Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samosir, Fanny Eileen
"Studi ini bertujuan untuk meneliti gambaran attachment style pada mantan pengguna narkoba yang sedang berada dalam pusat rehabilitasi. Attachment style merupakan bentuk kelekatan hubungan orang tua dengan anak. Attachment style dibagi kedalam dua jenis, yaitu secure attachment dan insecure attachment, kemudian insecure attachment dibagi lagi menjadi dua, yaitu ambivalent-insecure attachment, dan avoidant-insecure attachment. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner attachment style. Responden dari penelitan ini berjumlah 95 responden dengan rentang usia 15-45 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. Studi ini dilakukan pada pusat rehabilitasi narkoba yang berada di Sukabumi. Hasil dari studi ini terlihat bahwa sebagian besar responden mempunyai jenis secure attachment yaitu sebanyak 73 responden. Selain itu responden yang mempunyai jenis ambivalent-insecure berjumlah 4 responden, dan avoidant-insecure berjumlah 7 responden. Dalam penelitian ini juga dilihat hubungan attachment style dengan kebahagiaan pada masa kecil, status pernikahan orang tua, dan tempat tinggal pada waktu kecil. Variabel-variabel diatas diperoleh dari data kontrol dalam kuesioner yang kemudian perhitungannya menggunakan chi-square. Metode dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif juga. Pengumpulan data kualitatif dalam penelitian ini menggunakan wawancara. Responden yang mempunyai jenis secure dan avoidant attachment yang peneliti ambil untuk penelitian kualitatif.

This study is to research the picture of attachment style to ex-drugs user that stay at the rehabilitation centre. Attachment syle is form of how close a relationship between parents and children. Attachment style divided by two types, secure attachment and insecure attachment, and then insecure attachment divided again by two, ambivalentinsecure attachment and avoidant-insecure attachment. The method research that I use is quantitative and qualitative. The data that I get is from questionnaire and interviews. Questionnaire that I use is questionnaire attachment style. The respondent from this research is about 95 respondent around the age 15-45 years old and they all males. This study take place in drugs rehabilitation centre at Sukabumi. The result of this study makes us see that most of the respondent having a secure attachment its about 73 respondent, the rest is ambivalent insecure 4 respondent and ambivalent insecure is 7 respondent. In this research we see that the relationship attachment style and the happiness for the childhood, parents marriage, and place where they live when they were kids. Although variables there I got from the data control from the questionnaire and than counted using chi-square. The method of this research use qualitative too. The qualitative data that I got using interviews. Respondent that has the type of secure and avoidant attachment that the researcher took is for qualitative research."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.418 SAM a
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Amelinda Permatasari
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kepuasan gaji dan kepuasan karier pada kepuasan hidup Generasi Y. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur Job Satisfaction Scale untuk mengukur kepuasan gaji, Career Satisfaction Scale untuk mengukur kepuasan karier, dan Satisfaction with Life Scale untuk mengukur kepuasan hidup. Pengambilan data dilakukan melalui kuesioner online pada 116 karyawan Generasi Y dengan convenience sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan karier lebih dapat berperan dalam memprediksi kepuasan hidup dibandingkan kepuasan gaji pada karyawan Generasi Y. Oleh karena itu, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk memberi perhatian khusus pada kepuasan karier karyawan Generasi Y.

The aim of this study is to examine the impact of pay satisfaction and career satisfaction to life satisfaction in Generation Y. This is a quantitative study using Job Satisfaction Scale to measure pay satisfaction, Career Satisfaction Scale to measure career satisfaction, and Satisfaction with Life Scale to measure life satisfaction. Data collection was done using online questionnaire to 116 Generation Y employees with convenience sampling. Study results shows that career satisfaction can predict life satisfaction more than pay satisfaction. Hence, companies should consider giving close attention to career satisfaction of Generation Y employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Indika Ardanni
"Perilaku kerja inovatif berperan penting dalam keberlanjutan perusahaan. Ambidextrous leadership diduga merupakan salah satu prediktor yang berperan dalam perilaku kerja inovatif pada management trainee. Penelitian ini berfokus pada management trainee karena karakteristik yang unik dari management trainee sebagai bagian dari pengembangan talenta di perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ambidextrous leadership beserta perilaku kepemimpinan terbuka dan tertutup sebagai dimensi-dimensinya dalam memprediksi perilaku kerja inovatif pada management trainee. Untuk melakukan penelitian ini, peneliti merekrut 206 management trainee sebagai partisipan untuk mengisi kuesioner yang disebarkan secara daring. Pengujian hipotesis dengan metode statistik regresi berganda menemukan bahwa ambidextrous leadership tidak dapat memprediksi perilaku kerja inovatif. Di sisi lain, ambidextrous leadership yang ditelaah melalui dimensi-dimensinya, yaitu perilaku kepemimpinan terbuka dan tertutup, mampu memprediksi perilaku kerja inovatif. Implikasi dari hasil studi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada organisasi terkait pengelolaan program management trainee.

Innovative work behavior plays a crucial role in the sustainability of the company. Ambidextrous leadership is presumed to be one of the variables that play a role in predicting innovative behavior among management trainees. The present study focuses on management trainees because of the unique characteristics of management trainees as part of talent development in the company. The present study aims to investigate the role of ambidextrous leadership and its dimensions, namely opening and closing leadership behaviors, on innovative work behavior among management trainees. To conduct this study, 206 management trainees were recruited to fill out a questionnaire distributed online. Hypotheses testing using multiple regression analysis shows that ambidextrous leadership cannot predict innovative work behavior. On the other hand, ambidextrous leadership examined through its dimensions, namely opening and closing leadership behaviors, significantly predict innovative work behavior. The implication of these findings is expected to be able to contribute to organizations concerning the management of management trainee programs."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Fajri
"Penelitian ini ingin melihat hubungan antara persepsi kesempatan promosi dan komitmen organisasi pada karyawan Generasi Y di beberapa perusahaan. Pengukuran persepsi kesempatan promosi menggunakan alat ukur Job Descriptive Index (JDI) yang disusun oleh Bowling Green State University (2009) dan merupakan pengembangan Job Descriptive Index (JDI) oleh Smith, Kendall, dan Hullin (1970) dengan nilai reliabilitas sebesar .825. Pengukuran komitmen organisasi menggunakan alat ukur Organizational Commitment Scale (OCS) yang dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1997) dengan nilai reliabilitas sebesar .760. Kuesioner kedua alat ukur ini diberikan kepada 191 karyawan Generasi Y.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen organisasi memiliki hubungan yang positif signifikan (r = .315, p < .001) dengan persepsi kesempatan promosi pada karyawan Generasi Y. Penelitian ini juga menghasilkan bahwa berdasarkan data demografis partisipan, jenis kelamin dan tingkat pendidikan tidak memiliki perbedaan mean yang signifikan terhadap kedua variabel tersebut. Sedangkan, data demografis berdasarkan status kepegawaian dan status pernikahan memiliki perbedaan mean yang signifikan pada persepsi kesempatan promosi dan tidak mempunyai perbedaan mean yang signifikan pada komitmen organisasi.

This research intended to see the relationship between organizational commitment and perception of promotional chance among Generation Y employees on several companies. Perception of promotional chance was measured by Job Descriptive Index (JDI) by Smith, Kendall, Hullin (1970) and has reliability coefficient .825. Measurement of organizational commitment conducted with Organizational Commitment Scale (OCS) which is developed by Allen and Meyer (1997) and has reliability coefficient .760. Both of this scale administrated to 191 Generation Y employees.
The result showed that organizational commitment had positive significant relationship with perception of promotional chance on Generation Y employees (r = .315, p < .001). This research also showed that according to demographical data of participants, both of variables didn’t differ based on sex and educational level. While demographic data based on employees’ status and marital status had significant mean difference on perception of promotional chance and no significant mean difference on organizational commitment.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S57075
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viola
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang resiliensi dan tipe nilai serta melihat hubungan antara kedua variabel tersebut pada anak jalanan peserta didik nonformal. Gambaran resiliensi yang dipakai merujuk pada tiga karakteristik resiliensi Grotberg (2005), yaitu I Am, I Have, dan I Can. Skor resiliensi diperoleh dengan menggunakan alat ukur CD-RISC 10 item. Gambaran tipe nilai merujuk pada 10 tipe nilai dasar Schwartz (2012), yaitu universalism value, benevolence value, power value, self direction value, stimulation value, hedonism value, achievement value, security value, tradition value, dan conformity value.Gambaran tipe nilai diperoleh dengan menggunakan alat ukur Portrait Values Questionnaire (PVQ) 40 item. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Depok, dan Tangerang. Partisipan penelitian berjumlah 111 orang dan 3 orang diantaranya diwawancara secara mendalam. Rentang usia partisipan berkisar mulai dari 12 hingga 18 tahun. Melalui penelitian ini didapatkan tiga hasil penelitian.Pertama, anak jalanan peserta didik nonformal memiliki karakteristik dan kemampuan resiliensi yang baik.Kedua, tipe nilai yang paling penting pada anak jalanan peserta didik nonformal adalah conformity value, sedangkan power value berada di urutan terendah.Ketiga, terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dengan security value, universalism value, stimulation value dan self direction value.

The major purposes of this studywere to get an overview of resilience and type of values as well as to determine the relationship between the two variables on the street children of nonformal learners. The definition of resilience refered to the three characteristics of resilience from Grotberg (2005), which were: I Am, I Have, and I Can. Resilience score wasmeasured by the Connor Davidson Resilience Scale 10 items measurement. Type of values refered to the typology of Schwartz’s 10 basic values (2012), whichwere: universalism value, benevolence value, power value, self-direction value, stimulation value, hedonism value, achievement value, security value, tradition value, and conformity value. Valueswere measured bythe Portrait Values ​​Questionnaire (PVQ) 40 items measurement. Thisstudy was conducted in North Jakarta, Central Jakarta, East Jakarta, South Jakarta, Depok and Tangerang. In all, 111persons, age 12 to 18 years old participated in the studyand 3 persons were interviewed in depth. Through this study, the three research results. First, street children of nonformal learners had resilience capability and showed the characteristic of resilience. Second, the most important type of values in the street children of nonformal learners was conformity value, while the power value was in the lowest order. Third, there was significant positif relationship between the resilience and the security value, Universalism value, self-direction and stimulation value.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55149
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saifuddin Chadavi
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara religiusitas dengan motivasi sukarelawan, dan juga untuk melihat dimensi-dimensi religiusitas yang memiliki hubungan dengan motivasi sukarelawan. Pengukuran religiusitas menggunakan alat ukur religiusitas (Iqbal, 2011) yang diadaptasi dari alat ukur religiusitas milik Fetzer (2003) dan pengukuran motivasi sukarelawan menggunakan alat ukur volunteer motivation inventory (Esmond & Dunlop, 2004). Partisipan penelitian ini adalah sukarelawan yang mayoritas mengikuti kegiatan sukarela di bidang pendidikan dan keagamaan. Total partisipan dalam penelitian ini berjumlah 182 orang dan berdomisili di Jabodetabek.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara religiusitas dan motivasi sukarelawan (understanding, reciprocity, dan social interaction). Sebaliknya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dan motivasi sukarelawan (values). Selain itu, dimensi religious coping diketahui sebagai satu-satunya dimensi dalam religiusitas yang memiliki hubungan signifikan dengan motivasi sukarelawan (reciprocity).

The Study was conducted to find the relationship between religiousity and volunteer motivation, and also to see which dimensions of religiousity that has a relationship with a volunteer motivation. Measurement of religiousity using religiousity measuring instrument (Iqbal, 2011), adapted from the measuring religiousity instrument?s of Fetzer (2003), and the measurement of volunteer motivation using volunteer motivation inventory (Esmond & Dunlop, 2004). Participants of this study were volunteers who followed the majority of the volunteer activities in the field of education and religious affairs. Total Participants of this study are 182 volunteers who live in Jabodetabek.
The results of this study showed a significant positive relationship exists between religiousity and volunteer motivation (understanding, reciprocity, and social interaction). In contrast, there is no significant relationship between religiousity and volunteer motivation (values). In addition, coping religious dimension known as the only dimension in religiousity that has a significant positive relationship with the volunteer motivation (reciprocity).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59516
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Veronica Christy
"Industri kreatif merupakan salah satu sektor ekonomi yang lingkungan bisnisnya sangat dinamis dalam mengikuti perkembangan zaman Mendorong individu di dalam organisasi untuk melakukan inovasi menjadi salah satu jawaban dari permasalahan tersebut Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara komunikasi interpersonal atasan bawahan dan perilaku kerja inovatif karyawan di perusahaan X yang termasuk ke dalam industri kreatif Komunikasi interpersonal atasan bawahan diukur menggunakan Interpersonal Communication Effectivity ICE milik DeVito yang sudah diadaptasi oleh Loina 2012 dan perilaku kerja inovatif diukur menggunakan Innovative Work Behavior Scale IWB Scale yang dikembangkan oleh Janssen 2000
Hasil penelitian terhadap 397 karyawan tetap yang bekerja minimal satu tahun di perusahaan X menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal atasan bawahan tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan perilaku kerja inovatif r 050 p 05 Korelasi parsial dari aspek aspek komunikasi interpersonal atasan bawahan dan perilaku kerja inovatif menunjukkan hanya dua dari lima aspek yang memiliki korelasi secara signifikan yaitu aspek supportiveness r 137 p 05 dan equality r 174 p 05
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dari jenis kelamin pendidikan level jabatan dan departemen dalam memunculkan perilaku kerja inovatif Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempertimbangkan konstruk lain yang bisa menjembatani hubungan antara komunikasi interpersonal atasan bawahan dan perilaku kerja inovatif "
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2015
S58974
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Amalia Meiliyanti
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara optimisme dan general self-efficacy (GSE) pada mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi di Universitas Indonesia (UI). Optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi atau pengharapan yang bersifat umum pada seorang individu, bahwa hal-hal baik akan terjadi dan hal-hal buruk hampir minim akan terjadi di masa mendatang. GSE didefiniskan sebagai persepsi dan belief individu tentang dirinya sebagai orang yang mampu untuk melakukan beragam tugas dalam berbagai macam situasi secara efektif pada konteks yang luas. Pengambilan data dilakukan pada 250 partisipan mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi di UI dengan menggunakan dua buah kuesioner, Life Orientation Test Revised (LOT-R) untuk mengukur optimisme dan General Self-Efficacy Scale (GSES) untuk mengukur GSE. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara optimisme dan GSE (r = 0.263, p = 0.000) pada mahasiswa penerima Beasiswa Bidikmisi di UI. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi skor optimisme individu, maka semakin tinggi pula skor GSE.

The aim of this study was to investigate the correlation between optimism and general self-efficacy (GSE) among students of Bidikmisi Scholarship at Universitas Indonesia. Optimism was defined as „„the generalized outcome expectancies in individuals that good things will happen in the future and bad things will be minimal”. GSE was defined as “individuals‟ perception and belief in their tendency to view themselves as capable of performing task demands across variety of different situations effectively in a broad array of contexts”. Two questionnaires, Life Orientation Test Revised (LOT-R) measured optimism and General Self-Efficacy Scale (GSES) measured GSE, were used to obtain data from 250 students of Bidikmisi Scholarship at Universitas Indonesia as participants. The result of Pearson Correlation Test indicated positive and significant correlation between optimism and GSE (r = 0.263, p = 0.000). The result explained that the higher score of optimism, would be followed by higher score of GSE."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59090
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangkey, Dhara Monica
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara agresi relasional dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang berpacaran. Agresi relasional didefinisikan sebagai tingkah laku yang menyebabkan kerugian dengan merusak hubungan atau perasaan diterima dan cinta. Kualitas hubungan romantis didefinisikan persepsi individu terhadap sejauh mana hubungan yang sedang dijalani memberikan atau tidak memberikan manfaat melalui pengalaman dan interkasi. Pengukuran agresi relasional menggunakan Self-Report of Romantic Relational Aggression (SRRRA) yang disusun oleh Morales dan Crick (1998). Pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan alat ukur Partner Behavior as Social Context (PBSC) oleh Ducat dan Zimmer-Gembeck (2010). Partisipan penelitian berjumlah 332 individu usia dewasa muda yang sedang berpacaran. Melalui teknik statistic Pearson Correlation, diketahui bahwa terdapat hubungan negatif antara agresi relasional dan kualitas hubungan romantis yang signifikan.

This research was conducted to find the correlation between relational aggression and romantic relationship quality among young adulthood currently in a relationship. Relational aggression defined as behavior that harm others through damage (or the threat of damage) to relationships or feeling of acceptance, friendship, or group inclusion. Romantic relationship quality defined as the extent to which a relationship provides or withholds beneficial experiences and interactions. Relational aggression was measured using an instrument named Self-Report of Romantic Relational Aggression made by Morales and Crick (1998). Romantic relationship quality was measured using an instrument names Partner Behavior as Social Context (PBSC) made by Ducat and Zimmer-Gembeck, 2010). Participants of this research were 332 young adulthood currently in a relationship. The Pearson Correlation indicates negative significant correlation between relational aggression and romantic relationship quality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Chairunnisya Prasevie
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara parentification dengan empati pada remaja dari keluarga miskin. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Parentification diukur dengan menggunakan Parentification Inventory (PI) yang disusun oleh Hooper (2009) yang telah diterjemahkan dan diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Empati diukur dengan menggunakan Interpersonal Reactivity Index (IRI) yang disusun oleh Davis (1980) yang telah diterjemahkan dan diadaptasi ke dalam konteks Indonesia. Partisipan penelitian ini berjumlah 210 remaja berusia 11-20 tahun yang berasal dari keluarga miskin. Hasil utama penelitian ini didapatkan bahwa parentification berkorelasi secara positif dan signifikan dengan empati, r = 0.171 dengan p < 0.05 (2-tailed). Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi parentification yang dialami remaja miskin, maka semakin tinggi pula empatinya.

This research was conducted to find the correlation between parentification and empathy in adolescents from poor family. This study used the quantitative approach. Parentification was measured using a Parentification Inventory (PI) which is compiled by Hooper (2009) which has been adapted to the Indonesian context. Empathy was measured using Interpersonnal Reactivity Index (IRI) were compiled by Davis (1980) which has been adapted to the Indonesian context. These participants of this research are 210 adolescents (11-20 years old) from poor family. The main result of this study showed that parentification significantly and positively correlated with empathy, r = 0.171, p < 0.05 (2-tailed). The result of this study stated that the higher level of parentification of one?s own, the higher his/her levels of empathy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59282
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>