Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wulan Purnama Sari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas pertukaran sosial dalam pengaruhnya terhadap interaksi antara etnis Batak dan Tionghoa pada komunitas gereja di Jakarta. Penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan mixed methods. Hipotesis awal menjelaskan terdapat pengaruh antara pertukaran sosial dengan interaksi sosial. Tetapi hipotesis akhir menunjukkan bahwa pertukaran sosial tidak memiliki pengaruh dalam interaksi antara kedua etnis tersebut. Penelitian tambahan dilakukan untuk mencari tahu faktor apa yang sebenarnya mempengaruhi interaksi antar kedua etnis tersebut. Hasilnya menunjukkan adanya peran dari nilai dan ajaran agama Kristen Protestan tentang cara berinteraksi dengan sesama manusia, seperti tertulis dalam Alkitab.

ABSTRACT
The focus of this study is social exchange in effect of interaction between ethnic Chinese and Bataknese inside church community at Jakarta. This research is using a mixed methods. Initial hypothesis explain that social exchange is affect social interaction. But final hypothesis shows that social exchange doesn?t have any effect in interaction between two ethnic groups. Additional research was conducted to searching what factors usually affect interaction between two ethnic groups, which is the result of this additional research shows that Christians Protestant values and doctrine play a role, which is about how to interact with others people, just like written on the Bible."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Lutfia
"Arab Saudi merupakan negara yang memiliki permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) non formal dengan jumlah terbesar, sehingga peneliti tertarik dan bertujuan meneliti bagaimana hambatan komunikasi antar budaya yang dialami TKI dengan majikannya di Arab Saudi, dan bagaimana upaya yang dilakukan TKI untuk mengatasi hambatan tersebut berdasarkan pengalaman TKI yang pernah bekerja di Arab Saudi. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif dan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini menggunakan model komunikasi antar budaya yang dikemukakan Gudykunst dan Kim dan beberapa masalah potensial yang dapat menghambat komunikasi antar budaya oleh Samovar,dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat masalah-masalah (problem potensial) yang muncul dalam interaksi TKI dengan majikan di Arab Saudi yang dapat membawa implikasi adanya hambatan komunikasi dalam interaksi antara TKI dengan majikan. Secara umum terdapat beberapa kesamaan hambatan komunikasi yang dialami oleh TKI dengan majikannya yaitu ketika kali pertama bekerja sebagai TKI di Arab Saudi adalah berupa perbedaan bahasa dan nada suara, perbedaan interpretasi nonverbal, ketidakpastian dan kecemasan yang tinggi. Dalam penelitian ini, peneliti melihat bagaimana latar belakang pendidikan dan pengalaman lamanya bekerja menyebabkan munculnya beberapa perbedaan pengalaman hambatan komunikasi yang dialami TKI dengan majikannya di Arab Saudi yaitu etnosentrisme dan stereotipe negatif terhadap majikan, jarak kekuasaan yang tinggi, dan perbedaan gaya komunikasi.

Saudi Arabia is a country that having the biggest problem of non formal Indonesian overseas workers. Therefore, researcher is interested and intended to investigate regarding intercultural communication barrier that happens between the worker and employer in Saudi Arabia and how the workers deal with it based on their experiences. This research is using constructivism paradigm with qualitative approach and descriptive research type. Intercultural commuication's model proposed by Gudykunst and Kim, potensial problems that can be detaining intercultural communication by Samovar,et.al are used by researcher in this research. The result of this research shows that there are potential problems that arise in the workers-employers interaction. These problems can bring implication about communication barriers when they interact. Generally, there are similarities regarding communication barriers that happens between workers-employers, especially when the workers work in Saudi for the first time, those are language and voice tone differences, nonverbal interpretation differences, uncertainty and high anxiety. In this research,the researcher saw how education background and work experience make the communication barriers experiences between workers getting different. The differentiations are ethnocentrism and negative stereotype to the employer, high power distance, and communications style difference.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Yudhi Septa Priana
"ABSTRAK
Tesis ini mencoba mendeskripsikan identitas masyarakat melalui pemilihan
bahasa dan sikap bahasa, sebuah studi etnografi komunikasi pada
masyarakat Padarincang kabupaten Serang Propinsi Banten. Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi etnografi
komunikasi dengan menggunakan teori Akomodasi Komunikasi. Hasil
penelitian menyatakan bahwa terdapat pemilihan bahasa berupa campur
kode bahasa dan alih kode bahasa yang dilakukan oleh salah satu kelompok
masyarakat untuk berdaptasi dalam berinteraksi. Sikap bahasa akan muncul
jika satu kelompok masyarakat melakukan pemertahanan bahasa.
pemertahanan bahasa dapat memperlihatkan kesetiaan bahasan dan
kebanggaan bahasa. Akomodasi yang muncul melalui interaksi antara
individu dalam masyarakat yang menggunakan dua bahasa yang berbeda
berupa divergensi dan kovergensi. Akomodasi merupakan strategi untuk
beradaptasi dan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Identitas diri dan
identitas kelompok dapat diungkapkan melalui pemilihan bahasa dan sikap
bahasa yang dilakukan ketika terjadi peristiwa komunikasi antara individu
dengan individu lain baik dalam kelompok masyarakat bahasanya maupun
yang berasal dari kelompok masyarakat yang berbeda bahasa.

ABSTRACT
This thesis studies about description of social identity through language
selection and language attitude. A ethnografy study on social interaction at
Padarincang society. This research is qualitative research by ethnografy
study approach and communication ethnography by using accommodation
communication theory. The result of the research states that there is
language selection in the form of language code mixing and language code
switching which is done by one of the social group to adapt in interaction.
The language attitude will appear if one of the social group do language
resistance, the language resistance can show us the language loyalty and
language pride. Accommodation appears through interaction among
individuals in society using two different languages in the form of
divergence and convergence. Accommodation is the strategy to adapt and
for achievement of a certain aim. Self identity and group identity can be
represented through the language selection and the language attitude which
is done when the event of communication happens between individual and
the other individuals both their language social group and the group that
come from the social group that have different languages."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
El Chris Natalia
"ABSTRAK

Tesis ini membahas tentang orang-orang Korea Selatan yang melakukan adaptasi antarbudaya di Indonesia melalui akomodasi komunikasi terhadap orang-orang Indonesia. Orang-orang Korea Selatan menghadapi budaya yang berbeda ketika di Indonesia dan mengharuskan mereka beradaptasi dengan budaya dan orang-orang Indonesia. Budaya yang berbeda bisa jadi memicu terjadinya masalah. Akomodasi komunikasi menjadi suatu aspek pendukung bagi orang-orang Korea Selatan untuk beradaptasi. Tesis ini berfokus untuk menjelaskan bagaimana sikap dan penggunaan bahasa orang-orang Korea Selatan dalam melakukan akomodasi komunikasi dengan orang-orang Indonesia dan alasan mereka dalam bersikap dan menggunakan bahasa tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan fenomenologi dengan menggunakan Teori Akomodasi Komunikasi.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kesamaan karakteristik pada orang-orang Korea Selatan cenderung menjadikan mereka berperilaku sama ketika berakomodasi komunikasi untuk beradaptasi. Orang-orang Korea Selatan tetap mempertahankan dan memperlihatkan identitas budaya mereka sebagai orang Korea Selatan saat beradaptasi. Jumlah banyaknya orang-orang Korea Selatan ketika bersama orang-orang Indonesia menentukan apakah mereka akan berkonvergensi atau berdivergensi. Ketika jumlah mereka lebih banyak dibandingkan orang Indonesia, mereka cenderung melakukan divergensi, sebaliknya ketika jumlah mereka lebih sedikit, maka mereka cenderung melakukan konvergensi. Semakin lama orang-orang Korea Selatan tinggal di Indonesia, maka mereka lebih sering melakukan konvergensi terhadap orangorang dan budaya Indonesia. budaya kolektivisme orang-orang Korea Selatan yang ‘berkelompok’ membuat mereka sedikit susah untuk melakukan konvergensi dan beradaptasi dengan lebih terbuka terhadap orang-orang Indonesia


ABSTRAK

This thesis studies about South Korean people who do intercultural adaptation in Indonesia through communication accomodation toward Indonesian people. South Korean people face different cultures in Indonesia and they have to adapt with Indonesian people and culture. Different cultures can trigger problems. Communication Accomodation is an supporting aspect for South Korean people to adapt. This thesis focuses on explaining the attitude and the use languange of South Korean people and their reason in doing communication adaptation with Indonesian people. This reasearch is qualitative research using phenomonelogy approach with Communication Accomodation Theory.

The result of this research is similar characteristic of South Korean people tend to make them do the same attitude in doing communication accomodation to adapt. They keep maintaining and showing their cultural identity as South Korean people when they do the adaptation. The number of South Korean people when they are with Indonesian people determines whether they will do convergence or divergence. When their number is lesser than Indonesian people, they will diverge. On contrary, when their number is bigger than Indonesian people, they will converge. The longer time they stay in Indonesia, the more they converge toward Indonesian people and its culture. The collectivism culture of Korean people in “grouping” make them a bit hard to do wider convergence and adaptation toward Indonesian people.

"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42681
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Musfiratun
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang konsep diri pelaku konversi agama etnis Tionghoa yang merupakan anggota Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jakarta.
Identitas orang Tionghoa Indonesia mengalami pasang surut dari era kolonial
hingga Orde Baru, karena asal etnis mereka, orang Tionghoa tidak dianggap
sebagai penduduk asli Indonesia meskipun keberadaan mereka di negara ini sudah lama. Persepsi ini membuat orang Tionghoa mendapatkan status sebagai orang asing yang seringkali menerima diskriminasi. Hal paling dilematik yang terjadi adalah identitas diri dari mualaf Tionghoa yang berada di persimpangan di antara identitas Tionghoa dan identitas Pribumi.
Penelitian ini menggunakan teori Looking Glass Self yang dikemukakan oleh
Charles H. Cooley untuk membahas mengenai identitas dan konsep diri dari
pelaku konversi agama. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif, fenomena konversi agama dianalisis melalui prespektif fenomenologi subjek sehingga diharapkan mampu merekonstruksi kehidupan yang dialami oleh setiap subjek penelitian. Keempat subjek penelitian dipilih dengan cara sampling purposive dengan kriteria 1) Merupakan pelaku konversi agama Islam yang berasal dari etnis Tionghoa, 2) Merupakan anggota aktif dari organisasi PITI Jakarta yang tercatat dan mengikuti berbagai kegiatan dari PITI.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap subjek penelitian memiliki motifmotif personal yang melatarbelakangi proses konversi agama. Tahapan terakhir dari proses konversi agama adalah adanya perubahan konsep diri dan pembentukkan identitas baru dari keempat subjek penelitian. Perubahan konsep diri pada pelaku konversi agama etnis Tionghoa berlangsung secara bertahap seiring interaksinya dengan lingkungan. Berbagai peristiwa yang mengiringi subjek dalam proses konversi agama turut andil dalam pembentukan konsep diri

ABSTRAK
This thesis studies about self concepts of Tionghoa religion converts in Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Jakarta. The identity of Tionghoa people experienced up and down from colonial times until the new order, because of their ethnic status, Tionghoa people never considered as Indonesia citizen although they have lived in this country for a long time. The perception makes Tionghoa people experienced discrimination. The most complicated that happen are the identitiy of Tionghoa converts is at the intersection between Tionghoa and Indonesia.
This research used looking glass self theory presented by Charles H Cooley to explain about identity and self concepts of religion converts. this thesis used qualitative approach, the phenomena analysed through phenomenology prespective which mean the subjects could reconstruct their life as what they have done. The number of subjects are four choosen by purposive sampling with criteria considered 1) Tionghoa converts to Islam 2) is an active member of PITI Jakarta.
The result of this research showed that mostly of the subjects have several
personal motives that can be predisposed them to conversion. The last and
important part of the conversion process typically canging self concept and
forming new identity of the four subject. The canging self concepts of Tionghoa converts took place gradually, over its interaction with the environment. The various events that centered the subjects in the conversion process, interfering to formed the self concepts"
2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hapsari Dwiningtyas Sulistyani
"ABSTRAK
Penelitian ini mengkaji bagaimana interaksi komunikasi yang dilakukan oleh perempuan di dalam komunitas tertentu bisa mengindikasikan strategi kuasa yang mereka terapkan dan juga posisi mereka di dalam struktur sosial. Bahasa adalah sarana yang penting bagi perempuan untuk bisa berpartisipasi di dalam kuasa. Bahasa perempuan di dalam penelitian ini tidak hanya dipahami sebagai tuturan verbal saja tetapi juga berbagai bentuk ekspresi perempuan seperti: ekspresi tubuh, penggunaan kata, ruang, dan waktu. Secara spesifik penelitian ini mengkaji bahasa sehari-hari dari kelompok perempuan pekerja seks di resosialisasi Sunan Kuning, Semarang yang merupakan kelompok subaltern yang suaranya sering terabaikan. Subalternitas PSK juga ditunjukkan oleh banyaknya pihak yang berkepentingan untuk mengatur dan mengendalikan mereka.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menjelaskan hubungan kuasa di dalam bahasa perempuan yang berada pada posisi subaltern dan melihat potensi bahasa perempuan untuk mengkomunikasikan resistensi. Alur berpikir kerangka teoritis penelitian ini diawali dari pemikiran Bourdieu mengenai dominasi maskulin, teori posmodern feminis mengenai bahasa, dan teori subaltern. Selanjutnya teori speech codes digunakan untuk mempeproleh pemahaman mengenai kuasa dan resistensi perempuan yang berada pada posisi subaltern. Metode etnografi kritis menjadi alat yang digunan untuk mencapai tujuan penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan ciri khas speech codes dari kelompok PSK; lugas, terbuka, dan menggunakan bahasa Jawa Pesisir yang cenderung kasar. Penggunaan bahasa ?kasar? yang bersifat maskulin tersebut terutama terlihat ketika marah. Beberapa strategi bahasa yang digunakan untuk resistensi muncul dari analisis tematik dan speech codes seperti; memanfaatkan modalitas, mengadopsi bahasa maskulin, dan menyangatkan seksualitas perempuan yang tidak dipahami laki-laki.
Hasil penelitian juga menunjukkan kuasa dan resistensi yang terdapat pada tematema; hasrat, tubuh, ibu, dan spiritualitas. Kata kunci yang muncul ketika mengkomunikasikan hasrat adalah ?cepat? yang mengindikasikan seks dimaknai sebagai kerja. Subjek penelitian sering terjebak dengan wacana cinta sehingga tuturan mereka tentang cinta dengan lawan jenis cenderung bernuansa sedih dan ekspotatif. Menjadi ibu juga bisa menjadi sumber kekuatan perempuan untuk bisa bertahan dan tidak tergoda dengan jeratan cinta dan romantisme yang ditawarkan tamu. Secara spiritualitas mereka memiliki cara sendiri yaitu menggunakan ajaran Islam dan berbagai ritual Kejawen. Mereka memilih cara tersebut karena wacana dualisme di dalam agama formal tidak bisa mewadahi spiritualitas mereka. Jika pertanyaan teoritis yang muncul adalah ?Can subaltern speak?? maka penelitian ini menunjukkan bahwa mereka yang berada di dalam kelompok subaltern bisa bicara. Sebagai kelompok subaltern mereka bisa bicara namun seringkali suara mereka tidak bisa terdengar oleh sebab itu memahami bahasa perempuan terutama yang berada pada posisi subaltern perlu dilakukan dengan cara mendengar mereka dengan memahami berbagai ekspresi yang selama ini sering terabaikan karena berada di luar ekspresi kebahasaan yang dominan.

ABSTRACT
The research explores how women?s communication within a distinctive community signifies their power-relation strategies and asserts their positions in social structure. Language is an essential tool for women to participate in power. The women?s language in this regard was not merely measured as verbal speech, but also the various array of expression, such as gesture, wording and articulation, space, and time.
The research purposely observed the daily talking of female prostitutes in Sunan Kuning boarding quarter of Semarang, of which was the neglected subaltern group. The subalternity nature of the group was also revealed by the fact that there are interests of parties surrounding the group tried to exert some control over the group.
The main point of the research was to explain the power relation of subaltern women?s language, and seek out its potentiality to express resistance. The logic of the theoretical framework drew on Bourdieu?s thought of masculine domination, feminist postmodern of language, and subaltern theory, whereas the speech code theory provided insight on power and women?s resistance as a subaltern group. Critical ethnography was the method used to attain the research objectives.
Findings pointed out that there were certain speech codes of the prostitute group: straight forward, blatant, and using the harsh tendency of northern-Javacoastal dialect. The harsh talking, which mostly associated to masculine nature, was mainly used to express anger. Few more speech strategies in uttering resistance were: utilizing modality, adopting masculine dialect, and exaggerating women sexualities that hardly understandable to men. Findings also revealed that power and resistance were found in themes of passion, body, maternity, and spirituality. The keyword of communicating passion was ?quick/hurried?, meant that sex is work. However, they often stuck in love-related circumstances with men that almost always bring about gloomy and exploitative relations. Maternity was also the cause of power for survival and means of resisting romanticism and love-related mesh drawn by their customers. They had their own way of spirituality that is worshiping and carrying out Islam or other Kejawen rituals. They picked their own manner for that the dualism discourse of official religions could not taking up their spirituality. Finally, considering the theoretical question ?Can subaltern speak??, this study disclosed that women from the subaltern groups were indeed speaks. As members of the groups however, their voices were barely heard. So, appreciating women language, particularly those among the subaltern, should be conducted with sensibly listen to them as we learn their numerous expressions that were commonly neglected because of the fact that those expressions were beyond the dominant languages.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1459
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Priza Audermando
"ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah menguji kecocokan model teoretikal kepekaan retorikal (rhetorical sensitivity) berbasis struktur mentalitas budaya komunikasi pada guru tersertifikasi dalam konteks masyarakat multietnis di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Model penelitian terdiri dari 47 variabel manifes (indikator), enam variabel laten dan 15 lajur hubungan kausal. Penelitian berangkat dari paradigma klasik (positivis).Disain penelitian adalah cross-sectional survey.Data dikumpulkan melalui wawancara tatap muka. Alat pengumpul data yang utama adalah kuesioner.Jumlah sampel sebanyak 339 orang.Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah pencuplikan acak sistematis. Marjin kesalahan pencuplikan sampel sebesar + /- 4 %. Data dianalisis dengan metode Structural Equation Modelling (SEM) dengan bantuan piranti lunak LISREL 8.5. Terdapat tiga temuan utama yang dihasilkan penelitian ini.Pertama, tiga ukuran kecocokan absolut model keseluruhan berkategori baik.Semua ukuran kecocokan inkremental model berkategori baik.Semua ukuran parsimoni model keseluruhan berkategori baik. Satu ukuran lain keseluruhan model berkategori baik. Kedua, 45 butir variabel manifest (indikator) memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Terakhir, terdapat 12 lajur hubungan kausal yang berkategori signifikan.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa keberlakuan model teoretikal kepekaan retorikal (rhetorical sensitivity) berbasis struktur mentalitas budaya komunikasi pada guru tersertifikasi dalam konteks masyarakat multietnis di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara bersifat terbatas.

ABSTRACT
The main aim of this research is test how fit theoretical model of rhetorical sensitivity based on communication mentality structure on certified teachers in multiethnic context. This model research was shaped by 47 indicators (manifest variables), six latent variables and 15 causal paths. Paradigm used to this research is positivism. All concepts that building theoretical model are measured in interval levels and operationalized in self-report format with 7 points Likert-type scale. All indicators were translated from English to Indonesia. Unit and level analysis is individual. The target population is certified teachers as listed until 2013 at District of Simalungun, Province of North Sumatera. Sample size is 339 people that selecting by systematic random sampling technique with margin of error ± 4%. Sampling frame is available. This research design is a cross-sectional survey in which data was collected by face to face interview that guided by structured questionnaire. Data was analyzed by structural equation modelling (SEM) method that supporting with LISREL 8.5 for Windows.
This research found that three of six absolute fit measures were classified good fit. All incremental fit measures were classified good fit. All parsimonious fit measures were apparently classified good fit. There 45 0f 47 indicators were valid and reliable. Twelve of fifteen casual paths were significance. This research generally conclude that data which are taken from certified teachers in multiethnic context did not all fit to the theoretical model.
"
[2015, 2015]
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustinus Rusdianto Berto
"Disertasi ini bertujuan untuk mengeksplorasi struktur kesenjangan informasi beserta celah-celah struktur dan dinamika peran tertius di dalam jaringan informasi pariwisata selam pada Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo. Pengumpulan data dilakukan melalui desain exploratory sequential mix-methods terhadap 20 (dua puluh) pemangku kepentingan industri pariwisata selam dan 62 (enam puluh dua) pemandu selam lokal. Berdasarkan hasil koding tematik dan analisis jaringan menggunakan lensa teori celah struktur, studi ini menemukan beberapa temuan menarik. Pertama, informasi-informasi sosiokultural lebih mendominasi struktur kesenjangan informasi pariwisata selam daripada informasi-informasi teknis kepariwisataan itu sendiri. Kedua, terdapat beberapa aktor yang mampu memainkan peran keperantaraan informasi melalui strategi tertius gaudens dan tertius iungens, sehingga dapat mengokupasi posisi-posisi yang signifikan di dalam celah-celah struktur jaringan informasi pariwisata selam, terutama dalam hal diskursus informasi sosiokultural. Ketiga, dari temuan beberapa tertius sebelumnya, salah seorang di antaranya begitu kompeten dalam memainkan peran dan strategi bertransformasi menjadi tertius contingens dengan piawai memainkan peran dan strategi dualitas tertius gaudens dan tertius iungens, baik secara bergantian maupun bersamaan, sebagai bentuk mekanisme adaptasinya terhadap kondisi gejolak jaringan. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi konsep strategi keperantaraan informasi tertius contingens tersebut.

This dissertation aims to explore the structure of information gaps along with the structural holes and dynamics of tertius roles in the dive tourism information network in Komodo National Park, Labuan Bajo. The data are gathered by exploratory sequential mix-methods design of 20 (twenty) dive tourism industry stakeholders and 62 (sixty-two) local dive guides. Based on the results of thematic coding and network analysis using the lens of structural holes theory, this study found several interesting findings. First, sociocultural information dominates the structure of diving tourism information gaps rather than the tourism technical information itself. Second, there are several actors capable of playing the roles of information brokerage through the tertius gaudens and tertius iungens strategies, so they can occupy a significant position in the structural holes of dive tourism information network, especially in the case of sociocultural information discourse. Third, from the findings of several tertius before, one of them was so competent in playing tertius duality strategies, both serially or simultaneously, as a form of adaptation mechanism to the network churn conditions, thus causing her to transform into a tertius contingens. Further studies are needed to explore the information brokerage concept of tertius contingens strategy. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
D2777
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Monik Agustin
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui panoptisisme dalam proses konstruksi wacana tubuh normal pada perempuan gemuk khalayak iklan. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan proses konstruksi wacana tubuh normal pada perempuan gemuk, mendeskripsikan dan mengidentifikasi permainan kebenaran atas wacana tubuh normal perempuan, mengidentifikasi mengidentifikasi konsep diri yang dihasilkan dari proses konstruksi sosial atas realitas tubuh normal, dan mengidentifikasi pemain-pemain permainan kebenaran yang dihasilkan dari konsep diri hasil konstruksi sosial atas realitas tubuh normal. Penelitian ini menggunakan kerangka berpikir Michel Foucault mengenai panoptisisme, disiplin tubuh, hubungan relasi kuasa dan wacana, konstruksi realitas sosial dari Berger-Luckman dan interaksionisme simbolik yang dikembangkan Cooley-Mead. Paradigma dalam penelitian ini adalah konstruksionisme kritis dan merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam terhadap 6 perempuan gemuk.
Hasil penelitian ini berhasil mengidentifikasi Panoptisisme Patriarki yang ada dalam proses konstruksi wacana tubuh normal, permainan kebenaran atas wacana tubuh normal di media, hadir dalam bentuk wacana tubuh normal dan wacana sehat dalam tampilan media, seperti postingan akun media sosial, tayangan di televisi, iklan cetak di majalah, iklan di billboard, dan iklan televisi, panoptisisme wacana tubuh normal melalui iklan terjadi ketika wacana bersemayam dan mendisiplinkan tanpa terlihat, tanpa disadari dan tanpa paksaan melalui media, proses konstruksi wacana tubuh normal melalui media menghasilkan 3 kategori konsep diri, yaitu normative-confident self, alternative-confident self, dan low-confident self, dan konsep diri tersebut menghasil pemain-pemain permainan kebenaran yang terdiri a...

ABSTRACT
This study aimed to identify panopticism in the construction process of normal body discourse to obese women who were Advertisement Audience. In addition, this study also aimed to describe the construction process of normal body discourse, identify the truth game of the normal body discourse in the media, identify the self-concept, and identify the truth-game players of the discourse. This study uses a framework of Michel Foucault on panopticism, body discipline, power relations and discourse relations, the construction of social reality of Berger-Luckman and symbolic interactionist developed by Cooley and Mead. The paradigm of this research is critical constructionism and is a descriptive qualitative research. Data collection techniques used are depth interviews with 6 obese women.
The results of this study have identified Patriarchy Panopticism in the process of normal body discourse construction, a game of truth above normal body discourse in the media, is present in the form of discourse and the discourse of normal healthy body in appearance media, social media accounts such postings, on television shows, print ads in magazines, advertising in billboards, and television commercials, panopticism of normal body through advertising occurs when discourse and discipline resides invisibly, without realizing it and without coercion through the media, the process of normal body discourse construction through the media of self-concept resulted in 3 categories, namely normative self-confident, alternative-self confident, and low self-confident, and self-concept that produces the truth game players consisting of...
"
2014
D1935
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Poerwito Setijadi
"Goffman (1967) mendefinisikan face (muka) sebagai sebuah nilai sosial positif yang secara efektif diklaim oleh seseorang untuk dirinya sendiri sejalan dengan anggapan orang lain mengenai dirinya pada saat kontak tertentu. Muka seseorang adalah indikator langsung harga dirinya selama interaksi dan oleh karena itu merupakan bagian penting dari proses komunikasi. Facework (Ting-Toomey, 1988) adalah strategi komunikasi yang digunakan individu untuk mengemukakan muka dirinya (self-face) untuk mendukung atau menentang muka diri orang lain (other-face). Individu dari latar belakang dan budaya yang berbeda menegosiasikan strategi muka berbeda ketika konflik dan ketidakpastian terjadi.
Menggunakan pendekatan interpretif kualitatif etnometodologi, penelitian ini mengkaji strategi muka individu dalam dinamika komunikasi virtual kelompok antar budaya. Subyek yang diamati dalam penelitian ini adalah sebuah kelompok virtual, kolaborasi dari tiga universitas (satu dari Indonesia dan dua dari Amerika Serikat) yang secara teratur menggunakan Skype video conferencing untuk bertemu. Interaksi yang terjadi dalam kolaborasi pengambilan keputusan menjadi fokus untuk menganalisis muka. Analisis Percakapan dipakai untuk menganalisa bagaimana peserta mengkonstruksikan percakapan mereka, dan perspektif sosial budaya pada muka diperhitungkan dalam menganalisa data. Sebagai kerangka teori, Teori Face-Negotiation dari Ting-Toomey (1988; 2005) digunakan untuk menjelaskan konsekuensi dari proses komunikasi kelompok virtual, khususnya bagaimana strategi muka individu dilakonkan dalam proses kolaboratif.
Hasil penelitian ini adalah pemetaan strategi facework individu dari budaya-budaya individualistik (Amerika Serikat) dan kolektivistik (Indonesia). Studi ini menunjukkan hasil, yang bertentangan dengan asumsi umum, bahwa perbedaan dalam strategi facework individu dari budaya individualistik dan kolektivistik tidaklah sekontras seperti hitam dan putih. Ada wilayah 'abu-abu' di mana individu-individu dari kedua budaya melindungi atau mempertahankan muka dirinya (self-face defensive) sendiri namun pada saat yang sama juga saling menghormati muka satu sama lain (mutual-face) demi solidaritas kelompok. Sikap mindfulness individu mempengaruhi strategi facework yang dilakukan dalam proses kolaborasi. Pemetaan strategi negosiasi muka berbasis budaya yang dihasilkan dari penelitian ini dapat membantu ilmuwan memahami bagaimana individu menegosiasikan muka mereka dalam kolaborasi virtual antarbudaya. Karenanya, hasil dari penelitian ini merupakan kontribusi yang signifikan bagi pengembangan Teori Negosiasi Muka.

Goffman (1967) defined face as 'the positive social value a person effectively claims for himself by the line others assume he has taken during a particular contact'. An individual's face is a direct indicator of hir/her self-esteem during interactions and it is therefore an important part of communication processes. Facework (Ting-Toomey, 1988) is a communication strategy used by a person to express his/her self-face to support or oppose other person's face. Individuals from different backgrounds and cultures negotiate face strategies differently when conflict and uncertainty occur.
Using the qualitative interpretive approach of ethnomethodology, this study examines face negotiation strategies in the dynamics of intercultural virtual group communication. The subjects observed in this study is a virtual group, a collaboration of three universities (one from Indonesia and two from the USA) that regularly use Skype video-conferencing for meetings. Interaction that occurs during decision making is the focus for analyzing face. Conversation Analysis is used to analyze how participants construct their conversation, and the sociocultural perspective of the face is considered in analyzing the data. As a theoretical framework, Ting-Toomey's Face Negotiation Theory (1988; 2005) is used to explain the consequences of the virtual group communication process, particularly the face strategy of individuals in collaborative processes.
The result of this study is a mapping of facework strategies from cultures identified as either 'individualistic' (such as the USA) or 'collectivistic' (such as Indonesia). This study shows how, contrary to common assumption, the differences in the facework strategy of individuals from individualistic and collectivistic cultures are not so 'black and white'. There are many 'gray areas' where individuals from both cultures protect or defend his/her own face (self-face defensive) while at the same time also still honoring each other's face (mutualface) for the sake of group solidarity. This means that an individual's mindfulness affects facework strategies undertaken in the process of collaboration. The mapping of culture-based face negotiation strategies produced from this study can help scholars understand how individuals negotiate their face in intercultural virtual collaboration. Results from this study is therefore a significant contribution to the expansion of Face Negotiation Theory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D2281
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>