Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Doloksaribu, Rotua S.
"Semua manusia di dunia ini mendambakan untuk tetap sehat dan
tidak ada seorangpun yang menginginkan untuk sakit, terlebih lagi sakit berat. Penelitian-penelitian juga sudah banyak dilakukan untuk
mengetahui faktor-faklor apa yang mempengaruhi kesehatan. Kondisi ini
juga berlaku untuk bidang Psikologi. Cukup banyak penelitian yang
melihat keterkaitan antara kondisi psikologis dan kesehatan tisik. Hanya saja, penelitian ini lebih banyak diarahkan pada faktor psikologis negatif yang dapat menimbulkan penyakit sehingga pendekatan yang dilakukan
juga cenderung kuratif. Penelitian yang melihat keterkaitan faktor
psiko1ogis yang positif dengan kesehatan masih jarang dilakukan. Dengan dasar itulah penelitian ini diarahkan untuk melihat hubungan antara kebahagiaan (yang dikonstruksikan dalam istilah kesejahteraan subyektif) dengan kesehatan fisik. Dengan demikian, paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma sehat. Pertanyaan penalitiannya adalah apakah memang orang yang berbahagia akan lebih sehat Secara teoritis dikatakan bahwa cukup banyak variabel yang
dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Berdasarkan tinjauan kepustakaan
akhimya peneliti menentukan tiga variabel Iain sebagai pembanding, yaitu: stres, gayahidup dan efektivitas sosial. Oleh karena itu, selaln melihat hubungan antara kesejahteraan subyektif dan kesehatan fisik, penelitian ini juga ingin mengetahui variabel-variabel mana yang dapat membedakan orang sehat dengan orang sakit
Berkaitan dengan tujuan tersebut, panelitian ini melibatkan 100
orang subyek penelitian yang terdiri dari 50 orangyang sedang menialani perawatan di rumahsakit dan 50 orang lainnya yang tidak sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Kepada mereka diberikan alat ukur yang masing-masing mengukur : kesejahteraan subyektif stres,gayahidup, efektivitas sosial dan kesehatan fisik Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan penghitungan korelasi dan
analisis diskriminan.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa afek positif merupakan
variabel yang dapat membedakan kelompok sehat dan sakit. Mereka
yang jarang mengalami afek positif semakin besar kemungkinannya
terkena sakit. Kombinasi antara banyaknya gangguan dan afek positif
juga menentukan banyaknya simtom yang dikeluhkan. Selain itu,
kombinasi antara rendahnya afek positif, tingginya rasa kesepian dan
tingginya kebiasaan merokok akan menentukan banyaknya hambatan
yang dialami dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Beberapa saran yang diajukan untuk penelitian lanjutan, yaitu 1
melihat hubungan antara faktor psikologis negatif dan gayahidup positif,
perbaikan alat ukur (terutama alat ukur kesehatan fisik), memperbanyak
jumlah sampel dan memperluas variabel bebas dengan memasukkan
faktor psikologis positif lainnya (misalnya : optimisme, harapan, kontrol diri, dan Iain-lain). Dengan demikian, diharapkan akan diperoleh masukan
lain yang berguna untuk meningkatkan kesehatan fisik khususnya melalui
pendekatan psikologi.
"
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
T38383
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ummi Salamah
"ABSTRAK
Rubrik konsultasi psikologi di media cetak merupakan salah
satu bentuk pelayanan psikologi yang menggunakan media massa
untuk mencapai khalayak luas. Salan satu pelopor dalam bidang
ruangan tanya jawab masalah psikologi secara tertulis ini adalah
rubrik Konsultasi dalam surat kabar Kompas Minggu yang diasuh
oleh Leila Budiman.
Pemuatan rubrik konsultasi psikologi dalam media massa cetak
di satu sisi menjadikan pelayanan psikolo^ memiliki pengaruh yang
lebih besar kepada masyarakat. Di sisi lain, rubrik konsultasi
psikologi memperkecil kemungkinan komunikasi dua arah.
Penggunaan bahasa tulisan yang bersifat satu arah dan sulit
mendapatkan umpan balik langsung membuat efektivitas pelayanan
psikologi sangat tergantung pada persepsi khalayak.
Sebagai pembaca, individu mempersepsikan apa yang ditangkap
oleh alat inderanya. Saat mempersepsikan sesuatu, informasi dari luar
yang diterima individu dicocokkan dengan konsep internal yang
dimilikinya. Saat pencocokan ini dilakukan, berarti individu telah
mempersepsikan sesuatu dan memberinya makna. Jadi makna
merupakan hasil pencocokan stimuli eksternal dengan konsep
internal (Fiske^ 1990: 25) atau merupakan hasil interaksi dinamis
antara persepsi pembaca dengan isi pesan (Fiske, 1990: 145).
Penelitian ini bertujuan mengetahui makna yang diberikan
pembaca mahasiswa terhadap rubrik Konsultasi Kompas Minggu.
Makna yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah makna yang
positif atau negatif. Seperti telah disebutkan sebelumnya, makna
merupakan hasil interaksi dinamis antara persepsi dan isi pesan
Proses persepsi itu sendiri menghasilkan penilaian terhadap obyek
yang dipersepsikan (Sereno dan Bodaken, 1975: 24-28) sehingga
makna yang dihasilkan juga mengandung penilaian (evaluasi)
terhadap sesuatu.
Penelitian ini menggunakan mahasiswa sebagai subyek
Pemilihan mahasiswa sebagai subyek didasari alasan bahwa pembaca surat kabar terutama adalah mereka yan§ cukup dewasa dan cukup
berpendidikan; dua kriteria yang dipenuhi oleh mahasiswa. Penelitian
ini melibatkan 100 orang subyek yang diambil secara insidental dari
berbagai perguruan ting^ di Jakarta.
Alat yang digun^an dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang memakai skala 7 (tujuh) angka dengan 2 (dua) kata kata sifat
yang saling berlawanan (positif dan negatif) di kedua kutubnya. Alat
mi dikenal dengan nama semantic differential. Validitas alat diuji
dengan menggunakan teknik analisa faktor. Reliabilitas diuji dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach yang menghasilkan koefisien
Alpha 0.9497.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata subyek
memberi makna yang positif ternadap rubrik Konsultasi Kompas
Minggu. Artinya rubrik Konsultasi Kompas A4in^u cenderung untuk
dikaitkan dengan katasifat-katasifat yang positih Analisa tambahan
yang dilakukan menunjukkan bahwa antara mahasiswa Fakultas
Psikologi dengan mahasiswa fakultas non-psikologi, laki-laki dengan
perempuan, oan mahasiswa yang pemah datang langsung ke psikolog
dengan yang tidak pernah datang langsung tidak terdapat perbedaan
yang signifikan dalam makna yang diberikan.
Sebagai sebuah penelitian awal mengenai rubrik konsultasi
psikologi, penelitian ini masih mengidap banyak kelemahan dan
kekurangan. Penelitian lebih lanjut oisarankan melibatkan populasi
yang lebih besar dan beragam dan lebih memfokuskan diri pada isi
rubrik konsultasi psikologi."
1997
S2569
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephany Iriana
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2663
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harini Tunjungsari
2000
S2798
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia
"Krisis dalam bidang ekonomi dan perbankan yang berkepanjangan telah membawa berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat. Salah satunya adalah bertambahnya jumlah pengangguran secara drastis akibat pemutusan hubungan kerja. Bagi mereka yang terkena secara langsung pemutusan hubungan kerja, masalah yang dihadapi tidak selalu mengenai ekonomi. Pekerjaan telah menjadi salah satu dari dunia mereka, karena melalui bekerja mereka dapat berkarya yang mana merupakan salah satu ciri khas manusiawi. Akibatnya ketika mereka secara tiba-tiba kehilangan sebuah pekerjaan yang seringkali menjadi salah satu identitas diri mereka, mereka harus bergelut dengan pencarian makna yang mungkin terkandung di balik peristiwa tersebut sehingga mereka tidak terjebak dalam perasaan kekosongan hidup yang oleh Frankl disebut sebagai existential fruslralion. Pertanyaan mengenai makna dalam kehidupan individu yang dapat membantunya untuk menjalani kehidupan ini adalah suatu bukti kesadaran dirinya mengenai eksistensinya di dunia ini.
Teori yang digunakan dalam ; enulisan skripsi ini adalah teori mengenai logoterapi yang dikemukakan pertama kali oleh Viktor E. Frankl. Frankl mencetuskan teori ini berdasarkan pada pengalamannya selama Perang Dunia II di mana ia menjadi narapidana pada empat kamp konsentrasi Nazi. Penderitaan yang dialami oleh para narapidana ternyata dapat membawa mereka ke dalam perubahan yang berbeda-beda. Ada individu yang menjadi seperti hewan yang ganas untuk mempertahankan hidupnya, tetapi ada juga yang mencapai pemenuhan kehidupan spiritualnya seperti yang terjadi pada diri Frankl sendiri. Frankl kemudian menyadari bahwa kemampuan untuk menemukan makna dalam setiap peristiwa yang terjadi itulah yang dapat membuat manusia bertahan bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun. Dalam kaitannya dengan masalah kehilangan pekerjaan, Pulley (1997) juga menemukan reaksi yang berbeda-beda pada mereka yang kehilangan pekerjaan. Mereka yang berhasil menemukan makna melalui peristiwa tersebut kemudian menjalankan kehidupan yang lebih baik, karena mereka menyadari bahwa semua peristiwa yang mereka alami ini akan membawa mereka kepada sesuatu untuk masa depan mereka.
Penelitian yang dilakukan di sini bersifat kualitatif dengan metode pengumpulan data wawancara dan obserrvasi. Keempat responden ternyata menunjukkan reaksi yang berbeda-beda dalam penghayatan mereka akan peristiwa ini. Setelah dilakukan analisa individual untuk setiap kasus, penulis juga melakukan analisa banding antar kasus, berusaha untuk menemukan persamaan dan perbedaan untuk kategori proses dan komponen dalam tahap pencarian makna yang mereka jalani.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa keempat responden menjalani tahapan yang kurang lebih sama dalam proses penemuan makna, hanya ada satu responden yang menjalani urutan yang sedikit berbeda. Analisa banding yang dilakukan dengan proposisi teoritis mengenai proses dan komponen yang dimiliki oleh subyek dalam tahapan pencarian makna juga menunjukkan hasil yang kurang lebih sama antara apa yang dialami oleh subyek dengan yang terdapat pada proposisi teoritis. Keempat subyek menjalani tahap-tahap yang kurang lebih sama dengan proses yang terdapat pada proposisi teoritis. Untuk kategori komponen ditemukan komponen-komponen yang tidak terdapat pada proposisi teoritis yaitu komponen spiritual seperti keimanan dan filosofi hidup yang diperoleh melalui ajaran agama dan juga komponen faktor pemicu. Juga terdapat subyek yang tidak mengalami komponen pengubahan sikap sebagaimana terdapat dalam komponen proposisi teoritis. Ada beberapa hal menarik yang ditemukan melalui penelitian ini yang semakin menegaskan keunikan individual dalam keseragaman yang ada."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Hesti Nur Lestari
"
ABSTRAK
Penjara sebagai suatu toral institution (Goffman, 1961) yang dimasukkan oleh
Cohen dan Taylor (1972) ke dalam kategori extreme situation atau extreme
environment memiliki situasi, kondisi, ciri-ciri atau sifat yang berbeda dengan
kehidupan sehari-hari yang ?normal? di luar penjara. Penelitian ini berangkat dari
pertanyaan bagaimana seorang narapidana - yang sebelumnya hidup di dunia luar yang
bebas - menyesuaikan diri dengan kehidupan di penjara.
Untuk itu penelitian ini memfokuskan diri pada narapidana bermasa hukuman
panjang yang lelah cukup lama menjalani hukuman di daiam penjara, dengan harapan
dapat diperoleh gambaran yang jelas dan utuh mengenai pola penyesuaian diri mereka
Selain itu berbagai penelitian menunjukkan bahwa ternyata narapidana bermasa
hukuman panjang memiliki permasalahan tersendiri di samping juga permasalahan yang
dihadapi narapidana pada umumnya. Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh (1)
gambaran mengenai pemiasalahan yang dihadapi narapidana bermasa hukuman panjang
yang telah lama menjalani masa hukumannya dan (2) gambaran penyesuaian diri,
beserta (3) dinamika penyesuaian diri mereka, dalam berbagai aspek kehidupan mereka
di Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disebut Lapas)
merupakan unit pelaksana teknis di bidang pemasyarakatan yang menampung, merawat
dan membina narapidana di Indonesia (Dep. Kehakiman Rl, 1990).
Narapidana bermasa hukuman panjang yang dimaksud di sini adalah terpidana yang
dijatuhi hukuman penjara minimal 10 iahun, masa hukuman yang telah dijalani minimal
empat tahun, dan masa hukuman minimal yang hams dijalani minimal enam tahun. Dalam penelitian ini dipilih pendekatan kualitatif, agar gambaran dan dinamika
penyesuaian diri individu yang bersifat unik dapat tertangkap dan dipahami dengan
lebih baik, sesuai makna yang diberikan dari sudut pandang individu yang
bersangkutan. Dapat dikatakan pula bahwa penelitian ini bersifat deskriptif, karena
berusaha menggambarkan keadaan, gejala, dan proses yang terjadi pada diri individu.
Data untuk penelitian ini didapat dari wawancara mendalam terhadap beberapa
narapidana di Lapas Cipinang. Empat kasus ditampilkan dan dianalisis.
Dalam penelitian ini permasalahan narapidana bermasa hukuman panjang dibahas
dalam 10 aspek, yakni (1) privasi, (2) aktivitas, (3) keamanan, (4) kebebasan dan
status personal, (5) stimulasi sosial, (6) umpan balik emosional, (7) dukungan, (8)
struktur lingkungan dan pandangan terhadap otoritas, (9) pemenuhan kebutuhan fisik dan
fisiologis, (10) pandangan terhadap waktu dan masa depan.
Penelitian ini menemukan bahwa awal masa pemenjaraan umumnya dirasakan
subyek sebagai saat yang tersulit - terutama masa penyidikan - namun secara umum
pemenuhan kebutuhan dalam tiap-tiap aspek cenderung mengalami peningkatan seiring
dengan berjalannya waktu yang dilalui subyek di Lapas. Kebutuhan akan privasi,
aktivitas, kebebasan, dan stabilitas dirasakan cenderung meningkat, sebaliknya,
kebutuhan fisik dan fisiologis dan kebutuhan dalam aspek-aspek yang lebih
interpersonal sifatnya - stimulasi sosial, umpan balik emosional, dan support -
dirasakan cenderung menurun. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kehidupan
keempat subyek telah relatif stabil dan menemukan polanya yang tetap, serta telah pula
mengembangkan strategi-strategi untuk hidup secara efektif di dalam Lapas. Masa
hukuman yang panjang itu sendiri ternyata merupakan pemasalahan tersendiri dan
menjadikan berbagai masalah lainnya semakin problematik. Pada subyek umumnya
timbul kesadaran diri. Mereka pun merasakan perubahan-perubahan yang positif pada
diri mereka.
"
1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lilly Harmawan
"Perilaku sebagian profesional muda di Jakarta diwarnai oleh gaya hidup aktual yang berfokus pada citra-diri dan penampilan lahiriah. Gayahidup seperti ini merupakan sebuah refleksi dari sebuah fenomena yang tidak terlihat secara eksplisit.
Penelitian ditujukan untuk melihat apakah ada fenomena tertentu yang mendorong dan membentuk gaya hidup seperti itu. Lasch (1979) berpendapat gaya hidup ini merupakan kebudayaan narsisisme dan dampak dari kebudayaan modern, sedangkan Lowen (1985) menyatakan bahwa fenomena narsisisme tidak sehat merupakan sebuah fenomena penyangkalan diri yang dilakukan untuk menutupi kerentanan jatidiri yang sesungguhnya. Individu dengan narsisisme tidak sehat menampilkan citra yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya untuk menutupi rasa inferioritas yang dimilikinya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan eksploratif. Melibatkan keseluruhan 16 orang subjek yang terbagi ke dalam 4 subjek utama dan 12 subjek pendukung. Alat yang digunaken dalam penelitian adalah kuestioner O'Brien Multiphasic Narcissism Inventory dan Pedoman Umum wawancara yang merupakan gambaran manisfestasi narsisisme patologis dan hasil adaptasi dari teori-teori mengenai narsisisme.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa:
1. Ada ciri narsisisme tidak sehat pada sebagian profesional muda di Jakarta.
2. Narsisisme ini dilakukan untuk menutupi rasa inferioritas dan kerentanan jatidiri mereka.
3. Narsisisme terjadi ketika seseorang membesarkan aspek parsial yang dimilikinya dan menyebabkan berbagai distorsi. Distorsi-distorsi yang dimiliki menciptakan ilusi tentang diri-semu yang rentan terhadap kritik.
4. Narsisisme tidak sehat disebabkan karena: (a) tidak adanya proses pencerminan sehat (healthy mirroring) pada seseorang, (b) pola asuh yang tidak seimbang, (c) kesibukan orangtua dengan pekerjaan dan kegiatan sosialnya (d) kontribusi lingkungan (misalnya pariwara) yang mempengaruhi proses sosialisasi anak."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryanti Satyadi Sutrisna
"Stroke dikenal sefama ini sebagai kelumpuhan separuh badan,
gangguan bicara, hingga berakibat pada kematian. Korban stroke kalau
tidak meninggal biasanya menjadi cacat sehingga menjadi beban bagi
keluarganya. Stroke lebih banyak dikaitkan dengan tekanan darah tinggi
atau hipertensi serta penyakit kardiovaskuler yang berkaitan dengan
jantung dan pembuluh darah yang diderita oteh orang~orang lanjut usia_
Pada kenyataannya, stroke menyerang siapa saja, terlepas dan kelompok
usia atau sosial ekonomi tertentu. Hasil survei ?Kesehatan Rumah Tangga'
tahun (995 memperlihatkan bahwa stroke dan penyakit kardiovaskuler
lainnya adalah penyebab paling banyak kasus kematian pada kelompok
usia 35 tahun. Stroke' dianggap menyerang orang secara tiba-tiba, tetapi sebenamya ada faktor-faktor yang dapat dijadikan tanda awal teriadinya serangan. Faktor itu disebut faktor risiko. Dengan adanya faktor ini, seseorang akan lebih rentan terserang. Cara yang terbaik untuk mencegah stroke adalah dengan mengendalikan faktor risiko yang masih dapat dikontrol, yaitu: hipertensi, kadar kolesterol tinggi, kegemukan, gangguan tidur, kebiasaan merokok, kurang berolah raga, stres, dan penggunaan pil KB pada wanita. llmu kedokteran berfokus pada faktor ristko yang Iangsung
berhubungan dengan tisik dan kurang memperhatikan keadaan psikoiogis
pasiennya.
Secara teori banyak hal yang dapat menjadi faktor risiko stroke.
Berdasarkan tinjauan kepustakaan, penelitian ini menentukan tujuan untuk melihat sejauh mana peran sires dan sumber sires yang berupa Stressful. Life Event, Stressful Life Styfe, dan Tipe Kepribadian individu Tipe A berperan menjadi faktor nsiko pada terjadinya stroke pada usia muda.
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, telah dilibatkan 90 orang
subyek penelitian yang terbagi dalam 2 kalompok, kelompok pertama
adalah 40 pasien pasca stroke yang sedang menjalani rawatjalan di bagian polisaraf rumah sakit RSCM, RSPAD dan RS. POLRI. Kelompok kedua
adalah orang yang bukan pasien, tidak pernah stroke dan aktif bekerja.
Kepada mereka dibenkan alat ukur STR, yang mengukur sires individu
sebeium terjadinya serangan, alat ukur SLE yang mengukur peristiwa hidup penuh stres yang mereka alami sebelum serangan, alat ukur SLS yang mengukur gaya hidup stres yang mereka jalani sebelum serangan, dan alat ukur TA yang mengukur ciri-ciri Kepribadian individu Tipe A. Alat ukurnya semua berbentuk kuesioner. 'Data yang dipero|eh diolah dengan perhitungan nilai untuk mendapatkan gambaran perbedaan individu yang stroke dengan individu yang tidak stroke pada stres dan sumber stres.
Kemudian data diolah dengan multipel regresi untuk mendapat gambaran
seberapa besar peran stres dan sumber stres pada individu penderita
stroke dan individu bukan penderita stroke.
Banyak penelitian sebelumnya yang meneliti stroke, mengatakan
faktor fisik yaitu hipertensi dan penyakit kardiovaskuler yang berperan sebagai faktor risiko penyebab serangan stroke. Namun sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin membuktikan berperannya faktor psikologis, maka penelitian ini membuktikan pengaruh stres dan sumber stres sebagai faktor risiko. Dengan perkataan lain, keberadaan stres dan sumber stres sebagai faktor risiko, dapat membedakan kerentanan SBSBOFBDQ terhadap serangan stroke Mereka yang mengalami stres dan mengalami keterpaparan terhadap sumber stres mempunyai kemungkinan yang Iebih besar mendapatkan serangan stroke.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan faktor psikologis
sebagai faktor risiko yang berperan secara bermakna dalam meningkatkan
kerentanan seseorang mengalami serangan stroke. Unluk selanjutnya.
Tentu dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk menguatkan hasil peneiitian ini. Untuk itu ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan pada penelitian lebih Ianjut, yaitu: alat ukur diperbaiki, sampel diperbanyak memperluas variabel bebas dengan mengikut sertakan faktor psikologis iainnya. Selain itu variabei kontrol yang dapat disertakan sebagai variabel bebas adalah variabel jenis kelamin.
Pada banyak penelitian ditemukan bahwa individu dengan jenis kelamin"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Fadjar Pertiwi
"ABSTRAK
Studi ini berangkat dari pemahaman akan pentingnya tindakan memaafkan
orang lain yang jarang dipilih sebagai respon . Maka fenomena adanya subyek yang
mampu memaafkan secara berkali-kali amatlah penting dan menarik.
Tujuan penelitian adalah untuk menggali proses, alasan, kondisi dan manfaat
memaafkan orang lain, pada subyek yang memiliki pengalaman berkali-kali
memaafkan orang lain. Penelitian merupakan penelitian kualitatif berupa studi kasus,
menggunakan metode wawancara mendalam serta observasi. Responden penelitian 2
orang, yakni Asep (bukan nama sebenarnya) yang memiliki pengalaman berkali-kali
memaafkan orang lain (pelanggar) yang berbeda, dan Yanti (bukan nama sebenarnya),
memiliki pengalaman berkali-kali memaafkan orang lain (pelanggar) yang sama.
Hasil studi menunjukkan bahwa subyek merasa mendapatkan manfaat dari
tindakan memaafkan orang lain seperti kelegaan karena melakukan apa yang
dianggap benar, mendapatkan kemungkinan untuk rekonsiliasi dengan pelanggar, dan
mengalami kebebasan dari perasaan sakit hati serta kemarahan. Mereka memiliki
alasan tertentu dalam tindakannya. Pemahaman bahwa memaafkan orang lain adalah
suatu kewajiban moral, disamping rasa cinta pada pelanggar, rupakan alasan yang
kuat pada diri mereka sehingga mampu memaafkan secara berkali-kali. Terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi subyek dalam memaafkan secara berkali-kali, baik
membantu atau pun menghambat, baik internal atau pun eksternal. Dalam menjalani
proses memaafkan orang lain, ada pola khas yang dikembangkan oleh subyek, dimana
subyek mendapatkan sumber penting yang membantunya dalam memaafkan orang
lain secara berkali-kali. Sumber tersebut bisa merupakan ‘bekal’ yang sudah ada pada
subyek sebelum pelanggaran terjadi, bisa juga merupakan ‘bekal’ dari lingkungan,
yang diterima subyek sesudah mengalami luka akibat pelanggaran.
Berdasarkan hasil analisa dan kesimpulan, peneliti memunculkan thesa:
1. Terdapat kondisi yang kondusif dalam tindakan memaafkan orang lain
Kondisi tersebut bisa bersifat internal seperti kemampuan berfikir holistik, daya
empati dan internalisasi berbagai nilai yang mendukung tindakan memaafkan. Bisa
juga bersifat eksternal seperti dukungan sosial.
2. Terdapat kondisi yang tidak kondusif dalam tindakan memaafkan orang lain
Kondisi ini bisa bersifat internal seperti kecenderungan untuk lekat kepada luka batin,
bisa juga bersifat eksternal seperti membudayanya nilai yang menghambat tindakan
memaafkan seperti nilai balas dendam.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa temuan menarik, yang sepanjang
pemahaman penulis belum tercantum atau pun belum ditekankan oleh teori
sebelumnya.
Pertama, terdapat perbedaan antara teori dan hasil studi kasus dalam hal
keterbatasan tindakan memaafkan. Misalnya dalam literatur dikatakan bahwa kualitas
hubungan sesudah tindakan memaafkan akan menurun (Flanigan,1998), namun
responden menyatakan bahwa hubungan bisa pulih seperti semula, bahkan meningkat.
Jadi berdasarkan studi kasus, peneliti menyatakan diri berseberangan dengan
pandangan mengenai keterbatasan tindakan memaafkan.
Kedua, luka batin ternyata bisa berasal dari pelanggaran tidak langsung,
karena melihat dan ikut merasakan penderitaan orang yang disayangi. Pemahaman ini
memperkaya teori yang ada.
Ketiga, Nilai budaya bisa berperan dalam upaya memaafkan orang lain. Nilai
itu bisa membantu korban sejak mengalami pelanggaran, merasakan luka hingga saat
berupaya memaafkan pelanggar.
Keempat, dalam proses memaafkan, bisa teijadi langkah melingkar dimana
subyek kembali ke tahap sebelumnya dalam proses memaafkan. Pada subyek yang
memiliki pengalaman memaafkan orang lain secara berkali-kali ini, terdapat kemauan
dan kemampuan untuk kembali menjalani proses tersebut, hingga tuntas.
Kelima, terdapat keterkaitan pengalaman memaafkan yang satu dengan
pengalaman memaafkan yang lain . Keterkaitan itu bisa bersifat negatif atau
menghambat, bisa juga bersikap mendorong. Bila suatu pengalaman memaafkan
memberi reward bagi subyek, maka pengalaman memaafkan ini membantu subyek
untuk menjalani lagi tindak memaafkan di waktu selanjutnya, dan sebaliknya.
Keenam, alasan untuk memaafkan orang lain bisa bergeser. Misalnya, semula
karena keterpaksaan dan ketergantungan, namun pada waktu setelahnya karena
kehendak bebas dalam melakukan kewajiban moral, karena rasa cinta pada pelanggar.
Ketujuh, pada pelanggaran yang sama, respon korban bisa berbeda beda.
Maka peneliti memandang bahwa faktor-faktor yang sudah ada sebelum teijadinya
salah perlakukan, yang mempengaruhi korban dalam tindakan memaafkan orang lain
(“bekal memaafkan), amatlahlah berperan disini. Bekal itu membuat subyek lebih siap
dalam menerima dan mengolah pelanggaran, dan mengarahkan diri untuk melakukan
tindak memaafkan.
Kedelapan, terdapat strategi yang bisa dikembangkan individu untuk
memaafkan orang lain. Misalnya saja dengan merendahkan harapan terhadap
pelanggar, yang membantu korban agar tidak mengalami kekecewaan terlalu besar
atas tindakan yang dilakukan pelanggar.
Kesembilan, meski tindakan memaafkan bukan menjadi respon awal yang
ditunjukkan korban, ternyata tindakan itu bisa dipilih dan dijalani korban setelahnya.
Artinya, tindakan memaafkan bisa diajarkan serta dalam konteks lebih luas, bisa
dibudayakan.
Kesepuluh, untuk menciptakan budaya memaafkan, diperlukan kondisi yang
mendukung, misalnya tersedianya nilai yang menguatkan tindakan memaafkan, serta
upaya membentuk individu yang terbuka terhadap berbagai nilai tersebut.
Penelitian juga mencantumkan keterbatasan dan memunculkan saran
penelitian lanjutan."
2004
T38006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rigeng Dwi Mulyani
"Skripsi ini membicarakan naskah Syair Adham (SA), yang merupakan naskah tunggal. Naskah SA tersebut sekarang tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, dengan nomor Ml. 277. Tujuan utama penulisan skripsi ini adalah membuat sun_tingan teks SA yang dilengkapi dengan analisis motif, tema, dan amanat serta menelusuri asa1-usul dan fungsi naskah tersebut dalam masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan intrinsik dan. ekstrinsik, sedangksn metode yang digunakan adalah metode analisis. deakripsi dan analisis historis serta deskripsi komparatif. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa SA mengan_dung motif wasiat sebagai motif utama dan- motif juru tulis, motif fitnah, motif khianat, motif surat, motif balasan yang setimpal sebagai motif pendukung. Selain di dalam SA motif-motif tersebut juga dapat ditemukan dalam cerita-cerita lain yang bersifat didaktis. Tema SA adalah, kepatuhan anak terhadap wasiat yang diberikan oleh orang, tuanya yang dapat mendatangkan keselamatan. Mengutamakan ajaran yang baik kepada anak-anak merupakan amanat utama dalam SA. Di samping ama_nat utama tersebut, SA juga dilengkapi dengan beberapa ama_nat penunjang. Naskah SA dapat diperkirakan sebagai naskah asli yang ditulis oleh pengarangnya, yaitu seseorang yang mempunyai hu_bungan baik dengan pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa di Garut pada sekitar abad ke-18. Terminus a quo penulisan nas_kah SA adalah tahun 1856, sedangkan terminus ad ouem-nya ada_lah tahun 1889. Naskah SA selain untuk menyebarluaskan program pemerintah Hindia Belanda di bidang pendidikan, juga untuk mempropagandakan kekuasaan pemerintah Hindia Belanda tersehut di Nusantara, khususnya di Garut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>