Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Jovita
Abstrak :
Penelitian ini terdiri dari dua studi. Studi 1 merupakan studi korelasional kuantitatif, sedangkan studi 2 merupakan studi intervensi. Penelitian pada studi 1 bertujuan untuk mengetahui hubungan antara modal psikologis dengan kepuasan kerja serta komitmen organisasi afektif. Partisipan studi 1 berjumlah 154 orang Divisi A PT XYZ. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur kepuasan kerja (Warr, Cook, & Wall, 1979; a = 0,71), komitmen organisasi afektif (Meyer & Allen, 2002; a = 0,87), dan PCQ-12 untuk modal psikologis (Luthans dkk, 2007; a = 0,80). Hasil analisis korelasi dengan perhitungan Pearson Correlation menunjukkan modal psikologis berhubungan positif dan signifikan dengan kepuasan kerja (r = 0,25, p < 0,01). Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa modal psikologis berkorelasi positif dan signifikan dengan komitmen organisasi afektif (r = 0,39, p < 0,01). Studi 2 bertujuan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan komitmen organisasi afektif partisipan melalui pelatihan "Be Your OwnHERO! ” dengan partisipan sebanyak 15 orang. Hasil dari uji Wilcoxon SignedRank menunjukkan perbedaan yang signifikan antara skor pengetahuan karyawan mengenai modal psikologis sebelum dan sesudah pelatihan “Be Your Own HERO! Berdasarkan peningkatan pengetahuan mengenai modal psikologis, diharapkan partisipan dapat menerapkannya untuk meningkatkan modal psikologis. Selanjutnya, peningkatan pada modal psikologis diharapkan terjadi pula pada kepuasan kerja dan komitmen organisasi afektif. ......This research consists of two studies. Study 1 is a quantitative correlational study and study 2 is an intervention study. The purpose of study 1 is to determine the relationship between job satisfaction, affective organizational commitment, and psychological Capital. The participants of study 1 is 154 employees of Division A PT XYZ. Variables are measured by job satisfaction scale (Warr, Cook, & Wall, 1979; a = 0.71), affective organizational commitment (Allen & Meyer, 2002; a = 0.87), and PCQ-12 for psychological Capital measurement (Luthans et al, 2007; a — 0.80). The results of Pearson Correlation analysis showed that psychological Capital was positively and significantly related to job satisfaction (r = 0.25, p<0.01). In addition, psychological Capital also related to affective organizational commitment (r = 0.39, p<0.01). Study 2. aims to increase job satisfaction and affective organizational commitment through “Be Your Own HERO!” training, with 15 participants. The results of Wilcoxon Signed Rank show a significant difference on participant’s score of psychological Capital knowledge before and after training. Based on the enhancement of psychological Capital knowledge, we hope that participant can apply itto their job in purpose to increase their psychological Capital. Further more, the increasing on psychological Capital would happen on job satisfaction and affective organizational commitment as well.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55489
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Zulfa Qatrunnada
Abstrak :
ABSTRAK
Perusahaan membutuhkan karyawan yang tidak hanya bertalenta, tetapi juga memiliki keterikatan kerja. Keterikatan kerja dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya adalah keadilan interaksi dan persepsi dukungan organisasi (POS). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji keterkaitan antar variabel tersebut dan menindaklanjuti hasil studi dengan suatu program intervensi pada karyawan Departemen R&A di PT X. Penelitian ini terdiri dari dua studi. Studi 1 adalah studi korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara keadilan interaksi dan POS dengan keterikatan kerja. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner keadilan interaksi oleh Colquitt (2001), Short Version of Perceived Organizational Support (SPOS-8) oleh Rhoades dan Eisenberger (2002), dan Utrecht Work Engagement Scale versi singkat (UWES-9) oleh Schaufeli, Bakker, dan Salanova (2006). Data dari 66 responden yang diolah menunjukkan bahwa keadilan interaksi (r= .48, p < .05) dan POS (r= .50, p < .05) memiliki hubungan positif dengan keterikatan kerja. Berdasarkan hasil studi dan sebab kepraktisan, peneliti merancang studi dengan program intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan interaksi pada karyawan Departemen R&A. Program intervensi diberikan pada 5 partisipan yang merupakan atasan langsung dan dipersepsikan oleh bawahan memiliki skor keadilan interaksi rendah. Intervensi melalui serangkaian program WeCare4Share menunjukkan secara signifikan meningkatkan pengetahuan tentang keadilan interaksi (z = -2.07, p < .05) dan perubahan perilaku (z= -2.46, p < .05) pada atasan. Hasil uji perbedaan rata-rata variabel penelitian sebelum dan sesudah program intervensi menunjukkan terdapat peningkatan rata-rata skor yang signifikan pada keadilan interaksi (z= -3.31, p < .05) sesudah pelaksanaan intervensi. Dengan demikian, program WeCare4Share menunjukkan secara efektif dapat meningkatkan keadilan interaksi pada karyawan Departemen R&A di PT X.
ABSTRACT
An organization needs employees who are not only talented but also have an engagement in their work. Work engagement is influenced by some predictors include interactional justice and perceived organizational support (POS). The research aims to explain the relationship between these variables and examine the intervention program based on those results for R&A Department at PT X. This research consists of two studies. Study 1 is a correlational study that aims to explain the relationship between Interactional Justice, POS, and Work Engagement. Measurement instrument used Interactional Justice Questionnaire by Colquitt (2001), Short Version of Perceived Organizational Support (SPOS-8) by Rhoades and Eisenberger (2002), and Utrecht Work Engagement Scale Short Version (UWES-9) by Schaufelli, Bakker, & Salanova (2006). Data from 66 respondents showed that interactional justice (r= .48, p < .05) and POS (r = .50, p < .05) have a positive relationship with work engagement. Based on that result and practical reason, the researcher design an intervention program aims to increase interactional justice for R&A Department. The intervention program was given to 5 participants who were direct supervisors and perceived by their subordinates with low interactional justice scores. Intervention through WeCare4Share Program showed there was a significant increase in interactional justices knowledge (z = -2.07, p < .05) and behavioral change (z= -2.46, p < .05) in participants. The result of pretest and posttest variable also showed that there is a significant increase mean score in interactional justice (z= -3.31, p< .05) after the intervention program. Therefore, WeCare4Share Program succeeded to be effective in increasing interactional justice for R&A Department at PT X.
2019
T55121
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan Permana Ruma Horbo
Abstrak :
Perkembangan pada era digitalisasi menuntut perusahaan melakukan perubahan yang signifikan dalam proses bisnisnya sebagai langkah dan upaya untuk menghadapi kompetitor dan beradaptasi dengan lingkungan terutama pasar eksternal (eksternal market). Perubahan tersebut tentunya memberi dampak berupa tantangan bagi suatu organisasi terutama SDM yang dimiliki untuk dapat menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan yang sedang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran komitmen afektif terhadap perubahan sebagai mediator hubungan pertukaran pemimpin-anggota dengan kemampuan mengatasi perubahaan di Unit Area PT X. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif melalui penyebaran kuesioner secara daring, dengan desain penelitian non-eksperimen yang berjenis desain korelasi dan melakukan analisis mediasi pada variabel penelitian. Subjek penelitian berjumlah 222 partisipan yang berasal dari 7 Unit Area PT X. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan mengatasi perubahan memiliki reliabilitas dengan nilai koefisien Cronbach’s Alpha sebesar α = 0.64. Pada alat ukur yang digunakan untuk mengukur komitmen afektif terhadap perubahan, diambil dari dimensi komitmen afektif pada alat ukur komitmen terhadap perubahan organisasi memiliki reliabilitas dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar α = 0.81. Selain itu, pada alat ukur pertukaran pemimpin-anggota ditemukan nilai koefisien Cronbach’s Alpha sebesar α = 0.81. Hasil analisis mediasi menunjukan bahwa komitment afektif terhadap perubahan dapat berperan sebagai mediator dengan bentuk full mediation antara pertukaran pemimpin-anggota, dengan nilai koefisien tidak langsung sebesar indirect = 0.08, SE = 0.03, 95% CI = [0.03,0.15] terhadap coping with change. Nilai koefisien efek langsung sebesar b = 0.10, t (219) = 1.49, p = 0.14 (p>0.05), 95% CI = [-0.03,0.24]. Selain itu, ditemukan juga hasil efek keseluruhan (total effect) dengan nilai koefisien b = 0.19, t (220) = 2.65, p = 0.01 (p<0.05), 95% CI = [0.05,0.33]. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertukaran pemimpin-anggota dapat memprediksi kemampuan karyawan dalam menghadapi perubahan jika karyawan memiliki komitmen afektif terhadap perubahan ......The development in the era of digitalization requires companies to make significant changes in their business processes as steps and efforts to face competitors and adapt to the environment, especially the external market. These changes certainly have an impact in the form of challenges for an organization, especially its human resources, to be able to face and adapt to the changes that are happening. This study aims to determine the role of affective commitment to change as a mediator of the leader-member exchange relationship with the ability to overcome the change in the PT X Area Unit. This research uses quantitative methods through online questionnaires, with a non-experimental research design that is a correlation design type and performs mediation analysis on research variables. The research subjects were 222 participants who came from 7 Unit Area PT X. Measurement tools for coping with change have reliability with a Cronbach's Alpha coefficient value of α = 0.64. The measuring instrument used to measure affective commitment to change is taken from the dimension of affective commitment on the commitment to organizational change measurement, having reliability with a Cronbach's Alpha value of α = 0.81. Also, the leader-member exchange measurement tool found the Cronbach's Alpha coefficient value of α = 0.81. The results of the mediation analysis show that affective commitment to change can act as a mediator with the form of full mediation between leader-member exchanges, with an indirect coefficient value of indirect = 0.08, SE = 0.03, 95% CI = [0.03,0.15] on coping with change. . The direct effect coefficient value is b = 0.10, t (219) = 1.49, p = 0.14 (p> 0.05), 95% CI = [-0.03,0.24]. In addition, the results of the total effect were also found with a coefficient value of b = 0.19, t (220) = 2.65, p = 0.01 (p <0.05), 95% CI = [0.05,0.33]. The results of this study concluded that the two-way communication process and the quality of the reciprocal relationship between employees and leaders would predict the ability of employees to deal with change if only employees have the commitment and desire to support a change based on the belief in the benefits of changes in the organization
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Purnamasari
Abstrak :
Penelitian ini terdiri dari 2 studi yaitu studi 1 dengan melakukan penelitian korelasi dan studi 2 dengan melakukan intervensi. Studi 1 bertujuan untuk mengetahui hubungan rasa berdaya psikologis dan ketangkasan karyawan pada karyawan PT X yang bergerak di bidang manufaktur alat berat. Responden penelitian adalah 154 karyawan indirect atau karyawan non produksi. Pengukuran rasa berdaya psikologis menggunakan alat ukur rasa berdaya psikologis yang dikembangkan oleh Spreitzer (1995) yang telah diadaptasi oleh Mangundjaya (2014), sedangkan ketangkasan karyawan diukur dengan menggunakan alat ukur ketangkasan karyawan dari Sherehiy 2008. Hasil studi 1 menunjukkan bahwa rasa berdaya psikologis memiliki hubungan positif yang signifikan dengan ketangkasan karyawan (r = 0.57, p< 0.05). Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menentukan intervensi yang akan diberikan yaitu pelatihan yang diharapkan dapat meningkatkan rasa berdaya psikologis dalam kegiatan pelatihan Agile Development: Believe in yourself. Responden intervensi adalah empat belas orang karyawan yang memiliki rasa berdaya psikologis dan ketangkasan karyawan yang tergolong rendah. Selanjutnya peneliti melakukan pengukuran sesudah kegiatan pelatihan yang menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan mampu meningkatkan skor ketangkasan karyawan (Z = -2.493, p<0.05), namun belum mampu meningkatkan skor rasa berdaya psikologis (Z = -1.822, p>0.05). ...... This study consisted of 2 studies, study 1 by conducting correlation research and study 2 conducting interventions. Study 1 aims to determine relationship of psychological empowerment and workforce agility. The study was conducted at PT X, a manufacture company. The respondents were 154 indirect employees. Measurement of psychological empowerment is performed using psychological empowerment scale from Mangundjaya (2014), who adapted from Spreitzer (1995), whereas workforce agility is measured by using workforce agility scale from Sherehiy (2008). Results of preliminary data suggest that psychological empowerment positively and significantly correlated with workforce agility (r = 0.57, p< 0.05). Based on these results, researchers determined that the intervention to be given is training to improve psychological empowerment with Agile Development: Believe in yourself training. Respondents of interventions are 14 employees whose psychological empowerment and workforce agility are low. Furthermore, researchers conducted a post-test measurements which indicate that interventions can increase workforce agility (Z = -2.493, p<0.05). Yet, it cannot improve the psychological empowerment (Z = -1.822, p>0.05).
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T55230
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Andini
Abstrak :
Dalam menghadapi persaingan bisnis yang ada, bank XYZ perlu meningkatkan kinerja organisasinya saat ini yang salah satunya dipengaruhi oleh pengelolaan SDM. Penelitian ini dilakukan pada Direktorat A Bank XYZ dan terdiri dari dua studi, yaitu studi korelasi dan studi intervensi. Studi korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komitmen afektif dan perilaku kewargaan antarpribadi. Penelitian dilakukan kepada 40 karyawan direktorat A dengan menggunakan TCM Employee Commitment Survey oleh Mayer dan Allen (2004) dan Interpersonal Citizenship Scale oleh Settoon & Mossholder (2002). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen afektif dan perilaku kewargaan antarpribadi (r= 0,38, r2= 0,14, p< 0,05). Berdasarkan hasil tersebut dilakukan studi kedua, yaitu studi intervensi berupa pelatihan untuk meningkatkan komitmen afektif kepada 5 orang karyawan Direktorat A Bank XYZ. Hasil evaluasi menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan yang signifikan (Z= -2,03, p< 0,05) pada karyawan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Hasil evaluasi level tiga yang dilakukan setelah 2 bulan pelatihan belum menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada komitmen afektif (Z = -0,85, p > 0,05) dan perilaku kewargaan antarpribadi yang dimiliki karyawan (Z= -1,34, p> 0,05), meskipun penilaian perilaku dari rekan dan atasan langsung menunjukkan bahwa karyawan memenuhi lebih dari 90 persen perilaku yang ditentukan. ......To deal with existing business competition, Bank XYZ need to improve the performance of their organizations today, one of which is influenced by HR management. This research was conducted at Directorate A of Bank XYZ and consisted of two studies, namely correlation studies and intervention studies. The correlation study aims to determine the relationship between affective commitment and interpersonal citizenship behavior. The first study conducted on 40 employees of directorate A using the TCM Employee Commitment Survey by Mayer and Allen (2004) and the Interpersonal Citizenship Scale by Settoon & Mossholder (2002). The results of this study indicated that there was a significant relationship between affective commitment and interpersonal citizenship behavior (r = 0.38, r2 = 0.14, p <0.05). Based on these results, an intervention study was conducted in the form of a training program to increase affective commitment to 5 employees of Directorate A, Bank XYZ. The evaluation results showed a significant increase in employees' knowledge (Z = -2.03, p <0.05) before and after training. The results of level three evaluation, which was conducted after two months of training have not shown a significant increase in affective commitment (Z = -0.85, p> 0.05) nor interpersonal citizenship behavior owned by employees (Z = -1.34, p> 0,05), although behavioral assessments from colleagues and direct supervisors indicate that employees fulfill more than 90 percent of the specified behavior.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T53983
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Ayu Novia Viorica
Abstrak :
Inovasi merupakan salah satu nilai yang penting bagi PT X. Meskipun demikian, saat ini perilaku kerja inovatif karyawan PT X masih belum optimal. Situasi ini terjadi karena karyawan merasa belum memperoleh dukungan dalam berinovasi, sehingga karyawan kurang bersemangat untuk menampilkan perilaku kerja inovatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran perkembangan di tempat kerja dalam memediasi hubungan persepsi dukungan organisasi dan perilaku kerja inovatif. Subjek penelitian ini adalah karyawan PT X yang berjumlah 107 orang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan PROCESS by Hayes model 4 yang terkoneksi dengan SPSS 26. Hasil analisis data menunjukkan skor koefisien efek langsung sebesar 0.088 p value= 0.141 > 0.05, sedangkan skor koefisien efek tidak langsung yang diperoleh sebesar 0.81 dengan rentang antara 0.50 hingga 1.10 pada taraf kepercayaan 95%. Efek tidak langsung yang signifikan disertai dengan efek langsung yang tidak signifikan menunjukkan bahwa perkembangan di tempat kerja memediasi hubungan persepsi dukungan organisasi dan perilaku kerja inovatif. Peran mediasi tersebut bersifat complete mediation.
Innovation is one of the essential values for PT X. However, the innovative work behavior of PT X employees is still not optimal. This situation occurs because employees do not perceived organizational support from the company. This situation makes employees less enthusiastic to performed innovative work behavior. This study aims to determine the role of thriving at work in mediating the relationship between perceived organizational support and innovative work behavior. The subjects of this study were 107 employees of PT X. The data analysis is using PROCESS by Hayes model 4 connected to SPSS 26. The data analysis results showed the direct effect coefficient value =0.088, p value= 0.141 > 0.05, whereas the indirect effect coefficient value = 0.809, that ranged between 0.50 to 1.10 at the 95% confidence level. The significant indirect effect accompanied by the insignificant direct effect suggests that thriving at work mediates the relationship between perceived organizational support and innovative work behavior. Furthermore, the mediation role is called complete mediation
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhaniar Gusna Fatimah
Abstrak :
Dalam proses pemilihan karier, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa efikasi-diri keputusan karier dapat diprediksi dari gaya berpikir. Namun, efikasi-diri keputusan karier dapat berbeda antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini ingin melihat peran gender sebagai moderator pada hubungan gaya berpikir dengan efikasi-diri keputusan karier siswa SMA. Jumlah responden penelitian ini adalah 353 siswa SMA. Selanjutnya variabel diukur dengan menggunakan kuesioner penelitianya itu skala Career Decision Self-Efficacy-Short Form dan Thinking Style Inventory-Revised II yang sudah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Data dianalisis menggunakan program macro PROCESS dari Hayes yang terdapat dalam SPSS. Hasil menunjukkan bahwa gender hanya dapat memoderasi hubungan gaya berpikir tipe I dengan efikasi-diri keputusan karier pada siswa SMA (b3 -0,24, t-2,51, p 0,05); sedangkan gender tidak menjadi moderator pada hubungan gaya berpikir tipe II dengan efikasi-diri keputusan karier siswa SMA (b3 -0,12, t-1,28, p 0,5). Limitasi dan saran untuk penelitian selanjutnya didiskusikan. ...... In the career selection process of high school students, previous research has shown that career decision self-efficacy can be predicted from thinking styles. However, the self-efficacy of career decisions can differ between men and women. Therefore, the purpose of this study is to look at the role of gender as a moderator in the relationship of thinking styles with the self-efficacy of career decisions of high school students. The number of respondents in this study were 353 high school students. Furthermore the variables were measured using a research questionnaire namely the Career Decision Self-Efficacy-Short Form (CDSE-SF) scale and Thinking Style Inventory-Revised II (TSI-R2) which had been adapted into Indonesian. Data were analyzed using PROCESS macros program from Hayes that contained in SPSS. The results show that gender can only moderate the relationship of type I thinking styles with career decision self-efficacy in senior high school students (b3 -0,24, t-2,51, p 0,05); while gender doesnt become a moderator in the relationship of type II thinking styles with career decision self-efficacy of high school student (b3 -0,12, t -1,28, p 0,5). Limitation and suggestions for further research are discussed.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T55167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Dwi Rizky
Abstrak :
ABSTRAK
Organizational Support (POS) terhadap retensi karyawan. Retensi karyawan penting bagi organisasi agar karyawan tetap memilih untuk tinggal di dalam organisasi. POS merupakan bentuk dukungan organisasi berupa investasi pengembangan karir dalam mengembangkan pengetahuan hingga promosi karyawan. Penelitian ini merupakan studi korelasional pada Bank Pembangunan X dengan jumlah partisipan sebanyak 105 partisipan dari level staff, supervisor dan manajer. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa POS memiliki hubungan korelasi yang positif terhadap retensi karyawan, sedangkan hasil korelasi Pearson menunjukan bahwa pengaruh POS terhadap retensi sebesar 54.6%. Development training dipilih sebagai intervensi yang dilakukan pada penelitian ini untuk meningkatkan POS di bank Pembangunan X dengan 8 orang karyawan sebagai partisipan intervensi. Metoda penyampaian training menggunakan teletraining. Evaluasi pelatihan dilakukan hingga tahap II dengan peningkatan pengetahuan dengan nilai rata-rata sebesar 52,78 (pre-test01) menjadi 75,56 (post-test01). 46,25 (pre-test02) menjadi 78,13 (post-test02), dan 43,75 (pre-test03) menjadi 70 (post-test03). Evaluasi post-program dilakukan 2 minggu setelah pemberian pelatihan dengan hasil tidak terdapat peningkatan POS dan skor retensi secara statistik. Dapat disimpulkan, meskipun POS berpengaruh terhadap retensi karyawan, teletraining yang diberikan tidak cukup mampu untuk membantu meningkatkan retensi.
ABSTARCT
This research aimed to explain the relationship between Perceived Organizational Support (POS) on employee retention. Employee retention is important for organizations on maintaining employees to remain in the organization. POS is a form of organizational support in the form of career development investments either developing knowledge or employee promotion to improve retention. This research was a correlational study at Development Bank X with a total of 105 participants from the staff, supervisor and manager levels. Correlation analysis results showed that POS had a significant and positive relationship with employee retention, that accounted for 54.6% of variance. Development training was chosen as an intervention to improve POS in Development Bank X for 8 employees using teletraining method. Training evaluation was carried out up to stage II with an increase in knowledge with an average value of 52.78 (pre-test01) to 75.56 (post-test01). 46.25 (pre-test02) to 78.13 (post-test02), and 43.75 (pre-test03) to 70 (post-test03). Post-program evaluation was carried out two weeks after the training, with the result that there was no statistically increased retention score and POS. to conclude, although POS influenced employees retention, teletraining given to the sample was not able to increase retention scores.
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Indira Artha
Abstrak :
Perilaku membantu rekan kerja di luar uraian pekerjaan utama berdampak positif pada pencapaian organisasi. Perilaku ini dalam penelitian psikologi industri sebagai perilaku kewargaan antarpribadi. Perilaku kewargaan antarpribadi merupakan tindakan karyawan yang bukan merupakan bagian dalam uraian tugas utamanya yang difokuskan untuk membantu menyelesaikan permasalahan pribadi atau menyelesaikan tugas rekan kerja. Untuk itu dilakukan penelitian guna mengetahui faktor yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Kepedulian empatik merupakan salah satu faktor penting yang berhubungan dengan munculnya perilaku kewargaan antarpribadi. Kepedulian empatik adalah respons emosional belas kasih dan keprihatinan yang dialami karyawan ketika melihat rekan kerja yang sedang membutuhkan. Penelitian ini merupakan penelitian terapan yang terdiri dari Studi 1 dan Studi 2. Studi 1 dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kepedulian empatik dan perilaku kewargaan antarpribadi pada karyawan Direktorat A Bank XYZ. Data dikumpulkan dari 40 karyawan menggunakan kuesioner yang terdiri atas Interpersonal Citizenship Behavior Scale (Settoon & Mossholder, 2002) dan Empathic Concern Subscale dari Intepersonal Reactivity Index (Davis,1980). Diketahui terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepedulian empatik dan perilaku kewargaan antarpribadi (r = 0,54, p < 0,01). Hasil Studi 1 ditindaklanjuti melalui Studi 2 dengan melaksanakan pelatihan Empathy at Work. Berdasarkan evaluasi terhadap lima peserta diketahui program ini efektif. Terdapat peningkatan yang signifikan pada pemahaman peserta mengenai kepedulian empatik (Z = -2,03, p < 0,05). Peserta juga menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap kepedulian empatik (Z = -2,06, p < 0,05) dan perilaku kewargaan antarpribadi (Z = -2,03, p < 0,05). Berdasarkan pengamatan rekan kerja dan atasan langsung diketahui peserta mampu menunjukkan kepedulian empatik dan perilaku kewargaan antarpribadi dengan memenuhi lebih dari 60 persen indikator perilaku yang diharapkan.
Helping coworkers outside ones main job description has a positive impact on organizational achievement this behavior in industrial psychology research known as interpersonal citizenship behavior. Interpersonal citizenship behavior is an employees activities that are not part of their main tasks, focused on helping to solve personal problems or complete the work of colleagues. For this reason, research is conducted to determine the factors associated with these behaviors. Empathic care is an important factor related to the emergence of interpersonal citizenship behavior. Empathic care is the emotional response of compassion and concern experienced by employees when they see colleagues in need. This research is applied research consisting of Study 1 and Study 2. Study 1 was conducted to determine the relationship between empathic concern and interpersonal citizenship behavior among XYZ Bank Directorate A employees. Data were collected from 40 employees using a questionnaire consist of the Interpersonal Citizenship Behavior Scale (Settoon & Mossholder, 2002) and the Empathic Concern Subscale of the International Reactivity Index (Davis, 1980). There is a significant positive relationship between empathic care and interpersonal citizenship behavior (r = 0,54, >p <0,01). Study 1 results were followed up through Study 2 by conducting Empathy at Work training. Based on the evaluation of five participants, it was found that the program was effective. There was a significant increase in participants understanding of empathic care (Z = -2.03, p <0.05). Participants also showed a more positive attitude towards empathic care (Z = -2.06, p <0.05) and interpersonal citizenship behavior (Z = -2.03, p <0.05). From the observations of coworkers and direct supervisors, the research found that participants were able to demonstrate empathic concern and interpersonal citizenship behavior by meeting more than 60 percent of expected indicators.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T54025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artisita Rochmi
Abstrak :
Sebagai pelopor bank syariah di Indonesia, Bank XYZ sedang menghadapi penurunan kinerja bank yang memperlihatkan kurangnya komitmen karyawan terhadap organisasi. Kepemilikan pekerjaan adalah salah satu prediktor yang berhubungan dengan komitmen afektif karyawan. Penelitian ini terdiri dari Studi 1 dan Studi 2. Studi 1 berupa penelitian korelasi dilakukan untuk melihat hubungan antara kepemilikan pekerjaan dan komitmen afektif pada 40 karyawan di Direktorat HC Bank XYZ menggunakan kuesioner dari TCM Employee Commitment Survey yaitu Affective Commitment Subscale (Meyer & Allen, 2004) dan Job-based Psychological Ownership Scale (Brown, Pierce, & Crossley, 2014). Studi ini menunjukkan ada hubungan antara kepemilikan pekerjaan dan komitmen afektif (r=.60, p<.05). Berdasarkan hasil tersebut, kemudian ditindaklanjuti dengan Studi 2 yaitu pemberian program intervensi pelatihan My Job and I yang bertujuan untuk meningkatkan rasa memiliki terhadap pekerjaan sehingga komitmen afektif karyawan menjadi lebih kuat. Peneliti melakukan intervensi kepada empat orang karyawan yang memiliki kepemilikan pekerjaan yang rendah. Hasil menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan terkait kepemilikan pekerjaan (Z=-2.375, p<.05). Namun demikian, hasil evaluasi level tingkah laku belum menunjukkan peningkatan kepemilikan pekerjaan dan komitmen afektif yang signifikan saat sebelum dan sesudah intervensi pelatihan. 
As a pioneer of Islamic banks in Indonesia, Bank XYZ is facing a decline in bank performance that shows a lack of employee commitment to the organization. Job ownership is one of predictors that explain relationship with affective commitment. This research consisted of two study, correlational and intervention study. Correlational study examined the relationship between job ownership and affective commitment at Human Capital Directorate Bank XYZ. This study involved 40 employees, measurement instruments used TCM Employee Commitment Survey of Affective Commitment Subscale (Meyer & Allen, 2004) and Job-based Psychological Ownership Scale (Brown, Pierce, & Crossley, 2014). Result showed the significant relationship of job ownership and affective commitment (r=.60, p<.05). Based on first study result, researcher fined an appropriate intervention called My Job and I training to increase job ownership that impacted the affective commitment enhancement. Next we conducted job ownership improvement program for the employee that has minimum score of job ownership and the one-group pre-test post-test design for the second study (intervention). Result showed a significant difference mean score in knowledge evaluation (Z=-2.375, p<.05). However, the result of behavioural evaluation have not shown significant job ownership and affective commitment before and after the intervention. 
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T54030
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>