Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
DuBrin, Andrew J.
New Jersey: Prentice-Hall, 2000
650.13 DUB a (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Merry Hotma Ria
"Penelitian ini bermula dari adanya kecenderungan diberlakukannya sistem sekolah lima hari (full day school) di beberapa kota di Indonesia, khususnya di Jakarta. Sistem full day school diartikan sebagai sistem pendidikan yang penyelenggaraarmya berlangsung sepanjang pagi sampai sore hari, selama hanya lima hari yaitu dari Senin sampai Jumat. Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan sistem full day school adalah untuk mengoptimalkan waktu belajar siswa di sekolah dengan aktivitas yang bermanfaat di bawah pengawasan pihak sekolah (Febriana & Sarbiran, 2001) serta untuk mencapai keseimbangan emosi, intelektual dan kerohanian siswa (Christianto, 2003).
Kemandirian dan kreativitas merupakan unsur kepribadian yang dianggap penting dalam hidup manusia dan merupakan salah satu aspek yang harus dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Mengingat masa remaja adalah masa dimana mereka lebih banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan teman sebaya (peers) daripada orangtua (Rogers, 1985), maka diperlukan pula kemampuan interpersonal agar mereka dapat diterima dan membina hubungan yang baik dengan teman-temannya (Buhrmester, Furman & Reis, 1988).
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab salah satu permasalahan yang muncul dalam penerapan sistem full day school ini. Banyak pihak yang tidak setuju, tapi tidak sedikit juga yang mendukung sistem ini. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui hubungan kemandirian dan kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif pada siswa full day school dan non full day school (2) untuk mengetahui peran kemandirian dan kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif pada siswa full day school dan non full day school (3) untuk mengetahui perbedaan kemandirian, kompetensi interpersonal dan sikap kreatif yang dimiliki oleh siswa full day school maupun non full day school.
Sampel penelitian adalah siswa kelas I SMP yang berjumlah 160 orang. Sebanyak 72 orang berasal dari SLTP Tirta Marta, yang mewakili sekolah dengan sistem full day school dan 88 orang dari SLTP Charitas, mewakili non full day school. Alat ukur yang digunakan adalah skala kemandirian yang dimodifikasi dari Farida (2001) dan Ritandiyono (2002), skala kompetensi interpersonal merupakan hasil konstruksi peneliti sendiri, serta skala sikap kreatif dari Utami Munandar (1977) dan ditambah beberapa item oleh peneliti, serta pengubahan dalam menjawab kuesioner, dari pola jawaban Benar-Salah, menjadi Setuju sampai Sangat Tidak Setuju. Analisis data yang digunakan adalah t-test dan Pearson Product Moment Correlation.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemandirian antara siswa full day school dan non full day school, namun terdapat perbedaan kompetensi interpersonal dan sikap kreatif pada kedua kelompok siswa tersebut. Hasil lain menunjukkan pada siswa full day school tidak ada hubungan antara kemandirian dengan sikap kreatif, tapi terdapat hubungan antara kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif. Sementara itu, pada siswa non full day school terdapat hubungan antara kemandirian dan kompetensi interpersonal dengan sikap kreatif siswa. Pada kedua kelompok siswa tidak tampak peran kemandirian terhadap sikap kreatif siswa, tetapi ada peran kompetensi interpersonal terhadap sikap kreatif siswa.
Saran yang diberikan pada sekolah adalah memperhatikan kesiapan siswa, guru dan orangtua sebelum menyelenggarakan sistem sekolah full day school. Sekolah diharapkan dapat berusaha menumbuhkan, mengembangkan kemandirian, keterampilan sosial dan kreativitas siswa, melalui kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk ikut terlibat di dalamnya. Selain itu juga perlu diteliti variabel-variabel lain yang lebih dominan pada sistem full day school, yang membedakannya dari sistem sekolah regular, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang dampak dari penerapan sistem sekolah lima had ini. Terakhir, sekolah diharapkan dapat menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kemandirian, keterampilan sosial dan kreativitas siswa karena ketiga aspek tersebut merupakan aspek yang sangat panting bagi siswa untuk mencapai keberhasilan hidup."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T18528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Handayani
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh kondisi yang terjadi di perkotaan dewasa ini. Belakangan ini banyak dimunculkan permasalahan bahwa di kota besar, keinginan untuk menolong orang lain semakin berkurang, dan semakin munculnya pola tingkah laku yang hanya berorientasi pada kebutuhan dan kesenangan pribadi, bahkan lebih jauh lagi tingkah laku yang terjadi semakin menjurus pada tingkah laku antisosial. Oleh karena itu pembinaan untuk meningkatkan tingkah laku sosial yang positif (prososial) akan menjadi penting artinya. Salah satu pembinaan yang dapat dilakukan adalah melalui kelompok prososial. Dilihat dari berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan, tampaknya Karang taruna memungkinkan untuk dianggap sebagai kelompok yang memiliki orientasi prososial. Kondisi ini mendorong peneliti untuk mengadakan penelitian mengenai kecenderungan prososial pemuda dari beberapa kelurahan di Jakarta dengan mempertimbangkan apakah pemuda tersebut aktif dalam Karang Taruna atau tidak.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecenderungan prososial pemuda. Kecenderungan prososial ini berdasarkan hubungan interpersonal antara pelaku dan orang yang dikenai tingkah laku, diuraikan menjadi : kecenderungan prososial terhadap orang tua, terhadap teman, terhadap tetangga dan kecenderungan prososial terhadap orang yang tidak dikenal. Sedangkan sebagai variabel bebas adalah partisipasi subyek dalam Karang Taruna, yang akan dilihat apakah partisipasi subyek aktif atau pasif. Dari pemuda yang aktif kemudian dilihat pula peranan dalam kepengurusan dan tingkat frekuensi kegiatan yang diikuti subyek. Jadi dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menguji hipotesa apakah kecenderungan prososial pemuda yang aktif berpartisipasi dalam Karang Taruna lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda yang berpartisipasi secara pasif.
Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah pemuda yang bertempat tinggal di kelurahan yang menjadi aampel penelitian. Dari subyek yang didapatkan, kemudian dilihat apakah subyek tergolong aktif atau pasif. Alat yang digunakan untuk melihat kecenderungan prososial subyek disusun berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Staub (1973), yaitu dengan melihat jaringan koginisi subyek.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa Kecenderungan prososial pemuda yang aktif dalam Karang Taruna lebih tinggi dibandingkan yang berpartisipasi pasif. Kondisi ini secara konsisten terjadi baik itu pada kecenderungan prososial yang ditujukan terhadap orang tua, teman, tetangga maupun terhadap orang yang tidak dikenal. Kecenderungan prososial pengurus yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecenderungan prososial anggota hanya terjadi pada kecenderungan prososial yang ditujukan pada orang yang tidak dikenal.
Dari penelitian ini disarankan agar mengadakan penelitian lanjutan, dengan melihat kembali alat yang dipergunakan dan memperhatikan faktor-faktor lain yang belum dibahas, seperti motivasi subyek mengikuti kegiatan Karang Taruna."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Birru Hayyu S.
"Mahasiswa yang tinggal sendiri di negara lain adalah salah satu populasi yang rentan mengalami loneliness. Loneliness pada mahasiswa asing dapat menyebabkan penurunan performa akademik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang berasal dari variabel social network (jumlah hubungan sosial, frekuensi kontak dengan elemen-elemen sosial, dan kepuasan hubungan dengan elemen-eleman sosial) merupakan faktor yang mempengaruhi loneliness pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan alat ukur 6-Item De Jong Gierveld Loneliness Scale untuk mengetahui tingkat loneliness partisipan. Variabel social network dilihat dari isian partisipan pada kuesioner social network. Partisipan pada penelitian ini adalah 111 mahasiswa Asing Universitas Indonesia yang diperoleh berdasarkan teknik non-random sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis multiple regression untuk menjawab permasalahan utama. Hasil penelitian berdasarkan model akhir menunjukkan kepuasan hubungan pertemanan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi loneliness pada mahasiswa asing. Evaluasi subjektif terhadap hubungan sosial lebih penting dibandingkan jumlah hubungan sosial maupun frekuensi melakukan kontak.

Students who live alone in another country is vulnerable to experience loneliness. Loneliness in foreign students can lead to decrease academic performance. This study aims to determine whether the factors derived from social network variables (the number of social relationships, frequency of contact with social elements, and relationship satisfaction with social elements) are factors that influence loneliness in foreign students at Universitas Indonesia. This study uses a quantitative method using the 6-item De Jong Gierveld Loneliness Scale to determine the participants' level of loneliness. Social network variables were identified from participants with social network questionnaire. There were 111 Universitas Indonesia Foreign Students in this study which were obtained by non-random sampling technique. This study used multiple regression analysis techniques to answer the main problem. The result in the final model showed that satisfaction of friendship is the only factor that significantly affected loneliness in foreign students. Subjective evaluation of the social relationship is more important than the number of social relationships as well as the frequency of contact."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46141
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Nabilah Malinda
"Terdapat dua tujuan utama dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui hubungan antara perceived organizational support dengan strategi emotional labor dan mengetahui hubungan antara afek positif dan afek negatif dengan strategi emotional labor. Penelitian berdesain kuantitatif non-eksperimental ini memiliki total partisipan 118 orang dengan karakteristik partisipan merupakan seorang pegawai di sektor industri jasa di wilayah Jabodetabek. Emotional labor diukur dengan menggunakan Emotional Labor Scale (ELS) yang dikembangkan oleh Diefendorff et al. (2005), untuk mengukur perceived organizational support menggunakan survey of perceived organizational support (SPOS) yang dikembangkan oleh Eisenberger et al. (1986), serta untuk mengukur afek menggunakan Positive Affect Negative Affect Scale (PANAS) yang dikembangkan oleh Watson et al. (1988). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara afek positif dengan deep acting (r = 0,24, p < 0,01), serta afek negatif dengan surface acting (r = 0,26, p < 0,01). Hal ini menandakan bahwa individu yang cenderung mengalami perasaan yang positif seperti merasa bersemangat akan cenderung menampilkan emosinya secara tulus dengan mengubah perasaan yang sebenarnya dirasakan agar sesuai dengan aturan tampilan emosi yang diharapkan organisasi, sedangkan individu yang cenderung mengalami perasaan negatif yang tinggi seperti mudah tersinggung cenderung akan berpura-pura menampilan emosi sesuai dengan aturan tampilan organisasi dengan hanya mengubah gestur atau nada suara tanpa mengubah perasaan yang sebenarnya. Namun, hasil lainnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara perceived organizational support dengan strategi emotional labor baik berupa surface acting ataupun deep acting. Hal ini berarti baik atau buruknya persepsi yang dimiliki pegawai terhadap dukungan organisasi tidak berhubungan dengan regulasi tampilan emosi seperti apa yang akan ditampilkan.

There are two main objectives in this study, the first one is to investigate the relationship between perceived organizational support with the strategy of emotional labor and the second one is to investigate the relationship between positive affect and negative affect with the strategy of emotional labor. This quantitative non-experimental study has total 118 participants with the characteristics of the participants is an employee in the service industry in Jabodetabek area. Emotional labor was measured using the Emotional Labor Scale (ELS) developed by Diefendorff et al. (2005), to measure perceived organizational support used a survey of perceived organizational support (SPOS) developed by Eisenberger et al. (1986), and to measure affect, this study used Positive Affect Negative Affect Scale (PANAS) developed by Watson et al. (1988). The results of this study shows that there is a significant relationship between positive affect and deep acting (r = 0.24, p <0.01), also negative affect and surface acting (r = 0.26, p <0.01). This results indicates that employee who are likely to experience positive feelings such as feelings excited would tend to show emotions sincerely by changing the feelings that are perceived to be in accordance with the rules of emotion expected by organization (display rules), whereas employee who are likely to experience negative feelings such as high irritability tend to faking the display of emotion in order to display emotions that fit with display rules simply by changing the gestures or tone of voice without changing the actual feeling. However, other results shows that there is no relationship between perceived organizational support with emotional labor strategy either surface acting nor deep acting. This results indicates that good or bad employee?s perception of support from their organization is not related to what strategy of emotion regulation that will be displayed.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65967
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johnson, David W., 1940-
Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall Internasional, 1990
158.2 JOH r
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Gilmer, B. von Haller (Beverly von Haller), 1909-1994
New York: McGraw-Hill, 1977
658.4 GIL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fuad Hassan
Jakarta: Bhratara, 1974
158.201 FUA k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Rini Lesmawati
"Kecemburuan adalah suatu emosi yang dialami ketika individu merasakan adanya ancaman akan kehilangan suatu hubungan yang penting dengan pasangan karena pasangannya merasa tertarik pada 'saingan'. Saingan atau pemicu cemburu itu tidak harus berarti orang ketiga, namun mungkin juga hobi, teman-teman pasangan, pekerjaan dan keluarga pasangan. Reaksi kecemburuan individu terhadap saingan tersebut berbeda-beda, tergantung persepsi individu itu sendiri. Misalnya untuk jenis suspicious jealousy dimana perselingkuhan pasangan masih berupa dugaan, maka reaksi utama yang timbul adalah kecurigaan. Sementara itu, padafait accompkjealousy/ reactive jealousy dimana kejadian pemicu kecemburuan memang nyata, maka reaksi utama yang timbul adalah marah, sedih dan takut cemas.
Selama ini di Pakultas Psikologi UI belum ada penelitian kecemburuan yang berfokus pada reaksi emosional pada lcecemburuan, yaitu marah, sedih, takut/ cemas, curiga- Karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu Skala Kecemburuan dalam Hubungan Romantis yang memenuhi syarat alat ulcur psikologi yang baik, yaitu valid dan reliabel. Kemudian skala tersebut akan dikorelasikan dengan skala Cinta dari Stemberg untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai kecemburuan dalam hubungan romantisl percintaan. Selain itu, penelitian ini juga akan mencoba melihat berbagai informasi dari hasil penggunaan skala yang relevan untuk diimplikasikan dalam bidang kerja Psikologi Klinis.
Teori yang digunakan meliputi teori tentang hubungan romantis, cinta kecemburuan dan alat ukur pjsikologi. Uji reliabilitas skala dilakukan dengan menggunakan perhitungan koeiisien Alpha Cronbach, sdangkan validitasnya kan diuji dengan melakukan penghitungan konsistensi internal. Sementara itu, korelasi dengan Skala Cinta Stemorg dihitung menggunakan teknik Pearson Product Moment. Selain itu, relevansi temuan dari hasil penggunaan skala ini akan dikemukakan berdasarkan inforrnasi tambahan dan data kontrol dari subyek penelitian. Subyek yang terlibat dalarn penelitian sebanyk 100 orang dengan kriteria usia dewasa muda, berpacaran, pendidikan minimal SMA dan berdomisili di Jabotabek.
Hasil penelitian menyatakan bahwa reliabilitas Skala Kecemburuan dalam Hubunga Romantis memiliki koeiisien Alpha Cronbach sebesar O,972. Setiap kelompok item reaksi emosi (marah, sedih, takut/ cemas dan curiga) memiliki reliabilitas berkisar antara0,892 - 0,9l2. Jadi, skala ini telah memenuhi syarat reliabilitas yang baik. Dengan koeiisien crrected item-tom! correlation setiap item yang > 0,3, maka dapat disimpulkan bahwa skaa ini memenuhi persyaratan validitas konstruk berdasarkan prosedur konsistensi intemal. Secara total, kedua skala ini tidak berkorelasi karena ada salah satu komponen cinta yang tidak berkorelasi dengan kecemburuan, yaitu Intimacy. Namun, kecemburuan ternyata berkorelasi dengan komponen Passion dan Decision/ Commfxrnent.
Selain itu, penelitian juga menghasilkan bcberapa temuan menarik, diantaranya adalah bahwa pengenalan terhadap pekerjaan pasangan berkorelasi positif dengan kecemburuan terhadap pekeljaan (O, 279 los 0,01 2-tailed); terdapat perbedaan mean jealousy yang signilikan (0,020) antara durasi bcberapa hari dengan beberapa menit dimana mean jealousy untuk durasi beberapa hari lebih tinggi dari pada mean jealousy untk durasi beberapa menit; terdapat perbedaan mean jealousy yang signifikan (0, 026) antara prasaan semakin sebal dengan tidak ada perubahan perasaan terhadap pasangan setelah mengalami kecemburuan dimana kecemburuan lebih besar pada individu yang measa semakin sebal pada pasangan; dan kecemburuan lebih besarjika hanya salah satu pihak yag lebih aktif terlibat dalam hubungan (mengusahakan hubungan agar langgeng dan menyenangkan) dibandingkan jika kedua pihak sama-sama aktii Penelitian ini juga mernberikan satan untuk penelitian lanjutan, penggunaan Skala Kecemburuan dalam Hubungan Romantis untuk bidang kerja Psikologi Klinis Serta saran coping yang konstruktif untuk indiviclu yang mengalami cemburu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wesmira Parastuti
"Tingkah Iaku yang ditampilkan individu salah satunya ditentukan oleh motif yang ada dalam dirinya. Tidak semua motif disadari oleh individu, bahkan sebagian besar motif tidak disadari individu. Motif intimacy merupakan salah satu dari sejumlah motif yang dimiliki individu. Motif intimacy merupakan dorongan intemal individu dalam berbagi keterbukaan, kontak, komunikasi timbal balik, kesenangan Kasih saying dan perhatian pada orang lain. Intimacy semakin stabii saat inividu memasuki tahapan usia dewasa muda Pada S881 temebut motif dan kebutuhan untuk intimacy menjadi hal yang disadari penuh. Karena ini, individu mulai mencari pasangan yang tetap untuk mempersiapkan dalam tugas perkembangan selanjutnya, yaitu berkeluarga.
Adanya perbedaan stereotipi gender yang mengatakan bahwa wanita memiliki karakteristik yang lebih bisa menampilkan intimacy dibandingkan pria Untuk mengukur perbedaan motif intimacy ini dapat digunakan sistem skoring dari McAdams (1980) melalui suatu asesmen yang diesebut dengan Hiemaric' Apperception Test, yang berusaha mengungkap motif yang sifatnya beium tentu disadari sepenuhnya Sistem skoring ini terdiri dari 10 kategori motif intimacy. Dalam penelitian ini penulis berusaha melihat apakah motif intimacy yang terungkap pada TAT juga dapat terungkap dalam bentuk lapor diri (wawancara) yang bentuknya lebih disadari individu dan juga sebaliknya, apakah basil wawancara yang temngkap mendukung apa yang telah idapatkan berdasarkan TAT.
Penulis juga ingin mlihat apakah benar bahwa wanita pada umumnya memiliki motif intimacy yang lebih tinggi daripada pria Sesuai penelitian yang dilakukan McAdams, penulis memakai 7 kartu TAT, dan ditambah dengan metode kualitatif (wawancara) untuk mengungkapkan motif intimacy yang bentuknya iebfih disadari individu Jumlah subyek sebanyak 8 orang, yang terdiri dari pasangan pacaran pria dan wanita kelompok usia dewasa muda (4 orang wanita, dan 4 orang pria). Hal ini ditujukan untuk dapat sekaligus melihat dinamika keinginan untuk intimacy yang berbeda pada wanita dan pria pasangan yang sedang pacaran.
Hasil yang didapatkan sesuai dengan pandangan umum gender, yaitu rata-rata skor motif inrimacy berdasarkan TAT pada pasangan pacafan usia dewasa muda menunjukkan bahwa subyek wanita memiliki skor motif intimacy yang Iebih tinggi darioda subyek pria Ini menunjukkan bahwa pada subyek wanita umumnya memiliki dorongan intemal (yang bentuknya kurang/tidak disadari) yang lebih besar dalam berbagi keterbukaan, kontak, komunlkasi timbal balik., kesenangan, kasih sayang dan perhatian pada orang lain. Motif intimacy berdasarkan wawancam secara umum terungkap bahwa pada setiap subyek wanim secara sadar mengemukakan keinginan untuk lebih banyak menikmati kebersamaan dengan paaangannya (union) dan daiam bentuk escape to im'fmak.y.
Hal ini tidak terungkap pada subyek laki-Iaki pasangannya. Hampir seluruh kategori motif intimacy yang muncul pada TAT juga muncul pada wawancara Ini menunjukkan bahwa pada umumnya semua motif intimacy yang sifatnya tidak disadari dapat terungkap secara disadari. Sedangkan, ada banyak kategori motif intimacy yang hanya muncul pada wawancara, namun tidak muncul berdasarkan TAT. Ini menunjukkan bahwa wawancara mengungkapkan kategoli motif intimaqf yang tidak terungkap melalui TAT- Hal ini dapat te|jadi karena biasanya dalam bentuk laporan biografi dari individu (wawancara) banyak muncul Iapor diri yang diterima secafa sosial dan terlihat "normal". Sehingga keinginan/dorongan inrimacy -yang merupakan keinginan yang sangat diterima secara sosial dan terlihat "normal"~ lebih banyak muncul dari wawancara yang diperoleh Terlebih lagi subyek penelitian yang digunakan adalah kelompok usia dewasa muda yang memiliki kebutuhan untuk intimaqy yang disadari penuh.
Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan agar memperbanyak jumlah sampel agar dapat lebih digeneraiisasikan, membuat standarisasi motif intimacy dari McAdams, sehingga dapat ditentukan motifintimaqy yang tergolong tinggi, sedang atau rendah, dan mélihat perbedaan tingkah laku antara individu yang bermotif tinggi, sedang dan rendah melalui setting yang menyerupai kehidupan sehari-hari (misalnya psikodrama). Penulis juga menyarankan agar memperdaiam pertanyaan wawancara yang diberikan pada subyek penelitian, dengan menambahkan butir pertanyaan mengenai pandangan subyek wanita terhadap pasangannya, dan sebaliknya. Hai ini ditujukan unmk lebih memahami dinamika motif intimacy pada pasangan, sehingga hasil yang diperoleh lebih kaya dan mendaiam Penulis menyarankan agar melakukan penelitian ini pada berbagai kelompok usia, untuk mengetahui apakah motif intimacy (seperti juga motif-motif lainnya yang dapat diterima secara sosial) memang biasanya lebih banyak terungkap melalui wawancara (lapor diri yang disadari) dibandingkan melalui TAT. Iuga disarankan untuk penyekor scoring dengan memakai beberapa pemeriksa, sehingga reliabilitas penyekoran lebih sahih (dengan menggunakan inter rarer reliability), dan mempertimbangkan jangka waktu pacaran pada subyek penelitian. Terakhir, penulis menyarankan melakukan penelitian pada sejumlah kelompok yang dinilai memiliki sifat androgini untuk mengetahui apakah pada umumnya wanita dalam kelompok tersebut juga memiliki motif imimacy yang lebih tinggi daripada pria."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>