Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kharisma Firdaus
"ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hadirnya organisasi sayap Islam didalam partai nasionalis yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP . Mengingat, partai ini adalah partai yang selalu dicitrakan jauh dari Islam. Dibandingkan dengan partai nasionalis yang lain, PDI Perjuangan merupakan partai yang benar-benar menonjolkan sisi nasionalis-sekuler dari pada nasionalis-religius seperti partai-partai yang lain. PDI Perjuangan juga terkadang menolak kebijakan-kebijakan Islam seperti Undang-Undang Pornografi, sehingga menimbulkan perdebatan dengan partai-partai Islam. Penelitian ini menggunakan teori catch-all party yaitu sebuah partai politik yang telah meninggalkan ideologinya, dan merangkul sebanyak mungkin kelompok sosial untuk kepentingan pemilihan umum.Krouwel menjelaskan ada beberapa perubahan kearah catch-all party. Tetapi, dalam penelitian ini yang akan digunakan hanya ada dua bentuk perubahan, yaitu perubahan secara ideologi dan kompetisi partai serta perubahan dalam daya tarik pemilih. Perubahan secara ideologi dan kompetisi partai akan fokus dalam melihat sikap-sikap PDIP dalam menyikapi kebijakan Islam dan pola koalisi yang dibentuk oleh PDIP. Sedangkan dalam daya tarik pemilih, akan fokus pada cara Bamusi dalam merangkul kelompok-kelompok Islam. Selain itu juga peran Bamusi sebagai kelompok Islam dalam mendukung sikap dan memenangkan calon yang diusung oleh PDIP.Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sebelum dan setelah hadirnya Bamusi, sebetulnya PDIP sudah memiliki kecenderungan kearah catch-all karena ada beberapa kebijakan Islam yang juga sepakat dan bahwa PDIP juga bisa berkoalisi dengan partai Islam meskipun lebih sering dengan PPP dan PKB. Tetapi, ditingkat daerah, PDIP juga bisa berkoalisi dengan partai Islam seperti PKS dan PAN. Bamusi juga memiliki peran, bahkan bisa mengusulkan calon kepala daerah, tetapi, Bamusi cenderung lebih banyak berperan dalam urusan propaganda menangkal isu-isu agama. Karena, Bamusi masih tetap memiliki ketergantungan dengan PDIP yaitu apabila ada instruksi partai, maka Bamusi bergerak. Sehingga inilah yang menyebabkan suara PDIP tidak bisa mencapai suara mayoritas meskipun ada organisasi Islam.

ABSTRACT
This research is motivated by the presence of Islamic wing organization within the nationalist party that is Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP . Given, this party is a party that is always imaged away from Islam. Compared to other nationalist parties, the PDIP is a party that truly features the secular nationalist side of the nationalist religious like the other parties. The PDIP also sometimes rejects Islamic policies such as the Pornography Act, causing a debate with Islamic Parties. This study uses a catch all party theory that is a political party that has abandoned its ideology and embraces as many social groups as possible for the sake of elections.Krouwel explains there are some changes towards the catch all party. However, in this study to be used, there are only two forms of change, namely ideological changes and party competition and changes in the appeal of voters. Ideological changes and party competitions will focus on looking at PDIP attitudes in addressing Islamic policy and coalition patterns established by PDIP. While in the appeal of voters, will focus on the way Bamusi in embracing Islamic groups. In addition, the role of Bamusi as an Islamic group in supporting the attitude and win the candidate that carried by PDIP.The results of this study show that before and after the presence of Bamusi, PDIP actually has a tendency towards catch all because there are several Islamic policies that also agree and that the PDIP can also coalition with Islamic parties, although more often with PPP and PKB. However, at the regional level, PDIP could also coalesce with Islamic parties such as PKS and PAN. Bamusi also has a role, may even propose a candidate for the regional head, but, Bamusi tends to play a greater role in propaganda matters of religious issues. Because, Bamusi still has a dependence on PDIP that if there is party instruction, then Bamusi move. So this is what causes PDIP votes cannot reach the majority of votes despite the existence of Islamic organizations. "
2018
T51487
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuri Ashari
"Studi ini dilatarbelakangi dengan keberhasilan PDIP memenangkan Pemilu perolehan suara 19,33%. Keberhasilah PDIP di Pemilu 2019 ini juga menjadikannya sebagai partai pertama yang berhasil memenangkan pemilu secara berturut-turut di era Post-Soeharto. Kemenangan di Pemilu 2019 ini dicapai ditengah semakin banyaknya partai beraliran nasionalis seperti PDIP yang ikut pemilu. Dalam konteks latar demikianlah selanjutnya penelitian ini dilakukan. Penelitian ini akan mencari jawaban mengapa PDIP kembali memenangkan Pemilu 2019.
Dalam melakukan analisis, penelitian ini akan menggunakan teori institusionalisasi partai dan teori marketing politik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data melalui metode wawancara mendalam dengan narasumber internal partai serta studi terhadap data-data sekunder yang berasal dari berbagai referensi seperti buku, dokumen partai, serta penelusuran situs-situs yang memuat hasil riset, dan kinerja partai yang menjadi objek kajian.
Temua studi ini ni menunjukkan kemenangan PDIP di Pemilu 2019 merupakan kombinasi dari faktor institusionalisasi partai dan kemampuan dalam merespon dinamika eksternal partai. Dilihat dari institusionalisasi partai, beberapa aspek menujukkan tingkat institusionalisasi PDIP relatif baik seperti aspek pengakaran di masayarakat dan organisasi. Tingkat institusionalisasi yang relatif baik ini menjadi modal penting internal patai dalam berkontestasi di Pemilu 2019. Sementara dilihat dari aspek eksternal PDIP berhasil memanfaatkan dinamika eksternal dengan baik seperti, positioning politik, ketokohan Jokowi, strategi marketing politik yang tepat, masalah internal yang menimpa kompetitor dan juga isu kampanye pada Pemilu 2019.
Implikasi teoritik menunjukkan tingkat institusionalisasi yang baik menjadi faktor penting kinerja elektoral partai. Keberhasilan mengelola institusionalisasi menjadi modal penting partai untuk memenangkan pemilu. Selain institusionalisasi, kemampuan partai memanfaatkan dimanima eksternal partai yang berkaitan dengan poistioning, marketing politik, figur serta isu juga terbukti memberikan peranan besar terhadap kemenangan partai politik di pemilu.

This study was motivated by the success of the PDIP in winning the election vote of 19.33%. The success of the PDIP in the 2019 Election also made it the first party to succeed in winning consecutive elections in the Post-Suharto era. This victory in the 2019 Election was achieved amid an increasing number of nationalist parties such as the PDIP which participated in the election. In the context of this setting, this research was then carried out. This research will look for answers to why PDIP won the 2019 Election again.
In conducting the analysis, this study will use the theory of party institutionalization and political marketing theory. This study uses qualitative methods, while the technique of collecting data through in-depth interviews with internal party sources and studies of secondary data derived from various references such as books, party documents, and searches for sites that contain research results, and party performance. become the object of study.
This study shows that the victory of PDIP in the 2019 Election is a combination of the factors of party institutionalization and ability to respond to the party's external dynamics. Judging from the institutionalization of the party, several aspects show the level of institutionalization of PDIP is relatively good, such as aspects of rooting in the community and organization. This relatively good level of institutionalization has become an important internal capital for Patai in contesting the 2019 Election. Meanwhile, from the external aspect PDIP has successfully utilized external dynamics such as political positioning, Jokowi's character, appropriate political marketing strategies, internal problems affecting competitors and also campaign issues in the 2019 Election.
Theoretical implications show that a good level of institutionalization is an important factor in party electoral performance. The success of managing institutionalization is an important capital for the party to win the election. In addition to institutionalization, the ability of the party to utilize external parties in relation to policy, political marketing, figures and issues also proved to provide a major role in the victory of political parties in the elections.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Kusumo
"ABSTRAK
Studi ini menganalisis fenomena Aksi Bela Islam ldquo;411 rdquo; dan ldquo;212 rdquo; tahun 2016 oleh Gerakan Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia GNPF-MUI dalam perspektif populism. Argumentasi dalam penelitian ini adalah Aksi Bela Islam oleh GNPF-MUI merupakan gerakan populisme dalam bentuk strategi politk dan termasuk dalam varian populisme Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus case study . Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan untuk mendapatkan data adalah melalui wawancara dan pemberitaan seputar GNPF-MUI di berbagai media massa. Temuan dari penelitian ini didapatkan penjelasan bahwa penyebab kemunculan Aksi Bela Islam oleh GNPF-MUI adalah adanya konteks Ahok menjadi kontestan Pilkada DKI Jakarta tahun 2017, sentiment anti-Ahok, dan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Aksi Bela Islam GNPF-MUI merupakan pupulisme dalam bentuk strategi politik Jansen, 2011 karena mampu memobilisasi massa yang berasal dari kalangan yang terpinggirkan dari sektor sosial dan berbagai ormas Islam, diajak untuk melakukan tindakan politik dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 untuk tidak memilih Ahok anti Ahok . Di dalam Aksi Bela Islam GNPF-MUI juga terdapat elemen populisme Islam Vedi R. Hadiz , yaitu koalisi multi kelas yang terbentuk dari berbagai ormas Islam, disatukan oleh identitas bersama yang sengaja dibentuk yaitu sebagai pembela Islam Islamic Defender dengan seruan ldquo;Bela Quran rdquo; sebagai pemersatu.Kata kunci : penyebab kemunculan, strategi politik, mobilisasi massa, populisme Islam.

ABSTRACT
This study analyzes the phenomenon of Aksi Bela Islam 411 and 212 in 2016 by the Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia GNPF MUI in the perspective of populism. The argument in this research presents that the Aksi Bela Islam by GNPF MUI is a populist movement in the form of political strategy and included into one of Islamic populism. This research uses qualitative approach with case study method. The data obtained by interviewing and researching news about GNPF MUI in various mass media. This study finds that the cause of the emergence of Aksi Bela Islam by GNPF MUI are the existence of Ahok related to his status as candidate of Jakarta rsquo s Governor elections in 2017, anti Ahok sentiment, and the blasphemy of Ahok. The Aksi Bela Islam of GNPF MUI is a populism in the form of political strategy Jansen, 2011 because it is able to mobilize people from various background such as the marginalized, Islamic mass organizations, who were invited to take political action not to vote Ahok anti Ahok in Jakarta elections 2017. In the Aksi Bela Islam of GNPF MUI there is also an element of Islamic populism Vedi R. Hadiz , a multi class coalition formed from various Islamic mass organizations, united by a commonly formed identity of the defender of Islam Pembela Islam with the call Bela Quran as a unifier.Keywords causes of emergence, political strategy, mass mobilization, Islamic populism"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwied Kurniawanti
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan pemerintah Singapura dalam mengelola tenaga kerja asingnya melalui kebijakan Employment of Manpower Act yang terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan kondisi perekonomian negara tersebut. Krisis global tahun 2008 telah mempengaruhi kondisi ekonomi Singapura dan membuat pemerintahnya mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan kembali performa perekonomiannya. Salah satunya adalah dengan mengubah kebijakan ketenagakerjaan agar tidak terlalu bergantung pada tenaga kerja asing yang selama ini menjadi penopang perekonomian Singapura. Fokus penelitian ini adalah menganalisis bagaimana keterkaitan antara ide-ide (Ideas), kepentingan-kepentingan (Interests) dari berbagai pihak yang terkait dengan isu ketenagakerjaan, dalam hal ini adalah institusi-institusi (Institutions) negara Singapura pada saat melakukan amandemen kebijakan Ketenagakerjaannya, Employment of Manpower Act pada tahun 2012.

This study discusses how Singapore’s Government manages its foreign workforce through the Employment of Manpower Act policy, which continues to change along with the development of the country's economic condition. The 2008 global crisis has affected Singapore's economic conditions and has made its government take some strategic steps to improve its economic performance. One of the steps taken by the Singapore government is to change employment policies to be less dependent on foreign workers who have become the backbone of Singapore's economy. The focus of this research is to analyze how the interrelationship between ideas (ideas), interests (Interests) from various parties related to employment issues, in this case, are Singapore state institutions when amending their Employment Policy, Employment of Manpower Act in 2012."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Ilman Hakim
"Penelitian yang berjudul Kesempatan Politik, Struktur Mobilisasi, dan Proses Pembingkaian dalam Gerakan Sosial: (Studi Kasus Gerakan Pro-Penetapan Keistimewaan Yogyakarta tahun 2010-2012), dilatarbelakangi oleh munculnya aktivitas gerakan yang terus menerus dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat Yogyakarta. Gerakan masyarakat yang dikenal dengan Gerakan Pro-Penetapan Keistimewaan Yogyakarta tersebut, lahir sebagai bentuk aksi protes atas adanya upaya reduksi keistimewaan oleh pemerintah pusat yang terjadi sejak masa Orde Baru. Kemudian berkembang pasca reformasi, dan menuntut agar Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam yang bertakhta ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tanpa melalui mekanisme pemilihan umum. Gerakan tersebut terpusat pada tuntutan akan lahirnya aturan yuridis yang mengatur penetapan Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam yang bertakhta sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan pendekatan teori gerakan sosial baru dengan unit analisis teori kesempatan politik, struktur mobilisasi, dan proses pembingkaian di dalam menjelaskan munculnya gerakan sosial. Penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana aktor-aktor gerakan memanfaatkan momentum politik, mengembangkan strategi dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam membentuk pemahaman bersama sehingga mampu memobilisasi masyarakat dan melakukan gerakan sosial. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa gerakan sosial pada kasus gerakan Pro-Penetapan Keistimewaan Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama, kesempatan politik yang mampu menciptakan peluang bagi aktor-aktor gerakan untuk memanfaatkan momentum aksi. Kedua, struktur mobilisasi yang merepresentasikan struktur sosial masyarakat. Serta proses pembingkaian yang strategis. Ketiga faktor tersebut sangat mendukung terciptanya gerakan sosial. Implikasi teori pada penelitian ini menggambarkan secara parsial adanya anomali pada teori-teori gerakan sosial baru.

This research discusses the social movement to demand the appointment of the Sultan of Yogyakarta as the governor through the enactment of the law on Special Autonomy of Yogyakarta Province, without a free and fair election like in any other regions in Indonesia. The movement has its roots in history since the New Order, where there were protests and demonstrations among the public over the uniformization of local government system, including in the mode of election. After reformasi 1998, there were demands for Sultan Hamengku Buwono and Paku Alam to be enthroned as Governor and Vice Governor of Yogyakarta Province without election. The movement focused on the demands for the introduction of juridical rules governing the appointment of Sultan Hamengku Buwono and Paku Alam as Governor and Vice Governor of Yogyakarta.
This research uses the new social movement theory, explaining the three factors of the movement, i.e. political opportunity, mobilization structure, and framing process. It explains how political opportunities and mobilization structures are formed, and how social movement actors develop strategies and interact with their environment in building a common understanding in order to prepare society and engage in social movements. The research method used is a qualitative method with case study approach.
The findings of the research indicate that the social movement in the case of Pro-Penetapan Keistimewaan Yogyakarta movement is highly influenced by three factors. First, a political opportunity that creates opportunities for movement actors to take advantage of the momentum of the action. Second, the mobilization structure that represents the social structure of society. Third, the strategic framing process. These three factors strongly support the creation of social movements. The theoretical implications of this study illustrate partially anomalies in new social movement theories.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T49211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syaeful Anam
"Tesis ini membahas bagaimana upaya perlawanan melalui gerakan SayaGolput dalam konteks momentum politik 2019. Penelitian ini menggunakan konseptual contentious politics dan mobilisasi collective action. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap informan kunci yaitu aktor-aktor gerakan SayaGolput. Hasil penelitian ini beberapa faktor yang mendorong kemunculan SayaGolput, pertama, demokrasi sosial dan politik belum dijalankan sepenuhnya. Kedua, Kedua, kekecewaan terhadap pendukung Jokowi terhadap keputusan diusungnya Maruf Amin menjadi cawapres. Ketiga, beberapa kalangan melihat iklim demokrasi yang sudah dijalankan bertumpu pada kepentingan borjuasi. Keempat, ketidakpercayaan terhadap pemilu dan segala bentuk hierarki. SayaGolput sebagai aliansi yang cair dan dinamis. SayaGolput gabungan aktivis lintas sektor dan ideologis. SayaGolput sebagai titik temu dan kompromi aktor-aktor gerakan yang mengalami kebuntuan dalam upayanya memajukan advokasi-advokasi yang ada. Pada temuan di lapangan ketiga elemen subjek (aktor gerakan), klaim (publik) dan objek (petahana dan elite) terjadi persinggungan yang dinamis. Subjek melihat sepuluh agenda perjuangan merupakan problem yang menjadi titik tolak gerakan. Agenda pejuangan kerakyatan ditujukan sebagai klaim untuk mempersuasi massa. Mobilisasi SayaGolput mendapatkan perlawanan dari objek, yang diinisiasi oleh kalangan petahana dan pendukungnya. Pertarungan politik (contentious politics) tergambarkan dalam pembentukan wacana terkait golput utamanya perang narasi di media sosial. Mobilisasi sumber daya yang timpang membuat kubu petahana dapat mengontrol pembentukan opini. Media sosial dikapitalisasi menjadi alat pengorganisiran dalam SayaGolput. Hal tersebut menjadi anomali pada teori gerakan sosial Charles Tilly.

This thesis discusses how the efforts of resistance through the SayaGolput movement in the context of 2019 political momentum. This study uses conceptual contentious politics and mobilization of collective action. This study uses a qualitative approach with the type of case study research. Data collection was done by in-depth interviews with key informants namely SayaGolput movement actors. The results of this study are several factors that led to the emergence of SayaGolput, first, social and political democracy has not been fully implemented. Second, the frustration of Jokowis supporters over the decision that Maruf Amin brought to be vice president. Third, some circles see the already democratic climate centered on the interests of the bourgeoisie. Fourth, distrust of elections and all forms of hierarchy. SayaGolput as a liquid and dynamic alliance movement. SayaGolput movement is combination of cross-sector and ideological activists. SayaGolput as a meeting point and compromise of movement actors who are at a standstill in their efforts to advance existing advocacies. In the findings in the field of the three elements of the subject (movement actors), claims (public) and objects (incumbent and elite) there is a dynamic conflict. The subject sees the ten agendas of struggle as a problem that is the starting point of the movement. The peoples struggle agenda is intended as a claim to appease the masses. SayaGolput mobilization gets resistance from the object, which is initiated by the tenants and their supporters. Political fight (contentious politics) is illustrated in the formation of the discourse regarding the war abstentions main narrative in social media. Accelerated mobilization of resources makes the camp of camps able to control the formation of opinions. Social media is capitalized on as an organizing tool in SayaGolput. This is an anomaly in Charles Tillys theory of social movement. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Imam Zarkasyi
"ABSTRAK
Skripsi ini berfokus pada pembahasan mengenai perubahan strategi politik Husni
Mubarak dari eksklusi politik menuju inklusi politik di tahun 2000 dan sesudahnya.
Krisis legitimasi yang dihadapi oleh Husni Mubarak diduga menjadi sebab terhadap
perubahan strategi politik Husni Mubarak tersebut. Selain berfokus pada pembahasan
mengenai perubahan strategi politik Husni Mubarak, penulis juga berfokus pada
perolehan suara IM pada Pemilu Legislatif 2000 dan 2005. Melalui teori krisis
legitimasi dan oposisi politik, penulis melihat bahwa inklusi politik Husni Mubarak
didasari atas krisis legitimasi yang ia hadapi. Inklusi politik tersebut pada akhirnya
membuka ruang bagi IM untuk meningkatkan perolehan suaranya di tahun 2000-
2005.

ABSTRACT
This thesis focuses on changing in Husni Mubarak political strategy from political
exclusion to political inclusion in 2000 and post-2000. Legitimation crisis faced by
Husni Mubarak is considered as a cause on his political strategy change. Moreover,
this thesis also focuses on the rising of IM electoral gaining in Egypt Parliamentary
Election 2000 and 2005. By legitimation and political opposition theory, author
considers that Husni Mubarak’s political inclusion is based on crisis legitimation
faced by him. Finally, this inclusion has given political space for IM to increase its
electoral gaining in both parliamentary election."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54950
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspa Citra Anjani
"ABSTRACT
Penelitian ini berfokus pada diskusi mengenai de-demokratisasi di Thailand sejak tahun 2006-2017. Sebagai negara demokratis, Thailand mulai menunjukkan indikasi keruntuhan demokrasi sejak kudeta militer tahun 2006. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat penyebab dari de-demokratisasi melalui proses keruntuhan demokrasi di Thailand. Penelitian ini menggunakan landasan teori keruntuhan rezim demokrasi Linz yang melihat interaksi antar elemen keruntuhan melalui tiga tahapan proses. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang diperoleh melalui data sekunder. Hasil dari temuan ini memperlihatkan bahwa de-demokratisasi di Thailand tidak hanya terjadi karena interaksi antar elemen keruntuhannya saja tapi juga karena kegagalan proses penyeimbangan kembali.

ABSTRACT
This study aims to thoroughly discuss the de democratization in Thailand during the period 2006 2017. Despite being a democratic country, the country has shown indications of democratic breakdown following the military coup during the period. This study attempts to address the causes such de democratization through the democratic breakdown process. Utilizing Linz rsquo s democratic regime breakdown theory, the discussion revolves on the interactions among the breakdown elements throughout three stages. In particular, this study qualitatively discusses study cases that are analyzed using secondary data relevant to the subject. The findings suggest that Thailand rsquo s de democratization ensued not only due to such interactions between the aforementioned elements, but also the country rsquo s reequilibration failures."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngantung, Olgha
"Konsep disaster diplomacy pertama kali digunakan untuk melihat pengaruh bencana gempa bumi 1999 terhadap proses perdamaian konflik Turki-Yunani. Kashmir sebagai wilayah sengketa, medan perang, sekaligus daerah rawan bencana di India-Pakistan telah banyak diteliti untuk melihat keterkaitan antara konflik dan bencana. Kemunculan virus SARS-CoV-2 menjadi momentum kembalinya disaster diplomacy India-Pakistan setelah bencana-bencana terdahulu. Namun, penolakan India terhadap bantuan COVID-19 dari Pakistan dan produksi vaksin COVID-19 oleh India untuk para negara tetangga, kecuali Pakistan, merupakan bukti kegagalan disaster diplomacy di antara keduanya. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya disaster diplomacy India-Pakistan pada bencana pandemi COVID-19. Melalui konsep Complex Adaptive Systems (CAS) yang dikembangkan oleh Louise K. Comfort, penelitian ini menemukan bahwa penolakan India terhadap bantuan dari Pakistan salah satunya disebabkan oleh hambatan birokrasi pada tingkat pemerintah pusat dan banyaknya bantuan serupa oleh komunitas internasional yang menempatkan pertolongan dari Pakistan sebagai prioritas terakhir. Selain itu, berdasarkan konsep pengambilan keputusan, kegagalan disaster diplomacy India-Pakistan tidak dapat dipisahkan dari faktor non-kebencanaan seperti politik domestik, internasionalisasi konflik Kashmir, dan hubungan India-Pakistan yang kian terpuruk akibat konflik bersenjata dan berbagai serangan terorisme.

The concept of disaster diplomacy was first used to analyze the impact of the 1999 earthquake on the peace process of Greek-Turkey conflict. Kashmir as a disputed area, battlefield, as well as a disaster-prone area in India-Pakistan has been widely studied to see the nexus between disaster and conflict. The emergence of the SARS-CoV-2 virus has become a momentum for the return of India-Pakistan’s disaster diplomacy after previous disasters. However, India's refusal of Pakistan's COVID-19 aid and India's production of COVID-19 vaccines for neighboring countries, except for Pakistan, is an evidance of the failure of disaster diplomacy between the two sides. This undergraduate thesis aims to analyze the factors that led to the failure of the India-Pakistan’s disaster diplomacy during the COVID-19 pandemic. By using the concept of Complex Adaptive Systems (CAS) developed by Louise K. Comfort, this thesis found that India’s refusal of Pakistan’s aid was partly caused by bureaucratic obstacles at the central government level and the large amount of similar aids by the international communities which placed the help from Pakistan at its last priority. In addition, based on the decision-making concept, the failure of disaster diplomacy between India-Pakistan cannot be separated from non-disaster factors such as domestic politics, internationalization of the Kashmir conflict, and India-Pakistan relations which are lately deterirorating due to armed conflicts and various terrorist attacks."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maldy Febriano
"Tugas Karya Akhir ini membahas tentang dibuatnya kebijakan transformasi industri di Taiwan, yaitu kebijakan 5+2 yang dibuat pada tahun 2016 di Taiwan. Pada tulisan ini penulis ingin menganalisa bagaimana pemerintah berperan dalam implementasi model pengembangan dalam bidang ekonomi dan teknologi di Taiwan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam menganalisa implementasi kebijakan 5+2 di Taiwan. Penelitian ini menggunakan konsep developmental state untuk menganalisa studi kasus pada tulisan ini. Hasil temuan menunjukkan bahwa, berdasarkan model pengembangan pemerintahannya, Taiwan merupakan developmental state. Hal tersebut didukung oleh bagaimana implementasi kebijakan 5+2 mencerminkan karakteristik dari developmental state.

This final paper examines the making of Taiwan’s indusrial transformation policy, which is called 5+2 policy that has been made in 2016. In this paper, the writter wants to analise how goverment play a role in the development model implementation in economy and technology sectors in Taiwan. This research used qualitative method in analising the implementation of 5+2 policy in Taiwan. This research used the concept of developmental state for analising the case study in this paper. The findings in this paper showed that, based on the government’s development model, Taiwan is a developmental state, the findings is also supported by how is the 5+2 policy implementation reflects the characteristic of the developmental states."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>