Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafizh Prasetya Muslim
"Penggunaan covernote bisa menimbulkan masalah jika Notaris/PPAT tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Salah satunya yaitu adanya pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawai Notaris/PPAT seperti yang terjadi di Kabupaten Karangnanyar. Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai akibat hukum atas pembuatan covernote palsu oleh Pegawai Notaris/PPAT terhadap keabsahan pencairan kredit dan tanggung jawab Notaris/PPAT secara perdata, pidana, administrasi, serta berdasarkan kode etik terkait dengan pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawainya. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dengan cara penelaahan melalui bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan Adanya pemalsuan covernote tidak mempengaruhi keabsahan pencairan kredit. Hal ini dikarenakan covernote bukanlah merupakan perjanjian, melainkan keterangan yang dibuat oleh Notaris/PPAT untuk kepentingan para pihak saja. Notaris/PPAT bertanggung jawab secara perdata terhadap pemalsuan covernote yang dilakukan oleh Pegawainya berdasarkan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara pidana, Notaris/PPAT tidak bertanggung jawab dikarenakan pemalsuan covernote dan penggunaan covernote palsu bukan dilakukan oleh Notaris/PPAT melainkan oleh pegawainya. Secara administrasi dan kode etik, Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dikarenakan adanya penggunaan cap/stempel oleh pegawainya sebagai akibat dari adanya kelalaian dalam penyimpanan cap/stempel PPAT.

Covernotes can cause problems if the Notary/PPAT does not apply the precautionary principle. One of them is the forgery of covernotes carried out by Notary/PPAT employees as happened in Karangnanyar Regency. This study raises issues regarding the legal consequences of making fake covernotes by Notary/PPAT Employees on the legitimacy of credit disbursements and Notary/PPAT responsibilities in civil, criminal, administrative, and based on the code of ethics related to covernote falsification by employees. This research is in the form of normative juridical research by examining primary, secondary and tertiary legal materials. The results of this study indicate that forgery covernotes do not affect the legitimacy of credit disbursements. This is because the covernote is not an agreement, but a statement made by the Notary/PPAT for the benefit of the parties only. Notary/PPAT are civilly responsible for forgery of covernotes committed by their employees based on Article 1367 of the Civil Code. Criminally, the Notary/PPAT is not responsible because the forgery of covernotes and the use of fake covernotes is not carried out by the Notary/PPAT but by their employees. In addition, the Notary/PPAT is administratively and ethically responsible due to the use of a stamp by his employees as a result of negligence in the storage of PPAT stamp."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Issabella Marchelina
"Notaris/PPAT dilarang untuk melakukan pembuatan Akta Jual Beli tanpa keterlibatan pihak yang terkait dan sudah sepatutnya dalam membuatkan Akta Jual Beli prosedurnya sesuai perundang-undangan. Pada praktiknya banyak Notaris/PPAT yang tidak mengindahkan peraturan seperti kasus Notaris/PPAT dalam putusan nomor 751/Pdt.G/2018/PN Mdn yang telah melakukan perbuatan melawan hukum karena telah merugikan para pihak yang dalam proses pembuatan Akta Jual Beli. Tidak dikabulkannya tuntutan ganti kerugian pada Notaris/PPAT padahal di dalam putusan Notaris/PPAT dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum yang berarti ada suatu kerugian yang dialami oleh penggugat. Permasalahan yang diangkat adalah tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap ketidaksesuaian pembuatan akta jual beli dengan perjanjian pengikatan jual beli lunas sebelumnya dan akibat hukum terhadap perbuatan Notaris/PPAT tersebut berdasarkan putusan. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif. Hasil penelitiannya adalah Notaris/PPAT bertanggungjawab secara perdata karena telah melanggar Pasal 1365 KUHPerdata terkait dengan adanya perbuatan membuatkan akta jual beli dihadapan para pihak yang tidak berwenang dengan bentuk pertanggungjawaban pengembalian sertifikat dan jika putusan tidak dilaksanakan dihukum membayar dwangsom senilai Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), tanggung jawab secara administratif Notaris/PPAT diberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat karena telah melanggar Pasal 38 PP Nomor 24 Tahun 1997, dan tanggung jawab secara kode etik diberlakukan pemecatan sementara karena telah melanggar Pasal 4 Kode Etik IPPAT. Akibat hukum terhadap perbuatan Notaris/PPAT adalah perlu ditambahkannya hukuman ganti kerugian bagi Notaris/PPAT serta pengembalian sertifikat kepada pihak penggugat, namun terdapat kesulitan saat eksekusi putusan karena ketidaksempurnaan gugatan dalam pencantuman para pihak sehingga apabila petitum dikabulkan tidak akan mengikat para pihak serta perlunya pembayaran ganti kerugian kepada pihak penghadap yang dirugikan.

Notary / PPAT is prohibited from making a Sale and Purchase Deed without the involvement of related parties and it is appropriate to make the Sale and Purchase Deed procedure in accordance with the law. In practice, many Notaries/PPAT do not heed regulations such as the case of Notary/PPAT in decision number 751/Pdt.G/2018/PN Mdn who have committed illegal acts because they have harmed the parties in the process of making the Sale and Purchase Deed. The claim for compensation to the Notary/PPAT was not granted even though in the decision the Notary/PPAT was declared to have committed an unlawful act which means there was a loss suffered by the plaintiff. The issue raised is the responsibility of the Notary/PPAT for the discrepancy in making the sale and purchase deed with the previous sale and purchase agreement and the legal consequences of the Notary/PPAT action based on the decision. This research is in the form of normative juridical. The result of the research is that the Notary/PPAT is civilly responsible for violating Article 1365 of the Civil Code related to the act of making a sale and purchase deed before unauthorized parties with the form of responsibility for returning the certificate and if the decision is not implemented it is punishable to pay dwangsom worth Rp. 7.500.000 (seven million five hundred thousand rupiah), the administrative responsibility of the Notary/PPAT is given a dismissal sanction with  disrespect for violating Article 38 of PP Number 24 of 1997, and responsibility under the code of ethics is subject to temporary dismissal for violating Article 4 of the IPPAT Code of Ethics. The legal consequences of the Notary/PPAT action are the need to add compensation penalties for Notaries/PPAT and return certificates to the plaintiff, but there are difficulties during the execution of the judgment due to the imperfection of the lawsuit in the inclusion of the parties so that if the petitum is granted it will not bind the parties and the need to pay compensation to the injured party."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Divva Vipata
"Cessie merupakan suatu perbuatan hukum untuk melakukan pengalihan piutang. Hukum Perdata mengatur cessie dilakukan dengan cara mengalihkan piutang yang dimiliki oleh kreditur lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris). Cessie dapat dibuat dengan membuat akta autentik oleh notaris, maupun akta di bawah tangan. Akta cessie yang dibuat oleh notaris tidak serta merta membuat cessie menjadi mengikat seluruh pihak dan sah. Setelah akta cessie dibuat, agar mengikat pihak debitur (cessus, maka harus diberitahukan, disetujui atau diakui oleh cessus. Namun pada prakteknya pelaksanaan cessie tidak selalu diberitahukan kepada cessus. Hal tesebut diakibatkan karena kurangnya pemahaman terkait pelaksanaan cessie. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, tulisan ini menganalisis mengenai kepastian hukum terhadap cessie yang tidak diberitahukan kepada cessus, serta peran dan tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta cessie. Notaris berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris berperan untuk membuat akta cessie, dan bertanggung jawab untuk memberikan penyuluhan kepada kreditur dalam pembuatan akta cessie. Upaya meningkatkan pemahaman pelaksanaan cessie sesuai ketentuan perundang-undangan, dapat dilakukan dengan mengadakan penyuluhan hukum. Penyuluhan hukum dilakukan kepada para notaris, sehingga nantinya notaris dapat memberikan penyuluhan kepada para kreditur, bahwa setelah akta cessie dibuat mereka memiliki kewajiban untuk memberitahukan kepada cessus.

Cessie is a legal act to transfer accounts receivable. Civil law regulates that cessie is carried out by transferring receivables owned by the previous creditor (cedent) to the new creditor (cessionaris). Cessie can be made by making an authentic deed by public notary as well as privately made deed. A cessie deed made by public notary does not make the cessie is legally binding to all parties. Following the cessie deed, in order to bind the debtor (cessus), it must be notified, approved or acknowledged by cessus. However, in practice, the implementation of cessie is not always notified to cessus. This is due to the lack of understanding regarding the implementation of cessie. By using doctrinal research method, this writing analyzes how the legal certainty of cessie without prior notification to cessus, as well as the roles and responsibilities of public notary in making a cessie deed. Based on the Act of the Public Notary, the role of a public notary is to  draw up a cessie deed and is responsible to provide counselling to creditors in the making of cessie deed. Increasing the understanding of the implementation of cessie in accordance with the regulations, can be done by organizing legal counseling. Legal counseling is carried out to Notaries, so that later the notary can provide a legal counseling to creditors, to inform that after the cessie deed is drawn up they have the obligation to notify the cessus."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nedira Syahla
"Kreditur pemegang hak tanggungan memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam hal perlindungan atas pengembalian piutangnya dengan dilekatkannya hak jaminan pada objek jaminan yang dibuktikan dengan terbitnya sertipikat hak tanggungan dengan dilakukannya pendaftaran atas hak tanggungan yang didasarkan atas perjanjian pokok berupa perjanjian kredit. Dalam hal adanya sengketa pada objek hak tanggungan yang mengakibatkan pembebanan hak tanggungan atas objek jaminan suatu piutang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum, sementara pembebanan hak tanggungan yang dibuktikan dengan adanya sertipikat hak tanggungan sudah memiliki kekuatan hukum yang kuat. Berdasarkan hal tersebut terdapat rumusan masalah berupa Akibat Hukum atas Akta Pengikatan Jual Beli yang Dinyatakan Batal Demi Hukum pada Objek Telah dibebankan Hak Tanggungan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 206/Pdt.G/2020/PN Dpk dan Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan yang mana Kepemilikan atas Objek Dinyatakan Batal Demi Hukum. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif yang mengacu pada analisa norma hukum dengan tujuan guna menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dengan tipe penelitian deskriptif analisis. Berdasarkan hasil penelitian deskriptif analisis tersebut memuat simpulan bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 206/Pdt.G/2020/PN Dpk dengan dinyatakannya Akta Pengikatan Jual Beli batal demi hukum, maka segala seuatu ataupun perbuatan yang didasarkan pada akta tersebut secara otomatis cacat hukum, serta dengan batalnya Akta Pengikatan Jual Beli tidak selalu menyebabkan jual beli batal, dan dengan batalnya hak tanggungan tidak menyebabkan hapusnya perjanjian kredit. Seorang notaris dan PPAT diwajibkan menjalankan jabatannya sesuai dengan UUJN serta Pemegang hak tanggungan juga dapat melakukan pemblokiran terhadap objek yang dibebankan hak tanggungan dalam hal adanya upaya pembatalan hak tanggungan yang dijadikan jaminan atas suatu utang.

Mortgage creditor have strong legal force in terms of protection for the return of their recivables by attaching collateral rights to collateral objects as evidenced by the issuance of mortgage certificates by registering mortgage rights based on the principal agreement in the form of a credit agreement. However, in the event that there is a dispute over the object of mortgage which results in the imposition of mortgage on the object of collateral for a receivable, it is stated that it has no legal force, while the imposition of mortgage rights as evidenced by the existence of a mortgage certificate already has strong legal force. Based on this, there is a formulation of the problem in the form of legal consequences for the Sale and Purchase Binding Deed which is declared null and void on the object that has been charged with a Mortgage based on Depok District Court Decision Number 206/Pdt.G/2020/PN Dpk and Legal Protection for Mortgage Holders which Ownership on Objects Declared Null By Law. This study uses a form of normative juridical research that refers to the analysis of legal norms with the aim of finding the truth based on scientific logic with a descriptive analytical research type. Based on the results of the descriptive research analysis, it contains the conclusion that based on the Decision of the Depok District Court Number 206/Pdt.G/2020/PN Dpk by declaring the Sale and Purchase Binding Deed null and void, then anything or action based on the deed is automatically legally flawed, as well as the cancellation of the sale and purchase agreement does not always cause the sale and purchase to be cancelled, and the cancellation of the mortgage does not cause the abolition of the credit agreement. A notary and PPAT are required to carry out their positions in accordance with the UUJN and the holder of a mortgage right can also block objects that are subject to mortgage rights in the event of an attempt to cancel mortgage rights which are used as collateral for a debt."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joanna Suryani Caroline
"Tesis ini menganalisis mengenai keabsahan akta jual beli yang dibuat secara proforma oleh Notaris dan digunakan sebagai dasar pembiayaan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) pada suatu Perseroan Terbatas dan akibat hukumnya atas penerbitan akta jual beli proforma tersebut. Sehubungan dalam perkembangan pembuatan akta oleh Notaris saat ini yang mana banyak ditemukan penyalahgunaan pembuatan akta, salah satunya ialah akta yang dibuat secara proforma atau dibuat secara pura-pura. Akta proforma sering digunakan dalam pembuatan Akta Jual Beli tanah, hal ini terjadi dalam kasus yang diangkat dalam tesis ini yaitu pada Putusan Pengadilan Negeri Balikpapan Nomor 159/Pdt.G/2018/PN BPP. Permasalahan hukum yang dikaji dalam tesis ini ialah mengenai keabsahan akta jual beli proforma dari suatu Perseroan lain yang belum dibalik nama kepada Direktur Perseroan Terbatas yang mengajukan fasilitas kredit SKBDN berdasarkan Putusan Pengadilan; dan akibat hukumnya terhadap para pihak yang terlibat atas penerbitan akta jual beli proforma tersebut. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan tipe penelitian bersifat deskriptif analitis (analytical approach) yang kemudian akan dilakukan analisis data dengan menggunakan metode analisis kualitatif yang mengacu pada suatu kasus yang terjadi dikaitkan dengan pendapat para pakar maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil analisa yaitu bahwa keabsahan akta jual beli proforma adalah tidak sah dan batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum terhitung sejak akta diterbitkan, dikarenakan akta dibuat secara pura-pura (schijnhandeling) dan mengandung kausa palsu yang melanggar syarat objektif berdasarkan Pasal 1320 Ayat 4 KUHPerdata. Notaris seharusnya tidak diperkenankan untuk mengusulkan hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang terlebih memberikan solusi untuk menyelesaikan permasalahan para pihak demi keuntungan pribadi, namun Notaris harus bertindak cermat, hati-hati dan profesional untuk memberikan penyuluhan hukum dalam kehidupan masyarakat dengan menerapkan aturan-aturan hukum yang berlaku dan memastikan hak dan kewajiban serta perlindungan hukum dapat diterima adil bagi para pihak yang berkepentingan.

This study analyzes the legality of the sale and purchase deed which created in proforma form by Notary Public and it used for Financing of Domestic Letters of Credit (L/C) in Limited Liability Company and the legal consequences in making sale and purchase deed of the proforma. Regarding to the development in making deed by the Notary at this time whose there are many found misuse of the deeds making, one of which is the deeds that was made in a proforma or made in pretend. That proforma deed is often used in making sale and purchase deeds, this happened in the case that was appointed by this study in the Balikpapan District Court Decision Number 159/Pdt.G/2018/PN.BPP. The legal issues examined in this study are regarding to the validity of the proforma sale and purchase deed from the other company that have not been reverse the name to the Director of the Company that applied SKBDN credit facilities based on the Court's Decision and how the legal consequences for the parties that involved in the issuance of the Proforma sale and purchase deed. To answer those legal issues, this research uses a normative juridical method with a descriptive analytical (analytical approach) type of research which will be analyzed by using a qualitative analysis method that refers to a case that is associated with the opinion of experts and based on applicable laws and regulations. The result of the analysis are that the validity of the proforma sale and purchase deed is invalid and null and void by law and has no legal force since thus deed was issued because the deed was made in pretend (schijnhandeling) and contains fake causes that violate to the objective conditions based on Article 1320 Paragraph 4 of the Civil Code. Notary should not be allowed to propose things that are prohibited by law, especially providing solutions to solve the problems of the parties for personal gain, but Notary have to act thorough, carefully and professionally to provide legal education in people's lives by applying the rules applicable law and ensuring the rights and obligations as well as legal protection are fairly acceptable to the parties concerned. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Chandra Sagala
"Perseroan Terbatas (Naamloze Venotschap) didefinisikan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi atas saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya. Dalam praktik kehidupan sehari-hari banyak para pendiri perusahaan yang sebenarnya tidak menggelontorkan dananya sebagai modal disetor dalam perseroan dengan melakukan penyelundupan hukum (fraus legis) dengan membuat catatan berupa surat pernyataan dan/ atau kuitansi tanda penerimaan sehingga pendiri seolah-olah telah melakukan penyetoran saham secara tunai kepada perseroan. Penelitian ini akan membahas mengenai bagaimanakah pengaturan terhadap modal dasar, implikasi hukum terhadap pemegang saham yang belum menyetorkan modal dasar dan perlindungan hukum terhadap pemegang saham yang sudah menyetorkan modal dasar. Metode penulisan penelitian hukum ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dan tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Penelitian ini akan menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan. Penelitian menganalisis data menggunakan metode kualitatif. Modal dasar adalah dasar kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas yang harus dapat dibuktikan benar telah disetorkan karena apabila tidak maka implikasi hukumnya adalah pemegang saham yang belum melaksanakan penyetoran modal dasar dianggap belum memiliki hak-hak sebagai pemegang saham. Adapun Perlindungan hukum terhadap pemegang saham yang sudah sah melakukan penyetoran modal adalah sah memiliki hak suara dan perseroan yang didirikan tetap dapat menjalankan kegiatan usaha meski tanggungjawabnya menjadi tanggung renteng. Penelitian menyarankan agar Notaris menerapkan prinsip kehati-hatian terhadap akta pendirian PT yang dibuatnya, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia khususnya Direktorat Jenderal Adminitrasi Hukum Umum perlu lebih hati-hati (prudent) mengenai proses pendirian dan penetapan Perseroan Terbatas untuk bukti penyetoran modal dasar dari para pendiri maupun pemegang saham untuk menghindari penyelundupan hukum dan mengenai modal dasar, perlu adanya pengaturan mengenai sanksi hukum untuk melindungi pemegang saham yang beriktikad baik.

Limited Liability Company (Naamloze Venotschap) is defined as a legal entity which is a capital alliance, established based on an agreement, conducts business activities with authorized capital which is entirely divided into shares and meets the requirements stipulated in the laws and subordinate legislation. In daily life practices many company founders actually do not pour their funds as paid up capital in the company by carrying out legal smuggling (fraus legis) by making notes in the form of statements and / or receipts So that as if the founder has made a share in cash to the company. This research will discuss about how the regulation against the authorized capital, legal implications against the shareholders who have not deposited the authorized capital and legal protection against the shareholders who have deposited the authorized capital. This legal research writing method uses normative juridical legal research forms and the type of research used is descriptive analytical. This research will use secondary data, that is data obtained from literature study. The study analyzed data using qualitative methods. Authorized capital is the basis of share ownership in a Limited Liability Company which is must be proven to have been properly deposited because if it does not, the legal implication is that shareholders who have not yet implemented the authorized capital are deemed not to have the rights as shareholders. The legal protection of shareholders who have legally made capital payments is legitimate to have voting rights and the company that is established can still run business activities even though its responsibilities become jointly. The research recommends that the Notary apply the precautionary principle to the deed of establishment of a limited liability company that he made, the Ministry of Law and Human Rights especially the Directorate General of General Law Administration needs to be more prudent about the process of establishing and stipulating Limited Liability Companies for evidence of deposit of authorized capital from the founders and shareholders to avoid legal smuggling and regarding authorized capital, there is a need for legal sanctions to protect shareholders in a good faith."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Sabina Marsheryne
"Sebagai pejabat umum, Notaris adalah pihak yang memiliki tanggung jawab atas akta autentik karena akta tersebut dapat menjadi alas hukum atas hak dan kewajiban seseorang ataupun status harta benda. Kekeliruan akta yang dibuat oleh seorang Notaris dapat memiliki konsekuensi serius, seperti dicabut hak seseorang atau munculnya beban kewajiban atas sesuatu kepada seseorang. Dalam menjalankan tugas dan jabatannya, seorang Notaris pada umumnya dibantu oleh karyawan Notaris untuk mempersiapkan hal-hal lain yang dibutuhkan dalam proses pembuatan akta autentik. Apabila seorang Notaris diduga melakukan tindak pidana berupa pemalsuan akta yang menimbulkan kerugian, maka terdapat kemungkinan bahwa karyawan Notaris juga terlibat dalam prakteknya. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai pertanggungjawaban Notaris dalam hal terjadinya tindak pidana berupa pemalsuan akta yang dalam pelaksanaannya turut melibatkan karyawan Notaris, serta perlindungan hukum yang diberikan kepada karyawan Notaris yang Notarisnya melakukan tindak pidana dengan menganalisis Putusan Mahkamah Agung No. 1209 K/Pid/2022. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dan deskriptif-analisis sebagai tipe penelitiannya. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan yang diolah secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanggung jawab atas akta autentik tetaplah berada di tangan Notaris, sebab tugas karyawan Notaris hanya membantu Notaris. Bentuk pertanggungjawaban pidana Notaris apabila terbukti karyawan Notaris turut andil dalam melakukan tindak pidana adalah pidana penyertaan dalam tindak pidana pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 264 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebab Notaris dianggap lalai dalam menjalankan tugas dan jabatannya. Perlindungan hukum yang diberikan kepada karyawan Notaris dalam kedudukannya sebagai saksi instrumentair diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

As a public official, a Notary is the party responsible for authentic deeds because the deed can be the legal basis for a person's rights and obligations or property status. Mistakes in the deed made by a Notary can have serious consequences, such as revoking a person's rights or the emergence of a burden of obligation for something to someone. In carrying out his duties and positions, a Notary is generally assisted by Notary employees to prepare other things needed in the process of making authentic deeds. If a Notary is suspected of committing a crime in the form of forgery of a deed that causes losses, then it is possible that Notary employees are also involved in the practice. In this study, the Notary's liability in the event of a crime in the form of forgery of a deed is analyzed and reviewed, which in its implementation also involves Notary employees, as well as the legal protection provided to Notary employees whose Notaries commit crimes by analyzing the Supreme Court Decision No. 1209 K/Pid/2022. This study uses doctrinal and descriptive-analytical methods as its research type. The type of data used is secondary data obtained through literature searches that are processed qualitatively. The results of this study indicate that the responsibility for authentic deeds remains in the hands of the Notary, because the task of the Notary's employees is only to assist the Notary. The form of criminal liability of the Notary if it is proven that the Notary's employees participated in committing a crime is the crime of involvement in the crime of forgery of documents as regulated in Article 264 paragraph (1) in conjunction with Article 55 paragraph (1) 1 of the Criminal Code because the Notary is considered negligent in carrying out his duties and position. Legal protection provided to Notary employees in their position as instrumental witnesses is regulated in Law No. 31 of 2014 concerning Amendments to Law No. 13 of 2006 concerning Protection of Witnesses and Victims."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theola Ramadhani
"Dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang bersangkutan wajib membuat akta sesuai dengan perbuatan hukum yang disepakati para pihak. PPAT juga wajib membaca, menjelaskan, dan memastikan akta PPAT yang dibuat telah sesuai isinya dengan apa yang dikehendaki para pihak, sebelum akta tersebut disampaikan ke kantor pertanahan guna pendaftaran peralihan hak atas tanah. Hal tersebut bertujuan agar akta yang dibuat PPAT terhindar dari unsur penyalahgunaan keadaan dari salah satu pihak, yang menyebabkan cacat kehendak tersebut merugikan pihak lawan. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai peran dan upaya pencegahan PPAT terhadap penyalahgunaan keadaan dalam pembuatan akta terkait tukar-menukar tanah dan bangunan berdasarkan Putusan Nomor 3145 K/Pdt/2020; dan mengenai akibat hukum atas akta jual beli yang dibuat atas dasar penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan berdasarkan Putusan Nomor 3145 K/Pdt/2020. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah diatas adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian bersifat eksplanatoris. Hasil analisis dari penelitian ini adalah PPAT yang bersangkutan membuat akta jual beli dikarenakan atas dasar penyalahgunaan keadaan salah satu pihak dalam perjanjian tukar-menukar tanah dan bangunan. PPAT seharusnya dapat melakukan upaya pencegahan terjadinya penyalahgunaan keadaan dengan membaca dan menjelaskan isi akta kepada para pihak terlebih dahulu sebelum akta tersebut ditandatangani. Akta yang seharusnya PPAT tersebut buat adalah akta tukar-menukar, mengingat akta PPAT yang dibuat harus sesuai dengan perbuatan hukum yang disepakati para pihak dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Adapun akibat hukum terhadap akta jual beli yang dibuat PPAT akibat penyalahgunaan keadaan salah satu pihak tetap mengikat dan sah sehingga dapat didaftarkan guna pendaftaran peralihan hak atas tanah. Namun jika pihak lawan mengajukan pembatalan terhadap perbuatan hukum dalam akta tersebut, maka akta jual beli tersebut dapat dibatalkan dengan dasar adanya bukti seperti putusan pengadilan atau akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru.

In the land and building exchange agreement, the concerned Land Deed Maker (PPAT) is obliged to make a deed in accordance with the legal actions agreed by the parties. The PPAT is also obliged to read, explain, and ensure that the PPAT deed made is in accordance with what the parties want, before the deed is submitted to the land office for registration of the transfer of land rights. This is intended so that the deed made by PPAT is protected from the element of undue influences from one party, which causes the defect of the will to be detrimental to the opposing party. The problems discussed in this study are regarding the PPAT's role and prevention efforts against Undue Influence in making deed related to the exchange of land and buildings based on Decision Number 3145 K/Pdt/2020; and regarding the legal consequences of the deed of sale and purchase made on the basis of Undue Influence in the land and building exchange agreement based on Decision Number 3145 K/Pdt/2020. The research method used to answer the problem formulation above is normative juridical with an explanatory research typology. The results of the analysis of this study are the PPAT concerned made a deed of sale and purchase due to the undue influences of one of the parties in the land and building swap agreement. The PPAT should be able to make efforts to Undue Influence by reading and explaining the contents of the deed to the parties before the deed is signed. The deed that PPAT should have made is a deed of exchange, considering that the PPAT deed made must be in accordance with legal actions agreed upon by the parties and regulated in Government Regulation Number 24 of 1997. The legal consequences of the sale and purchase deed made by PPAT due to Undue Influence because one party remains binding and legal so that it can be registered for registration of the transfer of land rights. However, if the opposing party submits the cancellation of the legal action in the deed, the sale and purchase deed can be canceled on the basis of evidence such as a court decision or PPAT deed regarding a new legal act."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boyke Pernando Eka Saputra
"Untuk membuat suatu akta, selain harus mematuhi syarat formal pembuatan akta sebagaimana yang diatur oleh UUJN, Notaris juga harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai subtansi akta tersebut agar akta tersebut terjaga keabsahannya. Selain untuk membuat akta pendirian CV, peran Notaris juga diperlukan untuk membuat akta perubahan CV apabila terdapat perubahanperubahan yang ingin dilakukan terhadap anggaran dasar atau akta pendiriannya. Misalnya dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pengurus yang mana harus dilakukan dengan merubah anggaran dasar berupa perubahan kesepakatan siapa yang yang diangkat sebagai pengurus. Hal ini merupakan urusan internal CV yang pengaturannya dapat ditetumkan dalam anggaran dasar CV yang bersangkutan atau di dalam KUHPerdata. Permasalahan terkait dengan pengangkatan dan pemberhetian pengurus pada CV ini ditemukan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2604 K/Pdt/2019. Permasalahan terjadi karena salah satu persero hadir dalam penandatanganan akta tersebut dengan kuasa lisan. Penelitian ini mengangkat permasalahan antara lain mengenai keabsahan akta perubahan CV dengan kuasa lisan oleh salah satu persero dan tanggung jawab Notaris yang membuat akta perubahan CV tanpa dihadiri dan ditandatangani oleh salah satu persero. Penelitian ini dianalisis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan analisis kualitatif. Dari hasil penelitian, kuasa lisan yang terdapat dalam akta perubahan CV. Putra Jaya adalah tidak sah karena tidak memenuhi unsur kesepakatan. Hal ini menyebabkan Tergugat I tidak berwenang mewakili Penggugat untuk menandatangani dan hadir dalam akta, sehingga akta perubahan CV. Putra Jaya dinyatakan cacat hukum. Tanggung jawab Notaris akan hal ini adalah menghapus akta perubahan CV tersebut karena tidak memenuhi syarat sebagai akta otentik.

To make a deed, in addition to having comply with the formal requirements for making a deed as regulated by UUJN, Notary must also pay attention to the provisions of the laws and regulations governing the substance of the deed so thaht the validity of the deed is maintained. In addition to making a deed of establishment of a CV, the role of Notary is also required to make a deed of amandement to the CV if there are changes to be made to the articles of association or deed establishment. For example, in terms of the appointment and dismissal of the management, which must be done by changing the articles of association in the form of changing the agreement on who is appointed as the administrator. This is an internal matter of the CV whose arrangements can be stated in the articles of association of the relevant CV or in the Civil Code. Problems related to the appointment and dismissal of the management on this CV were found in the Supreme Court Decision Number 2604 K/Pdt/2019. The problem occurred because one of the companies was present at the signing of the deed with an oral power of attorney. This research raises issues, among others, regarding the validity of the CV amendment deed with an oral authorization by one of the companies and the responsibility of the Notary who makes the CV change deed without being attended and signed by one of thecompany. This study was analyzed using normative juridical research methods and qualitative analysis. From the research results, oral power of attorney contained in the deed of amandement to CV. Putra Jaya is invalid because it does not meet the elementof the agreement. This caused defendant I to not be authorized to represent the Plaintiff to sign and be present in the deed, so that the deed of amandement to CV. Putra Jaya was declared legally disabled. The responsibility of the Notary in this matter is to delete the deed of amandement to the CV because it does not meet the requirements as an aunthenthic deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shalsa Anugerah Deri Putri
"Notaris merupakan salah satu pejabat umum yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk membuat akta autentik sebagai salah satu alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Dalam memangku jabatannya sebagai pejabat umum, Notaris harus berpegang teguh kepada Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), Kode Etik Notaris, dan sumpah jabatan Notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) telah memberikan pengaturan yang jelas mengenai kewajiban dan larangan Notaris. Akan tetapi, hingga saat ini, masih terdapat Notaris yang melanggar ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris. Hal ini dapat ditemukan di dalam Putusan Nomor 15/Pdt.G/2021/PN Snt dimana dalam hal ini Notaris telah bertindak secara tidak saksama dalam menjalankan jabatannya yang menimbulkan kerugian pada para pihak dalam akta. Notaris dalam hal ini telah menyerahkan Sertipikat Hak Milik (SHM) milik penggugat kepada tergugat tanpa persetujuan dan seizin penggugat. Dengan berpindah tangannya sertipikat tersebut mengakibatkan timbulnya cidera janji oleh tergugat kepada penggugat dimana tergugat sebagai pihak terhutag tidak menepati janjinya untuk melunasi pembayaran atas jual beli yang telah disepakati. Oleh karenanya, permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai tanggung jawab Notaris terhadap tindakannya yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Penelitian ini berbentuk yuridis- normatif dengan tipologi penelitian deskriptif- analitis. Selanjutnya, pada penelitian ini digunakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tertier yang diperoleh dari studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, Notaris sebagai salah satu pihak yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain dan juga telah melanggar kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) seharusnya dikenai sanksi dikarenakan telah melanggar ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik karena telah bertindak secara tidak saksama sehingga menimbulkan kerugian terhadap pihak lainnya.  Sanksi yang dapat dikenakan kepada Notaris tersebut dapat berupa sanksi perdata, sanksi administratif, dan/atau sanksi Kode Etik. Pemberian sanksi tersebut ditujukan agar dalam menjalankan jabatannya, Notaris harus mengemban tugas dan tanggung jawab sebagaimana yang sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), Kode Etik, dan sumpah jabatan.

The notary is one of the public officials who are given the authority by law to make authentic deeds as a means of proof that has perfect evidentiary power. In holding his position as a public official, a Notary must adhere to the Law on Notary Office (UUJN), the Notary Code of Ethics, and the Notary's oath of office. The Notary Office Law (UUJN) has provided clear arrangements regarding the obligations and prohibitions of a Notary. However, until now, there are still Notaries who violate the provisions contained in the Notary Office Act (UUJN) and the Notary Code of Ethics. This can be found in Decision Number 15/Pdt.G/2021/PN Snt where in this case the Notary has acted inaccurately in carrying out his position which has caused losses to the parties to the deed. The notary, in this case, has handed over the plaintiff's Certificate of Ownership (SHM) to the defendant without the plaintiff's approval and permission. By changing hands, the certificate resulted in a breach of promise by the defendant to the plaintiff where the defendant as the debtor did not keep his promise to pay off the payment for the agreed sale and purchase. Therefore, the issue raised in this thesis is regarding the notary's responsibility for actions that are not by the Law on Notary Office (UUJN). This research is in the form of juridical-normative with a descriptive-analytical research typology. Furthermore, this study used secondary data in the form of primary, secondary, and tertiary legal materials obtained from literature studies. In this study, a notary as a party that causes harm to other parties and has also violated the obligations as stipulated in the Notary Office Act (UUJN) should be subject to sanctions because they have violated the provisions of the Notary Office Act (UUJN) and the Code of Ethics. because it has acted inaccurately causing harm to other parties. Sanctions that can be imposed on the Notary can be in the form of civil sanctions, administrative sanctions, and/or Code of Ethics sanctions. The imposition of sanctions is intended so that in carrying out his position, a Notary must carry out the duties and responsibilities by the Notary Office Act (UUJN), the Code of Ethics, and the oath of office."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>