Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syamsu Khaldun
"Penyakit batuk pilek adalah merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan yang ternyata sebagai penyebab kematian utama bayi dan balita di Indonesia. Prevalensi tertinggi ditemukan di Propinsi Jawa Barat khususnya dipedesaan, yaitu tercatat 36% kematian bayi dan balita akibat penyakit Infeksi Saluran pernapasan pada tahun 1992 (Profil Kesehatan Jawa Barat 1993). Salah satu upaya untuk mengatasi penyakit ini sebelum keadaannya bertambah parah adalah memberi pengobatan sedini mungkin dirumah sesuai anjuran dan harapan pemerintah (Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA,Depkes RI 1993).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji informasi tentang hubungan tindakan ibu mengobati sendiri anak balitanya yang menderita batuk pilek dengan faktor-faktor yang diperkirakan mempengaruhi tindakan ibu tersebut.
Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan analisa silang, dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil kuesioner modul dan kor Susenas Biro Pusat Statistik tahun 1992.
Hipotesa yang diajukan adalah apakah ada hubungan tindakan ibu mengobati sendiri anak balitanya dengan faktor pendidikan ibu, pekerjaan ibu, penghasilan keluarga, jarak rumah ke fasilitas kesehatan terdekat, lama sakit balita dan disertainya demam dipedesaan Jawa Barat.
Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan dari enam variabel babas maka koreIasi yang paling bermakna adalah variabel pekerjaan, lama sakit dan demam (p<0,01), disusul dengan variabel pendidikan dan jarak rumah ke fasilitas kesehatan terdekat (p<0,05). Variabel belanja rumah tangga sebagai proyeksi penghasilan keluarga adalah satu-satunya variabel yang tidak mempunyai hubungan yang bermakna terhadap tindakan pengobatan sendiri (p>0,05). Sedangkan hasil analisis multivariat didapatkan hanya variabel pekerjaan, lama sakit balita dan demam yang mempunyai pengaruh terhadap tindakan ibu mengobati sendiri dirumah (p<0,05).
Kesimpulan analisis diatas menyatakan bahwa faktor pekerjaan, pendidikan dan jarak rumah kefasilitas kesehatan terdekat sebagai faktor predisposisi dan juga faktor lama sakit dan keadaan demam balita sebagai faktor kebutuhan adalah sangat berperan terhadap tindakan pengobatan sendiri bagi para ibu dirumah. Untuk itu disarankan perlu adanya peningkatan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan para ibu tentang tata cara pengobatan sedini mungkin dirumah yang lebih efektif dan lebih efisien, melalui upaya-upaya penyuluhan dari petugas-petugas kesehatan setempat.

Cough-common cold diseases are made up of respiratory tract infection which are inducing the main factor of infant and under five years old children death in Indonesia. The highest prevalence is found at West Java province, especially at rural area, that is, listed for 36% infant and under five years old children mortality caused by ISPA (ARI) on 1992 (East Java Health Profiles, 1993). One of the effort to overcome this kind of disease before getting worse is commit self treatment at their respective houses in line with government?s hope and suggestion (ARI Fight Management, Depkes RI 1993).
The purpose of this research is to analyze information regarding the mother self treatment together with factors which are deemed to have impact on it. This is descriptive analytic research with cross sectional approach by means of secondary data obtained from the result of module and questionnaire from Nationality Social Economy Survey (Susenas) by Statistic Centre Bureau (BPS) 1992.
The proposed hypothesis is whether there are Relationship between the mother self treatment and the mother's education, job, the distance of house to the nearest health service facility, family's income (expenditure), the length of suffering from the diseases and or fever by infant and under five years old children at rural area West Java.
There are 6 variables based upon the bivariate analysis result, the most significant correlation is job, the length of suffering from and or fever variables (p<0,01), and then education and distance (p<0,05). Family income (expenditure) variable is one of self treatment that not significant (p>0,05). Meanwhile, based on multivariate analysis result, it is found only job, length of suffering from the diseases and fever variable that have impact on self treatment (p<0,05).
The conclusion of the said analysis stated that predispose factors (job, education, distance) and necessity factors (length of suffering from the diseases and fever) play important role over the mother self treatment at home. It is suggested that there should have knowledge, ability, skill improvement of the mother as to the ''self treatment manners be more effective and efficient through extension from local health providers."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Hermijanti Gunawan
"Penelitian ini dilakukan karena masih langkanya informasi tentang perilaku konsumen dukun bayi dan konsumen bidan, khususnya didaerah perkotaan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang karakteristik dan perilaku pengguna jasa pelayanan dukun bayi terlatih dan bidan di daerah perkotaan, khususnya di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Juga sejauh mana perbedaan perilaku konsumen tersebut terhadap antenatal care, postnatal care, keluarga berencana dan immunisasi, serta keterkaitannya dengan sosio-demografi yang melatar belakanginya. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur, DKI Jakarta, bulan Februari-Maret 1983.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan cross Sectional, dengan unit analisis adalah ibu-ibu yang dalam kurun waktu satu tahun (Nopember 1991 s/d Oktober 1992) menggunakan jasa pelayanan dukun bayi ataupun bidan dari Klinik Keluarga Pisangan Baru, sebanyak masing-masing 40 responden. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh diolah secara statistik dengan tehnik analisis distribusi frekuensi, uji Chi Square, dan t-test.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa daerah penelitian termasuk salah satu daerah terpadat di ibu-kota, yang umumnya dihuni oleh golongan masyarakat dengan sosio-ekonomi lemah, dengan kondisi tempat tinggal serta lingkungan yang sangat memprihatinkan. Di daerah tersebut terdapat banyak fasilitas kesehatan, namun belum dapat menjangkau seluruh masyarakat disekitarnya, terutama dari segi pembiayaan, sehingga peran dukun bayi masih sangat dibutuhkan sebagai tenaga tradisional dalam menangani kesehatan ibu dan anak.
Pada umumnya usia konsumen dukun bayi lebih tua dibandingkan dengan konsumen bidan. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh seluruh responden ternyata masih rendah, dimana separuhnya hanya berpendidikan SD dan tidak sekolah. Bahkan dua pertiganya berasal dari konsumen dukun bayi. Pekerjaan responden pada umumnya sebagai ibu rumah tangga, hanya 13,8% yang mempunyai pekerjaan tambahan yang menghasilkan uang. Penghasilan keluarga konsumen bidan ternyata kurang lebih dua kali lebih besar ketimbang konsumen dukun bayi. Hal ini lebih nyata lagi terlihat pada pendapatan perkapita, dimana separuh dari konsumen dukun bayi berada dibawah garis kemiskinan (untuk DKI Jakarta menurut BPS adalah Rp.29.746,- perkapita perbulan), sedangkan pada konsumen bidan hanya seperdelapannya.
Ternyata masing-masing konsumen nempunyai alasan sendiri dalam memilih jasa dukun bayi maupun bidan dalam menolong persalinannya, yaitu alasan murah dan aman bagi konsumen dukun bayi, dan dekat serta aman bagi konsumen bidan. Angka Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada konsumen dukun bayi lebih tinggi dibandingkan pada konsumen bidan, meskipun perbedaan itu tidak bermakna namun kedua angka tersebut masih lebih tinggi dari angka nasional.
Berdasarkan hasil analisis dengan uji Chi Square dan t-test, didapatkan bahwa baik skor pengetahuan, skor sikap, skor praktek maupun skor perilaku umum terhadap ANC, PNC, KB dan Imunisasi antara konsumen dukun bayi dan konsumen bidan ternyata memang berbeda secara bermakna, dimana skor konsumen bidan lebih tinggi ketimbang skor konsumen dukun bayi.
Hasil analisis yang dikaitkan dengan faktor sosio-demografi konsumen antara lain pada kelompok dengan pendidikan SD kebawah dan kelompok SMP keatas pada masing-masing konsumen terbukti bahwa pada konsumen dukun bayi perilaku kedua kelompok tersebut tidak berbeda, sedangkan pada konsumen bidan berbeda dengan nilai skor konsumen bidan lebih tinggi. Pada kelompok dengan paritas satu-dua dan kelompok paritas tiga atau lebih, ternyata baik pada konsumen dukun bayi maupun konsumen bidan kedua kelompok tersebut tidak mempunyai perilaku yang berbeda. Pada kelompok dengan pendapatan perkapita diatas dan dibawah garis kemiskinan, baik pada konsumen dukun bayi maupun konsumen bidan nempunyai perbedaan nilai skor perilaku yang bermakna, dimana skor lebih tinggi pada kelompok dengan pendapatan perkapita diatas garis kemiskinan.
Dari seluruh hasil analisis tersebut dapat disinpulkan bahwa secara umum perilaku konsumen dukun bayi nemang berbeda dengan perilaku konsumen bidan dalam hal perawatan antenatal care, postnatal care, keluarga berencana dan imunisasi. Faktor sosiodemografi yang ternyata juga mempengaruhi perbedaan perilaku adalah faktor pendapatan perkapita dan pendidikan.
Mengingat faktor pentingnya menurunkan tingkat kematian ibu pada khususnya dan meningkatkan asuhan kesehatan ibu pada umumnya, dan juga mengingat masih banyaknya pelayanan kesehatan ibu dan anak yang tidak/belum terlayani oleh tenaga medis terlatih, terutama bagi masyarakat golongan ekonomi lemah dan berpendidikan rendah, maka peran dukun bayi sebagai salah satu sumber daya manusia, belumlah dapat dihilangkan, dan masih perlu dibina secara lebih intensif dan lebih terarah sebagai mitra kerja bidan di wilayah kerja masing-masing. Beberapa saran yang dapat penulis ajukan adalah adanya perbaikan kurikulum pelatihan dukun bayi dimana ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi, yaitu materi yang lebih konunikatif dan waktu pelatihan yang lebih panjang agar dapat diulang-ulang oleh para dukun bayi dengan tingkat pendidikan yang rendah, serta penanaman motivasi untuk menyuluh konsumennya masing-masing. Dan bagi para pelaksana pembinaan dukun bayi untuk membina hubungan yang baik serta tidak bosan-bosan dalam membina mereka. Bagi para peneliti lain, penelitian ini perlu dikenbangkan dikota-kota lain dengan analisis yang lebih mendalam."
Depok: Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Anggreni
"Memasuki era tahun 1990, Gerakan KB di Indonesia khususnya dalam bidang KIE menghadapi tiga tantangan yang salah satu diantaranya adalah perlu melakukan orientasi strategi KIE untuk menjawab kebutuhan pelayanan kontrasepsi yang tidak terpenuhi dan melakukan desentralisasi manajemen KIE GKBN.
Untuk menjawab tantangan tersebut, UNFPA memberikan bantuan dana untuk pengembangan program yang diberi judul Pengembangan dan Peningkatan Pelayanan KIE untuk sasaran khusus di Indonesia. Salah satu kegiatan dari program tersebut adalah Pengembangan Strategi dan Intervensi KIE untuk sasaran khusus yang dilaksanakan di lima Propinsi. Penelitian ini adalah suatu studi evaluasi yang diiaksanakan dalam rangka mengevaiuasi kegiatan tersebut di atas.
Studi ini menggunakan metodologi kualitatif dengan melakukan Diskusi Kelompok Terarah dan Wawancara mendalam untuk mengumpulkan informasi tentang masukan, proses dan luaran dan kegiatan tersebut. Untuk mendapatkan gambaran karakteristik responden dilakukan wawancara dengan menggunakan daftar isian. Tipe dari studi evaluasi ini adalah Summative Evaluation.
Temuan hasil penelitian : a) Masukan : Di tiga Propinsi daerah penelitian tidak ada Tenaga pengelola khusus untuk kegiatan ini, kecuali di Jawa Tengah dan KalSel di bentuk tim khusus untuk mengelola kegiatan ini. Mengenai jumlah dana yang diterima, tiga dari lima Propinsi daerah penelitian mengatakan cukup, kecuali di Kalimantan Selatan dan SulTeng yang mengatakan bahwa besar dana kurang memadai, masalah yang dihadapi dalam hal pendanaan umumnya dalam bidang administrasi pendanaan yaitu pembuatan SPJ dan waktu pendropingan dana dari Pusat. Metode pelaksanaan kegiatan umumnya ke lima Propinsi daerah penelitian sudah menerapkan tahapan-tahapan dalam P Process, b). Proses : Kegiatan KIE dilapangan di empat dari lima Propinsi daerah penelitian sudah dilakukan secara rutin, kecuali di KalBar. Metoda komunikasi yang digunakan di lima Propinsi adalah komunikasi kelompok. c). Luaran : Semua responden mengatakan media yang digunakan sudah cukup menarik, hanya masih perlu ada perbaikan dan penyesuaian dengan budaya setempat. Umumnya responden mengatakan penyuluhan yang dilakukan oleh ulama dapat menambah keyakinan mereka tentang KB. Mengenai kesan mereka terhadap PLKB, hampir semua responden mengatakan dapat menambah pengetahuan mereka tentang KB dan dirasakan sangat bermanfaat.
Secara umum kegiatan Pengembangan Strategi dan Intervensi KIE untuk sasaran khusus ini belum dapat dikatakan berhasil, karena masih banyak yang belum mencapai tujuan yang diharapkan. Walaupun demikian kegiatan ini dirasakan sangat bermanfaat.
Secara umum kegiatan Pengembangan Strategi dan Intervensi KIE untuk sasaran khusus ini belum dapat dikatakan berhasil, karena masih banyak yang belum mencapai tujuan yang diharapkan. Walaupun demikian kegiatan ini dirasakan sangat bermanfaat.
Saran-saran : a) Untuk BKKBN Kabupaten : Kerja sama petugas KIE di lapangan di semua Kabupaten di lima Propinsi agar ditingkatkan, waktu penyiaran pesan-pesan KB melalui radio agar disesuaikan dengan waktu luang sasaran (Kab. Banjar dan Kab. HSU), Pengelola program tingkat Kabupaten bekerja sama dengan Ulama bersama-sama menyusun jadwal kegiatan KIE , b). Untuk BKKBN Propinsi: Untuk Propinsi KalSel pesan KB melalui radio agar dibuat lebih menarik, Media cetak yang diproduksi diseluruh propinsi agar ditingkatkan mutunya, untuk mengatasi masalah dalam pembuatan SPJ diseluruh Kabupaten, agar diberi petunjuk cara-cara membuat SPJ yang lebih jelas, Dalam menentukan besar dana untuk Kabupaten agar deperhatikan kondisi daerah masing-masing. c) Untuk BKKBN Pusat : Agar kegiatan seperti ini dapat diteruskan karena dirasakan besar manfaatnya bagi masyarakat, selain itu dalam hal menentukan segmentasi sasaran untuk intervensi selanjutnya motion deperhatikan sasaran bapak-bapak, untuk mengatasi masalah dalam pembuatan SPJ di seluruh Propinsi agar diberi petunjuk cara membuat SPJ yang lebih jelas, Untuk mengatasi bervariasinya penerapan P Process di lima Propinsi, perlu diadakan lokakarya untuk menyamakan persepsi.
Daftar bacaan : 37 (1953 -1994)

Evaluation of Strengthening Strategy and IEC Intervention FP Programme for Specific Target Groups in Five Provinces (Central Java, South Kalimantan, West Kalimantan, Central Sulawesi and North Sulawesi) on 1995Entering 1990 era, the movement of FP in Indonesially especially in the area of IEC facing three challenges, one of them is the need to do orientation strategy of IEC to answer the need of contraceptive services which could not fulfill and do decentralization IEC management.
To answer those challenges UNFPA gave donation to developing programmed called Improving and Strengthening IEC services for specific target Groups in Indonesia one of the activities of that programmed is Strengthening Strategy and IEC intervention for specific target which was done in five provinces.
This research was an evaluation study which was done to evaluate the activities. This study used qualitative methodology by doing Focus Group Discussion and in-depth interview to gather information about input, process and output from those activities. To get the description respondent characteristic we got the information by using questionnaire. The type of evaluation study is Summative Evaluation.
The result are : a). Input : There no specific people to run this activities, except in South Kalimantan and Central Java About the fund all provinces said enought but not enough for Central Sulawesi and South Kalimantan, the main problem for this are the making SPJ and the time the central office drops the fund. In general all activities have used the P Process stages. b). Process : In general IEC activities in the field have done continuously except in West Kalimantan, Communication method which used is Group Communication. c). Output : All respondents said that media which was used was interesting enough but still needed correction and adjustment with the local culture, The respondents said that information given by Moslem leader could convince them about FP, their impression about PLKB, almost all respondents said that it could add their knowledge about FP and they felt it was really useful.
In general Strengthening Strategy an IEC intervention for specific target group has not been successful yet, because there are so many areas have not reached the target, but these activities are really useful.
Sugestion : a). For BKKBN district : improve group work, time adjustment for FP information in radio, manager programmed and moslem leader work together to make schedule. b) BKKBN Proviency : For South Kalimantan make interesting PF programmed in radio, improve the quality of posters and flipchart, give clear points to make SPJ, adjust the fund according to the area. c) Central BKKBN : Keep on doing those activities because they are useful and give attention to the audience man, give clear points to make SPJ, to prevent the various assembling of P Process in five Provinces seminar for generalization needed.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T469
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Masduki
"Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan pendekatan "cross sectional" dengan teknik analisis data kuantitatif. Pengambilan data dilakukan dengan penelusuran kartu penderita di Puskesmas serta melakukan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik menggunakan teknik analisis distribusi frekuensi, uji Chi-Square, Phi, serta analisis Regresi Logistik.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kuningan, dengan unit analisis para penderita kusta, baik yang masih aktif berobat maupun penderita yang telah pasif berobat dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku kepatuhan berobat penderita kusta di Kabupaten Kuningan, untuk mengetahui pengaruh faktor kharakteristik, faktor non perilaku, serta faktor perilaku penderita terhadap kepatuhan berobat.
Hasil penelitian didapat bahwa 83.5% dari responden ternyata patuh berobat dan sebanyak 16.56 tidak patuh berobat. Berdasar analisis bivariat ternyata ada hubungan antara faktor-faktor pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, pengetahuan, persepsi dan faktor cacat akibat penyakit kusta dengan kepatuhan berobat di Kabupaten Kuningan. Sedangkan faktor umur, sikap penderita terhadap pengobatan penyakit kusta, serta faktor adanya bercak dikulit penderita tidak ada hubungannya dengan kepatuhan berobat. Begitu pula dengan analisis regresi logistik, dari 9 (sembilan) faktor yang diduga ada pengaruhnya ternyata hanya 6 (enam) faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan berobat. Dari analisis ini pula diketahui bahwa faktor adanya cacat akibat penyakit kusta memberikan kontribusi yang paling besar pengaruhnya diantara ke 6 faktor yang berpengaruh tersebut."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herlina
"Penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa ini. Penyakit ini terdapat hampir di semua negara di dunia termasuk Indonesia, dan hingga saat ini belum ada obatnya dan praktek pelacuran dan pergaulan seks dituding sebagai salah satu penyebab terbesar timbulnya virus tersebut. Menurut data WHO, 2 dari 3 penderita PMS terjadi pada kelompok umur di bawah 24 tahun, dan proporsi remaja yang terinfeksi diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah menikah. Di Indonesia berdasarkan Dirjen P2M/PLP Depkes R.I., sampai dengan Juni 2000, terdapat 42,9% penderita HIV/AIDS pada kelompok umur (20-29) tahun, sedangkan pada kelompok usia (15-19) tahun sekitar 7,1%.
Pada saat yang bersamaan, sejak tahun 80-an telah terjadi perubahan pandangan terhadap seksualitas dikalangan remaja yang kemudian mempengaruhi perilaku seksual remaja, sementara informasi yang bersifat merangsang dengan mudah didapat dan dinikmati melalui gambar porno, VCD/LD bahkan tayangan-tayangan televisi. Di sisi lain keterbatasan pengetahuan remaja tentang masalah kesehatan seksual reproduksi termasuk HIV/AIDS karena keterbatasan informasi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda, sehingga remaja yang pada masa usianya ini cenderung melakukan aktivitas seks coba-coba untuk menjawab keingintahuannya dapat terjerumus ke perilaku seks bebas.
Berdasarkan keadaan diatas, dilakukan penelitian untuk melihat gambaran pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS di Kabupaten Sinjai dan hubungannya dengan keterpaparan informasi dari berbagai media komunikasi massa (televisi, radio, VCD/LD, film, majalah, koran buku dan poster). Keterpaparan pada media komunikasi massa ini bersifat umum dan tidak secara khusus memuat pesan-pesan tentang HIV/AIDS.
Penelitian ini menggunakan desian Cross Sectional Study dengan menggunakan data primer. Responden berjumlah 400 orang yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS yang cukup dan kurang sama besar yaitu 50% dengan keterpaparan yang paling sering dengan media radio, televisi dan buku. Secara statistik diperoleh hubungan yang bermakna antara keterpaparan majalah, poster, tingkat pendidikan ayah dan tingkat pendidikan ibu dengan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS. Dari keempat faktor yang berhubungan tersebut, maka faktor keterpaparan majalah (OR : 4,81; 95% CI 3,01 - 7,69), keterpaparan poster (OR ; 1,86; 95% CI : 1,17- 2,96) dan tingkat pendidikan ayah (OR : 5,3; 95% CI : 3,33 - 8,59) merupakan faktor yang paling dominan dan secara bersamaan berhubungan dengan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS.
Diperlukan peningkatan penyebaran informasi tentang HIV/AIDS melalui media televisi dan radio, sebagai upaya peningkatan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dalam rangka pencegahan peningkatan penderita HIV/AIDS. Selain itu juga perlu dilakukan penyampaian informasi HIV/AIDS melalui lingkungan sekolah dengan menambah dan melengkapi perpustakaan sekolah dengan majalah dan poster tentang HIV/AIDS melalui kerjasama instansi terkait (Depkes dan Depdiknas) berupa pengadaan bahan majalah dan poster, Ayah remaja yang berpendidikan baik dapat dijadikan contoh edukatif dalam strategi penyuluhan dan penyebaran informasi HIV/AIDS di kalangan remaja dalam rangka peningkatan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS.

The Relationship between Mass Communication Media Exposure and Young Man Knowledge with HIV/AIDS in Senior High School Two South Sinjai, Sinjai District, South Sulawesi Province by the year 2000AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) it was now a great problem of public health in the world. This surface of symptom occurred in evident and the all countries in the world including Indonesia, till now hadn't get medicine treatment for that and prostitution practice and sex practice as caused appear the viruses. According the data WHO, 2 from 3 the sick man with a age group under 24 old, and proportion of young man who infected about higher than which had married. In Indonesia according Directorate of General P2M/PLP health department Republic of Indonesia till June 2000, occurred 42,9 % HIV/AIDS with age group (20-29) old, while for age group (15-19) old about 7,1 %.
In several conditions, since the year 80 decade had changed perception forward sexuality among young men, while the information stimuli which can effect their sexual behavior among young men, while information easy responsively and can get them trough pornography, VCD/LD while television program. In order side young men knowledge limited can appear precedent difference perception, and so the young men in their age trend done sexual activity tried for fulfill their knowledge and could with free sexual.
With that reality, have done researched for saw knowledge description among young men about I-IVIAIDS in Sinjai District and related with information exposures from several mass communication media (television, radio, VCDILD, film, magazine, newspaper, book, and poster), In this exposure communication by generally and it was not specially contain HIV/AIDS massages.
This researched used Cross Sectional Study designed and used primary data, Sum of respondent were 400 persons who got according calculated have been done.
Resulted this research shown proportion of the young men level about HIV/AIDS was enough and less than is the same namely 50 % with immediately frequency exposures with media involved radio, television, and book. By the statistic gotten relationship was significant between magazine exposures, poster, parent's education level and the young men knowledge about HIV/AIDS. From four factors which related, exposures of magazine factor ( OR : 4,81; CI : 3,01-7,69 ), poster exposure ( OR : 1,86 ; 95 % CI : 3,33 - 8,59 ) occur dominant factor and simultaneous relationship with the young men knowledge about HIV/AIDS.
Improving for information HIV/AIDS need through television and radio, for effort in this prevention improving HIV/AIDS. Beyond that necessary do explain HIV/AIDS information through school environment and to add and school library available about HIV/AIDS involved magazine and poster about HIV/AIDS through the other institution (health and national education department) look-like magazine and poster, the young men father can be model for educative with counseling and to distribute HIV/AIDS information among young men for improving their knowledge about HIV/AIDS.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T2732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Magdalena T.
"ABSTRAK
Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Angka prevalensi nasional untuk cacing gelang (askariasis) 70 - 90 %, cacing cambuk (trikuriasis) 80 - 95 % dan cacing tambang (ankilostomiasis) 30 - 59 %. Program pemberantasan kecacingan di Indonesia terdiri dari pengobatan, pemeriksaan tinja secara reguler dan penyuluhan. Fokus penelitian ini adalah penyuluhan dengan jenis penelitan praeksperimen, dengan kategori static group comparison, yang bertujuan membandingkan dua kelompok.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara penyuluhan yang telah diberikan dan pengetahuan, sikap & praktek tentang kecacingan ibu-ibu murid SD kelas VI. Penyuluhan pemberantasan kecacingan telah diberikan sejak anaknya di kelas III.
Pengumpulan data primer pada bulan Agustus 1996 dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen. Responden penelitian ini adalah kelompok ibu-ibu murid kelas VI dan kelompok ibu-ibu murid kelas I, Daerah penelitian di SDN Cilandak Barat 03 Pagi, SDI Asaadah dan SDI Alhuriah di Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Sampel diambil secara purposif.
Sebagai kesimpulan dari penelitian ini, pengetahuan, sikap & praktek ibu ibu murid kelas VI menunjukkan hasil yang berbeda bermakna dengan pengetahuan, sikap dan praktek ibu-ibu murid kelas I.
Daftar Kepustakaan 54 (1974 - 1996)

ABSTRACT
The Relationship Between Health Education on Soil Transmitted Helminth Control Program and Knowledge, Attitude & Practice among Mothers of School age Children at Three Primary School in Cilandak Subdistrict, South Jakarta, 1996.Soil transmitted helminth infection is a public health problem in Indonesia. The National prevalence for Ascariasis is 70 - 90 %, Trichuriasis 80 - 90 % and Ancytostomiasis 30 - 59 %. Soil transmitted helminth control program in Indonesia consist of treatment, regular examination and health education. The focus of this study in on health education and the design was pre-experimental in static group comparison.
The objectives of this study is to know the relationship between health education and knowledge, attitude and practice about soil transmitted helminth among mothers of school age grade VI. Health education was given since their children at grade III.
The primary data was collected in August 1996 by using questioner as instrument. The respondent in this study was a group mothers of school age grade 6 and a group mothers of schoolage grade I. The study area was located in SDN Cilandak Barat 03 Pagi, SDI Asaadah and SDI Alhuriah in Cilandak Subdistrict, South Jakarta. The sampling method was purposively.
The result of this study shown that knowledge, attitude and practice were significantly different between mothers of school age grade VI and mothers of school age grade I.
Bibliography : 54 (1974 - 1996)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramonasari Nazahar
"ABSTRAK
Tuberkulosis (TB) paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Perilaku kepatuhan/keteraturan berobat merupakan kunci utama dalam pemberantasan penyakit ini. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan perilaku kepatuhan berobat penderita TB paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan perilaku kepatuhan berobat penderita TB paru yang berobat di Poli Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan September dan Oktober 1996. Desain penelitian adalah cross sectional. Populasi penelitian adalah semua penderita TB paru yang berobat pada bulan September dan Oktober; sedangkan sampel yang diambil berjumlah 128 orang, merupakan seluruh penderita TB paru yang berobat di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta, yang mendapat pengobatan jangka pendek dengan paduan OAT dan sudah teratur datang korrtrol ulang sesuai anjuran dokter selam 3 sampai 5 bulan. Perilaku kepatuhan dibagi dalam dua kategori yaitu patuh dan kurang patuh dilihat dari tanggal kedatangan. Pengumpuian data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan cara wawancara langsung dengan penderita TB paru, berpedoman pada kuesioner yang telah dibuat.
Hasil analisis univariat membuktikan bahwa sebanyak 81 orang (63,2%) kurang patuh berobat dan yang patuh berobat 47 orang (36,8 %). Hasil analisis bivariat terhadap B variabel bebas dengan variabel terikat, ternyata menghasilkan 2 variabel yang mempunyai hubungan bermakna (p <0,05). Pertama, yaitu antar variabel pengetahuan dengan perilaku kepatuhan berobat , nilai Odds Ratio 2,63 (95% CI:1,14-20,66 p=0,026), yang berarti bahwa diantara responden yang kurang patuh berobat ternyata mereka yang berpengetahuan kurang mengenai penyakit TB Paru akan berperilaku 2,6 kali lebih sering tidak datang kontrol ulang sesuai anjuran dokter dibandingkan dengan responden yang berpengetahuan baik. Kedua, yaitu antara variabel jarak dengan perilaku kepatuhan berobat dengan nilai Odds Ratio= 2,74 (95%Ci: 1,19-6,33 p=0,014) menunjukkan bahwa diantara responden yang kurang patuh berobat ternyata mereka yang merasa jarak tempat berobatnya jauh, mempunyai kemungkinan 2,7 kali lebih sering tidak datang kontrol ulang sesuai anjuran dokter dibandingkan dengan responden yang merasa jarak tempat berobatnya dekat.
Hasil analisis multivariat dengan metoda regresi logistik dari 8 variabel bebas yang diambil sebagai model, temyata hanya satu variabel yang mempunyai hubungan bermakna ( p< 0,05), yaitu jarak dengan nilai Odds ratio 2,8 p=0,01. ini membuktikan bahwa setelah terjadi interaksi antar variabel, ternyata hanya variabel jarak mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku kepatuhan berobat penderita TB paru. Model regressi yang dibuat ternyata dapat menjelaskan sebanyak 69,5 % variasi kepatuhan berobat sebagai dependen variabel, yang sangat dipengaruhi oleh jarak tempat berobat.
Dengan demikian dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jarak (Km, waktu dan kemudahan) untuk mencapai tempat berobat merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam mempengaruhi perilaku kepatuhan berobat penderita datang kontrol ulang sesuai anjuran dokter, dengan tidak menyampingkan faktor faktor lainnya.
Meningkatkan motivasi dengan kunjungan rumah oleh petugas secara berkala minimal 1-2 kali dalam masa pengobatan dan mendekatkan pelayanan kesehatan (merujuk ke puskesmas terdekat) untuk pengobatan selanjutnya merupakan suatu afternatif yang terbaik. Tentunya dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan di Puskesmas yang diharapkan minimal mendekati sama dengan pelayanan di Poli Paru Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Disamping itu perlu meningkatkan pendidikan kesehatan kepada penderita TB paru yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuannya tentang penyakit TB paru.
Factors with Relationship to Medical Compliance Behavior of Patients with Lung Tuberculosis at the Jakarta Persahabatan Hospital in 1996Lung Tuberculosis (TB) is still a serious public health problem in developing countries, including Indonesia. Medical compliance is the key to the control of this disease. Therefore it is important to know factors which has relationship with medical compliance of TB patients.
The goal of this research is to find out factors which have relationship with compliance behavior of TB patients who are treated on a short term program with anti tuberculosis medication at the Jakarta Persahabatan Hospital. The research was performed in September and October 1996, using a cross sectional approach. The population consist of all patients treated on a short term program with anti tuberculosis medications at the Jakarta Persahabatan Hospital on September and October 1996. Purposive sampling resulted in a total of 128 samples, all lung TB patients who were treated on a short term program with anti tuberculosis medications and did comply with medical regimens for 3 to 6 months. Compliance were devided into two categories, compliance and noncompliance to consistancy and regularity in time of monthly check up according to doctor's advise. Data were collected by the researcher herself by means of a quetinnaire with previously fixed respons options.
Statistical univariate analysis shows that 81 patients (63,2%) do not comply and 47 patients (36,8%) do comply with medical regimens. Bivariate analysis between the eight independent varibles (knowledge, attitude, perseption, distance from medical facility, availability of medications in the Pharmacy, health provider's attitude, relative's attitude and colleage friend's attitude) with the dependent variable (compliance) resulted that only two variables has significant relationship ( p<0,05 ), which are: Between knowledge with medical compliance with Odds Ratio of 2,63 (95% CI; 1.14 - 20.66, p=0.026), which means that among noncompliers those with low knowledge about tuberculosis, its prevention and control, will behave 2.63 times more often neglect doctor's advise to follow the medical regimens, compared to those with good knowledge.
1) Between distance to health facility with medical compliance with Odds Ratio of 2.74 (95% Cl; 1.19 - 6.33, p=0.014), which means that among the noncopliers those patients who feel the distance is far, will behave 2.74 times more often neglect doctors advise to follow the medical regimens, compared to those who feel the distance is short.
2) Multivariate analysis with logistic regression between the eight independent variables with the dependent variable (compliance behavior) shows that only one variable, which is between the distance to health facility with medical compliance has a significant relationship (OR 2.8; p=0.01). This means that after interaction within the independent variables and dependent variable, only "distance" has the strongest influence toward medical compliance of TB patients. The regression model explains that 69.5% variation of medical compliance as dependent variable are influenced by "distance". This conclude that in this research, distance (in Km, time spend and convenience) to reach the health facility is the most important factor which influence compliance with medical regimens of TB patients, without neglecting other factors.
Patient compliance can be improved by regular visits (1-2 times during medical treatment) of health personnel and also referral to the closest Heath Center may solve distance problems. Heath education to be match with patient's education and knowledge is another task to improve compliance of TB patients.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Hayati Tobri
"Kematian perinatal masih merupakan masalah bagi negara berkembang termasuk didalamnya negara Indonesia. Walaupun dari tahun ketahun selalu menunjukkan adanya penurunan, tetapi penyebarannya pada tiap daerah tidak sama. Ada daerah-daerah yang mempunyai angka kematian bayi tinggi termasuk kematian perinatal dan juga ada daerah yang mempuyai angka kematian rendah.
Dari studi studi yang dilakukan serta dari hasil penelitian yang diadakan dirumah sakit menunjukkan bahwa angka kematian perinatal masih tinggi, dan dibeberapa daerah di Indonesia masih terlihat adanya peranan yang besar dari pengaruh sosial budaya yang melatar belakangi kehamilan, kelahiran serta kematian perinatal yang terjadi. Begitu juga halnya dengan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Jakarta Timur , dibagian kebidanan terjadi kematian bayi termasuk didalamnya kematian perinatal. Jumlah kematian yang terjadi cukup besar, sehingga mendorong untuk dilakukan penelitian.
Adapun tujuan penelitian ini ialah berusaha mempelajari faktor-faktor sosial budaya yang melatar belakangi kematian perinatal tersebut, faktor sosial meliputi identitas informan, pendapatan keluarga yang penggunaannya untuk menghidupi keluarga, hubungan suami - istri dan faktor budaya meliputi kebiasaan dalam pemeliharaan kesehatan ibu selama hamil, kepercayaan serta pantangan yang diketahui serta dikerjakan oleh ibu selama hamil, persepsi tentang kelahiran, kematian yang dialami serta pembuatan keputusan dalam usaha mencari pertolongan persalinan.
Untuk memperoleh data, metode penelitian yang digunakan ialah metode penelitian kwalitatif dengan penarikan sampel secara purposiflbertujuan. Untuk itu diambil 7 orang ibu yang melahirkan bayi mati (kematian perinatal) di RSUD Pasar Rebo, 2 orang bidan dari RSUD Pasar Rebo dan 2 bidan yang praktek diluar RSUD Pasar Rebo yang merujuk informan ke RSUD Pasar Rebo. Adapun alat yang digunakan dalam pengumpulan data ialah pedoman wawancara mendalam, pedoman observasi untuk pengumpulan data primer. Untuk pengumpulan data sekunder dipelajari laporan rumah sakit dan catatan medis.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa keadaan tingkat sosial keluarga sebagian besar merupakan keluarga lapisan sosial menengah kebawah dengan tingkat pendidikan anggotanya Sekolah Dasar tidak tamat , SMP tamat, SMU tidak tamat dan seorang informan mencapai tingkat perguruan tinggi semester 4.
Mengenai pengetahuan tentang tanda-tanda kehamilan semua informan mengetahui adanya tanda-tanda kehamilan dengan perubahan yang dirasakan seperti mual-mual dan berhentinya menstruasi. Untuk periksa hamil, semua informan memeriksakan kehamilannya pada pelayanan kesehatan ibu hamil terutama pada bidan dan dalam menghadapi situasi yang kurang baik setelah bidan tidak bersedia meneruskan pemeriksannya serta menganjurkan informan untuk memeriksakan kehamilannya pada dokter, barulah informan memeriksakan kehamilannya ke dokter di RSUD Pasar Rebo. Mengenai kepercayaan/pantangan bagi ibu hamil semua informan mengetahuinya, tetapi yang menjalankannya hanya sebagian saja sedang sebagian lagi tidak melakukannya. Walaupun informan berasal dari berbagai suku yang berbeda yaitu dari Jakarta, Jawa, Sunda tetapi kepercayaan dan pantangan yang diketahui tidak berbeda jauh.
Akhirnya disarankan agar diupayakan peningkatan program penyuluhan bagi kesehatan ibu hamil yang telah ada baik pada tingkat pelayanan di Bidan (yang paling banyak dikunjungi oleh informan), pada tingkat Rumah Sakit maupun pada tingkat layanan masyarakat yang lebih luas.

Prenatal Mortality is still a problem for developing countries including Indonesia. In spite of the fact that there is always a decline from year to year, its distribution in each area is not the same. There are areas which show high infant mortality rate including prenatal mortality and there are areas which indicate low infant mortality rate.
Studies and research in different hospitals have shown a high rate of prenatal mortality, and in some areas of Indonesia socio-cultural factors seemed to have a major influence relating to pregnancy, birth and prenatal mortality. Such cases also happened in Pasar Rebo Public Hospital where infant mortality including prenatal mortality frequently took place in the Department of Obstetric and Gynecology . The number of prenatal mortality cases was so high that it was worthwhile to conduct this research.
The purpose of this research was to study the socio-cultural factors relating to prenatal mortality such as informant's identity, income for the survival of the family, husband-wife relationship and other cultural factors including the habit, beliefs and taboos relating to health care for pregnant women, In addition, it also looked into the perception of pregnancy and prenatal mortality among them.
To collect data, the qualitative method was used. A number of 11 informants and key informants were purposively selected for this study. The following criteria was used to select the informant i.e. the time of the prenatal death and the interview was at least 40 days. The instruments used to collect data were the guide of in depth interview and observation guide line. To collect secondary data a study on hospital reports and selected medical records was carried out.
From this research a conclusion can be made that most informants came from middle and lower levels of social strata with their educational levels, Elementary School dropouts, Junior High School dropouts, Senior High School dropouts and one of the informants reaching semester four in college.
Most informants were familiar with pregnancy sign such as nausea and cessation of menstruation. All informants had their pregnancy examined by private midwives and due to unfavorable conditions all cases were referred to the Pasar Rebo Public Hospital. All informants were aware with taboos and beliefs of pregnant women, but only few of them put them into practice. Despite the informants different ethnic groups such as Sundanese, Javanese or Betawinese, their beliefs and taboos are about the same.
Finally, it was suggested that health education and counseling programs for pregnant women should be strengthened at all service levels especially private midwives , hospitals and public health centers. In addition in implementing intervention to reduce prenatal mortality, medical intervention should be combined with social cultural intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Resmiati
"Sampai saat ini angka kematian bayi di Indonesia masih tergolong cukup tinggi bila dibandingkan dengan negaranegara tetangga Asean. Tetanus neonatorum merupakan penyebab urutan kedua (± 20%) kematian bayi di Indonesia. Berbagai upaya dalam menurunkan angka kematian bayi telah banyak dilakukan, yang menjadi prioritas program dalam Repelita V adalah Eliminasi Tetanus Neonatorum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek pencegahan tetanus neonatorum, dengan lokasi di Kabupaten Bogor. Hasil-hasil penelitian diharapkan sebagai sumbangan pemikiran untuk pengelola program maupun pengambil keputusan dalam kegiatan penanggulangan tetanus neonatorum.
Metoda penelitian dengan rancangan Cross sectional, dimana pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat. Analisis yang dipergunakan adalah tabulasi silang dan regresi logistic.
Faktor-faktor yang diteliti adalah umur ibu, paritas ibu, pendidikan ibu, pekerjaan suami, pengetahuan ibu dan sikap ibu mengenai tetanus neonatorum, serta tersedianya tenaga kesehatan sebagai variabel bebas. Sebagai variabel terikat adalah praktek pencegahan tetanus neonatorum yang meliputi imunisasi tetanus toxoid lengkap, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan perawatan tali pusat bayi yang steril.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua faktor tersebut mempunyai hubungan yang bermakna dengan praktek pencegahan tetanus neonatorum. Pengetahuan dan sikap ibu terbukti mempunyai hubungan yang bermakna dengan praktek pertolongan persalinan dengan nilai OR 2.9 dan dengan praktek perawatan tali pusat dengan nilai OR 22.9. Umur dan paritas ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan praktek imunisasi tetanus toxoid dengan nilai OR 2.2 dan OR 2.1. Pendidikan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dengan praktek pertolongan persalinan dengan nilai OR 4.4. Pekerjaan suami menunjukkan kecenderungan untuk mencegah praktek perawatan tali pusat dengan nilai OR 0.3. Demikian pula dengan tenaga kesehatan menunjukkan kecenderungan untuk mencegah praktek imunisasi tetanus toxoid dan perawatan tali pusat bayi dengan nilai OR 0.4 dan OR 0.2.
Disamping itu diketahui pula bahwa sekitar 65.7% responder, tingkat pengetahuannya kurang mengenai tetanus neonatorum walaupun yang mempunyai sikap positif cukup banyak yaitu 87.8%. Responden yang melaksanakan praktek imunisasi TT dan perawatan tali pusat sudah cukup baik, namun praktek pertolongan persalinan oleh dukun bayi masih cukup tinggi yaitu 65%.
Mengingat hal-hal yang telah diuraikan diatas, disarankan untuk : (1) meningkatkan pengetahuan ibu mengenai tetanus neonatorum beserta upaya pencegahannya melalui penyuluhan oleh kader kesehatan khususnya kader KIA, dan (2) pembinaan terhadap dukun bayi baik terlatih maupun tidak terlatih. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library