Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hari Prasetiyo
"Skripsi ini membahas dua permasalahan utama. Pertama bagaimanakah kedudukan KPPU sebagai lembaga negara bantu dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia? Dan kedua, apa sajakah kewenangan KPPU dalam melakukan pengawasan terhadap persaingan usaha di Inonesia? Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah kedudukan KPPU sebagai lembaga negara bantu dengan melihat perkembangan lembaga negara bantu dalam sistem ketatanegaraan dan latar belakang pembentukkan KPPU sebagai lembaga yang diberikan kewenangan secara khusus untuk mengawasi pelaku usaha dan menyelesaikan sengketa persaingan usaha serta untuk mengetahui apakah sebenarnya yang menjadi kewenangan KPPU dan batasannya, serta mengetahui apakah memang dimungkinkan bahwa suatu lembaga dalam suatu sistem peradilan khusus dapat diberikan semua kewenangan yang pada umumnya kewenangan-kewenangan tersebut diberikan kepada lembaga yang berbeda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada pencampuran kewenangan dalam KPPU, kedudukan KPPU sendiri masih berada dibawah kewenangan kekuasaan eksekutif. KPPU sendiri merupakan lembaga non-struktural yang independen dalam melaksanakan tugasnya. Kewenangan KPPU hanya yang tercantum dalam Pasal 36 UU Antimonopili, dari kewenangan tersebut KPPU tidak memiliki kewenangan regulasi dan yudisial.
This thesis mainly discusses about two problems. First, how does the position of KPPU as state auxiliary body in Indonesian constitutional system? And second, what are the Commission?s authorities in supervising business competition in Indonesia? This research is conducted on a juridical normative method, the purpose of this research is to seek information about the question of what is KPPU competency as a state auxiliary body reminds the growing of state auxiliary body in constitutional system and the background of KPPU establishment as an organ which given a special authority to supervise business activity and business competition?s dispute resolution and to seek information of what is the real authority of KPPU and its boundaries and also to find out if it is possible an institution on special judiciary system having all of the authority which is generally are given to different institution.
The result of this research shown that in fact there is no fusion of authority in KPPU, the competency of KPPU itself is under the authority of executive power. KPPU is a nonstructural body which is independent in performing its duty. KPPU authority is set forth in Article 36 of Antimonopoly Law, based on those authorities KPPU has no regulatory and judicial authority.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S42348
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Wendi Darain
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25453
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lujeng Waluyo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S26276
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Novita
"Skripsi ini membahas mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili sengketa kewenangan konstitusional lembaga negara yang dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Sengketa kewenangan tersebut kerap kali terjadi ketika suatu lembaga merasa kewenangannya telah diambil alih secara tidak sah oleh lembaga lainnya. Namun, lembaga negara yang dapat beracara dalam sidang Mahkamah Konstitusi hanya lembaga negara yang kewenangannya lahir atas Undang Undang Dasar. Penelitian ini mengambil rumusan masalah apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa kewenangan antara KPI dengan Presiden q.q Menkominfo dan bagaimana implikasi putusan MK No.30/SKLN-IV/2006 terhadap kedua lembaga tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang bertumpu pada data sekunder dan disajikan secara deskriptif analitis.
Hasil Penelitian menunjukkan Hakim Mahkamah Konstitusi beranggapan bahwa kewenangan KPI tidak lahir dari UUD sehingga Mahkamah Konstitusi memenangkan Menkominfo. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berarti hilangnya kewenangan KPI dalam hal pemberian ijin frekuensi siaran. Sedangkan bagi dunia penyiaran, putusan tersebut berdampak pada sentralisasi perijinan yang sepenuhnya dikuasai oleh pemerintah pusat. Sehingga Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyebabkan KPI menjadi suatu lembaga negara yang prematur nyaris tanpa kewenangan. Dilain pihak Menkominfo memiliki kewenangan mutlak atas dunia penyiaran tanpa adanya kontrol dari lembaga lainnya.
This thesis discusses about the authority of the Constitutional Court in constitutional disputes of state institutions with the decision of the Constitutional Court. Dispute of Authority the frequent times rill happened when an institute feel its have been taken over illegally by other institute. But, institute State able to attend legal procedure in Constitution court only State institute which its born of Elementary Inviter. This research take formula of what is problem of hitting, what becoming base consideration of Judge of Counstitutional Court in breaking dispute of authority between Broadcasting Commission of Indonesia with Minister of Communication and Information and how decision implication of Constitutional Court No.30/SKLNIV/ 2006 to both of institutions. This research used the method used approach based on the juridical normative, secondary data are presented analyzed descriptively or Juridical.
The Result of research, Judge of Constitutional Court of opinion are Broadcasting Commission of Indonesia authority does not born from UUD so that Constitutional Court win Minister of Communication and Information. Decision Court Constitution mean the loss of Broadcasting Commission of Indonesia authority in the case of giving of broadcast frequency permission. While to broadcasting world, the decision affect at central licensing which is fully mastered by central government. Decision Constitutional Court of Broadcasting Commission of Indonesia caused become a premature State institute almost without authority. Other of Minister of Communication and Information (Government) has absolute authority of broadcasting world without existence of control of other institute.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43860
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rusdi
"ABSTRAK
Kebebasan berekspresi yang terjadi akhir-akhir ini perkembangannya boleh dikatakan sangat memprihatikan. Norma-norma atau aturan yang dibuat dalam Deklarasi umum tentang hak asasi manusia dan aturan pendukung lainnya menjadi tidak begitu efektif, khususnya yang menyangkut kebebasan berekspresi yang berkaitan dengan agama.
Tujuan dari penelitian adalah mengetahui tentang pengaturan kebebasan berekspresi menurut Hukum Islam dan Hukum Hak Aassi Manusia Internasilan dan mengetahui konstelasi hak atas kebebasan berekspresi dalam hubungannya dengan kepercayaan dan keyakinan beragama. Metodelogi yang digunakan bersifat yuridis normatif, sedangkan pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan, selanjutnya data diolah dengan metode kwalitatif.
Dari penelitian ini didapatkan data atau pengetahuan tentang ketentuan dan pengaturan tentang kebebasan berekspresi, baik menurut Hukum Islam dan Hukum Hak Asasi Manusia InternasionalHasil dari penelitian ini adalah ketentuan kebebasan berekspresi menurut Hukum Islam dan Hakum Hak Asasi Manusia Internasional sangatlah berbeda, disatu sisi menganut faham partikularisme di sisi lain menganut faham universalisme. Konstelasi yang berkembang dinegara Islam dan barat menunjukkan bahwa Universalisme dan partikularisme boleh dikatakan belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.

ABSTRACT
Nowadays The Freedom of Expression to be more concern. The norms and rules which are made under The Universal Declaration of Human Rights and other supporting rules is not effectivly applied, particularly the Freedom of Expression which related to religion,
The purpose of this research is to know about setting freedom of expression according to Islamic Law and International Human Rights Law and find the constellation right to freedom of expression in relation to beliefs and religious beliefs. This research use normatif yuridis methodology, and data is collected using library research method. The data collected is then analyzed with qualitative method. This studi obtain data and knowledge about the rules and regulation about the freedom of expression, according to both Islamic law and International human rights law is significantly diffrerent. One side embrace the particularism and the other side embrace universalim. The envolving constellation in Islamic states and western counties showed tha univarsalim and particularism arguebly has not shown the significant progress."
Universitas Indonesia, 2013
T32698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriadi
"Politik identitas etnis adalah suatu hal yang sulit untuk dihindari didalam masyarakat, apalagi dalam negara yang multi etnis seperti Indonesia. Politik etnis sendiri sengaja dilancarkan bagi orang-orang tertentu guna mendapatkan dukungan politik terhadap sesame etnisnya. Berkenaan dengan itu, Pasal 6A ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga dari hasil amandemen mengenai syarat terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, memunculkan konsekwensi politik yang berdamapak member peluang besar bagi etnis tertentu dan menutup kesempatan terpilihnya bagi etnis yang lain menjadi Presiden. Dalam hal ini apabila terjadi pergulatan politik etnis sangat menguntungkan bagietnis mayoritas dan sebaliknya sangat merugikan etnis minoritas. Adapun ketentuan terpilihnya seseorang menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia sesuai ketentuan pasal 6A ayat 3 UUD 1945 adalah memperoleh suara lebih dari 50% dengan sebaran sedikitnya 20% (duapuluh persen) suara disetiap provinsi yang tersebar di lebihdari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia. Dengan menggunakan system pemungutan suaraone man one vote serta syarat terpilih sebagaimana dalam pasal tersebut, maka sudah sangat terang menguntungkan etnis Jawa sebagai etnis mayoritas, pada Pemilu 2009 khusus di pulau Jawa dan Madura saja persentase pemilih etnis Jawa sebesar 59.87% belum termasuk di pulau-pulau lain di Indonesia. Dari uraian diatas penulis berpendapat bahwa untuk menjaga harmoni dalam keragaman etnis bangsa Indonesia, maka seharusnya memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh etnis dalam mencapai puncak kekuasaan politik, yaitu menjadi Presiden Republik Indonesia, dengan cara amandemen UUD 1945 khususnya pasal 6A ayat 3 mengenai sebaran suara 20% diganti menjadi 50%+1setiap provinsi lebih dari ½ (setengah) provinsi di Indonesia.

Ethnic identity politics is a difficult thing to avoid in society, especially in a multi-ethnic country like Indonesia. Ethnic politics itself deliberately waged for certain people to gain political support for one another ethnicity. With regard to that paragraph 3 of Article 6A of the Act of 1945 the results of the third amendment of the amended terms on the election of President and Vice President of Indonesia, raising the political consequences berdamapak provide great opportunities for certain ethnic and closing opportunities for other ethnic election as President. In this case the ethnic political struggle is very beneficial for the ethnic majority and ethnic minorities are otherwise very detrimental. The provisions of the election of a person to be the President and Vice President of Indonesia in accordance with paragraph 3 of Article 6A of the 1945 Constitution was to obtain more than 50% with a spread of at least 20% (twenty percent) vote in every province in more than ½ (half) number of provinces Indonesia. Using a voting system one man one vote and elected terms as in the article, it is very bright as ethnic Javanese favorable majority in the 2009 elections in the island of Java and Madura a percentage turnout of 59.87% Javanese island does not include-other islands in Indonesia. From the description above authors argue that in order to maintain harmony in the ethnic diversity of Indonesia, then it should provide equal opportunities for all ethnic groups to reach the summit of political power, which is to become President of the Republic of Indonesia, by way of amendments to the 1945 Constitution, particularly Article 6A paragraph 3 regarding the distribution of sound 20 % changed to 50% +1 every province more than ½ (half) of the provinces in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33135
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Damayanti
"ABSTRAK
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 merupakan perwujudan tanggung jawab negara untuk menjamin adanya persamaan dihadapan hukum (equality before the law) dan akses terhadap keadilan (access to justice) bagi seluruh warga negara Indonesia, terutama bagi merek ayang miskin dan marginal. Penelitian ini ingin medeskripsikan pengaturan bantuan hukum yang ada UU nomor 16 Tahun 2011 serta bagaimana sinkronisasi dan harmonisasi Undang-Undang ini dengan berbagai peraturan hukum lainnya yang juga mengatur bantuan hukum. Adanya gerakan bantuan hukum struktural dan juga bantuan hukum berbasis pemberdayaan hukum yang selama ini telah dijalankan oleh berbagai pihak di Indonesia akan dijadikan tolak ukur analisadalam penelitian ini apakah Undang-Undang ini telah cukup merefleksikan pelaksanaan bantuan hukum yang telah berjalan selama ini .

ABSTRACT
Act Number 16/2011 ia a manifestation of state responsibility to guarantee that there is equality before the law and access to justice for all Indonesia citizens, primarily for the poor and marginalized groups. This research describe legal arrangements existing in Act Number 16/2012 and how to synchronize and harmonize the Act with other empowerment perspective which have been running by various parties in Indonesia also will be milestone to analize whether this Act had reflected the implementation of legal aid which has been running for long time in Indonesia."
Universitas Indonesia, 2013
T33140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Paulus Genhard
"
Tesis ini membahas tentang politik hukum lembaga negara dalam
pembuatan peraturan perundangan mengenai Mahkamah Konstitusi demi
mewujudkan cita-cita Negara Hukum dimana salah satu syaratnya adalah
terwujudnya kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bertanggung jawab.
Penelitian ini adalah kajian hukum normatif dengan desain deskriptif.
Berdasarkan deskripsi temuan penelitian dan hasil analisisnya dapat
disimpulkan bahwa interaksi politik dalam pembentukan Undang Undang
No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang Undang No. 24 Tahun 2003
Tentang Mahkamah Konstitusi bahwa interaksi politik dalam legislasi
undang-undang tersebut mencerminkan demokrasi elitis/oligarkis. Elitisme
legislasi tentu tidak sesuai dengan prinsip dasar demokrasi, nilai dasar
Pancasila, amandemen UUD Tahun 1945, dan keinginan masyarakat. Hasil
penelitian menyarankan agar keadilan substantif dapat tercapai tanpa
mengesampingkan keadilan prosedural serta perlu dilakukan perubahan
berupa perbaikan dalam undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan
Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi.

ABSTRACT
This thesis discusses the political laws legislator to creates legislation about The Constitutional Court in order to realize the ideals of the Rule of Law in which one prerequisite is the establishment of an independent judiciary and responsible. The study was a normative legal studies with a descriptive design. Based on the description of research finding and the analysis, it can be concluded that the political interaction in the legislation of regulation No. 8 Tahun 2011 in that political interaction in Regulation legislation reflects the elite/oligarchic democracy. That elitism of Local Regulation legislation is surely not in accordance with the basic principle of democracy, the basic values of Pancasila, 1945 Constitution amendment, and public wish. The results suggested that Justice Substantive justice can be achieved without neglecting the necessary procedural changes in the form of improvements in the law relating to the task of the constitutional court as the guardian of the constitution."
2013
T32530
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihite, Irma Latifah
"Tesis ini membahas tentang rendahnya tingkat keterwakilan perempuan dalam parlemen, penyebabnya, implikasinya, dan upaya pemerintah dalam mengatasinya. Sebagaimana kita ketahui bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia adalah perempuan, namun mereka tidak memiliki wakil yang proporsional di parlemen. Kondisi ini disebabkan oleh hambatan-hambatan struktural maupun kultural yang menghambat akses perempuan terhadap dunia politik. Kesadaran tentang arti penting perempuan di parlemen telah mulai dibangun melalui kebijakan afirmasi dengan sistem kuota. Melalui kebijakan ini diharapkan partisipasi aktif dari perempuan, sehingga akan didapat keterwakilan yang memadai di parlemen. Namun, dinamika ketatanegaraan yang terjadi kerap kali kontradiktif dengan cita-cita keterwakilan proporsional perempuan. Hasilnya, angka minimal 30% yang ingin dicapai melalui kebijakan afirmasi tidak tercapai dan hanya mampu meraih 18%. Meski tidak dapat dipungkiri, bahwa tercapainya keterwakilan yang proporsional tidak hanya bicara aturan semata tetapi juga kesadaran dan keinginan penuh dari kaum perempuan itu sendiri. Untuk itu, kebijakan afirmasi ini harus diaplikasikan dari hulu ke hilir. Mulai dari pendidikan politik bagi kaum perempuan, pembangunan kesadaran partai politik akan arti penting partisipasi perempuan, sampai dengan jaminan hukum terhadapnya.

This thesis discusses about the low level of women representation in parliament, causes, implications, and government efforts to overcome them. As we know that more than half of Indonesia's population are women, but they do not have a proportional representative in parliament. This condition is caused by structural and cultural barriers that hinder women's access to politics. Awareness about the importance of women in parliament has begun to be built through affirmative policies with quota systems. This policy is expected to increase active participation of women, so it will get adequate representation in parliament. However, the dynamics of state administration shows in contradiction with the ideals of proportional representation of women. The result, at least 30% figure to be achieved through a policy of affirmation is not reached and only able to reach 18%. Although it is undeniable, that the achievement of proportional representation not only talk about rules but also full consciousness and the appetency of women themselves. Therefore, this affirmation policy should be applied from upstream to downstream. Starting from the political education for women, building awareness of political party about the importance of women political participation, until the legal guarantees against it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29780
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>