan. Jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan dampak kerugian lingkungan yang sangat signifikan dengan nilai NPV negatif sebesar Rp (248.349.067.033.000,-). Sementara itu analisis manfaat biaya mempertahankan ekosistem hutan adalah positif yaitu sebesar Rp 38.563.349.907.000,-.
Berdasarkan analisis suitabilitas menunjukkan bahwa dari total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan seluas 234.348 ha, maka yang dapat dikonversikan untuk lahan perkebunan kelapa sawit hanya seluas 31.498 ha dan yang tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan seluas 202.850 ha.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konversi ekosistem hutan untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit dalam batas-batas tertentu di Kabupaten Melawi masih dapat dilakukan dengan syarat bahwa penentuan kelayakan luas areal perkebunan kelapa sawit harus menggunakan Indeks Ky. Indeks Ky adalah merupakan suatu indeks kompromi yang mengakomodasi 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu keberlanjutan lingkungan (ekologi), keberlanjutan sosial dan keberlanjutan ekonomi. Selain itu, indeks ini juga mendasari pada konsep pengelolaan sumbedaya hutan yaitu prinsip kehati-hatian (prudential principle) dan prinsip standar minimum yang aman ( safe minimum standar). Sehingga Indeks Ky ini dinamakan juga dengan Social, Economy and Environment Compromise Indeks (SEECI).
Hasil perhitungan dengan menggunakan pendekatan HHCA yang dilakukan di wilayah studi (Kabupaten Melawi) telah mendapatkan Indeks Ky sebesar 6,4401. Dengan menerapkan angka Indeks Ky ini, analisis suitabilitas terhadap total pencadangan areal perkebunan pada kawasan hutan di Kabupaten Melawi seluas 234.348 ha menemukan bahwa hanya 31.498 ha yang dapat dikonversi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, dan 202.850 ha tetap dipertahankan sebagai kawasan hutan. Dengan komposisi ini, nilai kerusakan akibat konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit dapat diimbangi manfaat mempertahankan kawasan ekosistem hutan. Sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial dapat dicapai.

ABSTRACT
To maintain the benefits of forest ecosystems with a variety of functions, we need a valuation that is comprehensive and terintegratif. In addition, the valuation of the benefits of forest ecosystem function must adhere to the principle of insurance (insurance value).
The purpose of this study (1) Calculate the total net present value of benefits (NPV) Feasibility of oil palm plantations in the district. (2) Calculating the total value of the benefits of forest ecosystems in the District Melawi (3) Finding the optimum model for determining the area of oil palm plantations in an area of forest ecosystem.
The results find that the activities of oil palm plantations is not feasible to be done by way of conversion of forest ecosystems. If this is done it will cause environmental impacts are very significant losses with a negative NPV of USD (248.349.067.033.000, -). Meanwhile, the cost benefit analysis is positive to maintain the forest ecosystem that is Rp 38,563,349,907,000, -. Based suitabilitas analysis showed that of the total provisioning plantations on 234,348 ha of forest area, then that can be converted to oil palm plantations covering an area of only 31 498 ha and will be retained as an area of 202,850 ha of forest area.
The conclusion of this research is the Conversion of forest ecosystems to serve as oil palm plantations within certain limits in the District Melawi still can be done on condition that the determination of the feasibility of oil palm plantation area must use the Index Ky. Ky Index is an index of compromise that accommodates 3 (three) pillars of sustainable development is environmental sustainability (ecological), social sustainability and economic sustainability. In addition, this index also underlies the concept of management of forest resources towards the fulfillment of the principle of prudence (prudential principle) and the principle of minimum standards of safe (safe minimum standards). So the index is called Ky also with Social, Economy and Environment compromise Index (SEECI).
The result using the approach HHCA conducted in the study area (District Melawi) has gained Ky. index of 6.4401. By applying this Ky index numbers, analysis suitabilitas of the total plantation area in the reserve forest area in the district covering an area of 234,348 ha Melawi found that only 31 498 ha which can be converted into oil palm plantations, and 202,850 ha will be retained as forest area. With this composition, the value of damage caused by conversion of forests into oil palm plantations can offset the benefits of maintaining forest ecosystem area. Thus the concept of sustainable development by creating a balance environmental, economic and social development can be achieved."
Depok: 2011
D1293
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dadang Sudirman
"Disertasi ini membahas biaya kompensasi kegiatan pertambangan di hutan lindung dalam rangka mencari biaya kompensasi optimal karena hilangngnya fungsi ekosistem. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain ekploratory dan pengembangan. Pemanfaatan hutan lindung untuk kegiatan pertambangan batubara membawa konsekuensi terhadap keberlanjutan fungsi ekosistem hutan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Diperlukan adanya biaya kompensasi yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi atas pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan.
Hasil penelitian ini menyarankan untuk diterapkannya biaya kompensasi terhadap perusahaan pertambangan batubara atas kerusakan ekosistem. Penggunaan biaya kompensasi, prioritas diberikan kepada masyarakat sekitar tambang dan pemulihan (restorasi) ekosistem.

This dissertation discusses the compensation cost for mining activity in protected forest for the purpose of seeking the optimal compensation cost due to the loss of the ecosystem function. It is a quantitative research with an exploratory and development design. The utilization of protected forest for coal mining activity will have a consequence on the continuity of its ecosystem function, whose primary function is to protect the life support system. Therefore, it is necessary to have a compensation cost scheme that takes into account the social, economy and ecological aspects of the utilization of protected forest for mining activity.
This research recommends that coal-mining company should be obliged to disburse some compensation cost for the damage they caused to the ecosystem. The community around the mines and the efforts for restoring the ecosystem shall be given the priority to receive the fund collected.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
D1303
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
La Ode Tarfin Jaya
"Pendekatan klasik di dalam perencanaan Wilayah Pertambangan (WP) adalah komponen fisik bahan galian dan kelayakan ekonomi dijadikan pertimbangan utama. Sementara komponen lingkungan hidup dipertimbangkan hanyalah ketika menyusun AMDAL pertambangan pada akhir evaluasi sebuah proyek pertambangan sebelum dilakukan eksploitasi bahan galian.
Penelitian ini bertujuan: (1) mengidentifikasi komponen lingkungan hidup yang menentukan proporsi alokasi lahan/ruang untuk direncanakan sebagai WP, (2) merumuskan model analisis kesesuaian lahan dengan mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutannya dalam rencana WP, (3) menghitung luas area yang memungkinkan untuk dialokasikan sebagai rencana WP, (4) merumuskan prioritas pilihan model kebijakan dalam rencana penetapan WP. Penelitian ini menggunakan pendekatan survey persepsi dan integrasi GIS dan AHP dalam analisis kesesuaian lahan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Buton Utara yang sebagian besar wilayahnya adalah kawasan Suaka Margasatwa tetapi memiliki potensi bahan galian langka di Indonesia yaitu aspal alam.
Temuan utama dari penelitian ini adalah: (1) Proporsi alokasi lahan untuk rencana penetapan WP dipengaruhi oleh integrasi komponen lingkungan fisik dan sosial dalam analisis kesesuaian lahannya dengan bobot prioritas dipertimbangkan SEBESAR 75,14%. Pre-Mining Land Suitability Analysis (P-MLSA) dengan produk akhir proporsi green reserve area merupakan model analisis kesesuaian lahan integratif dan paling sesuai untuk diterapkan dalam rencana penetapan WP, (3)Luas green reserve area yang memungkinkan untuk dialokasikan sebagai rencana untuk ditetapkan sebagai WP dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan adalah 13.650 ha atau 18,073% dari 75.529 ha luas lahan total Suaka Margasatwa eksisting yang masuk wilayah administratif Kabupaten Buton Utara (4) Prioritas pilihan strategi kebijakan terhadap green reserve area saat ini adalah menetapkannya sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN) untuk tetap mempertahankan keberlanjutan penggunaan lahan saat ini dan tetap menjaga representasi sektor pertambangan dalam tata ruang.Konsep green reserve area dalam rencana penetapan Wilayah Pertambangan dengan prosedur analisisnya dapat diterapkan oleh stakeholder pemerintah, masyarakat dan investor pertambangan.

The classical approach in the planning of mining area is done by making the physical component of mineral and the economic feasibility as the primary considerations. The environmental component is considered only when formulating the Environmental Impact Assessment/EIA of mining at the final evaluation of a mining project prior to the exploitation of minerals.
The goals of this study are: (1) To identify the environmental components that determine the proportion of allocation of land / space planned as WP, (2) To formulate a model of land suitability analysis by integrating environmental considerations and its sustainability in the WP plans, (3) To calculate the area which is possible to be allocated as WP plans, (4) To formulate the priority of choosing policy model in WP determination plan. This study uses the approach of perception survey and the integration of GIS and AHP in the land suitability analysis. The research was conducted in the Regency of North Buton which most of its area is the Wildlife Sanctuary area but has the potential existence of Indonesia’s rare minerals of natural asphalt.
The main findings of this study are: (1) The proportion of the allocation of land/space for the WP determination plan influenced by the integration of the physical environment and social components in land suitability analysis with the priority weighting of 75.14% (percent), (2) Pre-Mining Land Suitability analysis (P-MLSA) with proportion of green reserve area as the final product is an integrative model of land suitability analysis and the most suitable to be applied in determining WP plans, (3) The wide of green area reserve that allows it to be allocated as a plan to set up as WP with due regard to the sustainability principles is 13,650 ha or 18.073% of the total land area of 75,529 ha of Wildlife Sanctuary existing incoming administrative region of North Buton Regency, (4) The current priority of strategy choice of policy for the green reserve area is by assigning it as The State’s reserve area. This is to maintain the sustainability of the current land- use as well as maintaining the representation of the mining sector in the spatial planning. The concept of green reserve in the mining area determination proposed with analysis procedure can be applied by government stakeholders, communities and mining investor.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvana Ratina
"Dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan yang' bermaterikan kelestarian fungsi ekonomi, fimgsi ekologi dan fungsi sosial dari sumber daya hutan maka kehidupan masyarakat selcitar hutan hams menjadi perhatian karena kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang membutuhkan pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat ?-selcitar hutan menjadi kebutuhan demi masyarakat sekitar hutan dan sekaligus pelaksanaan pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan. Untuk keberhasilan pemberdayaan masyarakat, maka pemanfaatan modal sosial adalah Suatu kehamsan, karena modal sosial adalah suatu nilai norma-norma yang tcrbcntuk yang dihasilkan dalam suatu interaksi yang cukup panjang dalam suatu masyarakat dan menjadi acuan dalam bersikap, bcrperilaku, berinteraksi, dan berinterelasi dalam masyarakat untuk mencapai tujuan bersama dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan.
Tujuan Penelitian adalah merumuskan konscp hipotetik model pemberdayaan masyarakat sckitar hutan dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjuian dengan kajian pemanfaatan modal sosial masyarakat sekitar hutan. Manfaat penelitian adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang model pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan berkelanjutan ditinjau dengan pendckatan dan kajian pemanfaatan faktor pembentuk modal sosial masyarakat sekitar hutan sehingga dapat menjadi acuan dalam pcugambilan kebijakan terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dalam rangka pengelolaan sumber dgya hutan berkelanjutan. Metodologi penelitian dilakukan dengan metode kualitatif ?dan kuantitatif dcngan pendekatan dan pengujian konsep Structural Equation Modelling Cross Section dan pembuatan Model Dinamis.
Penelitia menghasilkan penemuan rumusan konsep hipotetik Model pcmberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan berkclanjutan dengan memanfaatkan modal sosial masyarakat sekitar hutan, model temebut memberi gambaran bahwa modal sosial berpengaruh langsung dan tidak langsung secara signiiikan terhadap pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan sumber daya hutan berkclanjutan. Modal sosial masyamkat sekifar hutan akan termanfaatkan secara optimal melalui pemanfaatan dan penguatan modal sosial masyarakat sekitar hutan yang dilakukan mclalui mekanjsmc konsep timbal balilc, konsep saluran informasi dan konscp kctaatan norma, adat dan nilai budaya.

In the frame of sustainable forest resources management , the consisting of economical function, ecological function and social function conservation from the forest resources, that livelihood conmiunity surrounding forest must be concerned because social economics conditions of community surrounding forest requires empowering. Empowerment of community surrounding forest is becoming from community surrounding forest and implementation of sustainable forest resources management. For successfully for empowerment of community, and then social capital utilization is must be, because social capital is a norm value that formed and resulted in interaction that is long enough in a community, and become a reference in having attitude, behaving, interacting, and interalating in society to achieve common goals in sustainable forest resources management.
Research objectives is to formulate hypothesis concept of forest communities empowerment model in sustainable forest resources management by utilizing social capital surrounding forest. Benefits of study are to enhance understanding 'about community empowerment model in sustainable forest resources management. It is review with the approach and study of taking advantage component factors of social capital. Therefore, it can be a reference in policy making toward forest communities empowerment model, in the frame of sustainable forest resources management. Research Methodology is conducted by using qualitative and quantitative method with concept best using structural equation modeling, cross Section table and dynamic model.
Research finding resulted hypothesis concept formulation of community empowerment model in sustainable forest resources management by taking advantage capital social of forest communities. The model explained that social capitals of forest communities have significant impact toward community empowerment process and sustainable forest resources management both directly and indirectly. Social capital will be utilized optimally through utilization and strengthening social capital forest communities was conducted through mutual mechanism concept, concept of information channel and obedience of norm, tradition and culture value.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
D-1886
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2   >>