Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135312 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fatmawaty
"Perkembangan berbicara yang baik merupakan petunjuk penting yang menentukan kemampuan anak itu kelak untuk belajar. Keterlambatan berbicara dapat merupakan gejala berbagai kelainan antara lain gangguan pendengaran. Deteksi dini gangguan pendengaran tidaklah mudah, terkadang orangtua baru menyadari bahwa anaknya tidak dapat mendengar pada saat si anak berusia dua tahun.
Anak dengan gangguan pendengaran mengalami perkembangan kecerdasan yang tidak optimal sebagai akibat kurangnya informasi bunyi yang berguna dalam proses komunikasi dan proses belajar dengan lingkungan. Kemampuan intelegensi anak dengan gangguan pendengaran tidak selalu di bawah rata-rata sehingga perlu dilakukan upaya khusus untuk optimalisasi fungsi pendengaran dan perkembangan berbicara. Keberhasilan upaya ini dipengaruhi oleh penemuan kasus gangguan pendengaran pada tahap awal sehingga proses habilitasi dini dapat segera dilaksanakan.
Gangguan pendengaran adalah jenis kelainan bawaan terbanyak. Di Amerika Serikat angka kejadian gangguan pendengaran pada neonatus adalah 1 sampai 3 kasus dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Pendengaran di 7 propinsi sejak tahun 1993-1996 disebutkan bahwa 0,1% penduduk menderita tuli sejak lahir.
Semua anak dengan gangguan bicara hares menjalani tes pendengaran untuk membuktikan ada tidaknya gangguan pendengaran. Bila ternyata anak mengalami gangguan pendengaran, maka diperlukan intervensi dini berupa terapi bicara dan penggunaan alat bantu dengar, sehingga dengan dukungan keluarga dapat mengurangi atau menghapus perbedaan dalam kemampuan bicara anak tersebut dengan anak normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadli Syamsuddin
"Terapi Murottal Al Fatihah dan Azan merupakan terapi dengan memperdengarkan Surah Al Fatihah dan Azan sebagai stimulus auditory sensory pada pasien cedera kepala Penelitian ini, bertujuan agar diketahuinya pengaruh stimulasi terapi murottal al fatihah dan azan terhadap pemulihan fungsi kognitif dan perilaku. Menggunakan desain quasi eksperimen pre post test design with control group. sampel sebanyak 24 orang. Kelompok kontrol hanya mendapatkan pengobatan sesuai diprogramkan sedangkan kelompok intervensi selain mendapatkan pengobatan juga diberi stimulasi terapi murottal al-fatihah dan azan 5 kali sehari selama 7 hari. Penilaian pemulihan fungsi kognitif dan perilaku n pada hari ke-3 dan ke-7 dengan menggunakan skala Ranchos Los Amigos Level Cognitive Functioning Scale. Terdapat pengaruh yang signifikan pemulihan fungsi kognitif dan perilaku diantara kelompok intervensi dan control (p value = 0,046). Terapi Murottal Al fatihah dan Azan meningkatkan proses pemulihan fungsi kognitif dan perilaku, sehingga terapi ini disarankan diberikan pada pasien cedera kepala yang mengalami penurunan kesadaran.

Murottal Al-Fatihah and Azan therapy is an intervention using surah Al-Fatihah and Azan as auditory sensory stimulus in patients with head injury. The research was aimed to know the effect of auditory sensory stimulation on cognitive function and behavior recovery effect. This study was quantitative research using a quasi-experimental with pre-posttest design with control group. This study used 24 respondents. The control group only received treatment according to the usual programme while the intervention group received treatment and also stimulated by murottal al-Fatihah and azan 5 times a day for 7 days. Recovery rate of cognitive function and behavior were evaluated in the first, 3 days and followed at 7 days use Ranchos Los Amigos Levels of Cognitive Functioning Scale. There was a significant effect of cognitive function and behavior recovery between the intervention and control groups (p value = 0.046). Murottal Al Fatihah and Azan therapy improve recovery process of cognitive function and behavior, therefore this therapy can be use for head injury patients with loss of consciousness.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T46225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyaldi
"Gangguan pendengaran karena bising merupakan kehilangan pendengaran yang disebabkan karena terpajan bising dalam waktu yang lama. Pada pekerja yang menderita gangguan pendengaran karena bising mengalami kerusakan pada organ sensorineural telinga yang bersifat menetap. Gangguan pendengaran pada pekerja akibat bising yang dihasilkan oleh alat transportasi laut masih belum banyak diteliti terutama pada sektor informal seperti juru mudi perahu mesin tempel jurusan. Juru mudi perahu mesin tempel jurusan Belakang Padang - Sekupang Batam telah terpajan bising dalam waktu yang lama akibat mesin tempel yang mereka gunakan. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan pendekatan studi potong lintang.
Dari hasil penelitian dengan menggunakan audiometri didapatkan angka kejadian NIHL pada juru mudi perahu mesin tempel jurusan Belakang Padang - Sekupang 38,7% (29 orang) terdiri dari NIHL ringan 24 orang, NIHL sedang 5 orang. Proporsi Kejadian NIHL berdasarkan usia pekerja didapatkan kecenderungan meningkat pada usia yang lebih tinggi , pada usia >60 tahun 58,9%, usia ≤40 tahun 15,4%, 41-50 tahun 40%, dengan risiko kejadian NIHL pada usia >60 tahun 3,82 kali dibanding mereka yang berusia ≤40 tahun. Proporsi kejadian NIHL menurut masa kerja juru mudi perahu mesin tempel jurusan Belakang Padang - Sekupang juga didapatkan kecenderungan yang meningkat, pada masa kerja >20 tahun 46,2%, 16-20 tahun 27,3%, dan 11-15 tahun 16,7%, sedangkan pada masa kerja 0-5 tahun dan 6-10 tahun tidak ditemukan NIHL, dengan risiko kejadian NIHL pada juru mudi yang masa kerja >20 tahun 2,13 kali dibanding masa kerja <20 tahun. Kejadian NIHL menurut dose pajanan harian yang diterima juru mudi perahu mesin tempel terdapat kecenderung yang positif, NIHL pada pekerja yang menerima dosis pajanan bising > 100 persen 20 orang, ≤ 100 persen 9 orang. Dari hasil uji statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia pekerja, masa kerja, intensitas bising dan dosis pajanan yang diterima juru mudi perahu mesin tempel dengan kejadian NIHL.

Hearing loss due to noise is hearing loss due to noise exposure in a long time. To workers who suffer from hearing loss due to noise damage to the organ irreversible sensorineural ears. Hearing loss in workers due to noise generated by marine transportation is not widely studied, especially in the informal sector, such as outboard engine boat helmsman majors. Outboard engine boat helmsman Route Belakang Padang - Sekupang Batam has exposed to noise for a long time due to outboard engines they use. This study is an analytical study of the crosssectional study approach.
From the research results obtained by use of an audiometric incidence of NIHL in outboard engine boat helmsman route Belakang Padang - Sekupang 38.7% (29 people) consisted of 24 mild NIHL, moderate NIHL were 5 people. The proportion of NIHL incidence by age workers found an increasing trend in higher age, at the age of> 60 years 58.9%, age ≤ 40 years 15.4%, 41-50 years 40%, with the risk of NIHL incidence at age> 60 years 3.82 times compared to those aged ≤ 40 years. NIHL incidence proportions according to the total work duration helmsman outboard engine boat Route Belakang Padang - Sekupang also found an upward trend, the total work duration > 20 years 46.2%, 27.3% 16-20 years, and 11-15 years 16,7%, while in the total work duration of 0-5 years and 6-10 years NIHL is not found, the risk of incidence of NIHL in the helmsman the total work duration> 20 years 2.13 times compared the total work duration <20 years. NIHL incidence according to the daily exposure dose received helmsman outboard engine boat there is a positive tendency, where the workers received doses of exposure to noise of more than 100 percent 20 people with NIHL, and the workers received doses of exposure ≤ 100 percent 9 people with NIHL. From the results of statistical tests, there was no significant relationship between worker age, total work duration, intensity and the daily noise exposure dose received helmsman outboard engine boat with NIHL occurrence."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kristina
"Pajanan kebisingan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan termasuk penurunan pendengaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pajanan kebisingan dengan penurunan pendengaran pada pekerja di area amonia 1A PT Pupuk Kujang, Cikampek, Tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah studi cross-sectional yang dilaksanakan pada area kerja amonia terhadap seluruh pekerja berjumlah 38 orang. Peneliti mengukur dosis pajanan pada lima area kerja amonia dan menyebarkan kuesioner. Melakukan review terhadap hasil medical check up tahun terakhir. Melakukan analisa bivariat terhadap fakktor perancu. Hasil studi menunjukkan faktor risiko yang berhubungan penurunan adalah dosis kebisingan (p-value 0,039,95% CI). Pajanan kebisingan berhubungan dengan penurunan pendengaran pada karyawan, yaitu dosis kebisingan.

Noised exposure can causes various kinds of health effect of human including hearing loss. The main objective of this research was to examine the relationship between noised exposure with hearing loss of amonia 1A area's worker on PT. Pupuk Kujang , Cikampek 2013. The research was conducted with cross-sectional study in amonia 1A area's 38 workers. Dose exposure measured in five amonia 1A areas. Thus, it had been done through distributing questionnaire and also reviewed upon the data of employee's last year medical check-up. Statistics calculation in bivariate analysis of confounding factors. The research show that the risk factor that statiscally relates to hearing loss is noised dose (p-value 0,039, 95%CI). Noised exposure relates to hearing loss of the employees, which is noise dose.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Agustin
"Kehilangan pendengaran adalah penyebab kecacatan tertinggi keempat didunia. Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa 16% dari gangguan pendengaran yang dialami oleh orang dewasa diakibatkan dari pajanan kebisingan di tempat kerja.  Tujuan utama dari penelitian ini untuk mengetahui prevalensi penurunan pendengaran, gambaran dan hubungan faktor-faktor risiko yang terkait dengan penurunan pendengaran pada pekerja factory dan warehouse PT XYZ. Penelitian ini mengadopsi desain cross-sectional dengan total populasi 421 karyawan, yang dikumpulkan melalui kuesioner, observasi dan tes audiometri. Hasil penelitian didapat prevalensi kejadian penurunan pendengaran pekerja di PT XYZ di area factory dan warehouse adalah 29 pekerja (6,9 %) dari total 421 responden. Gambaran faktor pekerjaan yaitu 25,4% responden dengan waktu kerja > 8 jam, 62% responden memiliki masa kerja ≥ 10 tahun, 47.0 % responden terpajan kebisingan melebihi dosis pajanan NAB >100%, 17,3% responden terpajan bising > 8 jam di PT XYZ. Gambaran faktor individu yaitu 39.7% responden usia ≥ 40 tahun, 64,4 % responden merokok, 25,4% responden terdiagnosa hipertensi, 5,5% responden memiliki diabetes, 76,2% responden hiperkolesterol, 1,9% responden termasuk dalam kategori penggunaan earphone kurang baik, 38,5% responden masuk dalam kategori kepatuhan penggunaan APT kurang baik. Kesimpulan bahwa usia, masa kerja, dan kepatuhan terhadap Alat Pelindung Telinga berkontribusi signifikan terhadap penurunan pendengaran pada tenaga kerja PT XYZ. Rekomendasi tes audiologi rutin, rotasi pekerjaan dari area bising tinggi, tindakan pengendalian kebisingan, program kesehatan yang menargetkan faktor gaya hidup seperti merokok dan kolesterol tinggi, dan peningkatan kepatuhan APT. Peneliti masa depan diharapkan untuk menyelidiki pajanan kebisingan sebelumnya, penggunaan obat ototoksik, dan tingkat kebisingan dan getaran tempat tinggal untuk lebih mengungkap faktor risiko NIHL.

 


Hearing loss is the fourth leading cause of disability worldwide. The World Health Organization reports that 16% of hearing loss in adults results from exposure to noise in the workplace. The main objective of this study was to determine the prevalence of hearing loss, description, and relationship of risk faktors associated with hearing loss among PT XYZ factory and warehouse workers. This study adopted a cross-sectional design with a population of 421 employees, who were collected through questionnaires, observation and audiometric tests. The results showed that the prevalence of hearing loss at PT XYZ in the factory and warehouse area was 29 workers (6.9%) out of a total of 421 respondents. An overview of work faktors, namely 25.4% of respondents with working time > 8 hours, 62% of respondents had a working period of ≥ 10 years, 47.0% of respondents exposed to noise exceeded the NAV exposure dose > 100%, 17.3% of respondents exposed to noise > 8 hours in PT XYZ. A description of other faktors, namely 39.7% of respondents aged ≥ 40 years, 64.4% of respondents smoked, 25.4% of respondents diagnosed with hypertension, 5.5% of respondents had diabetes, 76.2% of respondents had hypercholesterolemia, 1.9% of respondents included in the category of use of earphones is not good, 38.5% of respondents fall into the category of compliance with the use of APT is not good. The conclusion is that age, years of service, and compliance with ear protection devices contribute significantly to hearing loss among PT XYZ workers. Recommendations for routine audiology testing, job rotation from high noise areas, noise control measures, health programs targeting lifestyle faktors such as smoking and high cholesterol and increasing PPE compliance. Future researchers are expected to hide prior noise exposure, use of ototoxic drugs, and residential noise and vibration levels to better uncover risk faktors for NIHL.

 

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholidah Hanum
"LATAR BELAKANG: Para penerbang helikopter yang terpajan terhadap bising intensitas tinggi dalam jangka tertentu dan beberapa faktor lainnya meningkatkan risiko tuli akibat bising (TAB). TAB dapat menyebabkan kecelakaan. Oleh karena itu perlu diteliti faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan TAB.
METODE: Desain penelitian adalah nested case-control. Data diekstrak dari rekam medik penerbang helikopter TNI AU yang melaksanakan indoktrinasi latihan aerfisiologi (ILA) di Lakespra Saryanto Jakarta tahun 1980 sampai Maret 2004. Kasus ialah penerbang dengan gambaran audiogram terdapat takik pada intensitas 40 dB atau lebih pada frekuensi 4000 Hertz pada salah satu atau dua telinga. Seorang kasus dipadankan dengan dua orang kontrol (yang tidak menderita TAB sampai tahun 2004) menurut tahun kasus didiagnosis.
HASIL: Rekam medik yang tersedia sebanyak 187. Kasus yang diperoleh sebanyak 32 orang, dan 64 orang kontrol. TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah. Subjek dengan total jam terbang 500 jam atau lebih mempunyai risiko TAB hampir 2,5 kali lipat (95% interval kepercayaan (CI) = 0,66-9,29; p=0,180). Jika dilihat dui masa kerja, subjek dengan masa kerja 11-24 tahun mempunyai risiko TAB sebesar 2,7 !tali Iipat (rasio odds suaian = 2,71; 95% CI = 0,90-8,10; p=0,075). Sedangkan subjek dengan prahipertensi dan hipertensi stage 1 mempunyai kecenderungan kenaikan moderat risiko TAB.
KESIMPULAN: TAB berkaitan dengan total jam terbang, masa kerja, dan tekanan darah.

Risk Factors Related To Noise Induced Hearing Loss Among Indonesian Air Force Helicopter PilotsBACKGROUND: Helicopter pilots exposed to high intensity noise for a given period and other risk factors had increased risk to be noise induced hearing loss (NIEL). Therefore, it is beneficial to study several risk factors related to NIHL.
METHODS: This study was a nested case-control. Data was extracted from available medical records among helicopter pilots who performed aerophysiology training indoctrination (ILA) during 1980 through March 2004 at Lakespra Saryanto. Case was a subject who had audiogram with a notch at 40 dB or more and at 4000 Hertz on one site or bilateral ears. A case was matched by 2 controls free from NTHL up to 2004 by the year of respective case was diagnosed.
RESULTS: There were 187 medical records available for this study. A number of 32 cases and 64 controls were identified. The final model reveals that NIHL was related to total duration of works, flight hours, and blood pressure. Those who had 500 hours or more than less 500 hours had moderate increased risk for 2.5 to be NIHL [95% confidence intervals (CI) 0.66-9.29; p=0.180]. Those who had total duration works 11-24 years had a moderate increased to be NIHL for 2.7 times (adjusted OR = 2.71; 95% CI=0.90-8.10; p=0.075). Furthermore, prehypertension and hypertension stage I subjects than normal blood pressure had moderate trend increased risk to be NIHL.
CONCLUSION: Total flight hours for 500 hours or more, total duration works 11-24 years, or prehypertension and hypertension stage 1 increased risk for NIHL."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Sulistiyorini
"Pajanan bising merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran atau noise-induced hearing loss (NIHL). Pada bagian assembling PT Suzuki Indomobil Motor Plant Cakung 1 terdapat bahaya bising yang berasal dari mesin dan peralatan. Penelitian dilakukan secara cross-sectional atau potong lintang terhadap pajanan bising harian dan keluhan gangguan pendengaran dengan melihat faktor perancu berupa masa kerja, usia, pemakaian alat pelindung telinga (APT), perilaku merokok, dan hobi yang dimiliki pekerja (menembak mendengarkan musik atau radio dengan menggunakan headset atau headphone mengunjungi diskotik (dugem), dan menonton pertunjukkan konser musik rock) dengan cara mengukur pajanan dosis bising harian dan pengisian kuesioner.
Berdasarkan analisis bivariat tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara pajanan bising harian dengan keluhan gangguan pendengaran. Selain itu juga tidak ditemukan perbedaan bermakna pada variabel perancu dengan kejadian keluhan gangguan pendengaran yang ditunjukkan dengan nilai p-value <0.05.. Perlu dilaksanakan beberapa elemen dari program, HLPP (hearing loss prevention program) terutama pemeriksaan audiometri untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran.

Exposure to noise is one factor that affects hearing loss or noise - induced hearing loss ( NIHL ) . On the assembling 4W unit of PT Indomobil Suzuki Motor Plant Cakung 1 there is a hazard that noise coming from the engine and equipments. The study was conducted as a cross - sectional of the daily noise exposure and hearing loss complaints to see confounding factors such as length of service, age , use of ear protective devices (APT), smoking behavior, and worker -owned hobby (shooting listening to music or radio with a headset or headphones visiting discotheques (clubbing), and watch a rock concert performance) by measuring the daily noise exposure dose and questionnaires.
Based on bivariate analysis found no significant difference between the daily noise exposure with hearing complaints. It also found no significant differences in the incidence of confounding variables with complaints of hearing loss as indicated by the value of p-value of <0.05. It should be implemented some elements of the program, HLPP (hearing loss prevention program) primarily audiometric examination for early detection of hearing loss.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar belakang: Kemoterapi sisplatin adalah terapi yang sering diberikan untuk penderita tumor ganas yang mempunyai efek samping ototoksik dengan terbentuknya radikal bebas yang enyebabkan kematian sel rambut luar koklea sehingga terjadi gangguan dengar. Ginkgo biloba adalah antioksidan yang terbukti memiliki efek otoprotektif terhadap ototoksisitas akibat sisplatin dengan menghambat pembentukan radikal bebas. Tujuan: Mengetahui peran Ginkgo biloba terhadap pencegahan gangguan dengar sensorineural pada penderita tumor ganas dengan sisplatin. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak dengan sampel adalah semua penderita tumor ganas yang mendapat kemoterapi sisplatin di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada bulan Oktober 2013 sampai Januari 2014. Sampel dibagi dua, kelompok perlakuan menjalani pengobatan kemoterapi sisplatin dengan tambahan ekstrak Ginkgo biloba (Egb 761) peroral 80 mg perhari sejak 1 hari sebelum kemoterapi selama 30 hari. Kelompok kontrol menjalani pengobatan kemoterapi sisplatin saja. Pemeriksaan fungsi pendengaran dilakukan dengan timpanometri, audiometri, dan Distortion Product Otoacoustic Emission (DPOAE) sebelum dan setelah kemoterapi sisplatin siklus pertama dan kedua. Hasil: Didapatkan total 40 data dari 20 pasien yang dibagi dalam dua kelompok. Kejadian gangguan dengar sensorineural setelah siklus pertama dengan pemeriksaan DPOAE didapatkan perbedaan yang bermakna (p=0,027). Kesimpulan: Pemberian terapi ekstrak Ginkgo biloba 80 mg peroral dapat mencegah gangguan dengar sensorineural akibat kemoterapi sisplatin pada penderita tumor ganas. "
ORLI 44:2 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Harpini Endang Sardewi
"Ruang lingkup dan Metodologi Perusahaan "P" melakukan program konservasi pendengaran sejak 1981. Untuk mengetahui efektifitas program tersebut telah dilakulan pengkajian mengenai permasalahan ketulian akibat bising dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada petugas kamar mesin kapal, sehingga dapat dilakukan usaha perbaikan. Telah dilakukan suatu studi intervensi yang terdiri dari 3 tahap: - Pengumpulan data dasar, dilakukan dengan mengukur inlensitas bising pada sebuah kapal tanker , melakukan survei pada pekerja kamar mesin kapal yang berkunjung ke poliklinik jalan Deli bulan Oktober 1998, dan wawancara dengan pihak manajemen, untuk mengetahui program konservasi pendengaran yang sudah dijalankan - Intervensi dilakukan pada pihak manajemen - Evaluasi setelah 3 bulan Hasil: Intensitas bising melampaui NAB diperkenankan (85 dBA selama 8 jam kerja) ditemukan pada kamar mesin saat berjalan dan generator tanker "P 1023" sewaktu bergerak maupun diam, yaitu 86-110 dB. Hasil penelitian pada 30 orang pekerja km mesin yang mengunjungi poliklinik jalan Deli perusahaan bulan September 1998, didapat prevalensi Tali Akibat Bising (TAB) 66,6%. Faktor-faktor yang berhubungan antara lain adalah usia pertama kali bekerja di km. mesin kapal dan sikap terhadap bising dan gunanya ear muff/plug dengan TAB. (p 0.04) Hasil intervensi pada manajemen setelah 3 bulan: telah dilakukan pemeriksaan berkala audiometri pekerja mesin kapal, menyediakan alat pelindung telinga, mutasi pekerja dengan TAB.

Efforts To Improve The Hearing Conservation Program To Prevent Noise Induced Hearing Loss Among Tanker's Engine Room Workers Of "P" Company , Jakarta 1998Scope & Methodology Hearing Conservation Program has been implemented in "P" company since 1981. To study the effectiveness of the program a study on NULL problem and related factors among the company's engine workers. An intervention study consisting of 3 phases was conducted, to increase the effectvvness of the program. - Data base collection, by measuring noise intensity in a tanker's engine room, a survey was conducted an engine's room workers, who were visiting the Deli's policlinic during September 1998, interview to the management to learn about the current hearing conservation program. - Intervention on the management - Evaluation after 3 months The results showed: The noise intensity was above TLV (85 dB A during 8 working hours) either during sailing or when harboured, and the range of noise intensity within the machine room was 86 - 11O dB. The human study on 30 respondents (a total sample), who were visiting Deli's policlinic owned by the company on September 1998, showed that the prevalence of Noise Induced Hearing Loss (NIHL) was 66,6%. Factors found related to NIHL were age when first entering engine room job, attitude towards noise and the use of PPD (personal protective devices). Evaluation after 3 months intervention showed that, management of hearing conservation program, has become more effective, e.g. routine audiometer's examination, ear protective devices are available, rotation among NIHL employees.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Niasari
"ABSTRAK
Semua anak dengan keterlambatan atau gangguan bicara hares dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya gangguan pendengaran. Ada tiga tipe gangguan pendengaran yaitu gangguan pendengaran tipe konduktif, sensorineural, dan tipe campuran konduktif dan sensorineural. Gangguan pendengaran tipe sensorineural (8,4%), dan gangguan pendengaran tipe konduktif (4,9%) terjadi pada anak yang mengalami keterlambatan bicara karena gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran sensorineural merupakan masalah yang series, karena mempengaruhi perkembangan bicara, kemampuan berbahasa, serta menentukan prestasi di sekolah.
Tes pendengaran tetap dilakukan walaupun tidak ada keluhan gangguan pendengaran dari orangtua. Bila terdapat gangguan pendengaran, perlu segera diberikan intervensi dini berupa terapi bicara dan penggunaan alat bantu dengar. Dukungan keluarga sangat berperan dalam upaya meningkatkan kemampuan bicara.
The Early Language Milestone Scale (ELMS) adalah prosedur skrining perkembangan bahasa dan bicara yang dapat membantu menilai perkembangan tersebut sejak usia yang sangat muda. Dengan ELMS deteksi dini keterlambatan bicara dapat dilakukan pada pelayanan kesehatan dasar, sehingga dapat merujuk dengan cepat untuk diagnosis dan penatalaksaan selanjutnya. Pemeriksaan pendengaran dapat dengan cara pengukuran yang bersifat fisiologis, atau dengan menggunakan tes terhadap perilaku. Pemerilcsaan fisiologis yang biasa dilakukan adalah metode otoacoustic-emissions (OAE), atau brainstem evoked response audiometry (BERA).
Pemeriksaan BERA memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi gangguan pendengaran, namun alat dan biaya pemeriksaannya cukup mahal dan tidak tersedia di pusat-pusat pelayanan kesehatan primer atau di daerah terpencil. Tes Daya Dengar (TDD) adalah salah satu uji Lapis perkembangan yang dikembangkan oleh Direktorat }endral Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1997. Fatmawati menggunakan TDD yang dibandingkan dengan SERA dan/atau OAE untuk mendeteksi gangguan pendengaran sebagai penyebab keterlambatan bicara, mendapatkan basil sensitivitas yang tinggi (92,9%) tetapi spesifisitas yang rendah (27,7%). ELMS diharapkan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang Iebih baik, karena mengandung unsur auditory
receptive dan auditory expressive.
Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai validasi ELMS dalam mendeteksi kemungkinan adanya gangguan pendengaran sensorineural yang merupakan penyebab keterlambatan bicara.
RUMUSAN MASALAH
Berapakah sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ELMS pada anak dengan keterlambatan bicara yang disebabkan gangguan pendengaran sensorineural, dibandingkan dengan baku emas pemeriksaan pendengaran BERA ?
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T58758
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>