Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 48 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Abas
"Kabupaten Sambas merupakan daerah multietnis yang sangat rawan dengan konflik kekerasan horizontal. Konflik antar Dayak-Melayu dan Madura tahun 1999 merupakan fakta sosial yang memperlihatkan semakin rentannya hubungan sosial antar penduduk di daerah itu. Konflik dengan kekerasan, apapun latarbelakangnya akan berdampak terhadap terganggunya hubungan sosial antar masyarakat yang pada gilirannya akan menghambat fungsi sosial masyarakat. Karena itu penelitian ini berusaha untuk memahami latar belakang dan dampak sosial konflik etnik di kabupaten Sambas tahun 1999 tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menempatkan informan sebagai sumber data primer dan dokumen sebagai sumber data sekunder. Informasi dijaring melalui wawancara mendalam dengan informan kunci yang kemudian data tersebut ditranskrip dan dilakukan kategorisasi sesuai dengan pembabakannya yang kemudian dilakukan analisis dan interpretasi terhadap berbagai sumber informasi tersebut. Dalam upaya updating data dan informasi, peneliti juga melakukan diskusi dengan para ahli dalam rangka untuk menajamkan temuan lapangan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa konflik antar etnik yang terjadi di kabupaten Sambas tahun 1999 dipicu oleh perkelahian antar warga dari etnik Melayu dan Madura yang diikuti dengan pembunuhan, Konflik tersebut merupakan konflik laten yang menjadi manifest ketika ada faktor pemicu tersebut. Hal ini kemudian berinterkasi dengan berbagai faktor Iainnya seperti stereotipe etnik, heterogenetis budaya, pertentangan elit politik dan perebutan sumber daya ekonomi sehingga konflik terbuka dengan kekerasan tak bisa terhindarkan. Konflik tersebut tidak hanya merusak tatanan sosial tetapi telah berdampak terhadap semakin retaknya hubungan sosial antar etnik. Melayu, Dayak dan Madura. Mereka terpaksa harus berpisah dimana orang Melayu dan Dayak tidak mau menerima lagi orang Madura untuk kembali ke wilayah Kabupaten Sambas. Hal tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa nilai-nilai sosial yang dianut masyarakat Melayu dan Dayak menjadi rapuh. Budaya menghargai tamu atau pendatang walaupun itu musuh yang selama ini dibanggakan oleh orang Melayu dan Dayak menjadi sebuah keniscayaan yang perlu dipertanyakan kembali.
Karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik etnik yang terjadi di kabupaten Sambas tahun 1999 disebabkan oleh berbagai faktor yang muitidemensional. Keragaman budaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya berbagai benturan antar warga Melayu, Dayak dan Madura yang kemudian berinteraksi dengan fakor ekanomi dan politik, sehingga konflik yang tadinya laten berubah menjadi konflik manifest dengan kekerasan. Penolakan orang Melayu dan Dayak Sambas terhadap warga Madura untuk kembali ke kabupaten Sambas merupakan bentuk ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan jaminan rasa aman bagi masyarakatnya. Hal tersebut sekaligus merupakan pengingkaran terhadap pengakuan akan keberagaman masyarakat Indonesia. Dalam jangka panjang fenomena tersebut bisa melahirkan semangat etnisitas berbasis wilayah dominasi yang pada gilirannya bisa menghambat proses demokrasi dan tumbuhnya civil society di daerah tersebut. Untuk itu pemerintah bersama masyarakat sipil harus mengambil langkahlangkah dialogis dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sekaligus membangun semangat bare diantara warga yang berkonflik dengan tetap berpegang pada prinsip demokrasi. Selain itu juga perlunya dipikirkan upaya-upaya pencegahan secara dini dalam rangka mengantisipasi munculnya konflik kekerasan sekaligus membangun solidaritas diantara warga atas dasar semangat bhineka tungal ika."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T183
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dachlan A. Bandu
"Statistik Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun 1999, menunjukkan bahwa usaha swasta di Indonesia khususnya Penanaman Modal Asing (PMA), mengalami kemajuan yang begitu pesat. Hal ini dapat dilihat bahwa jumlah Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia tercatat sebanyak 7.568 buah, tersebar di seluruh wilayah kesatuan Republik Indonesia (di luar sektor minyak dan gas, perbankan, Lembaga Keuangan non bank, Asuransi dan sewa guna usaha).
Di Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Kecamatan Jereweh Kabupaten Sumbawa telah hadir satu perusahaan multinasional yaitu PT. Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan berbagai aktivitas berupa eksploitasi dan pemanfaatan aset sosial masyarakat, berupa penambangan emas dan tembaga, sesuai dengan kontrak karya yang telah ditandatangani bersama antara pemerintah Republik Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara, pada tanggal 2 Desember 1982.
Kehadiran PT. Newmont Nusa Tenggara tersebut diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam memberikan sumbangan positif bagi peningkatan perekonomian nasional, menciptakan lapangan kerja, menjadi pembayar pajak yang taat, menunjang program pemerintah dan kebijakan-kebijakan tertentu, serta dapat melaksanakan tanggung jawab sosial di tempat beroperasinya perusahaan.
Oleh karena itu, dalam kajian penulisan ini akan menggambarkan dengan jelas tentang bagaimanakah aktivitas pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT. Newmont Nusa Tenggara terhadap masyarakat Lingkar Tambang serta faktor-faktor apakah yang menghambat dan mendorong pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT. Newmont Nusa Tenggara terhadap masyarakat Lingkar Tambang.
Dalam kaitan dengan tersebut di atas, maka teori yang digunakan adalah teori-teori yang mengarah kepada pemahaman yang lebih luas tentang Tanggung Jawab Sosial suatu perusahaan, artinya pandangan yang berorientasi kepada shareholders beralih kepada orientasi pada stakeholders.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, oleh Bogdan dan Taylor (1995), didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang bisa diamati. Salah satu pertimbangan pendekatan tersebut adalah karakteristik data yang lebih informasi kualitatif, sebab untuk memahami substansi Tanggung Jawab sosial, implementasi dan dampak bagi masyarakat sekitar perusahaan diperlukan proses penelitian pada ?latar alamiah" atau konteks dari suatu keutuhan (entity). Langkah ini harus ditempuh karena "Ontologi alamiahn menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya (Lincoln dan Guba, 1985; hal 39).
Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan dua hal penting berkaitan dengan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial PT. Newmont Nusa Tenggara terhadap masyarakat Lingkar Tambang yaitu: Pertama, berbagai aktivitas dan program yang mengarah kepada tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat di sekitarnya seperti sentuhan program pada sektor kesehatan, pendidikan, sosial budaya, infrastruktur, pengembangan usaha masyarakat sampai kepada perhatian dan perlindungan terhadap hak-hak karyawan telah memberikan manfaat yang cukup besar bagi kesejahteraan masyarakat. Kedua, di sisi lain masih banyak persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan yang merupakan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat lingkar tambang yang belum mendapatkan perhatian yang optimal dan sungguh-sungguh seperti perlakuan dan perhatian kepada bahaya limbah tailing, perlakuan dan perhatian pada reklamasi kawasan yang rusak sebagai akibat dari proses dan aktivitas penambangan, perlakuan dan perhatian pada pencemaran sungai, belum lagi berbicara keinginan yang sungguh-sungguh untuk membantu pemerintah dan masyarakat di sekitarnya dalam rangka mengembangkan potensi pariwisata, sampai kepada persoalan "Culture Shock" bagi masyarakat lingkar tambang.
Berdasarkan temuan di atas, dipandang perlu bagi semua pihak terutama pemerintah daerah, DPRD tokoh masyarakat serta pihak perusahaan untuk memperkuat komitmennya terhadap perbaikan kondisi tersebut dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T1124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herri
"Asumsi yang mendasari penelitian ini adalah penerapan sistem sentralisasi pemerintahan terutama dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan tidak berkembangnya kreativitas masyarakat lokal. Sehingga tidak tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kondisi ini diiringi oleh melemahnya kemampuan masyarakat lokal ( baik melalui lembaga perwakilan legislatif daerah ) dalam membuat pilihan - pilihan yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik setempat.
Melalui kebijakan desentralisasi dengan lebih memberikan kewenanganan kepada unit pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, yaitu kabupaten dan kota dengan harapan akan mempercepat pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu yang paling penting menurut Thomas Jefferson adalah pemerintah lokal akan Iebih responsif kepada kepentingan masyarakat. Pemerintah hendaknya dibentuk sedekat mungkin dengan masyarakat agar masyarakat dapat aktif berpartisipasi didalamnya.
Dalam mengkaji hal tersebut di atas, studi ini difokuskan pada peranan Lembaga Legislatif Daerah ( DPRD ) sebagai unsur pemerintahan di daerah. Dalam pemerintahan modern yang berlandaskan demokrasi maka keberadaan lembaga legislatif termasuk di daerah menjadi mutlak. Dikaitkan dengan kebijakan desentralisasi maka representasi dari DPRD dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi-fungsi yang diembannya. Pentingnya peranan DPRD ini disebabkan oleh kedudukan dan fungsinya yang menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan, hak dan kewajiban yang cukup luas bila dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan sebelumnya yaitu UU No. 5 Tahun 1974.
Data-data yang berkaitan dengan tujuan penelitian dimaksud didapat melalui metode penelitian Kualitatif. Sumber data, yaitu informan dengan penentuan bertujuan (purposive ). Tentunya didukung dengan dukumen yang sesuai dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, dengan melalui prosedur pengumpulan data yang meliputi pengamatan, wawancara, dokumentasi dan visual terutama dari media lokal. Dari keseluruhan data yang terkumpul, diuji keabsahannya dengan teknik triangulasi yang selanjutnya diberikan penafsiran.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan tugas dan kewajiban DPRD Kota Pontianak belumlah menunjukkan peranan sesungguhnya yang diharapkan oleh masyarakat. Sehingga sebagaimana maksud dari UU No. 22 Tahun 1999 yang memberikan otonomi daerah dengan prinsip-prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah belum menampakkan wajah yang sesungguhnya. Kinerja yang dihasilkan oleh DPRD Kota Pontianak, terutama dalam pelaksanaan fungsi legislasi, dari segi kualitas dan jumlah produk perundangundangan Peraturan Daerah (Perda) masih minim bila dikaitkan dengan besamya kewenangan yang dimiliki ( anggota Dewan belum pernah menggunakan hak inisiatif) ; dan fungsi kontrol, yang walaupun nuansa penguatannya telah nampak perlu untuk diimbangi dengan penguasaan data dan informasi yang cukup. Padahal dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya anggota DPRD didukung oleh fasilitas yang sangat memadai. Belum terwujudnya tujuan dimaksud, dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti : kewenangan yang dimiliki oleh DPRD tidak diimbangi dengan kemampuan para wakil rakyat, serta tidak adanya mekanisme yang jelas pertanggungjawaban (accountability) DPRD.
Hal yang paling mendasar dalam otonomi daerah yang seharusnya menjadi milik masyarakat setempat bukan pada elite lokal ( pemerintah daerah dan DPRD ) belumlah terwujud sehingga peran serta masyarakat belumlah optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2335
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cucu Maesaroh
"Masalah penyalahgunaan NAPZA di Indonesia telah menunjukan peningkatan baik jumlah, intensitas, maupun peredarannya, sehingga merupakan masalah nasional yang mengancam keamanan, stabilitas, integrasi bangsa, ketahanan nasional, dan lebih jauh lagi merupakan masalah yang dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia. Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang memiliki dimensi yang kompleks terkait dengan berbagai segi kehidupan.
Untuk itu diperlukan suatu penanganan baik oleh pemerintah maupun swasta, salah satunya yaitu melalui rehabilitasi sosial sistem dalam panti, yang dilaksanakan pada PSPP Galih Pakuan Putat Nutug Kabupaten Bogor, yang mana dalam proses rehabilitasi sosial terhadap klien penyalahgunaan NAPZA melibatkan pelaksanaan Konseling.
Pelaksanaan Konseling pada dasarnya merupakan pemberian nasehat-nasehat dan dukungan-dukungan sosial terhadap klien yang dijalankan melalui metode intervensi mikro/bimbingan sosial perseorangan oleh pekerja sosial. Sedangkan rehabilitasi sosial merupakan kegiatan lanjutan dari upaya penyembuhan terhadap klien penyalahgunaan NAPZA dalam rangka memulihkan kondisi/kesehatan, mental psikologi dan sosial dari ketergantungan terhadap NAPZA sehingga klien dapat kembali melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar di masyarakat. Dengan demikian konseling merupakan kegiatan yang mendukung proses rehabilitasi sosial dalam upaya meningkatkan keberfungsian sosial klien.
Hasil penelitian pada PSPP Galih Pakuan di daerah Kabupaten Bogor mengungkapkan bahwa pelaksanaan konseling pada proses rehabilitasi sosial bagi klien penyalahgunaan NAPZA, cukup berpengaruh terhadap terjadinya perubahan perilaku secara positip pada diri klien, yang mencakup baik sikap terhadap dirinya sendiri maupun sikapnya terhadap lingkungan. Hal tersebut terwujud berkat peran konselor atau pekerja sosial sebagai ujung tombak keberhasilan di lapangan. Namun demikian untuk mencapai hasil yang optimal, masih terdapat beberapa hambatan yang bersifat kelembagaan panti, minimnya sarana dan prasarana, minimnya kuantitas dan kualitas tenaga konselor. Selain itu ditemukan kenyataan bahwa pelaksanaan konseling pada proses rehabilitasi itu sendiri baru dimulai pada tahap keempat yakni pembinaan fisik dan bimbingan sosial, hal ini akan mengurangi pencapaian hasil optimal proses rehabilitasi sosial bagi klien penyalahgunaan NAPZA.
Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan konseling pada proses rehabilitasi dimaksud, penulis merekomendasikan kepada berbagai pihak terkait dengan penanganan klien penyalahgunaan NAPZA melalui Rehabilitasi Sosial Sistem Dalam Panti.
Rekomendasi diarahkan pada peningkatkan dan penyempurnaan kinerja pelaksanaan konseling, melalui upaya-upaya tertentu diantaranya sebagai berikut : Depsos menetapkan pelibatan pelaksanaan konseling sejak tahap pertama proses rehabilitasi dan menyempurnakan serta meningkatkan profesionalitas pelayanan melalui keterpaduan berbagai profesi dan disiplin ilmu dalam penanganan klien ; pimpinan panti menyelenggarakan pembinaan terhadap pekerja sosial atau pembina sebagai konselor dan petugas panti lainnya secara rutin dan berkala dengan harapan para konselor lebih menguasai teknik pendekatan personal/informal di mana hubungan emosional dengan klien lebih berkembang ; pekerja sosial agar lebih mengembangkan kualitas-kualitas pribadi dan kemampuannya secara lebih optimal, serta dengan menciptakan relasi dan interaksi pada semua pihak-pihak yang terkait terhadap penanganan klien. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutiarno
"Tulisan ini mencoba untuk menggambarkan upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas dalam mengharmoniskan kembali hubungan antara etnis Madura dan etnis Melayu Sambas akibat konflik. Munculnya minat penulis untuk meneliti dan menulis tema ini sangat terkait dengan adanya dua keinginan yang berbeda dan bahkan berlawanan dari kedua etnis tersebut, yaitu antara keinginan untuk rujuk dan hidup berdampingan kembali disatu pihak, dan menolak terhadap keinginan tersebut dipihak lain.
Melalui penelitian yang bersifat deskriftif dengan tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi, diungkap upaya atau langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas dalam mengharmoniskan kembali hubungan kedua etnis tersebut agar dapat harmonis dan dapat hidup berdampingan kembali. Selain itu, diungkap pula faktor-faktor yang ikut menjadi pendorong dan penghambat upaya rekonsiliasi yang dilakukan.
Hasil penelitian terungkap bahwa Pemerintah Kabupaten Sambas bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi Kalimantan Barat telah mencoba mengupayakan rekonsiliasi diantara kedua etnis yang pemah terjadi konflik tersebut. Namun upaya ini belum memberikan hasil yang diinginkan, karena sampai saat ini masyarakat Melayu Sambas belum mau mengizinkan etnis Madura untuk berkunjung bahkan tinggal di wilayah Kabupaten Sambas.
Belum berhasilnya upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas ini tidak terlepas dengan intervensi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sambas dalam memfasilitasi setiap pertemuan yang belum maksimal. Sementara tidak adanya agenda yang jelas, dan tidak terwakilinya kelompok atau lapisan masyarakat yang justru memiliki masalah dalam menolak keinginan etnis Madura juga luput dari perhitungan untuk menjadi perhatian dalam setiap pertemuan. Dipihak lain, belum berhasilnya upaya rekonsiliasi oleh Pemerintah Kabupaten Sambas ini tidak terlepas pula adanya beberapa faktor yang ikut menjadi penghambat. Faktor-faktor ini dirasakan akan senantiasa menjadi penghalang bagi keberhasilan dari rekonsiliasi yang dilakukan.
Untuk itu, agar upaya ini berhasil direkomendasikan langkah-langkah baik dalam bentuk jangka pendek, menengah, dan panjang yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sambas. Melalui langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu dalam memperlancar upaya rekonsiliasi yang dilakukan, dan kedua belah pihak dapat harmonis dan hidup berdampingan kembali."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T7103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Waluyo
"Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Karya "Pangudi Luhur" Bekasi, yang beralamat di Jalan H. Moeljadi Djojomartono No.19 Bekasi Jawa Barat, dengan tujuan untuk mengkaji proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial gelandangan dan pengemis pada lembaga tersebut. Selanjutnya penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi masukan untuk perbaikan pelaksanaan program selanjutnya.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Obyek penelitian adalah semua pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan program rehabilitasi sosial di PSBK Bekasi, antara lain kepala panti, petugas fungsional/petugas lapangan, gelandangan dan pengemis yang sedang dibina serta pihak lain yang terkait.
Gelandangan dan pengemis (gepeng) merupakan fenomena sosial di kota-kota besar, karena sulitnya kehidupan di pedesaan sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk dan tanah garapan yang makin berkurang, mereka terpaksa harus mencari pekerjaan di tempat lain, alternatifnya yaitu mengadu nasib ke daerah perkotaan. Namun oleh karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, mengakibatkan mereka tidak mampu bersaing memperebutkan pekerjaan yang layak. Akhirnya mereka mau bekerja apapun dengan upah berapapun untuk mempertahankan kehidupannya.
Akibatnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup secara layak, tidak mempunyal pekerjaan layak, tidak memiliki tempat tinggal yang layak dan sebagainya. Keberadaan mereka yang terbatas ketrampilan, terbatas pendidikan, dan terbatas fasilitas, maka keberadaan mereka diperkotaan dianggap sebagai masalah sosial. Untuk penanganan masalah sosial gelandangan dan pengemis diperlukan pelayanan yang komprehensip, karena masalahnya sangat komplek tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek mental dan budaya.
Program rehabilitasi sosial di PSBK terdiri dari beberapa tahapan proses sebagai berikut : Pertama adalah tahap rehabilitasi sosial yang terdiri dari : a) pendekatan awal, b)penerimaan dan c)bimbingan mental, sosial dan ketrampilan. Kedua adalah tahap resosialisasi yang terdiri dari ; a) bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, b) bimbingan sosial masyarakat, c) bimbingan bantuan stimulus usaha produktif dan c) bimbingan usaha. Ketiga adalah tahap bimbingan lanjut yang terdiri dari : a) bantuan pengembangan usaha dan b) bimbingan pemantapan usaha/kerja.
Hasil penelitian yang diperoleh menggambarkan bahwa secara umum PSBK Bekasi telah dapat memberikan pelayanan program kepada kliennya sesuai prosedur yang ditetapkan, namun praktek pelayanan yang diberikan belum sesuai dengan yang diharapkan. Masih ada kesenjangan antara teori atau konsep dengan praktek yang bisa dilakukan. Sehingga lembaga ini kurang berhasil mengemban misinya, yaitu mengentaskan gepeng dari masalahnya.
Hasil penelitian tahap awal, pada kegiatan orientasi dan motivasi untuk menjaring klien, PSBK lebih mengandalkan tehnik "getok tular", yaitu mengharapkan eks klien yang telah selesai mengikuti pembinaan di PSBK mengajak teman-temannya yang lain untuk masuk panti. Tehnik ini kurang efektif sehingga target sasaran yang setiap angkatan hanya 300 orang tidak terpenuhi, padahal gepeng di Jakarta jumlahnya sangat besar.
Bimbingan mental sebagai fokus utama program rehabilitasi di PSBK, metodanya juga masih perlu dikaji ulang. Tehnik bimbingan mental yang diterapkan lebih mengacu pada aspek transfer pengetahuan, bukan aspek penyadaran mental. Dimana semua klien dari berbagai tingkat pendidikan masuk dalam satu kelas dan diajarkan materi yang sama, sehingga situasinya lebih menyerupai sekolah formal. Bimbingan mental untuk membangun konsep diri yang positif, percaya diri, dan penghargaan diri diperlukan pendekatan individu, tehnik konseling yang efektif dan sebagainya. PSBK sampai saat ini belum mempunyai program khusus yang secara langsung diarahkan untuk penyadaran mental klien.
Program rehabilitasi gepeng harus dilaksanakan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, sebagaimana pada konsep dan juklak. Namun PSBK sampai saat ini baru memiliki petugas lapangan dari profesi pekerjaan sosial, sedangkan profesi lain yang diperlukan untuk mendukung kelancaran program belum ada.
Dari hasil penelitian ditemukan, bahwa sebagian klien PSBK menggelandang lagi, banyak aspek sebagai penyebabnya, diantaranya PSBK tidak memiliki dana untuk mendukung usaha kerja gepeng, kesempatan bekerja disektor formal sangat sulit, ketrampilan kerja yang diajarkan sangat minim, umumnya dibawah standar pasaran kerja, dan metoda bimbingan mental dan sosial juga kurang tepat.
Selanjutnya penelitian ini merumuskan saran sebagai berikut, pertama PSBK perlu merumuskan program khusus untuk kegiatan bimbingan mental, kedua mengingat sulitnya mencari lapangan pekerjaan di sektor formal, maka program ketrampilan di PSBK sebaiknya lebih diarahkan untuk jenis ketrampilan wira usaha."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T 9704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jihat Santosa
"Tesis ini merupakan hasil penelitian mengenai tanggungjawab sosial perusahaan dalam pemberdayaan tenaga kerja penyandang cacat tubuh. Dilatarbelakangi oleh masih terbatasnya kesempatan kerja bagi penyandang cacat tubuh, namun ditengah kesempatan yang terbatas tersebut ada beberapa perusahaan yang dapat menerimanya. Penelitian ini mencoba menelusuri bentuk atau model dari tanggungjawab sosial perusahaan, faktor-faktor yang mendorong dan konstribusinya dalam pemberdayaan penyandang cacat tubuh, untuk memperoleh jawaban apakah kesempatan kerja yang diberikan memberikan konstribusi yang positif bagi pemberdayaan penyandang cacat tubuh.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode diskriptif analitik untuk menghasilkan informasi-informasi tentang faktor-faktor pendorong, bentuk atau model tanggungjawab sosial perusahaan dan dampaknya bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh, yang diperoleh melalui informan. Pemilihan informan dilakukan dengan "Purposive sampling" yang meliputi manajer personalia, manajer produksi, lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat tubuh, perhimpunan penyandang cacat Indonesia (PPCI), tenaga kerja penyandang cacat tubuh dan normal. Untuk mendapatkan informasi dari informan tersebut, peneliti menggunakan teknik "in depth interview", observasi dan studi dokumentasi. Ketiga cara ini dilakukan sebagai mekanisme trianggulasi atas jawaban masing-masing informan.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bentuk atau model tanggungjawab sosial perusahaan adalah dengan memberikan proporsi tertentu kesempatan kerja untuk penyandang cacat tubuh, sedangkan bentuk pemberdayaannya ada 2 yaitu: Praktek Belajar Kerja (magang) dan kesempatan kerja, dari kedua model ini mampu mendorong tenaga kerja penyandang cacat tubuh ke arah yang lebih berdaya. Pada bentuk yang pertama tenaga kerja penyandang cacat tubuh menjadi lebih terbiasa dengan suasana kerja, mendapat pengalaman kerja, sedangkan pada model kedua mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak tergantung lagi pada keluarga atau masyarakat sekitarnya.
Faktor-faktor yang mendorong perusahaan melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan, terdiri dari internal (pengembangan "public image" dengan rekruitmen tenaga kerja penyandang cacat tubuh dan persepsi perusahaan terhadap penyandang cacat tubuh) dan eksternal (sosialisasi UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan kerjasama perusahaan dengan lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat tubuh). Faktor internal pertama (rekruitmen) memperlihatkan bahwa perusahaan memperlakukan calon tenaga kerja penyandang cacat tubuh sama dengan tenaga kerja normal yaitu harus memenuhi syarat administrasi dan kemampuan teknis, sedangkan faktor persepsi perusahaan memperlihatkan bahwa para pengambil kebijakan di perusahaan (manajer) belum seluruhnya mempunyai komitmen yang sama untuk mempekerjakan penyandang cacat tubuh, dari 12 manajer di perusahaan hanya ada 3 orang yang benar-benar mendukung terhadap upaya itu. Dari faktor eksternal secara umum sosialisasi UU No. 4 tahun 1997 belum efektif, namun bagi PT. Great River International sudah ada upaya untuk melaksanakan ketentuan tersebut dengan mempekerjakan penyandang cacat secara bertahap sesuai dengan kesempatan kerja yang ada, sedangkan kerjasama yang terjalin antara perusahaan dengan lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat lebih banyak karena adanya rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Dampak dari pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan ternyata mampu memberikan konstribusi dalam memberdayakan penyandang cacat tubuh meliputi (1) aspek fisik, memperlihatkan bahwa kondisi fisik yang tidak sempurna ternyata bukan merupakan halangan untuk melaksanakan aktifitas kerja, tingkat produktifitas yang memenuhi standar sebagaimana tenaga kerja normal, bahkan mempunyai kelebihan dalam hal kedisiplinan, ketekunan dan ketelitian, (2) aspek mental psikologis, memperlihatkan adanya perubahan sikap dan penghargaan dari masyarakat antara sebelum dan sesudah bekerja sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dirinya, (3) aspek relasi dan integrasi sosial, memperlihatkan bahwa relasi menjadi semakin luas dan dapat dijadikan sumber untuk pemecahan masalah, sedangkan integrasi sosial dapat ditunjukkan oleh adanya rasa memiliki dan sebagai bagian dari kelompok yang senasib di perusahaan.
Sedangkan apabila dilihat dari aspek kondisi berdaya (powerfull}, penyandang cacat tubuh mampu memenuhi kebutuhan pokok (aspek ekonomi), membangun relasi menjadi lebih luas (aspek komunikasi), kepercayaan din meningkat (aspek psikologis) dan mampu menjalankan perannya dengan baik di masyarakat (keberfungsian sosial).
Mengingat bentuk atau model tanggungjawab sosial ini dapat memberikan konstribusi yang positif bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh untuk lebih berdaya, maka hendaknya dapat lebih ditingkatkan kuantitasnya di masa yang akan datang. Pemberlakuan syarat administratif dan teknis untuk mendapatkan kesempatan kerja hendaknya dapat diberlakukan secara fleksibel, untuk menggugah kesadaran dunia bisnis dalam mempekerjakan penyandang cacat tubuh. Hendaknya ada penyuluhan secara terus menerus oleh pemerintah secara lebih terkoordinasi (Depsos, Depnaker dan Deperindag), agar pelaksanaan UU No. 4 tahun 1997 dapat efektif bagi dunia usaha hendaknya ditunjang oleh perangkat-perangkat untuk dapat mengawasi pelaksanaannya diantaranya dengan membentuk lembaga independen yang terdiri dari lembaga pemerintah dan non pemerintah yang bergerak pada pelayanan penyandang cacat. Kerjasama lembaga rehabilitasi vokasional penyandang cacat dengan perusahaan diperluas mulai dari proses perencanaan tenaga kerja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiana Hermawati
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum PRT perempuan korban kekerasan dan peran sebuah LSM (Rumpun Tjoet Njak Dien Yogyakarta) dalam menangani kasus kekerasan terhadap PRT serta mengidentifikasi faktor penghambat dan faktor pendukung yang dihadapi oleh lembaga tersebut dalam penanganan kasus kekerasan. Fenomena ini diambil karena kekerasan dan ketakberdayaan PRT perempuan kini semakin mengemuka, dan menurut data yang ada setiap tahun kasus kekerasan terhadap PRT ini mengalami peningkatan baik secara kuantitas maupun kualitas, sementara upaya-upaya dari pihak terkait untuk mengatasi masalah tersebut juga sangat terbatas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan berperspektif perempuan, metode lebih ditekankan pada verstehen, yaitu memberi penekanan interpretatif terhadap pemahaman informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan `snowball sampling' yang meliputi pimpinan RTND, petugas penanganan kasus, pendamping lapangan dan PRT korban kekerasan.
Untuk mengumpulkan data dari penelitian ini digunakan teknik `Indepth Interview', observasi partisipan dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan untuk saling melengkapi sehingga dapat mengungkap realitas sosial dan berbagai jawaban informan. Adapun teori yang dijadikan rujukan dan kerangka analisis dalam penelitian ini adalah teori kekerasan yang dikemukakan oleh Galtung (1969) dan konsep intervensi sosial menurut Cox (2001) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penanganan masalah kesejahteraan sosial, tennasuk dalam penanganan kasus kekerasan terhadap PRT perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas informan penelitian berada pada rentang usia produktif (15-28 tahun), berpendidikan rendah (tamat SD), serta berasal dari daerah pedesaan / daerah pertanian tandus, dan mayoritas orang tua informan bekerja sebagai petani. Kondisi sosial ekonomi yang tidak kondusif, didukung dengan keterbatasan pendidikan dan sempitnya peluang kerja di desa, mendorong inforrnan untuk bekerja sebagai PRT di kota. Beberapa keterbatasan yang melekat pada informan inilah yang menyebabkan bargaining position PRT terhadap pengguna jasa rendah (bahkan nyaris tidak ada).
Alasan informan jadi PRT adalah karena faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan, tidak ingin menganggur, diajak saudara dan tidak kerasan di rumah. Mayoritas informan relatif terampil di dalam melaksanakan pekerjaannya karena memiliki pengalaman kerja sebagai PRT antara 1-8 tahun. Kendatipun demikian, pengalaman kerja tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap upah kerja yang diterimarrya, karena memang tidak ada standar upah bagi PRT sebagaimana pekerja di sektor lainnya. Jadi besarnya upah sangat dipengaruhi oleh faktor subyektifitas majikan. Secara umum, upah kerja yang diterima PRT jauh di bawah UMR, ini mengindikasikan rendahnya tingkat kesejahteraan informan pada umumnya.
Dari segi konteks, sebelum kekerasan terjadi bargaining position PRT memang rendah; tidak ada perlindungan hukum dan sosial yang pasti dari pemerintah, dan dalam melakukan pekerjaan tidak ada kesepakatan kerja tertulis antara pengguna jasa dengan PRT yang menjelaskan tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan PRT rentan terhadap kekerasan. Demikian halnya dengan pola hubungan kerja antara PRT dengan pengguna jasa yang timpang dan cenderung dominatif-eksploitatif juga menyebabkan PRT rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan. Penelitian ini menemukan bahwa bentuk kekerasan yang paling banyak dialami oleh informan adalah kekerasan ganda dan pada umumnya informan tidak pernah menyangka sebelumnya kalau pengguna jasa akan tega melakukan kekerasan terhadapnya. Dampak kekerasan yang dialami oleh informan adalah menimbulkan trauma fisik dan psikologis yang berlangsung lama (jangka panjang), menimbulkan kerugian moril dan materiil, bahkan ada korban yang mengalami depresi berat sehingga membutuhkan pendampingan psikiater dan sampai sekarang kondisi jiwanya labil.
Dari perspektif Galtung, kekerasan yang dialami oleh informan penelitian merupakan kekerasan personal dan struktural, baik langsung maupun tidak langsung, tampak maupun tersembunyi, disengaja maupun tidak, yang menyebabkan PRT tidak bisa mengaktualisasikan potensinya (kehilangan kemandirian, otonomi dan kekuasaan atas dirinya) karena realisasi jasmani dan rohaninya dipengaruhi sedemikian rupa oleh person dan struktur yang ada di masyarakat / negara. PRT pada umumnya mengalami kekerasan ganda yang melibatkan pengguna jasa, keluarga pengguna jasa, masyarakat dan negara sebagai pelaku kekerasan. Penelitian ini juga menemukan, bahwa RTND dalam melaksanakan penanganan kasus terhadap informan (dengan kasus dan cara masuk yang berbeda) menggunakan pola yang relatif umum, meskipun dalam penerapannya sangat kasuistik. Pola penanganan kasus kekerasan yang dilaksanakan RTND tersebut memiliki tahapan-tahapan dan relevan dengan tahapan-tahapan intervensi sosial yang dirumuskan oleh Cox (2001).
Kendala yang dihadapi lembaga dalam penanganan kasus kekerasan terkait dengan keterbatasan dana dan tidak dimilikinya tenaga pengacara untuk menangani kasus litigasi; tiadanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur hak-hak PRT; sikap pengguna jasa yang pada umumnya arogan terhadap program pengorganisasian PRT yang diselenggarakan RTND; dan sikap PRT sendiri yang cenderung nrimo, mengalah, pasrah, dan ketidaktahuan dalam mencari akses bantuan.
Berdasarkan temuan penelitian ini, maka direkomendasikan kepada RTND untuk : menggali dana dari funding lain (fund rissing); membentuk network yang solid dengan stakeholder dan pihak terkait di tingkat lokal, nasional maupun internasional sehingga basis sosial RIND kuat dan isue PRT diangkat sebagai isue politis; perlu dikembangkan pendekatan komunitas dalam penanganan kasus kekerasan; menjadi support system bagi lahirnya Serikat PRT yang dapat menjadi pressure group bagi pembuat kebijakan untuk mewujudkan suatu instrumen perundang-undangan yang melindungi hak-hak PRT sehingga bargaining position PRT menjadi kuat. Kepada pemerintah direkomendasikan untuk : segera memfasilitasi perangkat perundang-undangan tentang PRT dan diikuti Iangkah sosialisasi perangkat tersebut kepada publik; perlu dilaksanakan riset untuk mengidentifikasikan permasalahan/kebutuhan PRT sehingga dalam perumusan kebijakan dan program pemberdayaan PRT relatif sesuai dengan kebutuhan penerima Iayanan; perlu dijalin kerjasama lintas sektoral sehingga penanganan kasus kekerasan terhadap PRT tersebut lebih komprehensip; perlu memfasilitasi keberadaan crisis centre-crisis centre di tiap wilayah, agar korban kekerasan dapat dengan mudah mengakses bantuan layanan dan masyarakat juga dapat dengan segera melaporkan kasus kekerasan yang terjadi di wilayahnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elita Rajulan
"Untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana FISIP UI, penulis melakukan penelitian dengan judul Peranan KUD Limo Koto Dalam meningkatkan Penghasilan Para Penambang Batu Bara (Studi Kasus di Jorong Koto Panjang Kenagarian Limo Koto Kecamatan Kato VII Kabupaten Sawahlunto Sijunjung ).
Adapun penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode analisa kualitatif, yaitu teknik yang digunakan untuk mengolah data yang terkumpul dalam bentuk variasi atau pernyataan tertulis dari berbagai sumber data.
Untuk memperoleh data primer penulis mendapatkan dari 6 orang informan peneliti, yaitu dari pengurus KUD, Para penambang, Kepala Jorong, Kepala Dinas Koperasi dan Kepala Dinas Pendapatan. Adapun teknik pengumpulan data dikumpulkan dari studi kepustakaan, wawancara dan observasi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa di Jorong Koto Panjang Kenagarian Limo Koto Kecamatan Koto VII Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, KUD Limo Koto telah membuktikan mampu menanggung dan memikul tanggung jawab terhadap pembinaan anggotanya dan modal usahanya. Hal ini disebabkan kerana KUD Limo Kota ini merupakan lembaga usaha bersama yang terdiri dari para penambang batu bara Bukit Bual yang bergabung secara sukarela untuk mencapai tujuan bersama.
Peranan KUD Limo Koto bagi pars penambang layaknya seperti malaikat penyelamat, karena KUD Limo Koto merupakan wadah yang cocok bagi mereka yang kemampuan ekonominya lemah untuk bersama-lama, bahu membahu meningkatkan usaha mereka sehingga terjadi peningkatan taraf hidup mereka, menuju kesejahteraan yang telah lama dicita-citakan.
Keberhasilan KUD Limo Koto mencapai tujuannya tergantung dari kegiatan para anggota, apakah mereka mampu melaksanakan kerja sama, memiliki kegairahan kerja dan mentaati segala ketentuan dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan Rapat Anggota. Dengan demikian usaha mempertinggi taraf hidup dan tingkat kecerdasan para anggota, tergantung dari aktivitas para anggotanya sendiri. Dalam hal ini pengurus selain menangani dan melancarkan pengelolaan bidang organisasi, pemberian pembinaan, pengarahan dan mencari jalan keluar, juga menghilangkan penghambat-penghambat terhadap kelancaran usaha KUD Limo Koto, dimana para anggota merupakan tenaga-tenaga pelaksana yang rill dari pembinaan-pembinaan dan pengarahan tersebut.
Oleh karena itu dibutuhkan penyesuaian dan perubahan yang terarah, yang dapat diubah melalui organisasi formal, yaitu KUD Limo Koto. Munculnya kesadaran dari diri sendiri bahwa dengan koperasi mereka mampu mencapai kesejahteraan bersama secara optimal.
Untuk mempertinggi taraf hidup para anggotanya, telah tercantum dalam tugas koperasi yaitu untuk mempertinggi kecerdasan para anggota KUD Limo Kota tersebut, karena :
1. Meningkatkan kesejahteraan hidup para anggota, sangat berkaitan dengan terwujudnya peningkatan pendapatan para anggota.
2. Terwujudnya peningkatan pendapatan para anggota, dikarenakan para anggota dapat meningkatkan produksinya (baik kualitas maupun kuantitas) melalui koperasi dipasarkan dengan harga yang layak, yang memuaskan para angotanya.
3. Peningkatan produksi hanya akan tercapai, selain karena adanya kegairahan kerja para anggota, juga karena pihak KUD mampu memberikan pembinaan-pembinaan, pengarahan pengarahan dan penyuluhan-penyuluhan tentang pola kerja yang rnenguntungkan, jenis dan kualitas batau bara yang diproduksi, cara dan teknik pengolahan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan itu.
Koperasi Unit Desa (KUD) Limo Koto tidak mungkin secara sendiri menjadi semakin kuat, oleh karena itu ada baiknya KUD Limo Koto dapat meningkatkan ikatan kemitraan dengan koperasi yang ada di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung.
Xiii + 116 halaman + bibliografi 48 buku + 3 buletin + 6 dokumen + 23 lampiran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T13713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Shobirin
"Remaja yang berkualitas merupakan aset yang cukup penting bagi eksistensi suatu bangsa. Untuk mewujudkan remaja yang berkualitas tersebut salah satu upaya penting yang harus dilakukan adalah melalui sektor pendidikan. Namun demikian ditengah situasi perekonomian Indonesia yang sedang dilanda krisis ini, tidak semua remaja dapat mengenyam atau melanjutkan pendidikan, atau sering disebut dengan putus sekolah.
Pemerintah telah mengupayakan dan mencari solusi terhadap permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang sedang dan terus dilakukan adalah dengan memberikan keterampilan aplikatif kepada remaja putus sekolah agar mereka dapat memiliki keterampilan dan berfungsi sosial melalui PSBR Bambu Apus selaku Unit Pelaksana Teknis Departemen Sosial RI. Kegiatan yang dilakukan mencakup dua besaran, yaitu bimbingan keterampilan kerja dan bimbingan sosial termasuk bimbingan mental keagamaan. Namun demikian penelitian ini lebih difokuskan pada pembahasan tentang pelaksanaan program bimbingan keterampilan kerja.
Kerangka pemikiran yang diulas dalam tesis ini adalah racikan dari konsep-konsep tentang remaja dari putus sekolah. Selanjutnya dikupas pula panti sosial sebagai organisasi pelayanan dan bimbingan keterampilan kerja sebagai salah satu programnya. Sebagai organisasi pelayanan yang mclaksanakan program kegiatan. Keberadaan, PSBR Bambu Apus tidak bisa dilepaskan dari permasalahan dan kendala dalam menjalankan kegiatannya. Oleh karena itu pada bagian akhir Kerangka Pemikiran selanjutnya diuraikan tentang evaluasi program.
Penelitian evaluatif ini menggunakan alur input, proses dan outcome yang selanjutnya diterjemahkan sebagai langkah kegiatan yang ada di PSBR Bambu Apus. Untuk melihat keberhasilan program pada alur outcome digunakan kriteria keberhasilan sebagaimana dikemukakan oleh Suchman yang terdiri dari effort performance, adequacy of performance, efficiency, dan process. Namun demikian pada alur input meskipun klien belum mendapatkan pelatihan, penelitian ini juga membahas lima kriteria keberhasilan tersebut meskipun hanya bahasan effort yang merupakan kriteria keberhasilan paling sederhana.
Dengan pendekatan kualitatif dan tipe penelitian deskriptif, informan penelitian ini adalah para pejabat struktural. pekerja sosial dan instruktur sebagai pelaksana utama dan pihak yang bertanggung jawab terhadap kelancaran kegiatan. Sedangkan pada alur outcome selain kepada mereka, informan utama adalah lima orang mantan yang telah selesai mendapatkan pembinaan di Panti dan masing-masing mewakili lima jurusan keterampilan yang ada.
Hasil penelitian pada alur input menunjukkan bahwa aspek raw material seperti ruang, alat-alat dan bahan pelatihan keterampilan serta pola dan pola sistem pengajaran sesuai dengan kriteria ideal yang ditetapkan sebagai suatu standar maksimal sebuah program pelatihan.Sedangkan yang tidak sesuai adalah tenaga instruktur, kriteria calon klien, kurikulum dan buku panduan, alat peraga serta target pelatihan. Sementara untuk menilai alur outcome langkah yang dilakukan adalah dengan membedah apa yang menjadi tujuan pelatihan itu sendiri. Pada aspek pertama yaitu jumlah lulusan, terjadi pengurangan klien yang selesai atau lulus dari Panti. Demikian juga pada aspek kcdua tentang tingkat pemahaman klien terhadap materi menujukkan. meskipun tidak seluruh materi dapat dimengerti namun sebagian besar klien mengaku dapat memahaminya.
Pada aspek ketiga yang membahas pekerjaan, ada klien yang bekerja sesuai dengan pelatihan yang pernah diikuti dan ada juga yang tidak. Namun demikian bagi klien yang belum mendapatkan bekerja menganggap bahwa bukan berarti pelatihan yang diikutinya tersebut menjadi sia-sia. Mereka tetap memperoleh pengaruh lain. berupa manfaat seperti lebih percaya diri, disiplin, dapat menyesuaikan diri, dan memiliki motivasi yang tinggi dalam memandang kehidupannya dan terus berupaya memperoleh pekerjaan.
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi, keberadaan instruktur disatu sisi mcrupakan faktor pendukung, namun mereka juga sekaligus menjadi faktor penghambat karena tidak memiliki kemampuan profesional dan pengalaman mengikuti diklat (training) yang berkaitan dengan bidang tugas mcngajarnya. Faktor pendukung lainnya adalah sarana prasarana yang memadai dan tersedianya anggaran rutin/tetap dari pemerintah. Sedangkan faktor penghambat adalah selain karakteristik klien yang memiliki tingkat pendidikan beragam, juga keberadaan alat keterampilan yang tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Selain itu adalah pengadaan bahan pelatihan yang sering terlambat atau tidak selalu tersedia pada saat dibutuhkan oleh instruktur. Penelitian ini memberikan beberapa saran yang perlu dilakukan oleh pelaksana di PSBR Bambu Apus. Saran berkaitan dengan temuan faktor penghambat yang diuraikan sebelumnya, yaitu perlu memberi kesempatan kepada instruktur untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, dan penambahan penghasilan. Selanjutnya perlu disusun sebuah kurikulum yang baku, dan menciptakan transparansi anggaran dalam kaitan dengan penyediaan alat dan bahan pelatihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>