Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16861 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Damanik, Suhendry
"Kebutuhan yang semakin meningkat akan alat komunikasi murah dan masih terbukanya pasar membuat bermunculan operator-operator komunikasi baru. Sebagai hasil regulasi pemerintah, teknologi CDMA di Indonesia dipergunakan sebagai layanan telpon tetap dan bergerak (mobile). Secara sederhana, teknologi CDMA di Indonesia didefenisikan sebagai telpon rumah yang memiliki mobilitas teipon genggm dengan pulsa sehemat pulsa rumah. Sebagai pemain lama di Iayanan operator seluler, pijakan GSM di Indonesia sudah sangat kuat_ Dengan tingkat kompetisi yang semakin ketat, pemasar aKtif unluk melakukan strategi pemasaran yang gencar dengan mengandalkan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan melakukan iklan secara besar-besaran di berbagai media. Tujuan iklan salah satunya untuk membujuk konsumen untuk menggunakan dan pindah ke Iayanan operator CDMA. Untuk memperoleh penjualan, pemasar harus mampu mengetahui faktor-faktor yang membuat konsumen memilih sebuah produk. Salah satu yang dapat dilakukan oleh perusahaan adalah mengetahui biaya untuk berpindah yang harus dikeluarkan oleh konsumen, sehingga usaha untuk menelapkan strategi pemasaran dan komunikasi produk yang mereka jual kepada pasar sasarannya beljalan dengan efektif dan efisien. Dalam dunia pasar, konsumen menghadapi biaya-biaya yang tidak dapat dihindarkan bila berpindah dari satu penyedia layanan kepada perusahaan lainnya atau pesaingnya Secara umum swirching cosrs didefenisikan sebagai biaya yang menghalangi konsumen untuk pindah dari produk atau jasa perusahaan saat ini kepada produk atau jasa kompetitor. Masalah yang akan diteiiti dalam penelitian ini adalah menemukan switching cosT konsumen pengguna kartu pra-bayar operator seluler berbasis GSM terhadap keinginan konsumen pindah ke operator pta-bayar CDMA. Juga ingin diketahui ada tidaknya pengaruh kompleksitas produk dan tingkat penggunaan produk terhadap persepsi konsumen terhadap. Adapun tujuan dari penelitian ini meliputi :
1. Mengetahui switching cosT konsumen yang menghambat konsumen untuk pindah ke layanan operator seluler CDMA,
2. Mengetahui apakah kompleksitas produk dan tingkat penggunaan produk sebagai faktor penyebab terjadinya swirching cost konsumen,
3. Mengetahui apakah ada pengaruh yang berbeda dan tingkat penggunaan produk yang rendah dan tinggi terhadap tipe switching cosr.
Yang menjadi responden sampel adalah mahasiswa UI pengguna ponsel operator GSM Penelitian djlakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatiff. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan alat penelitian berupa kuesioner untuk mengukur variabel penelitian yang mengacu pada penelian Bumham etal, (2003). Pengukuran variabel penelitian dilakukan dengan skala likert 6 skala. Sedangkan penelitian kualilatif ditujukan untuk memperoleh pengertian kualitatif tentang alasan terhadap motivasi yang mendasari sesuatu. Pengumpulan data tidak terstruktur melalui wawancara penulis dengan responden, pemakai CDMA dan penjual. Pengolahan data dilakukan dengan analisis iaktor dan regresi. Bumhan et al., (2003) mengemukakan model Consumer Switching Costs yang menggambarkan tipologi switching costs, anteseden dan konsekuensinya untuk menjelaskan aspek-aspek yang menyebabkan timbulnya switching costs, yaitu product complexity, provider heterogeneity, breadth of use, extent of modification, alternative experience dan switching experience serta hubungannya dengan niat konsumen untul-c tetap menggunakan penyedia layanan saat ini. Model ini juga mengaitkan switching costs dengan tingkat kepuasan pelanggan.
Dalam penelitian ini, model dimodifikasi menjadi rerangka konsepsual yang menggnmakan variabel-variabel yang relevan dalam industri telekomunikasi seluler pengguna kartu pra-bayar. BerdasarSuhendry kan substansi yang akan diteliti terhadap konsumen GSM kartu pra-bayar, sebagai anteseden dari switching costs adalah product complexity dan breadth of use. Adapun tipe switching costs yang ingin dilihat pengaruh terhadap niat konsumen untuk pindah ke layanan operator CDMA adalah economic risk costs, evaluation costs, learning costs, monetary loss costs, change of telephone number; dan benefit loss costs. Variabel-variabei yang terbukti memi\iki pengaruh terhadap niat konsumen untuk berpindah ke CDMA adalah monetary loss costs dan bench! loss costs- Yang menjadi anteseden dari monetary loss costs adalah kompleksitas produlg dimana hal ini diwakili oleh persepsi konsumen akan layanan operator seluler yang dipersepsikan rumit berpengaruh terhadap kepemilikan ponsel layanan operator CDMA. Yang menjadi anteseden dan benefit loss costs adalah tingkat penggunaan fitur Iayanan operator seluler yang rendah (hanya untuk penggunaan pesan singkat dan telpon).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa dikaitkan dengan coverage area, kualitas suara dan kekuatan sinyal, produk operator layanan CDMA tidak dapat memenuhi kebutuhan terhadap segmen pengguna rendah (pengguna panggilan dan pesan singkat) seperti yang diberikan oleh layanan operator GSM. Ini berarti secara fungsi, layanan yang diberikan oleh operator CDMA tidak dapat menggantikan fungsi layanan yang diberikan oleh operator GSM, karena GSM bergerak di telmologi dengan standar yang bcrbeda dengan CDMA, namun secara benejit, CDMA lebih unggul. Hal ini dapal dilihat dari keinginan yang relatif tinggi untuk memanfaatkan promosi diskon, yang berarti memperoleh tarif percakapan dan pesan singkat yang lebih murah. Dalam penelitian ditemukan juga bahwa menargetkan pemakaian CDMA sebagai ponsel kedua pasarya lebih besar dan menguntungkan dibandingkan dengan target konsumen dengan pemakaian tunggal (menggantil-can GSM). Untuk itu, para pemasar layanan operator CDMA sebaiknya merenungi nasehat Al Ries "The essence of good marketing strategy is knowing when you can win and when you can't. And Q? you can 't, settle for silver rather than knocking yoursebf out going for gold.

Growing demand of communication need with big market size has pop outnew communications operators. As a result of govemmental regulation, technology of CDMA in Indonesia utilized as lixed-phone call service with mobile ability. Simply, technologies of CDMA in Indonesia define as lixcd wireless and mobile telecommunication with tariff per calls as cheap as a household tariff. As first entrants in cellular operator service, GSM has a strong stride in Indonesia Competition which progressively tighten, made marketer need to conduct a new marketing strategy which intensively by relying on various means. One of them is doing mass advertisement in various media One purpose of advertising is persuading consruner to use and switch to CDMA operator service. To attain these goals, marketers have to know factors that making consumer choosing a product. One factor related to this matter is knowing expenses to make a switch, expenses that must be released by consumer, so that tl1e effort to specify marketing strategy and communications can effectively and etiicient reach to its target market. In market, consumer face costs that cannot be obviatcd when switching from one provider of service to its competitor. ln general switching costs define as expense of hindering consumer to switch from previous company to its competitor.
Problem of this research is discovering consumer switching costs pre-paid card of cellular base on GSM operator to pre-paid card of cellular base on CDMA. Another purposes of the research is finding out the different effect of product complexity and usage level of product to consumer perception of switching costs.
Intentions of this research are:
1. Finding out consumer switching cost that deter GSM users to make a switching move to operator cellular based on CDMA technology.
2. Finding out is product complexity and usage level of product as a factor which emerge of consumer switching costs-
3. Finding out is there any differences between product usage level of high and low to the type of switching cost.
Respondent of this research are student of University of Indonesia, CODSUIHCF of operator cellular based on GSM. Research are conducted with qualitative and quantitative approach. Quantitative research measure by questionnaire using modified variable fiom Burnham et al., (2003) research. Measurement of research variable is conducted with likert 6 scale. While qualitative research addressed to get congeniality qualitative about reason or motivation constituted something. Using unstructured collecting data within interview with CDMA-users and CDMA-sellers, has given a base understanding of the research. Data processing is conducted with factor analysis and regression. Burnham et al., (2003) proposed model of Consumer Switching Costs typology, antecedent and consequence to explain aspects causing incidence costs of switching, that is product complexity, provider heterogeneity, breadth of use, extent of modiiication, altemative experience and switching experience and also its relation with consumer intention to remain using current service provider. Model also correlate with level satisfaction of customer.
In this research, model is modified to become a conceptual framework using relevant variables in telecommunications industry of cellular consumer of pre-paid GSM card. Pursuant to it?s substantive, as antecedent of costs switching is complexity product and breadth of use. As for type of switching costs that wish to be seen significance by influence to consumer intention to switch to operator CDMA are economic risk costs, evaluation costs, learning costs, monetary loss costs, change of telephone number, and benetit loss costs- Proven variables that have influence to consumer intention switching to CDMA are monetary loss costs and benefit loss costs. Becoming antecedents of monetary loss costs is product complexity; where this matter is cleputized by perception of operator service consumer of cellular which is complicated perception have an effect on to ownership of operator service of CDMA Becoming antecedent of benefit loss costs is low-level usage of operator service (just for usage of short message and calls).
Result of research proposed that related to coverage area, quality of voice and strength of signal, CDMA operator couldn?t fulfill requirement to low consumer segment (consumer of short message and call) that has given by GSM operator. This means that ftmctionally, senrice given by CDMA operator cannot replace service function given by GSM operator, because moving in technology with different standard. But by benefit, CDMA more pre-eminent. This matter can be seen from the desire to get benefit from promotion discounted, meaning to get conversation tariff and cheaper short message facility.
In research also found that targeting usage of CDMA as second phone cell (using CDMA also GSM), has a bigger market compared to constuner with single usage (replacing GSM). For that, marketer of operator service of CDMA better gaze at advise of Al-Ries : "The essence of good marketing strategy is knowing when you can win and when you can ?L And if you can '!, seufe for silver rarher Than knocking yoursel/'our going for gold.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Ediana Soehardjo
"Telepon selular berbasis digital GSM (Global System for Mobile communications), disebut sebagai telepon selular digital generasi kedua yaitu teknoiogi dengan kapasitas, kecepatan dan kemampuan teknologi generasi kedua dari GSM phase 1 / GSM 900 , saat ini telah sampai ke GSM phase 2/ GSM 1800 dan phase 2+ / GPRS dan EDGE . Indonesia merupakan pasar industri selular yang sangat menjanjikan, jika diperhitungkan penduduk Indonesia yang mencapai 210 juta orang , pelanggan selular baru 21 juta tentu merupakan prospek pangsa pasar yang sangat menggiurkan. Pertumbuhan peianggan seiring kompetisi pasar dan tuntutan pelanggan atas Iayanan sesuai dengan kebutuhan mereka , telah menyebabkan operator seluler menetapkan strategi pemasaran berdasar pada segmentasi , dengan dua katagori RETAIL dan KORPORASI.
Untuk segmen korporasi potensial pasar yang bisa digarap adalah minimum 1.254.000 orang pada tahun 2005, namun saat ini penetrasinya masih rendah, belum mencapai 20 % , dan segmen ini tidak nampak menonjol. Hal ini diduga karena bentuk komunikasi pemasarannya menggunakan pendekatan below the line. Bentuk promosi terbatas yang langsung fokus ke pelanggan yang ditargetkan. Penelitian untuk strategi komunikasi pemasaran pelanggan segmen korporasi menggunakan metode penelitian kualitatif, positivistic dengan pendekatan studi kasus pada operator seluler PT. Telkomsel.
Pada tesis ini digambarkan sedikit situasi persaingan antar operator seluler, konsep kebutuhan komunikasi , dan pola perilaku high envolvement decision, serta beberapa konsep pemasaran dan komunikasi pemasaran sebagai landasan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa operator yang menjadi market leader bisnis seluler di Indonesia ini, tidak nampak menggunakan agresilitas yang sama antara segmen retail dan korporasi. Hal ini nampak dari banyaknya pengakuan yang melegitimasi branding produk dan layanan telkomsel untuk segmen retail tidak terdapat pada segmen korporasi. Taktik komunikasi pemasaran untuk segmen retail fokus pada taktik above the line, sementara segmen korporasi fokus hanya menggunakan taktik below the line.
Sementara itu untuk pangsa pasar korporasi yang cukup besar, dengan membilang ratio jumlah corporate account staf 1 : 2000 pelanggan dari 46 perusahaan , maka taktik below the line , dengan direct selling dan personal seling tidak akan mencukupi. Pasar korporasi bisa digarap dengan lebih efektif dengan bentuk komunikasi pemasaran yang Iebih baik. Beberapa bentuk komunikasi pemasaran seperti yang disampaikan dalam rekomendasi peneliti adalah menambahkan bentuk komunikasi pemasaran above the line. Bentuk promosi massa , namun tetap fokus ke pelanggan yang ditargetkan. Misal : advetorial, wawancara eksklusif di TV atau bentuk lainnya. Hal ini dianggap perlu dilakukan , karena tindakan tersebut akan bisa mengangkat image corporate Telkomsel secara luas atas tersedianya diversifikasi pelayanan untuk sebuah komitmen kerjasama antar perusahaan -yang besar. Sehingga pada akhirnya akan mempermudah proses akuisisi pelanggan maupun mempertahankan Ioyalitasnya untuk sebuah akselerasi pertumbuhan market share yang signifikan yang diharapkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyardi Widodo
"Penelitian ini menganalisis exit strategy perusahaan telekomunikasi dari industri yang sedang menurun dengan mengambil studi kasus keluarnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dari industri CDMA (code division multiple access). Penelitian menggunakan pendekatan post positivis dengan metode pengumpulan data campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mengacu pada pendapat Porter yang dimodifikasi mengenai strategi bersaing dengan fokus membahas exit barrier dan upaya mengatasinya.
Penelitian menemukan bahwa perkembangan ekosistem teknologi CDMA global, penurunan jumlah pelanggan Flexi, penurunan pendapatan, serta kerugian usahatelah mendorong Telkom untuk keluar dari industri CDMA. Adapun hambatan keluar yang dihadapi mencakup aset berupa infrastruktur, lisensi dan frekuensi, biaya terkait SDM dan pelanggan, hambatan emosional karyawan dan manajemen, hambatan pemerintah dan sosial terutama terkait dengan aspek politik sebagai BUMN, serta mekanisme penjualan harta kekayaan. Hambatan berupa aspek politik merupakan hambatan terbesar.
Telkom dapat mengatasi berbagai hambatan keluar karena dukungan pemerintah melalui penataan frekuensi, memiliki beragam portofolio bisnis sehingga mudah dalam memindahkan SDM, dan Telkom memiliki anak usaha yang kuat di bidang telekomunikasi nirkabel.

This research analyzes the exit strategy of telecommunication companies from a declining industry with a case study on the exit of PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) from code division multiple access (CDMA) industry. The research uses a post positivist approach with a mixed data collection method between quantitative and qualitative. This research refers to modified Porter?s notion of competitive strategy with a focus on discussing exit barrier and effort to overcome the barrier.
This research found that Telkom exited from CDMA industry due to the development of global CDMA technology ecosystem along with the declining number of Flexi subscribers and revenue as well as loss of business. Meanwhile, the exit barriers faced by the company include assets such as infrastructure, license and frequencies, human resources and customer-related cost, employee and management emotional barriers, government and social barriers primarily associated with political aspect as a state-owned company, and mechanism of asset sales. Political aspect became the biggest barrier.
Telkom was able to overcome the exit barriers due to government support through the arrangement of frequency alocation. Moreover, the company has a diverse business portfolio to facilitate redeployment of human resources, and the company has a strong subsidiaries in the field of wireless telecommunication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Leonard T.
"Multicarrier Code Division Multiple Access (muliticarrier CDMA) adalah suatu sistem hasil perpaduan dua teknologi, yaitu teknik akses spektrum sebar yang disebut Code Division Multiple Access (CDMA) dengan teknik modulasi pembawa jarnak (multicarrier) yang disebut Orrhogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). CDMA melakukan akses pada frekuensi yang sama dan pada waktu yang bersamaan sehingga dapat menawarkan kapasitas yang besar. Sedangkan OFDM mentransmisikan aliran data serial dengan terlebih dahulu mengkonversi aliran data tersebut menjadi sub-sub aliran data parallel yang tumpang tindih dan orthogonal sehingga dapat menawarkan penggunaan bandwidth yang elisien dan tahan terhadap interferensi. Secara garis besar, multicarrier CDMA dibagi menjadi dua grup, yaitu multicxzrrier CDMA berdomain frekwensi yang disebut dengan MC-CDMA dan multicarrier berdomain waktu yang disebut MC-DS CDMA MC-CDMA dapat direalisasikan dengan mengglmakan transfonnasi Fourier. Untuk menj aga sifat orthogonalitas maka cyclic prefix (CP) ditambahkan pada pemancar dan cyclic preps: tersebut dihilangkan pada penerima. Penggunaan cyclic prefix akan mengurangi efisiensi penggunaan bandwith. Kebutuhan terhadap penambahan cyclic preyix dapat dihilangkan apabila transformasi Fourier diganti dengan transformasi wavelet tanpa mengurangi perfonnansi sistem MC-CDMA tersebut.
Tesis ini menganalisa kineija sistem MC-CDMA berbasis transformasi wavelet dibandingkan dengan transformasi Fourier. Kinerja sistem diukur dengan memperlihatkan bit error rate (BER). Kinerja sistem MC-CDMA dengan menggunakan transformasi wavelet lebih baik daripada kinerja MC-CDMA berbasis transformasi Fourier. Modulasi yang digunakan adalah modulasi M-ary orthogonal. Kanal yang dipergunakan adalah kanal AWGN dan kanal Rayleighfading 4 lintasan jamak.

Multicarrier Code Division Multiple Access (multicarrier CDMA) is an integration result of two technologies that is Code Division Multiple Access(CDMA), a spectral spectrum access technique with Othogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM), a multicarrier modulation technique. CDMA offers higher capacity because it uses same frequency and time on its access method. On the other hand, OFDM transmits serial data flow by converting to its overlapping and orthogonal subs parallel data tlow offering ehicient and interference resistant bandwidth In general, multicarrier CDMA is divided into two groups, that is a frequency domain MC-CDMA and a time domain MC-DS-CDMA MC-CDMA can be perform using Fourier transformation. In order to keep its orthogonality, cyclic prefix (CP) is added on Transmitter and is removed on Receiver. Cyclic prefix will reduce bandwith efficiency. The need of cyclic prefix addition could be reduced without loosing MC-CDMA system performance if Fourier transformation is replaced by Wavelet transformation.
This thesis showed MC-CDMA system performance based on wavelet transfonnation compare to Fourier transformation. Performance of the system was measured to show bit error rate (BER). Performance of MC-CDMA system using wavelet transformation was much better than the one using Fourier transformation. Orthogonal M-ary was being used in this thesis. AWGN Channel and Fading Rayleigh Channel with 4 multipath were also being used.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Adewijaya
"Perencanaan strategis menjadi semakin penting mengingat lingkungan persaingan bisnis yang bertambah kompetitif. Adaptasi terhadap dinamika ekstemal atas visi, misi, dan strategi menjadi keniscayaan, tujuannya adalah perusahaan yang mampu bertahan dalam jangka panjang.
Pada Network Operation Telkomsel Regional Jabotabek, balanced scorecard (BSC) dapat digunakan sebagai strategy map untuk mendukung proses optimalisasi jaringan telekomunikasi dan membelikan monitoring performansi keadaan jaringan. Optimalisasi difokuskan pada peningkatan total jumlah pendudukan trafik, dengan monitoring lima parameter indikator penyebab perubahan performansi yaitu : drop call rate (DCR), handover success rate (HOSR), erlang minute drop (EMD), TCH blocking (TCHB), dan SDCCH success rate (SDSR).
Keadaan performansi jaringan GSM secara keseluruhan dapat terlihat melalui statistik pengukuran CCR (Call Completion Rate) dan SCR (Success Call Rate). Pengaturan parameter indikator penyebab secara optimal dapat meningkatkan pendudukan trafik pada jaringan sebesar 81,51% di bulan Mei 2005, namun pengaturan tersebut harus sesuai dengan strategi pengambilan keputusan optimalisasi jaringan yang akan dipaparkan pada tesis ini.
Optimalisasi jaringan GSM dengan pendekatan menggunakan balanced scorecard dapat diterjemahkan ke dalam sasaran-sasaran strategik dengan tolok ukur parameter indikator penyebab yang mempunyai rincian nilai pengukuran, sehingga dapat diperiksa secara kontinyu dan dapat mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan pada waktunya.

Strategic plan has become more important as a result of highly competitive business environment. Adaptation to external dynamics over vision, mission, and strategy is a certainty. The objective is a sustainable company in a long period of time.
At Network Operation of Telkomsel Regional Jabotabek, balanced scorecard (BSC) can be used as a strategic map to support optimalization process of a telecommunication network and monitor network performance condition. Optimalization is focused on the increase of traffic seizurement quantity by monitoring tive indicator parameters performance change, which are : drop call rate (DCR), handover success rate (HOSR), erlang minute drop (EMD), TCH blocking (TCHB), and SDCCH success rate (SDSR).
The condition of GSM network performance as a whole can be seen through CCR (Call Completion Rate) and SCR (Success Call Rate) measurement statistics. The arrangement of these indicator parameters optimally could increase traffic seizurement on the network by 81,51% on May 2005, but the arrangement had to match with the decision making of the network optimalization strategy which will be presented in this thesis.
GSM network optimalization with balanced scorecard approach can be translate in to strategic objectives with cause indicator parameter standard that have measurement values details. so it can be continuously checked and appropriate repairing can be taken in exact time.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
T16130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raninditha
"ABSTRAK
Manajemen servis merupakan suatu proses transferring kegiatan operasional harian yang
berkaitan dengan kegiatan operasional dalam mengatur kegiatan operasional perusahaan agar
bisa mengefektifkan dan mengefisienkan kegiatan operasional perusahaan tersebut sehingga,
dapat membantu suatu perusahaan untuk dapat berkonsentrasi kepada bisnis utamanya.
Pada aplikasinya manajemen servis dapat menjadi solusi bagi provider telekomunikasi, dan
dapat menjadi peluang bagi provider network agar dapat tetap bernisnis di dunia
pertelekomunikasian Indonesia. Selain itu manajemen servis akan menjadi suatu ancaman bagi
provider telekomunikasi apabila tidak ada kontrol dari perkembangan dan persaingan pada
provider network keamanan data, dan sebagainya.
Saat ini kerjasama antara kedua belah pihak ini diikat dan diatur oleh kerjasama dan
kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Campur tangan pemerintahan untuk mengatur
sistem ini, dengan membuat regulasi sangat diperlukan,dan saran regulasi yang bagaima agar
dapat bermanfaat dari manajemen servis ini, dan akan berdampak pada pertelekomunikasian
Indonesia dan masyarakat.

ABSTRACT
Management of Services have a pivotal role to play in support of the core business
and must be closely coupled with the organisation's overall strategy. Management service is
simply a process of transferring the daily operations related to the company services and
maintenance to set up operations in order to make the overall process effective and efficient.
That will allow time to focus in core areas that matter most for the development and growth
of business.
Application of Management of Services can be a solution for
Telecommunications providers, and can be an opportunity for Network providers in order to
remain in the Indonesian Telecommunication business. However, at the same time it has to be
well controlled in terms of market competitiveness, development pace and security systems
etc, in order to protect and minimize any threat to Telecommunications providers.
The current rules between the two sides are bound and regulated only by the
agreement between both parties only (Telecommunication provider and Network
provider).Government intervention to regulate this system is needed, by making the
appropriate and adequate Regulations for this service, considering the benefits of
management service that will have an impact on Pertelekomunikasian Indonesia in particular
and the community in general."
2012
T31184
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mursiyana Mulatsih
"Beralihnya fungsi telekomunikasi dari utilitas menjadi komoditi perdagangan akan merangsang munculnya operator baru yang bergerak pada bisnis telekomunikasi, khususnya penyelenggaraan telekomunikasi tetap lokal dan SLJJ. Munculnya operator baru ini menjadikan bisnis telekomunikasi yang semula monopoli menjadi kompetisi dan memerlukan penetapan tarif yang seobyektif mungkin dan adil baik antar operator maupun antar pengguna layanan. Penetapan tarif yang demikian ini diharapkan merangsang tumbuhnya kompetisi yang sehat. Kemungkinan adanya subsidi silang antar layanan yang diselenggarakan sedapat mungkin dihindari, karena akan memungkinkan suatu operator mensubskdi operator lain yang merupakan saingan bisnisnya.
Penelitian ini diarahkan pada permasalahan perhitungan dan penetapan tarif dari segi ekonomi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti tingkat efisiensi biaya operator telekomunikasi incumbent dalam menyediakan jasa telekomunikasi lokal dan SLJJ, meneliti kemungkinan adanya subsidi silang antar layanan dan dampaknya terhadap pemerataan pelayanan telekomunikasi. Metode yang digunakan antara lain metode regresi sederhana, metode incemental costing dan metode NICK test.
Data-data yang diperlukan diambil dari laporan keuangan, laporan kinerja sentral, laporan produksi pulsa, laporan perfomansi perusahaan, SISYANET yang dikeluarkan oleh PT Telkom dan laporan studi sentral pleb AT&T/Lucent Technologies selaku konsultan Telkom.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama ini operator tidak efisien dalam membelanjakan uangnya untuk penyediaan telekomunikasi. Subsidi silang terjadi antara layanan lokal dan layanan SLJJ dan antar wilayah/divisi regional. Dampak dari kondisi ini, tarif yang ditetapkan menjadi lebih tinggi, karena biaya yang dikeluarkan operator tinggi. Bagaimanapun operator ingin mendapatkan keuntungan, sehingga tarif yang ditetapkan secara keseluruhan harus bisa menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, Adanya subsidi silang menyebabkan kompetisi tidak terbuka secara penuh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T4517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursiyana Mulatsih
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
TA3315
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Verawati Laksairini
"Teknologi Enhanced data for global evolution (EDGE) adalah teknologi mobile data dengan kecepatan tinggi yang merupakan pengembangan dari generasi kedua untuk komunikasi Global System for Mobile (GSM) dan jaringan Time Division Multiple Access (TDMA) yang mentransmisikan data hingga 384 kbps. Teknologi EDGE dapat meningkatkan kecepatan data rate dengan mengubah jenis modulasi yang digunakan dan efisiensi jenis carrier yang digunakan. Teknologi EDGE juga mendukung evolusi menuju generasi ketiga (sistem IMT-2000) seperti untuk sistem UMTS (Universal Mobile Telephone System) dengan mengimplementasikan beberapa perubahan di jaringan yang nantinya akan diimplementasikan di generasi ketiga (3G).
Teknologi EDGE merupakan pengembangan dari teknologi General Packet Radio Service (GAS) dan juga teknologi High Speed Circuit Switched Data (HSCS) yang sudah diimplementasikan dibeberapa operator GSM di dunia. Layanan ini dapat mentransmisikan data dengan kecepatan yang lebih tinggi pada posisi dekat dengan Base Station dengan menggunakan Eight Phase Shift Keying (8PSK) yang merupakan pengembangan dari Gaussian Minimum Shift Keying (GMSK).
Modulasi 8PSK dapat beradaptasi dengan mudah untuk menawarkan data rate yang lebih tinggi pada posisi dekat dengan BTS. Layanan ini dapat menawarkan data rate 48 Kbps per timeslot dibandingkan pada teknologi GPRS yang hanya 14 Kbps dan 9,6 Kbps pada HSCSD. Dan jika digunakan konfigurasi 8 timeslot maka data rate yang ditawarkan hingga 384 2 Kbps.

Enhanced data for global evolution (EDGE) is a high-speed mobile data standard, intended to enable second-generation global system for mobile communication (GSM) and time division multiple access (TDMA) networks to transmit data up to 384 kilobits per second (bps) EDGE provides speed enhancements by changing the type of modulation used and making a better use of the carrier currently used EDGE also provides an evolutionary path to third-generation IMT 2000-compliant systems, such as universal mobile telephone systems (UMTS), by implementing some of the changes expected in the later implementation in third generation systems.
EDGE built upon enhancements provided by general packet radio service (GAS) and high-speed circuit switched data (HSCS) technologies that are currently being tested and deployed It enables a greater data-transmission speed to be achieved in good conditions, especially near the base stations, by implementing an eight-phase-shift keying (8 PSG) modulation instead of Gaussian minimum-shift keying (GMSK).
8PSK modulation automatically adapts to focal radio conditions, offering the fastest transfer rates near to the base stations, in good conditions. It offers up to 48 7Kbps per channel, compared to 14 Kbps per channel with GPRS and 9.6 Kbps per channel for GSM. By also allowing the simultaneous use of multiple charmers, the technology allows rates of up to 384 Kbps, using all eight GSM channels.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Soelistyono
Depok: Universitas Indonesia, 2002
TA3296
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>