Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andreyna Tiarasari Mahandry
"Penelitian ini mengkaji tindak tutur mengkritik dalam film Willkommen bei den Hartmanns. Fokus penelitian ini adalah 1) bentuk kalimat yang meliputi tindak tutur mengkritik sertastrategi dalam merealisasikannya dan 2) penggunaan strategi kesantunan dalam tindak tutur mengkritik dalam film terkait. Strategi kesantunan dibahas karena memainkan peran penting dalam realisasi kritik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitiatif deskriptif yang didukung oleh metode kuantitatif. Data didapatkan melalui observasi dan pencatatan. Data kemudian dianalisis menggunakan strategi realisasi kritik yang dikembangkan oleh Nguyen (2005) dan teori strategi kesantunan oleh Brown dan Levinson (1987). Hasil temuan menunjukkan bahwa terdapat berbagai strategi realisasi tindak tutur mengkritik yang digunakan dalam film terkait meliputistrategi tindak tutur mengkritik langsung (37,7%) dan strategi tindak tutur mengkritik tidak langsung (62,3%). Dari total 6 klasifikasi dalam strategi tindak tutur mengkritik langsung, strategi yang paling sering digunakan adalah evaluasi negatif (44,8%). Dari total 9 klasifikasi strategi tindak tutur mengkritik tidak langsung, strategi yang paling sering digunakan adalah bertanya/mengandaikan (27,083%). Hasil temuan juga menunjukkan bahwa dalam konteks strategi kesantunan, jumlah penggunaan strategi samar-samar (42,22%) melebihi tiga strategi lainnya.

This research examines the speech acts of criticism in the film Willkommen bei den Hartmanns. The focus of this research is 1) the sentences form that include criticism speech acts and its realization strategy and 2)the use of politeness strategies during criticism speech acts in the aforementioned movie. The politeness strategy is discussed because it plays an important role in the realization of criticism. The research methods used analysis qualitative which is supported by quantitative methods. The data were obtained through observation and recording. The data were then analyzed using the criticism realization strategy developed by Nguyen (2005) and the politeness strategy theory by Brown and Levinson (1987). The findings showed that there are various strategies of criticism speech acts used in the movieincluding direct criticism (37,7%) and indirect criticism (62,3%). Out of 6 classifications in direct criticism strategy, the most used strategy was negative evaluation (44,8%). Out of 9 classificationsin indirect criticism strategy, the most used strategy was asking/supposing (27.083%). The findings also showed that in the context of politeness strategies, the use of off-record strategies (42.22%) outnumbered the other three strategies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bachtiar Daffa Faturachman
"Penelitian ini menggunakan teori fraseologi dan keterbacaan pada anak jenjang sekolah dasar di Jerman untuk menganalisis dongeng Grimm bersaudara yang berjudul Die Bremer Stadtmusikanten. Dalam menganalisis, penulis menggunakan metode kualitatif seperti metode studi pustaka dan deskriptif. Untuk tingkat keidiomatisan frasem digunakan teori Burger. Tingkat keterbacaan dianalisis menggunakan metode kuantitatif, dengan formula Flesch (1949) yang sudah diformulasikan ulang oleh Amstad (1978). Dari tiga belas rangkaian kata yang ditemukan dalam dongeng ini, semuanya memenuhi kriteria polileksikalitas dan keajekan sehingga bisa disebut frasem. Hanya sebelas frasem yang memenuhi kriteria keidiomatisan, sepuluh buah idiom penuh dan satu buah idiom sebagian, sedangkan dua buah idiom lainnya berbentuk kolokasi. Berdasarkan tahap kemampuan membaca Chall (dalam Thorne, 1991) anak pada sekolah dasar banyak mengalami kesalahan saat membaca teks yang mengandung idiom. Banyaknya penggunaan idiom penuh dalam teks Die Bremer Stadtmusikanten menjadikan dongeng ini tidak cocok dibaca oleh anak  dari kelas 1 sampai 2 sekolah dasar. Selain itu, berdasarkan keterbacaannya dongeng die Bremer Stadtmusikanten memiliki nilai rata-rata 72,22 sehingga dongeng ini tidak cocok dibaca oleh anak sekolah dasar  yang berada di rentang nilai keterbacaan 90-100
Research uses the theory of phraseology and readability for elementary school children in Germany in the Grimm brothers' fairy tale entitled Die Bremer Stadtmusikanten. In analyzing, the writer uses qualitative methods such as literature study and descriptive methods. For the level of phrase idiomaticity, Burger theory is used. The level of readability was analyzed using quantitative methods, with the Flesch formula (1949) reformulated by Amstad (1978). From thirteen words sequences contained in this fairy tale, all of them meet the polylexical and regularity criteria so that they can be called phrases. Only eleven phrases meet the idiomatic criteria, ten full idioms and one partial idiom, while the other two idioms are in the form of collocations. Based on the level of reading ability Chall (in Thorne, 1991), children in elementary school experience a lot of errors when reading texts that contain idioms. The many uses of complete idioms in the text of Die Bremer Stadtmusikanten make this fairy tale unsuitable for reading by children in grades 1 to 2 of elementary school in Germany. In addition, based on the readability of the fairy tale, Die Bremer Stadt Musikanten has an average score of 72.22 so that this fairy tale is not suitable for reading by elementary school children who are in the range of readability scores of 90-100."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Afionita
"Objektifikasi perempuan dalam berbagai media massa masih menjadi topik yang menarik hingga saat ini, misalnya representasi gender dalam film. Pada tahun 2022, Netflix merilis serial berjudul Die Kaiserin yang mengangkat isu serupa. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dalam penelitian ini dianalisis bagaimana dialog-dialog tokoh yang menjadi korpus dalam serial ini data dapat merepresentasikan praktik objektifikasi perempuan melalui analisis pemaknaan dialog secara semantik maupun pragmatik berdasarkan teori Blanke (1973) dan Cruse (2013). Secara semantik, analisis dilakukan dengan pemaknaan referensial yang didukung dengan pemaknaan situasi ujarannya dalam menemukan tindakan objektifikasi dalam dialog tersebut. Sementara itu, dari hasil analisis pragmatik, ditemukan penggunaan deiksis persona, waktu, dan wacana yang disertai tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi dalam merujuk tindakan objektifikasi pada tokoh utama Elizabeth. Dari hasil analisis pemaknaan dialog tersebut ditemukan lima bentuk representasi yang mengandung ciri tindakan objektifikasi berdasarkan teori Nussbaum (1995), yaitu penyangkalan subjektivitas perempuan, perempuan dipandang sebagai objek kecantikan, perempuan sebagai objek seksualitas, perempuan sebagai alat untuk melanjutkan keturunan, dan perempuan dipandang sebagai properti yang dapat dimiliki laki-laki.

The objectification of women in various mass media is still an interesting topic today, for example, gender representation in films. In 2022, Netflix released a series entitled Die Kaiserin which raised a similar issue. Using qualitative descriptive methods, this research analyzes how the dialogues of the characters in this series which form the data corpus can represent the practice of objectifying women by analyzing the meaning of dialogue semantically and pragmatically based on the theories of Blanke (1973) and Cruse (2013). Semantically, the analysis is carried out with referential meaning which is supported by the meaning of the situation in finding acts of objectification in the dialogue. Meanwhile, from the results of the pragmatic analysis, it was found that the use of persona, time, and discourse deixis was accompanied by locutionary, illocutionary and perlocutionary speech acts in referring to the act of objectification of the main character Elizabeth. From the results of the analysis of the meaning of the dialogue, five forms of representation were found that contain the characteristics of objectification based on Nussbaum's theory (1995), namely the denial of women's subjectivity, women are seen as objects of beauty, women are seen as objects of sexuality, women are a tool to continue their offspring, and women are seen as property that men can have"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library