Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Petrus Josef Soehandono Hadipranoto
Abstrak :
ABSTRAK
Telah diteliti secara retrospektif tumor sel datia tulang di Bagian Patologi Anatomik FKUI untuk jangka waktu 17 tahun (1971-1987) dan ditemukan 60 kasus. Walaupun sudah lebh dari satu setengah_abad sejak dilaporkun oleh Sir Ashley Cooper pada tahun 1818, namun sampai saat ini masih teroatat 3 masalah penting pada tumor sel datia tulang yang belum mendapat penyelesaian secara tuntas. Masalah tersebut ialah mengenai histogenesis, hubungan antara sel datia multinukleus pada tumor sel datia tulang dengan berbagai lesi lain yang juga menunjukkan sel datia nultinukleus, dan perangai biologiknya.

Pada penelitian ini telah diteliti beberapa aspek klinik, radiologik dan gradasi, keganasan histopatologik tumor sel datia tulang dalam upaya lebih memahami perangai biologik tumor sel datia tulang.

Tujuan lain penelitian ini ialah untuk memperoleh data tentang frekuensi relatif dari angka kejadian tumor sel datiu tulang di Bagian Patologi Anatomik FKUI, sebaran gradasi keganasan histopatologiknya, sebaran umur dan jenis kelamin, keluhan yang ditimbulkannya, lokasi, angka kambuh dan metastasis.
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Yulis Hamidy
Abstrak :
Latar belakang: Pembelajaran Berdasarkan Masalah atau Problem-based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan yang efektif dalam student-centered learning. Melalui metode PBL, mahasiswa diharapkan lebih Siap untuk belajar mandiri. Fakultas Kedokteran Universitas Riau (FK Unri) Pekanbaru telah melaksanakan metode PBL sejak tahun 2004. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode PBL terhadap kesiapan belajar mandiri pada rnahasiswa FK Unri. Mctode: Penelitian dilakukan secara cross sectional dengan menggunakan kuesioner terhadap mahasiswa FK Unri yang belum maupun yang sudah mengikuti metode PBL. dan dilaksanakan pada bulan Juli 2007. Subjek penelitian diambil Secara acak dari kedua jenis populasi yang terdiri dari 40 orang mahasiswa yang belum mengikuti metode PBL. dan 40 orang mahasiswa yang sudah mengikuti metode PBL. Kesiapan belajar mandiri mahasiswa dinilai dengan menggunakan skala Fisher. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan regresi Cox. Hasil: Dari 80 kuesioner yang dianalisis. sebagian besar subjek adalah perempuan (62,5%), berasal dari SMA dalam kota (80,0%), mempunyai waktu belajar yang cukup (58,8%), mempunyai sumber belajar yang mcmadai (86.3%) dan linggal di tcmpat kos (60,0%). Subjek yang mempunyai kesiapan belajar mandiri sebanyak 6l,3%. Subjek yang sudah mengikuti metode PBL mempunyai kesiapan belajar mandiri 1.96 kali Iebih siap jika dibandingkan dengan subjek yang belum mengikuti metode PBL (risiko relatif suaian 1,96; 95% interval kepercayaan = L30 ~ 2,94; P = 0.00l). Kesimpulan: Kesiapan belajar mandiri pada mahasiswa Fl( Unri dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode PBL. ......Background: Problem-based Learning (PBL) is an effective approach to promote student-centered learning. Students were thought to be more prepared in conducting self-directed learning by implementation of PBL Faculty of Medicine University of Riau has implemented PBL since 2004. The aim of this study is to identify the influence of PBL on self-directed learning readiness (SDLR) among students in Faculty of' Medicine University of Riau. Methods: The research was a cross sectional study using self report questionnaires obtained from both PBL students and non-PBL students. conducted in July 2007. Fourty students from each group were randomly selected. The SDLR was assessed using Fisher scale. Data analysis was carried out using Cox regression. Result: The response rate of the questionnaire was l00%. The result revealed the characteristics of participants which are female (62.5%), originated from city high school (80.0%), had adequate study time (S8.8%), had adequate learning resources (86.3%) and stayed in student dormitory (60.0%). Among 61 3% of' the participants showed readiness in conducting se|t`-directed learning. The PBL students had the readiness more likely two times higher than the non-PBL students (adjusted relative risk 1.96: 95% confidence interval = 1.30 - 194; P = 0.00l). Conclusion: Self-directed learning readiness among students in Faculty of Medicine University of Riau can be increased by PBL.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T32880
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Resmi Kartini Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Amiloid merupakan suatu substansi protein patologis. Amiloidosis pada manusia merupakan penyakit dengan kelainan klinik yang sangat bervariasi, maka penyelidikan amiloidosis pada hewan percobaan mempunyai arti yang penting. Dinding sel C. albicans mengandung mannan, yang diduga berperan dalam terjadinya amiloidosis; demikian pula kasein dikenal dapat menimbulkan amiloidosis pada hewan percobaan. Perjajanan penyakit atau proses terjadinya amiloidosis pada kedua cara induksi tersebut belum jelas. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari proses terjadinya amiloidosis dengan membandingkan cara induksi antara C. albicans dan kasein, dengan menilai terjadinya amiloidosis pada lokalisasi tertentu yang merupakan tempat predisposisi pada hati dan Limpa mencit murni C3H. Digunakan 112 mencit betina dan jantan umur 10-12 minggu, dibagi dalam kelompok yang mendapat 1) C. albicans 100.000 sel/0,5 ml; 2) Larutan kasein 50 mg/0,5 ml; 3) larutan 0,85% NaCL/0,5 ml; 4) larutan 0,15 M NaHC0310,5 ml; 5) kelola tanpa perlakuan. Mencit dibunuh 2, 4, 6 dan 8 minggu setelah perlakuan; jaringan hati dan Limpa diambil untuk membuat sediaan mikroskopik dan dipu;as dengan hematoksilin eosin dan merah kongo. Deposit amiloid ditetapkan berdasarkan reaksi spesifik dengan cahaya polarisasi. Hasil dan Kesimpulan: C. aLbicans dosis 100.000 sel/0,5 ml mempunyai daya induksi amiloidosis pada mencit C3H Lebih tinggi daripada yang disebabkan kasein dosis 50 mg/0,5 ml. Pada amiloidosis limpa terdapat perbedaan sebesar 5,3% pada 2 minggu setelah perlakuan, 14,6% pada 4 minggu, dan 5,6% pada 6 dan 8 minggu setelah perlakuan. Pada amiLoidosis hati terdapat perbedaan 39% pada 4 minggu, dan 33% pada 6 dan 8 minggu setelah perlakuan. Hasil ini menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,0005) Gambaran mikroskopik amiloidosis limpa dan hati yang disebabkan C. albicans berbeda bermakna (p<0,0005) dibanding dengan yang disebabkan kasein, bila dihubungkan dengan waktu perkembangannya.
ABSTRACT Amyloid is a pathologic proteinaceous substance. amyloidosis could cause illness to human beings, with varied clinical signs; the study of amyloidosis on experimental animals was very useful. The cell wall of C. albicans contains mannan which was suspected of causing amyloidosis, and casein was also known to cause amyloidosis in experimental animals. The aim of this research is to study the process of amyloidosis and to compare the induction by C. albicans and casein by examining amyloidosis at the pre-disposing localization in the liver and spleen of C3H mice. The experiment used 112 mice (male and female) 10-12 weeks old; they were divided into groups given: 1) C. albicans 100,000 cells/0.5 ml, 2) casein 50 mg/ 0.5 ml, 3) 0.85% NaCL10.5 ml, 4) 0.15 M NaHC03/0.5 ml, 5) control without treatment. The mice were killed at the 2nd, 4th, 6th and 8th week after treatment finished, and the liver and spleen were taken out to make microscopic preparation and stained with hematoxylin eosin and Congored. Amyloid deposit was examined by specific reaction to polarized Light. Findings and Conclusions: C. albicans 100,000 cells/0.5 ml showed higher effect in inducing amyloidosis in C3H mice compared to casein 50 mg/0.5 ml. There were 5.3% difference on the 2nd week of treatment in the spleen, 14.6% on the 4th week, and 5.6% on the 6th and 8th week. In the Liver amyloidosis process, there were 39% difference on the 4th week after treatment and. 33% on the 6th and 8th week. These differences were statistically significant (p<0.0005).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1986
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tut Wuri Andajani
Abstrak :
Latar belakang : Ameloblastoma adalah tumor sejati dari jaringan sejenis organ email, tumbuh intermitten dan dapat mengadakan invasi lokal. Secara histopatologik bersifat jinak, sering kambuh sehingga tumor ini disebut bersifat locally malignant dan umumnya tidak bernetastasis. Ada 2 tipe yaitu pleksiform dan folikular yang secara klinik sama dan secara mikroskopik tidak berpengaruh pada perangai biologik tumor. Berbeda dengan basalioma yang secara histopatologik ganas. Lesi odontogenik lain yaitu odontogenik keratosis yang mempunyai sifat agresifitas yang tinggi sehingga daya kambuhannya juga tinggi. Untuk mengetahui agresifitas ameloblastoma dapat digunakan pewarnaan yang dapat mengetahui daya proliferasi sel yaitu dengan Ki-67 yang dapat digunakan untuk memperkirakan perkembangan jaringan normal, reaksi jaringan dan jaringan neopiastik Sedangkan untuk mengetahui ekspresi protein yang berhubuiagan dengan keganasan digunakan pewarnaan p53. Bahan dan cara kerja : 47 kasus ameloblastoma terdiri dari 30 kasus pleksiform dan 17 kasus folikular. Masing-masing kasus dibuat 2 buah sediaan yang masing-masing diwaniai dengan Ki-67 dan p53. Kemudian setiap sediaan dilakukan penghitungan terhadap sel yang terwarnai coklat 1 kecoklatan diantara 1000 sel yang ada dan dilakukan 2 kali dalam waktu yang berbeda & Nilai yang didapat digunakan sebagai data yang perhitungan statistiknya mengg nalcan statistik non-parametrik Krsiral-~Yallis. Hasil : Indeks proliferasi Ki-67 berkisar 7 - 99 untuk ameloblastoma tipe pleksiform dengan nilai rata-rata 39,23. Sedangkan tipe folikular 8 - 77 dengan nilai rata-rata 33,59_ Dengan perhitungan statistik tidak berbeda bermakna ( p>0,05)_ Dengan p53 hanya 12 dari 47 kasus yang positif dengan nilai rata-rata 3,16 untuk tipe pleksiformn, sedangkan untuk tipe folikular hanya positif 2 kasus dengan nilai 0,71. Dengan statistik diperoleh hasil tidak berbeda bermakna (p>0.05). Sebagian besar kasus terletak pada rahang bawah, clan lebih sering mengenai penderita laki-laki. Ditemukan 6 kasus kambuhan, 5 mengenai penderita perempuan berumur 23 -- 35 tahun. Dari 6 kasus tersebut, 5 kasus ditemukan pads ameloblastoma tipe pleksifonn. Kesimpulan : - Nilai ekspresi Ki-67 dan protein p53 pada ameloblastoma tipe pleksiform cenderung lebih tinggi dibandingkan tipe folikular, sungguhpun secara statistik tidak berbeda makna. - Nilai Ki-67 pada ameloblastoma bila dibandingkan dengan kista odontogenik lainnya mempunyai sifat kambuhan dan agresifitas mirip Odontogenic keratocyst. - Positifitas protein p53m pads ameloblastoma tidak menunjukkan bahwa ameloblastoma ini termasuk tumor ganas. - Berdasarkan penelitian ini belurn dapat untuk prediksi perjalanan tumor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T618
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Djuanda
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup, bahan dan cara penelitian : Telah dilakukan penelitian retrospektif di Departemen Patologi Anatomik FKUI RRSUPN CM. Sampel diambil dari Arsip Departemen PatoIogi Anatomik dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2003. Gambaran histologik melanoma malignum dinilai uang, yaitu tipe Nodular Melanoma, tipe Superficial Spreading Melanoma dan tipe Acral Lenligineous Melanoma. Dilakukan pewarnaan ulang HE dan imunoperoksidase dengan menggunakan antibodi Ki67. Penghitungan jumlah mitosis dilakukan dengan menghitung jumlah mitosis/kuadrat milimeter pada 10 LPB secara acak. Penilaian ketebalan tumor dilakukan menurut Breslow. Perkalian antara ketebalan tumor dan jumlah mitosis dilakukan untuk penentuan indeks prognosis. Penghitungan positifitas Ki67 pada inti sel yang berwarna coklat tua dilakukan pada 500 sel secara acak. Untuk mengetahui hubungan berbanding terbalik antara ekspresi Ki67 dengan indeks prognosis dilakukan uji korelasi non parametrik 2x2 dengan uji Pearson. Uji korelasi parametrik dilakukan dengan uji Tukey dan Duncan. Hasil dan kesimpulan: Dan 20 kasus MM (11 kasus NM, 5 kasus ALM dan 4 kasus SSM), didapatkan 17 kasus MM (10 kasus NM, 4 kasus ALM dan 3 kasus SSM) yang positif mengekspresikan Ki67, 3 kasus yang tidak mengekspresikan Ki67 terdiri atas 1 kasus NM, 1 kasus ALM dan I kasus SSM. Dua puluh kasus MM menunjukkan 12 kasus dengan Breslow > 4 mm (8 kasus NM dan 4 kasus ALM), sedangkan 8 kasus dengan Breslow < 4 mm (3 kasus NM , 1 kasus ALM dan 4 kasus SSM). Pada 4 kasus SSM 3 kasus mengekspresikan Ki67 positif 1 dan 1 kasus tidak mengekspresikan Ki67. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan bermakna antara ketebalan tumor Breslow dengan indeks proliferasi Ki67. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa antibodi monoklonal Ki67 sebagai petanda proliferasi dapat digunakan sebagai indikator dalam memprediksi prognosis dan kemungkinan terjadinya early metastasis pada penderita MM yang mempunyai nilai ketebalan Breslow rendah, seperti pada jenis SSM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zayadi Zainuddin
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Setiap mahasiswa akan memilih gaya belajar yang menguntungkan untuk situasi belajar tertentu. Gaya belajar aktivis diduga lebih sesuai untuk aktivitas belajar mandiri dibandingkan dengan gaya belajar lain. Lingkungan belajar yang dirancang untuk pembelajaran mahasiswa akan memunculkan persepsi yang berbeda, baik persepsi positif maupun negatif. Persepsi ini diduga dapat mendorong atau menghambat belajar mandiri. Metode: Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain kasus kontrol. Populasi terdiri atas mahasiswa yang tidak siap (kasus) dan siap belajar mandiri (kontrol) dengan minimal sampel sebanyak 55 mahasiswa untuk masing-masing populasi. Pengumpulan data dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pertama dengan pengisian kuesioner Self Directed Learning Readiness Scale (SLDRS) Fisher dan tahap kedua dengan pengisian kuesioner Learning Style Questionairre (LSQ) Honey-Mumford dan Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM). Data dianalisis dengan menggunakan program SPSS 13.00. Hasil: Gaya belajar aktivis tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan tingkat kesiapan belajar mandiri (p>0.05) namun persepsi mahasiswa mengenai lingkungan belajar memiliki hubungan yang bermakna (p<0.05). Mahasiswa yang kurang puas terhadap lingkungan belajar memiliki kemungkinan 3.852 kali tidak siap belajar mandiri dibandingkan dengan mahasiswa yang puas (p<0.05 dan OR=3.852). Kesimpulan: Gaya belajar aktivis tidak berpengaruh terhadap tingkat kesiapan belajar mandiri. Persepsi mahasiswa mengenai lingkungan belajar berpengaruh terhadap tingkat kesiapan belajar mandiri, sehingga perlu upaya peningkatan kesiapan belajar mandiri mahasiswa dengan memperbaiki lingkungan belajar.
ABSTRACT
Background: Each student will choose their own learning style that are more beneficial for one learning situation. Activist learning style has been expected more suitable for self directed learning than other learning style. Learning environment that designed for students’ learning will lead to different perceptions, either positive or negative. This perception could inhibit or encourage self directed learning. Method: This is a quantitative research using case control design. Population consists of students who are not ready (cases) and ready to self directed learning (control) with minimal sample of 55 students for each population. The data was collected using questionnaires in two stages. First’ stage for Self Directed Learning Readiness Scale (SLDRS) Fisher questionnaires and the second stage for Learning Style questionnaire (LSQ) Honey-Mumford and Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM) questionnaires. Data were analyzed using SPSS 13.00 program. Result: Activist learning style showed no significance relationship with self directed learning readiness levels (p>0.05) but students' perceptions of educational environment showed significant relationship (p<0.05). Students who are not satisfied to learning environment have the possibility of 3.852 times more unready to self directed learning than students who are satisfied (p<0.05 and OR = 3.852). Conclusion: Activist learning styles do not influenced the level of self directed learning readiness. Students’ perceptions of the educational environment influenced self directed learning readiness level, therefore an effort is needed to increase students' self directed learning readiness by improving the educational environment.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Revalita Wahab
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Salah satu bentuk sistem bimbingan dan dukungan yang dapat diberikan dalam bentuk personal tutor atau mentor atau penasihat akademik atau pembimbing akademik (PA). Peran PA akan efektif apabila PA berkomitmen, mempunyai motivasi diri, antusias, dapat menyediakan waktu untuk mahasiswa, menjadi pendengar yang baik, dapat dipercaya dan menjaga kerahasiaan masalah yang dihadapi mahasiswa. Hubungan antara PA dan mahasiswa bimbingannya/ mentoring terjalin baik akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan mentoring. Fakultas Kedokteran (FK) Trisakti mempunyai pengajar yang ditunjuk sebagai PA. Sayangnya FK Trisakti belum mempunyai program untuk memonitor pelaksanaan mentoring dan evaluasi juga belum pernah dilakukan pada program ini. Karakteristik PA di FK Trisakti juga belum diketahui. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat pelaksanaan mentoring di FK Trisakti. Penelitian ini juga akan mengetahui karakteristik PA di FK Trisakti, pemahaman peran PA oleh PA dan mahasiswa serta harapan mahasiswa terhadap peran PA dalam proses pembelajarannya. Metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan rancangan fenomenologi. Dari data yang dikumpulkan, peneliti juga akan mempelajari karakteristik PA yang terdapat di FK Trisakti. Informan penelitian terdiri dari 39 mahasiswa dan 10 PA di FK Trisakti. Informan mahasiswa terdiri dari angkatan 2009- 2012 FK Trisakti. Data diambil dengan wawancara mendalam pada PA dan focus group discussion pada mahasiswa. Data yang diambil dianalisis melalui tiga tahapan yang meliputi reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau verifikasi. Uji kredibilitas data dilakukan dengan triangulasi tehnik, sumber, member check dan studi dokumentasi. Hasil : Didapatkan dalam penelitian ini beberapa tema yaitu karakteristik PA, pemahaman terhadap peran PA, kendala dalam pelaksanaan mentoring dan saran untuk meningkatkan pelaksanaan mentoring. Diskusi : Frekuensi pertemuan dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai komitmen antara PA dan mahasiswa. Semakin sering pertemuan antara PA dan mahasiswa akan lebih mendekatkan kedua belah pihak dan waktu pertemuan sebaiknya tidak terbatas ruang dan waktu. Komunikasi yang dilakukan sebaiknya adalah komunikasi langsung dan tidak langsung. Komunikasi sebaiknya bersifat dua arah sehingga terjadi pemahaman yang sama antara PA dan mahasiswa bimbingannya dan terjalin komunikasi yang efektif. Kepercayaan mahasiswa tidak terlalu tinggi terhadap PA. Sifat PA yang membuka rahasia mahasiswa bimbingannya dapat menimbulkan rasa tidak percaya. PA dan mahasiswa tidak boleh ada jarak, tidak boleh ada batasan untuk mahasiswa menghubungi PA mereka. Perbedaan gender tidak dipentingkan dalam proses mentoring. Pemahaman akan peran PA cukup baik dipahami oleh PA dibandingkan pemahaman mahasiswa. Pelatihan dan sosialisasi tentang peran PA sebaiknya dilakukan ketika seorang pengajar ditunjuk sebagai PA sehingga pemahaman mahasiswa dan pengajar akan peran PA dapat dipahami dengan baik. Sistem bimbingan dan konseling di tingkat fakultas sebaiknya dimiliki oleh setiap fakultas kedokteran. Kesimpulan : Mentor di FK Trisakti mempunyai karakteristik komitmen yang baik, komunikasi yang dilakukan secara langsung dan tidak langsung, pemberian umpan balik telah diberikan, tidak mementingkan perbedaan gender dalam proses mentoring dan kepercayaan mahasiswa terhadap PA masih rendah.
ABSTRACT
Background : One of the formation of student support and guidance would be given as a private tutorial formation or mentoring or mentor or even academic guide. The Role of mentor will be effective if they have commitment, self motivation, enthusiasm, ability to serve for the mentee in time, being a good listener, trustable, and keeping in straight all the mentees secrecy. In relationship between mentors and their mentee will be a beneficial for the succeed of mentoring process.Trisakti Medical School has not performed a program to observe the implementation of mentoring and its evaluation also has not been implemented on it. Mentor characteristic in Trisakti Medical School has not been recognized. Therefore, it is an necessary to perform a research for evaluating the mentoring process in Trisakti Medical School. This research will recognize the mentor characteristic in Trisakti Medical School. Understanding the mentor role by mentor and mentees, also mentee expectation on mentor role in learning process . Method : The type of research that had been used is qualitative with phenomenology design. Refer to data that had been collected by researcher will also learn the mentor characteristic in Trisakti Medical School. The research informant is 39 mentees and 10 mentors in Trisakti Medical School. Mentee as informant are in a period of year of study of 2009 – 2012 , basically pointed to maximal variation sampling . Data taken by indepth interview on mentor and focus group discussion on mentees. Data analyzed by three phases that include of data reduction, data serving and its summary or verification. Credible test had been performed by using triangulation technique, source, member check and documentation study. Result : Found in this research, there are subjects such as mentor characteristic, understanding of mentor role, the obstacle on conducting of mentoring and suggestion to enhance the mentoring implementation. Discussion : Counseling frequency could be guidance for measuring the commitment between mentor and mentee. As the most frequent of session between mentor and mentee as the closest they are belong to each other and counseling session would be better not to have a limitation in time. The communication should be done directly and indirectly. Communication should be performed on a-two way communication so that there is same condition in understanding between mentor and mentee for effective communication. The trust in mentor is not that high on mentee. The condition when a mentor who share out the mentee secret could be untrusted mentor. There is no gap between mentor and mentee, and no limitation for mentee to get connection to their .mentor.Gender differentiation is not so important in mentoring process. Understanding the role of mentor is well known on mentor than mentee. Training and promoting for the role of mentor should be done once a mentor is designated therefore the role of mentor is well understood. Counseling and guidance system in a level of faculty should be belong to every school of medicine. Conclusion : Mentor in medical faculty Trisakti : has a good commitemt, the communication has been done good direct and indirectly, the feedback has been given to mentees, gender differentiation in not important in mentoring process and the trust in mentor is not that high in mentee.
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library