Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elza Nur Warsa Putra
"Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang menyerang sendi. Di Indonesia, AR 0,5 – 1% penduduk Indonesia menderita AR pada tahun 2020. Penelitian Rotte, et al. menunjukkan adanya hubungan antara jumlah sendi dengan respons terapi tunggal MTX. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara jumlah sendi dengan keberhasilan terapi MTX pada pasien AR di RSCM. Penelitian ini menggunakan data rekam medis pasien AR di RSCM sejak tahun 2020 hingga 2022. Penelitian ini dilakukan denga desain kohort retrospektif Data dianalisis menggunakan SPSS Versi 25 dan dilakukan uji normalitas distribusi data menggunakan Uji Saphiro-Wilk. Setelah dilakukan uji normalitas, data dianalisis dengan Uji Mann-Whitney untuk mengetahui hubungan jumlah sendi dengan keberhasilan terapi MTX pada pasien AR di RSCM. Hasil Uji normalitas menunjukkan bahwa data jumlah sendi dengan keberhasilan terapi tidak terdistribusi secara normal. Berdasarkan hasil Uji Komparatif Mann-Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok berhasil dan tidak berhasil terapi (p < 0.05). Terdapat hubungan antara jumlah sendi yang terlibat dengan keberhasilan terapi MTX pada pasien Artritis Reumatoid.

Rheumatoid arthritis (RA) is an autoimmune disease that affects the joints. In Indonesia, the prevalence of RA is 0.5 - 1% in 2020. Research by Rotte, et al. showed a relationship between the number of joints with the response to MTX monotherapy. This study was conducted to determine whether there is a relationship between the affected joints count and the success of MTX therapy in RA patients at RSCM. This study used medical records of RA patients at RSCM from 2020 until 2022. This study was conducted with a retrospective cohort design. Data were analyzed using SPSS Version 25 and normality test was carried out using the Shapiro-Wilk test. After the normality test was performed, the data were analyzed using the Mann-Whitney test to determine the relationship between the affected joints count and the success of MTX therapy in RA patients at RSCM. The results of the normality test showed that the data on the affected joints count are not normally distributed. Based on the results of the Mann-Whitney Test, there was a significant difference between the successful and unsuccessful treatment groups (p < 0.05). There is a relationship between the number of affected joints count and the success of MTX therapy in Rheumatoid Arthritis patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryannuur Hafizmatta
"Latar belakang: Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit yang menyerang persendian dan merupakan penyakit autoimun. Pada tahun 2020, estimasi penderita AR di Indonesia mencapai 1,3 juta jiwa, dengan menghitung estimasi dari prevalensi AR di dunia yang mencapai 0,5% hingga 1%. Penelitian dari Majorczyk, et al (2022) menunjukkan adanya pengaruh dari Laju Endap Darah (LED) terhadap keberhasilan terapi metotreksat pada pasien AR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara LED terhadap keberhasilan terapi Metotreksat pada pasien AR di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif. Penelitian ini menggunakan data dari rekam medis pasien di RSCM. Data pasien yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data yang ter-input sejak tahun 2020 hingga 2022. Data yang telah didapat dianalisis menggunakan JASP versi 0.18.3.0. Dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-Wilk, dan kemudian dilakukan uji Mann-Whitney untuk mengetahui hubungan dari LED terhadap keberhasilan terapi Metotreksat pada pasien AR.
Hasil: Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data LED dengan keberhasilan terapi Metotreksat tidak terdistribusi normal (p > 0,05). Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok berhasil terapi dengan tidak berhasil terapi (p > 0,05).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara LED dengan keberhasilan terapi metotreksat pada pasien AR di RSCM.

Introduction: Rheumatoid Arthritis (RA) is a disease that attacks the joints and is an autoimmune disease. In 2020, the estimate for RA sufferers in Indonesia reached 1.3 million people, counted from the estimate global prevalence of 0.5% to 1% of global population. Research from Majorczyk, et al (2022) shows that Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) influences the success of methotrexate therapy in RA patients. This study aims to determine whether if there is influence between ESR and the success of Methotrexate therapy in AR patients at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM).
Method: This study used a retrospective cohort design. This research uses data from patient medical records at RSCM. Patient data used in this research was data inputted from 2020 to 2022. The data obtained was analyzed using JASP version 0.18.3.0. The Shapiro-Wilk normality test was carried out, and then the Mann-Whitney test was carried out to determine the connection between ESR and the success of Methotrexate therapy in AR patients.
Result: The results of the normality test showed that the ESR data with successful Methotrexate therapy were not normally distributed (p > 0.05). The Mann-Whitney test showed there was no significant difference between the successful therapy and unsuccessful therapy groups (p > 0.05).
Conclusion: There was no significant connection between ESR and the success of methotrexate therapy in AR patients at RSCM.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fazria Nasriati
"Nama : Fazria NasriatiProgram studi : Ilmu Penyakit DalamJudul : Korelasi Antara Kadar Tumor Necrosis Factor-?, Kadar Free Fatty Acid, dan Kadar Vascular Cellular Adhesion Molecule-1 Pada Pasien Artritis Reumatoid Latar Belakang: Mortalitas Artritis Reumatoid cukup tinggi, dimana sebagian besar disebabkan oleh komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh proses disfungsi endotel. Salah satu mediator inflamasi penting yang berperan terhadap kerusakan sendi pasien AR yaitu TNF-?, juga terbukti berperan dalam proses disfungsi endotel serta berperan meningkatkan lipolisis intraselular sehingga meningkatkan kadar FFA yang bersirkulasi.Tujuan: Mengetahui korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar VCAM-1, korelasi kadar TNF-? dengan kadar FFA, serta korelasi kadar FFA dengan kadar VCAM-1.Metode: Penelitian desain cross sectional dan retrospektif terhadap pasien AR dewasa yang berobat di Poliklinik Reumatologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM , tanpa gangguan metabolik, infeksi akut, gangguan kardiovaskular, maupun penyakit autoimun lain. Pengumpulan data cross sectional dilakukan pada rentang bulan Oktober hingga November 2017, sedangkan sampel retrospektif telah dikumpulkan sejak Agustus 2016. Kadar TNF-?, VCAM-1, dan FFA dinilai melalui pemeriksaan darah serum dengan metode ELISA. Analisis korelasi dilakukan dengan analisis Pearson bila sebaran data normal dan dengan analisis Spearman bila sebaran data tidak normal.Hasil Penelitian: Sebanyak 35 orang subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebagian besar 97,1 merupakan perempuan dengan rerata usia 45,29 tahun, median lama sakit 48 bulan, dan sebagian besar memiliki derajat aktifitas penyakit sedang 65,7 . Tidak didapatkan adanya korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar VCAM-1 p = 0,677; r = 0,073 . Korelasi antara kadar FFA dengan kadar VCAM-1 memperlihatkan adanya korelasi yang bermakna dengan arah korelasi negatif dan kekuatan korelasi lemah p = 0,036; r = - 0,355 . Korelasi antara kadar TNF-? dan kadar FFA memiliki arah negatif dan kekuatan korelasi yang lemah dengan hubungan yang tidak bermakna p = 0,227; r = - 0,21 .Kesimpulan: 1 Belum terdapat korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR; 2 Belum terdapat korelasi antara kadar TNF-? dengan kadar FFA pada pasien AR; 3 Terdapat korelasi negatif antara kadar FFA dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR. Kata Kunci : Tumor Necrosis Factor-?, Free Fatty Acids, Vascular Cell Adhesion Molecule-1, Artritis Reumatoid.

Name Fazria NasriatiStudy Program Internal MedicineTitle Correlation Between Tumor Necrosis Factor levels, Free Fatty Acid Levels, and soluble Vascular Cell Adhesion Molecule 1 Levels in Rheumatoid Arthritis Patients. Backgrounds The mortality of Rheumatoid arthritis RA is quite high, which is largely due to cardiovascular complications caused by endothelial dysfunction. One of the important inflammatory mediators that contribute to AR joints arthritis of TNF , also proven to play a role in endothelial dysfunction and play a role in increasing intracellular lipolysis, thus increasing circulating FFA levels.Objectives To determine the correlation between TNF levels with VCAM 1 levels, correlation of TNF levels with FFA levels, and correlation of FFA levelswith VCAM 1 levels.Methods Cross sectional and retrospective design studies of adult AR patients treated at Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM , without metabolic disturbances, acute infection, cardiovascular disorders, or other autoimmune diseases. The cross sectional data was collected from October to November 2017, while retrospective samples were collected since August 2016. TNF , VCAM 1, and FFA levels were assessed by serum blood test by ELISA method. Correlation analysis is done by Pearson analysis when the data distribution is normal and with Spearman analysis when the data distribution is not normal.Results A total of 35 subjects were enrolled in the study. Most 97.1 were women with an average age of 45.29 years, median duration of 48 months, and most had moderate disease status 65.7 . No correlation was found between TNF levels and VCAM 1 levels p 0.677 r 0.073 . The correlation between FFA and VCAM 1 levels showed significant correlation with negative correlation and weak correlation p 0.036 r 0.355 . The correlations between TNF levels and FFA levels had negative direction and weak correlation strength with non significant associations p 0.227 r 0.21 .Conclusions 1 There was no correlation between TNF levels and VCAM 1 levels in AR patients 2 There was no correlation between TNF levels and FFA levels in AR patients 3 There was a negative correlation between FFA levels and VCAM 1 levels in AR patients.Keywords Tumor Necrosis Factor , Free Fatty Acids, Vascular Cell Adhesion Molecule 1, Rheumatoid Arthritis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purnamandala
"Latar Belakang: Ansietas dan depresi merupakan gangguan psikosomatis yang paling banyak ditemukan. Pada pasien Lupus Eritematosus, ansietas merupakan gangguan mood paling banyak ditemukan dibandingkan depresi. Selain bagian dari manifestasi NPSLE, ansietas dan depresi dapat memicu terjadinya inflamasi yang akan memengaruhi aktivitas lupus. Hospital Anxiety dan Depresi Scale (HADS) merupakan salah satu skala pengukuran ansietas dan depresi yang berbentuk kuesioner yang mudah digunakan dan
sudah tervalidasi. Mexican Systemic Lupus Erythemathosus Sistemic Disease Activity (Mex SLEDAI) merupakan sistem skoring untuk pasien LES yang mudah dan lebih murah serta memiliki reliabilitas dan validitas yang baik. Saat ini belum ada yang meneliti perihal hubungan ansietas dan depresi yang menggunakan HADS dengan kadar C3 dan
C4 pada pasien LES.
Tujuan: Mengetahui korelasi antara ansietas dan depresi dengan kedua kadar C3 dan C4 pada pasien LES di RSCM.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, dilakukan analisis data primer pasien LES usia 18-60 tahun. Dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik serta pengisian kuesioner HADS diikuti dengan pengambilan sampel darah untuk menilai kadar C3 dan C4. Korelasi antara skor HADS ansietas dan depresi dengan kadar C3 dan C4, dan serta Mex-SLEDAI didapat dengan uji korelasi Spearman menggunakan SPSS.
Hasil: Dari 120 sampel dengan median usia 31 tahun (24-37), penggunaan steroid dengan median 16 mg/minggu (0-28), dan aktivitas lupus dengan median 6 (0-11). Didapatkan korelasi antara ansietas dengan kadar C3 dan C4 yang signifikan dengan nilai r = -0,189 dan r = -0,206. Tidak didapatkan korelasi depresi dengan kadar C3 dan C4 ataupun korelasi ansietas dan depresi dengan aktivitas lupus.
Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif antara HADS ansietas dengan kadar C3 ataupun C4.

Background: Anxiety and depression are the most common psychosomatic disorders. Both of them have the highest prevalence of chronic diseases. In Lupus Erythematosus patients, anxiety is more common compared to depression. They have been widely penelitianed and found to have a clinical relationship. Not only they are one of the manifestations of NPSLE, they can also trigger inflammation that will affect lupus activity. On the other hand, many patients with anxiety and depression are undiagnosed and treated inappropriately. There is a screening tool that can measure both disorders quantitatively, namely the Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS). Mexican Systemic Lupus Erythematosus Systemic Disease Activity (Mex-SLEDAI) can also be used to measure lupus activity. The advantage of this scoring is that it can be tested without measuring complement or anti-dsDNA levels, which is not necessarily available in every hospital. One of the factors that affects the activity of lupus is complement activity. Currently, no one has investigated the relationship between anxiety and
depression using HADS with levels of C3 and C4 in SLE patients.
Objective: To determine the correlation between anxiety and depression with levels of C3 and C4 in SLE patients in RSCM.
Methods: This study used a cross-sectional design, analyzed the primary data of SLE patients aged 18-60 years. Interviews and physical examinations were carried out as well as filling out the HADS questionnaire followed by taking blood samples to assess C3 and C4 levels. The correlation between HADS scores of anxiety and depression with levels
of C3 and C4, and Mex-SLEDAI was obtained using the Spearman correlation test using SPSS.
Results: 120 samples with a median age of 31 years (24-37), with the use of steroid doses with a median of 16 mg/week (0-28) and lupus activity with a median of 6 (0-11), there was a correlation between anxiety HADS and C3 levels and C4 which is significant with a value of r = -0.189 and r = -0.206. However, for HADS Depression with levels of C3 or C4 no correlation was found. In addition, in this study, there was no correlation between HADS Anxiety and Depression with Lupus Mex Sledai activity
Conclusion: There was a negative correlation between HADS Anxiety and levels of C3 or C4.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fita Fitrianti
"Latar Belakang. Artritis reumatoid merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan inflamasi kronik artikular dan non-artikular yang  dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan fungsi kognitif. Beberapa studi menunjukkan pemberian terapi Metotreksat mempengaruhi penurunan fungsi kognitif pada pasien AR. Belum ada studi di Indonesia yang menilai hubungan dosis MTX dengan fungsi kognitif pada pasien AR.
Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan fungsi kognitif sesudah pemberian terapi MTX selama 3 bulan dan mengetahui hubungan antara dosis MTX dengan fungsi kognitif pada pasien dengan AR.
Metode. Desain studi ini adalah kohort prospektif yang melibatkan 39 pasien baru terdiagnosis Artritis reumatoid berusia <60tahun di Poliklinik Reumatologi RSCM. Karakteristik demografi, parameter klinis dan penilaian kognitif didokumentasikan secara lengkap. Penilaian fungsi kognitif dilakukan dengan tes Montreal Cognitive Assessment versi Indonesia (MoCA-Ina) yang sudah tervalidasi. Studi ini menggunakan analisis statistik uji Wilcoxon, analisis bivariat dan korelasi Spearman untuk menganalisis data dengan menggunakan software Stata 15.1.
Hasil. Terdapat 28% subjek dengan penurunan fungsi kognitif. Tidak ditemukan perbedaan bermakna terhadap fungsi kognitif global sesudah pemberian MTX selama 3 bulan. Analisis korelasi Spearman menunjukkan adanya korelasi negatif antara kadar dosis MTX dengan domain fungsi memori (r=-0,4,  p =0,01).
Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap fungsi kognitif global sesudah pemberian MTX selama 3 bulan. Namun, terdapat korelasi negatif antara kadar dosis metotreksat dengan domain fungsi memori

Background. Rheumatoid arthritis is an autoimmune disease causes chronic articular and non-articular inflammation with cognitive impairment as one of its complication. Several studies have shown that Methotrexate affects the decline of cognitive function in RA patients. There are no studies in Indonesia that have assessed the relationship between MTX and cognitive function in Indonesia. Aim. We aimed to know and to investigate the association between cumulative dose of MTX and cognitive function in patient with RA.
Methods. This is a prospective cohort study involving 39 subject with newly diagnosed Rheumatoid arthritis. Demographics characteristics, clinical parameters, and cognitive assessment were documented. Cognitive assessment was assessed based on validated Indonesian version of Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina) test. This study used Wilcoxon, bivariate analysis and Spearman correlation to analyse the data.
Results. A total of 39 patients with RA, 28% were classified as cognitively impaired. There was no significant difference in global cognitive function after administration of MTX in 3 months. Spearman correlation analysis showed negative correlation between cumulative dose of MTX and memory function domain (r=-0.4, p=0.01).
Conclusion. There was no significant difference in global cognitive function after administration of MTX in 3 months. Cumulative dose of MTX negatively correlated with memory function domain.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Azzahra
"Latar Belakang. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien artritis reumatoid (AR) berpotensi menurunkan kapasitas fungsional, kualitas hidup, dan kepatuhan berobat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode. Penelitian dengan desain potong-lintang ini mengikutsertakan pasien AR berusia ≥18 tahun yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSCM pada periode Oktober-Desember 2021. Data demografik, klinis, terapi, dan laboratorium dikumpulkan. Status fungsi kognitif dinilai dengan kuesioner MoCA-INA. Analisis bivariat dan multivariat regresi logistik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif pada pasien AR: usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, durasi penyakit, aktivitas penyakit, skor faktor risiko penyakit kardiovaskular, depresi, terapi kortikosteroid, dan methotrexate.
Hasil. Dari total 141 subjek yang dianalisis, 91,5% adalah perempuan, dengan rerata usia 49,89±11,73 tahun, sebagian besar tingkat pendidikan menengah (47,5%), median durasi penyakit 3 tahun (0,17-34 tahun), memiliki aktivitas penyakit ringan (median DAS-28 LED 3,16 (0,80-6,32)), dan skor faktor risiko penyakit kardiovaskular rendah (median 4,5% (0,2-30 %)). Sebanyak 50,4% subjek diklasifikasikan mengalami gangguan kognitif, dengan domain kognitif yang terganggu adalah visuospasial/eksekutif, atensi, memori, abstraksi, dan bahasa. Analisis regresi logistik menunjukkan usia tua (OR 1,032 [IK95% 1,001–1,064]; p=0,046) dan tingkat pendidikan rendah (pendidikan dasar) (OR 2,660 [IK95% 1,008–7,016]; p=0,048) berhubungan dengan gangguan kognitif pada pasien AR.
Kesimpulan. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien AR di RSCM sebesar 50,4%, dengan faktor prediktif terjadinya gangguan kognitif tersebut adalah usia tua dan tingkat pendidikan yang rendah.

Background. Cognitive impairment in rheumatoid arthritis (RA) patients could decrease functional capacity, quality of life, and medication adherence. The objective of this study was to explore the prevalence and possible predictors of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, Jakarta.
Method. This cross-sectional study included Indonesian RA patients aged ≥18 years old, who visited rheumatology clinic at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, on October to December 2021. Demographic, clinical, therapeutic, and laboratory data were collected. Cognitive function was assessed using MoCA-INA questionnaire. Bivariate and multivariate logistic regression analysis were performed to identify predictive factors of cognitive impairment in RA patients: age, gender, education level, disease duration, disease activity, cardiovascular disease (CVD) risk factor scores, depression, corticosteroid, and methotrexate therapy.
Results. Of the total 141 subjects analysed, 91.5% were women, mean age 49.89±11.73 years old, mostly had intermediate education level (47.5%), median disease duration 3 (0.17-34) years. They had mild disease activity (median DAS-28 ESR 3.16 (0.80-6.32)), and low CVD risk factor score (median 4.5 (0.2-30) %). In this study, 50.4% of the subjects were classified as having cognitive impairment. The cognitive domains impaired were visuospatial/executive, attention, memory, abstraction, and language. In logistic regression analysis, old age (OR 1.032 [95%CI 1.001–1.064]; p=0.046) and low education level (OR 2.660 [95%CI 1.008–7.016]; p=0.048) were associated with cognitive impairment.
Conclusion. The prevalence of cognitive impairment in RA patients in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital was 50.4%, with the its predictive factors were older age and lower education level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raihanah Suzan
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui korelasi antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien lupus eritematosus sistemik perempuan usia dewasa.
Metode: Peneltian ini merupakan penelitian potong lintang pada 36 pasien SLE perempuan dewasa dari Poliklinik Reumatologi di RS Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data subyek meliputi usia, klasifikasi penyakit SLE, obat-obatan yang digunakan, tipe kulit, penggunaan tabir surya, bagian tubuh yang tertutup pakaian, lama terpajan sinar matahari, indeks massa tubuh (IMT), asupan vitamin D, dan kadar 25(OH)D serum.
Hasil: Sebagian besar (41,7%) subyek berusia antara 36–45 tahun, tergolong klasifikasi SLE ringan (52,8%), selalu menggunakan tabir surya (63,9%), tipe kulit IV (69,4%), dan memakai pakaian yang menutupi seluruh/sebagian besar tubuh (69,4%), serta tidak terpajan dan terpajan sinar matahari <30 menit (77,8%). Semua subyek menggunakan kortikosteroid. Separuh subyek memiliki berat badan normal berdasarkan IMT, sebagian besar (55,6%) subyek mempunyai asupan vitamin D cukup berdasarkan AKG 2012, dan 28 subyek (77,8%) menderita defisiensi vitamin D ( kadar 25(OH)D serum <50 nmol/L). Didapatkan korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada subyek penelitian (r = 0,52; P <0,01).
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang sedang antara asupan vitamin D dengan kadar 25(OH)D serum pada pasien SLE perempuan dewasa (r = 0,52; P <0,01).

Objective: the aim of the study is to investigate the correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients.
Methods: A cross-sectional study was conducted in 36 adult woman patients with SLE from Rheumatology Clinic of the Departemen of Internal Medicine Dr. Cipto Mangunkusumo hospital. Data collection included age, SLE classification, drugs, skin type, use of sunscreen, part of the body covered by clothes, length of sun exposure, body mass index (BMI), vitamin D intake, and serum 25(OH)D concentration.
Results: Most of the subjects (41.7%) aged 36–45 years old, classified as mild SLE (52.8%), always used sunscreen (63.9%), skin type IV (69.4%), wearing clothes that covered all or almost of the body (69.4%), and not exposed or had sun exposure less than 30 minute (77.8%). All subjects used corticosteroid. Based on BMI half of the subjects had normal body weight, Based on AKG 2012 most (55.6%) had adequate vitamin D intakes, and 28 subjects (77.8%) were in vitamin D-deficient (serum 25(OH)D concentration <50 nmol/L). There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration in subjects (r = 0.52; P <0.01).
Conclusion: There were moderate positive correlation between vitamin D intake and serum 25(OH)D concentration of adult woman SLE patients (r = 0.52, P <0.01).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aminah Ahmad Alaydrus
"Nyeri kronik seringkali menyebabkan penderitaan dan gangguan fungsi pada penderitanya dan menjadi faktor biopsikososial yang memengaruhi persepsi seseorang terhadap nyeri yang dialaminya. Keyakinan dan persepsi seseorang terhadap nyeri seringkali ditemukan dalam bentuk yang tidak adaptif seperti pemikiran katastrofik (pain catastrophizing). Pengalaman nyeri yang dialami oleh pasien dengan Artritis Reumatoid dihubungkan dengan adanya pemikiran katastrofik. Pain Catastrophizing Scale (PCS) adalah instrumen baku emas dalam mengidentifikasi pemikiran katastrofik pada pasien dengan nyeri hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan menguji kesahihan dan keandalan instrumen PCS versi Bahasa Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara potong lintang di Poli Reumatologi RSCM pada bulan Juni hingga Agustus 2022 dengan metode consecutive sampling (N=286). Proses penerjemahan instrumen melewati tahapan forward translation, penyesuaian dengan pemahaman masyarakat Indonesia dan back translation kemudian dilakukan uji kesahihan isi, kesahihan konstruk dan keandalan internal pada instrumen PCS versi Bahasa Indonesia. Uji kesahihan isi dari PCS didapatkan hasil rata-rata I-CVI=1, S-CVI=0.93 dan CVR=1. Hasil dari Confirmatory Factor Analysis pada model akhir didapatkan CMIN/df 3.011, CFI 0.962, GFI 0.932, RMSEA 0.084 dan AIC 204.517 yaitu hasil yang baik. Nilai keandalan interna sebesar 0.94. PCS dapat digunakan sebagai alat yang baik untuk mendeteksi adanya pemikiran katastrofik terhadap nyeri pada pasien yang berpotensi meningkatkan kejadian nyeri kronik.

Chronic pain has caused suffering and disability and known as a biopychosocial factor affecting one’s pain perception. One’s beliefs and perception about pain mainly found in non-adaptive form such as pain catastrophizing and associated with Pain experience in arthritis Rheumatoid patients. Pain Catastrophizing Scale (PCS) is a gold standard to identify catastrophizing in patient experiencing pain. This study aims to test validity and reliability of PCS Indonesian Version. This is a cross-sectional study conducted in Rheumatology Clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital from June to August 2022 through consecutive sampling (N= 286). The instrumen was translated, adapted to Indonesian’s culture and back translated. The content validity, construct validity and reliabity test were done. Content validity of PCS shows I-CVI score 1, S-CVI score 0.93 and CVR score 1. CFA initial model was not fit and needed few modificiation. The final result shows CMIN/df, CFI, GFO, RMSEA and AIC score as follows, respectively, 3.011, 0.962, 0.932, 0.084 dan AIC 204.517 which concludes as great result. Internal reliability score is 0.94. Pain Catastrophizing Scale (PCS) instrument can be used as a valid and reliable intrument to detect catastrophizing in patient with pain which potentially increasing the risk of chronic pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuanita Lavinia
"Nyeri merupakan alasan primer bagi mayoritas pasien Artritis Reumatoid (AR) datang berobat. Walaupun pasien sudah masuk dalam kriteria remisi, sebagian besar pasien masih melaporkan nyeri yang signifikan dan berkepanjangan. Nyeri kronis diperkirakan berkaitan dengan proses noninflamatorik dan mekanisme sentral, sehingga perlu dipertimbangkan intervensi psikologis sebagai terapi ajuvan—selain edukasi, terapi farmakologis, serta rehabilitasi fisik sebagai tiga aspek utama pilar tatalaksana AR. Salah satu modalitas intervensi psikologis terbaru yang banyak dikembangkan adalah intervensi mindfulnesss yang berfokus terhadap keadaan saat ini (present moment), keterbukaan, dan penerimaan (acceptance) terhadap pengalaman saat ini. Pada penelitian ini 15 subjek penderita AR diberikan intervensi mindfulnesss berbasis video sebanyak 3 kali, dengan durasi 10-15 menit setiap sesi, dan diberikan perawatan standar dari dokter penyakit dalam ahli reumatologi. Skala nyeri dinilai menggunakan Visual Analog Scale (VAS) dan aktivitas penyakit dinilai menggunakan instrumen Disease Activity Score 28 (DAS28). Didapatkan perbedaan rerata skor nyeri yang signifikan antara sebelum dengan setelah mendapatkan intervensi (beda rerata: 13,33, 95% IK 7,37-19,30, p<0,001). Latihan mandiri pada fase awal juga ditemukan memiliki hubungan yang bermakna terhadap perubahan skor nyeri (beda rerata: 10,60, 95% IK 0,83-20,37, p=0,036). Walaupun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perubahan skor nyeri.

Pain is the main reason for the majority of Rheumatoid Arthritis (RA) patients seek treatment. Eventhough patients have met the remission criteria, most patients still report significant and prolonged pain. Chronic pain is thought to be related to non-inflammatory processes and central mechanisms, so it is necessary to consider psychological interventions as adjuvant therapy—in addition to education, pharmacological therapy, and physical rehabilitation as the three main aspects of RA management. One of the most recent psychological intervention modalities that has been developed is mindfulnesss-based intervention that focuses on the present moment and acceptance of current experiences. In this study, 15 subjects with AR were given 3 video-based mindfulnesss interventions, with duration of 10-15 minutes for each session, and were given standard care from rheumatologist. The pain scale was assessed using the Visual Analog Scale (VAS) and disease activity was assessed using the Disease Activity Score 28 (DAS28) instrument. There was a significant difference in the mean pain score between before and after receiving the intervention (mean difference: 13.33, 95% CI 7.37-19.30, p<0.001). Independent exercise in the early phase also found a significant relationship to changes in pain scores (mean difference: 10.60, 95% CI 0.83-20.37, p=0.036). Even so, further research is still needed to study the factors that influence changes in pain scores."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tulus Widiyanto
"Latar Belakang. Arthritis Reumatoid terkait dengan kehilangan massa tulang dan fraktur osteoporosis. Kehilangan massa tulang pada penyakit ini disebabkan oleh proses inflamasi dan autoimunitas. Penelitian ini bertujuan menilai kaitan antara autoimuntas dan kehilangan massa tulang pada pasien yang telah mencapai remisi dan low-disease activity dengan pemberian conventional synthetic Disease Modifying Anti-Rheumatic Drugs.
Metode.Penelitian ini diikuti oleh 38 pasien dengan usia rerata 40 ± 7,6 yangtelah mencapai remisi dan low-disease activitydi RS Cipto Mangunkusumo pada bulan Agustus hingga September 2019. Data pasien yang dikumpulkan berupa data demografis, skor aktivitas penyakit 28 (DAS-28), dan riwayat pengobatan. Semua subjek menjalani pemeriksaan darah untuk menilai kadar Anti Citrullinated Protein Antibodies (ACPA) yang diwakili oleh Anti-Mutated Citrullinated Vimentin(Anti-MCV), C-Terminal cross-linking telopeptide of type I collagen(CTX-1), N-Terminal Propeptide of Type 1 Procollagen(P1NP).
Hasil.Sebagian besar subjek merupakan wanita dengan median lama sakit selama 36 bulan. Pada subjek penelitian ditemukan 26 pasien (68,4%) dengan ACPA positif. Korelasi antara kadar ACPA dengan kadar CTX-1 ditemukan koefisien r 0,101 (p: 0,279). Korelasi antara kadar ACPA dan P1NP ditemukan koefisien r -0,449 (p: 0,001).
Simpulan. Tidak ditemukan korealasi antara kadar ACPA dengan kadar CTX-1 dan ditemukan korelasi negatif lemah yang bermakna secara statistik anatra kadar ACPA dan P1NP pada pasien Artritis Reumatoid yang telah mencapai remisi dan Low-Disease Activity dengan penggunaan conventional synthetic disease modifying anti-rheumatic drugs. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>