Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baihaqi Ibrahim
"Prosedur kerja yang sistematis dalam pelaksanaan tugas didalam laboratorium, termasuk pengelolaan specimen merupakan faktor yang terpenting dalam sistem manajemen laboratorium secara menyeluruh. Oleh karena itu dalam upaya penyelenggaraan kegiatan laboratorium selalu diperlukan adanya suatu petunjuk sebagai pegangan bagi petugas untuk mengurangi resiko terjadinya penularan penyakit infeksi yang terus meningkat terutama HIV/AIDS dan Hepatitis yang secara fisik pada stadium awal tidak tampak gejala yang khas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan penggunaan sarung tangan dalam kaitan dengan standar kewaspadaan umum bagi petugas laboratorium klinik di Kota Cilegon Tahun 2009.
Penelitian ini bersifat cross sectional dengan responden seluruh petugas laboratorium klinik yang ada di Kota Cilegon, data primer diperoleh dengan penyebaran angket kepada seluruh petugas laboratorium klinik dengan jumlah 56 orang. Tekhnik analisa data menggunakan analisa univariat dimana analisa tersebut untuk melihat distribusi frekuensi dan analisis bivariat dilakukan untuk menilai perbedaan proporsi maupun korelasi antar variabel. Analisis yang digunakan disesuaikan dengan jenis data yang tersedia Hasil penelitian secara keseluruhan terlihat bahwa tingkat kepatuhan responden dalam penggunaan sarung tangan yang tergolong patuh 20,7 % dari reponden, sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara faktor predisposisi (individu, pengetahuan dan sikap) dan faktor penguat (penyuluhan) dengan tingkat kepatuhan penggunaan sarung tangan. Ada hubungan antara faktor pemungkin - ketersediaan sarung tangan (p=0,019), kenyamanan pemakaian sarung tangan (p=0,000), peraturan penggunaan sarung tangan (p=0,001), pengawasan (p=0,001) terhadap penggunaan sarung tangan dengan tingkat kepatuhan.
Disarankan untuk dilakukan penetapan aturan dan penyebaran informasi mengenai kewaspadaan umum oleh Dinas Kesehatan setempat, penyediaan ukuran sarung tangan dengan ukuran yang bervariasi serta peningkatan pengawasan dan penegasan bentuk aturan mengenai APD oleh manajemen. Untuk organisasi profesi dapat melakukan pemberian informasi tentang perkembangan penyakit infeksi yang berkembang dimasyarakat dan diselenggarakannya kajian ilmiah yang menekankan pada pentingnya APD."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jordan
"Alat pelindung diri atau APD menjadi salah satu perhatian dalam masa pandemi Covid-19. Tidak hanya tenaga kesehatan, tetapi masyarakat juga makin banyak yang menggunakan alat pelindung diri untuk mencegah penularan dari SARS-CoV-2. Namun, hingga saat ini, belum diketahui bagaimana kesesuaian penggunaan alat pelindung diri di Indonesia, terutama oleh tenaga kesehatan yang menjadi pertahanan terdepan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data sekunder dari penelitian di Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI pada tahun 2021. Terdapat 317 subjek dari data sekunder tersebut yang merupakan tenaga kesehatan yang bekerja selama masa pandemi Covid-19 di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Kesesuaian penggunaan alat pelindung diri subjek dianalisis berdasarkan tingkat penggunaan alat pelindung diri menurut standar alat pelindung diri yang berlaku saat subjek bekerja. Pada penggunaan alat pelindung diri tingkat satu, 88,95% subjek sesuai dan 11,05% tidak sesuai. Di tingkat dua, 79,17% subjek sesuai dalam penggunaan alat pelindung dirinya dan sisanya tidak sesuai, yaitu 20,83%. Didapatkan 63,63% subjek sesuai dalam penggunaan alat pelindung diri tingkat tiga dan 36,37% subjek tidak sesuai. Proporsi hasil analisis kesesuaian penggunaan alat pelindung diri tingkat satu sampai tiga yang sesuai adalah 78,55% dan yang tidak sesuai adalah 21,45%. Mayoritas penggunaan alat pelindung diri pada tingkat satu sampai tiga sudah sesuai. Persentase subjek yang sesuai dalam penggunaan alat pelindung diri diperoleh tertinggi pada tingkat satu diikuti dengan tingkat dua dan tiga. Secara total, sekitar seperlima subjek tidak sesuai dalam menggunakan alat pelindung diri berdasarkan tingkatannya masing-masing.

Personal protective equipment, or PPE, has become a concern during the Covid-19 pandemic. It is not only the healthcare workers, but also the general public who are increasingly using personal protective equipment to prevent the transmission of SARS-CoV-2. However, up to this point, it is not known how well the suitability of personal protective equipment usage in Indonesia, especially by healthcare workers who are on the front lines in facing the Covid-19 pandemic. This research began with the collection of secondary data from a study conducted in the Department of Community Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia in 2021. There were 317 subjects from this secondary data, who were healthcare workers working during the Covid-19 pandemic in various healthcare facilities in Indonesia. The suitability of the subjects' use of personal protective equipment was analyzed based on the level of personal protective equipment usage according to the prevailing standards at the time the subjects were working. For the use of level one personal protective equipment, 88.95% of subjects were appropriate, and 11.05% were inappropriate. At level two, 79.17% of subjects used personal protective equipment appropriately, and the remaining 20.83% were inappropriate. It was found that 63.63% of subjects were appropriate in the use of level three personal protective equipment, while 36.37% were inappropriate. The proportion of appropriate use of personal protective equipment at levels one to three was 78.55%, while the inappropriate use was 21.45%. The majority of personal protective equipment usage at levels one to three is already appropriate. The percentage of subjects who are appropriate in the use of personal protective equipment is highest at level one, followed by level two and three. In total, about one-fifth of the subjects are inappropriate in using personal protective equipment based on their respective levels."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aliyyavydi Geraldine
"Latar belakang: COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV-2, ditemukan pertama kali pada akhir Desember 2019. Tercatat sebanyak 4 juta kasus kematian akibat COVID-19 di Indonesia dan dokter yang gugur dalam penanganan COVID-19 sudah mencapai 115 orang. Untuk meminimalisir penularan penyakit, diperlukan Alat Pelindung Diri (APD). Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dan rekomendasi APD kepada masyarakat. Namun, penularan dan kasus konfirmasi COVID- 19 masih tergolong tinggi. Hal ini diduga karena kepatuhan serta pengetahuan mengenai APD yang kurang memadai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan penggunaan APD dari mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di FKUI. Metode: Penelitian ini menggunakan studi potong lintang dengan responden sebanyak 303 mahasiswa PPDS yang menjalankan studinya di FKUI. Penelitian ini berlangsung pada bulan Oktober 2022 dengan metode pengumpulan data berupa kuesioner yang akan analisis menggunakan uji chi square, dan uji t-test. Hasil: Dari 62% responden yang memiliki pengetahuan baik, 89,4% dari responden tersebut memiliki kepatuhan yang sangat baik terhadap penggunaan APD. Pengetahuan mahasiswa PPDS memiliki hubungan yang signifikan (p < 0.01) dengan kepatuhan penggunaan APD. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan penggunaan APD dengan pengetahuan mengenai APD. Faktor-faktor lain yang berperan dalam kepatuhan penggunaan APD adalah persepsi terhadap faktor risiko, ketersediaan APD, dan sikap terhadap penggunaan APD.

Introduction: COVID-19 is a disease caused by SARS-CoV-2, which was first discovered at the end of December 2019. There have been 4 million cases of death due to COVID-19 in Indonesia and 115 doctors have died in handling COVID-19. To minimize the spread of disease, Personal Protective Equipment (PPE) is needed. The government has issued PPE policies and recommendations to the public. However, transmission and confirmed cases of COVID-19 are still relatively high. This is presumably due to inadequate compliance and knowledge of PPE. Thus, the aim of this study was to investigate the relationship between knowledge and adherence of FMUI residents in using PPE. Method: This study used a cross-sectional study with 303 students from resident doctor who carry out their studies at FKUI as respondents. This research took place in October 2022 using the data collection method in the form of a questionnaire which will be analyzed using the chi square test, and t-test. Result: Of the 62% of respondents who had good knowledge, 89.4% of these respondents had very good compliance with the use of PPE. The knowledge of FMUI residents has a significant relationship (p < 0.01) with adherence to the use of PPE. Conclusion: There was a significant relationship between adherence to the use of PPE and knowledge about PPE. Other factors that play a role in adherence to the use of PPE are perceptions of risk factors, availability of PPE, and attitudes toward using PPE."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Udin Kurnia Putra
"Tenaga kesehatan membutuhkan Alat Pelindung Diri (APD) ketika praktik untuk mengurangi risiko tertular penyakit. Beberapa penelitian menunjukkan rendahnya penggunaan APD pada perawat. Peneliti melibatkan 113 mahasiswa profesi FIK UI sebagai responden dengan menggunakan teknik quota sampling.
Penelitian deskriptif korelasi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku penggunaan APD. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner yang berisi pernyataan tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku penggunaan APD.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan APD (p=0,465; α=0,05). Terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan perilaku penggunaan APD (p=0,004; α=0,05).
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan tentang APD tidak mempengaruhi perilaku penggunaan APD namun sikap dapat mempengaruhi perilaku penggunaan APD pada mahasiswa.

Health care workers need Personal Protective Equipments (PPEs) in order to decrease the risk of infection. Some studies show the number of PPEs used among nurses is low. This present study involves 113 clinical nursing students as respondents and uses a quota sampling technique to choose the sample.
The aim of this descriptive correlative study is to examine the relationship between level of knowledge and attitude to the use of PPEs. Data was collected using structured questionnaire about knowledge, attitude and behavior on using PPEs.
The result shows that there is no relationship between level of knowledge and behavior on using PPEs (p=0,465; α=0,05). Meanwhile, there is a significant relationship between attitude and behavior on using PPEs (p=0,004; α=0,05).
In conclusion, the level of knowledge do not influence behavior on using PPEs but the attitude of clinical nursing students influencing their behaviour on using PPEs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
S42026
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gurning, Olivia Suryani
"Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan tahap akhir pengendalian risiko, jika pengendalian secara teknik dan administratif masih menyisakan risiko yang tidak dapat diturunkan. Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik untuk melihat faktor risiko yang berhubungan dengan perilaku penggunaan APD. Desain penelitian adalah cross sectional dan besar sampel 120 pekerja konstruksi di proyek pembangunan ruko Cikarang Central City. Pengambilan data primer menggunakan kuesioner, lembar observasi, dan wawancara.
Hasil telitian menunjukkan 70,8% pekerja berperilaku tidak baik dalam penggunaan APD. Hasil analisis menunjukkan empat faktor yang berhubungan signifikan dengan penggunaan APD yaitu pengetahuan APD, ketersediaan APD, pelatihan APD, dan pengawasan APD. Sedangkan yang tidak berhubungan yaitu sikap dan peraturan APD.
Disarankan melakukan identifikasi dan penilaian risiko dalam pemilihan APD, analisis kebutuhan pelatihan pekerja, peningkatan sosialisasi peraturan, konsisten menerapkan peraturan dan peningkatan pengawasan.

The use of Personal Protective Equipment (PPE) is the final stage of risk control, if control techniques and administrative still leaves the risk that can not be derived. This research is a descriptive analytical study to know the risk factors that related to the use of PPE. Design research is cross sectional and involving 120 construction workers at Cikarang Central City construction project. Retrieval of data primary is using questionnaires, observation sheets, and interviews.
The results of this research showed that there were 70,8% not well behave in the use of PPE. The results of this research showed there are four factor that had a significant relation with the use of PPE which are knowledge of PPE, availability of PPE, PPE training, and supervision of PPE. Meanwhile that does not have a relation are attitude and PPE regulation.
It is recommended identification and risk assessment in the selection of PPE, requirements analysis employee training, the increase in socialization regulation , consistently applying rules and increased supervision.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taringan, Muhammad Riansyah Aksar
"Penulisan ini menganalisis bagaimana tipologi tindak pidana Doxing, dan menganalisis bagaimana regulasi Doxing di Indonesia, khususnya terkait status Penyebaran data Pribadi di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Doxing, merupakan kegiatan penyebaran data pribadi di mana pendoxing akan melakukan pengumpulan data secara legal ataupun ilegal, menyebarkan data tersebut dengan maksud ingin menjatuhkan harkat martabat sang korban, atau menimbulkan kerugian terhadap korban. Dalam sejarahnya, penyebaran data pribadi dimulai sebab kemajuan teknologi dalam berkomunikasi terus berkembang pesat, kmunikasi yang awalnya digunakan manusia untuk saling berinteraksi, kemudian digunakan sebagai metode untuk menyebarkan informasi kepada publik pada era jurnalistik modern. Saat ini, komunikasi sudah bisa dilakukan antar negara melalui sosial media, penggunaan sosial media yang salah bisa menyebabkan hal negatif dan dapat merugikan orang lain. Doxing adalah salah satu hasil dari perkembangan teknologi umat manusia, jika tidak diatur dengan baik, penyebaran data pribadi bisa menjadi salah satu penyebab negatif dalam penggunaan media sosial Pada dasarnya kegiatan doxing menggunakan sarana internet dan komputerisasi, sehingga tindak pidananya dikategorikan sebagai cybercrime. Doxing di Indonesia dilarang oleh UU ITE dan UU PDP, karena penyebaran data pribadi tanpa persetujuan sang pemilik data, diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undnag Pelindungan Data Pribadi Nomor 27 tahun 2022. Undang-undang ini dibuat untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, inilah tujuan dari diberlakukannya undang-undang Informasi dan Transaksi elektronik, dan doxing dalam fokus terhadap penulisan tesis ini. Selain Indonesia beberapa negara seperti Amerika dan beberapa negara bagiannya, Nevada, Colombia, New York, juga melarang penyebaran data pribadi yang bisa merugikan orang tertentu yang telah diatur dalam suatu peraturan. Regulasi terkait doxing sangat penting karena larangan tersebut memiliki kekuatan hukum tetap, dapat memperjelas status doxing, terpenuhinya unsur keadilan dalam penegakan hukumnya. Akan tetapi di Indonesia sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur larangan doxing secara eksplisit, sehingga perlu adanya kebijakan hukum pidana terkait larangan kegiatan doxing di Indonesia.

This paper analyzes how the typology of Doxing criminal acts, and analyzes how the regulation of Doxing in Indonesia, especially related to the status of Personal data Dissemination in Indonesia. This paper is prepared by using doctrinal research method. Doxing is an activity of spreading personal data where the doxer will collect data legally or illegally, spreading the data with the intention of bringing down the dignity of the victim, or causing harm to the victim. Historically, the dissemination of personal data began because technological advances in communication continued to grow rapidly. Communication, which was originally used by humans to interact with each other, was then used as a method to disseminate information to the public in the modern journalistic era. Nowadays, communication can be done between countries through social media, the wrong use of social media can cause negative things and can harm others. Doxing is one of the results of the technological development of mankind, if not properly regulated, the dissemination of personal data can be one of the negative causes in the use of social media Basically, doxing activities use internet and computerized means, so that the criminal act is categorized as cybercrime. Doxing in Indonesia is prohibited by the ITE Law and the PDP Law, because the dissemination of personal data without the consent of the data owner is regulated in Article 27 of Law Number 1 of 2024 concerning the second amendment to Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions, and the Personal Data Protection Law Number 27 of 2022. This law was made to keep Indonesia's digital space clean, healthy, ethical, productive, and equitable, this is the purpose of the enactment of the Electronic Information and Transaction law, and doxing in the focus of this thesis writing. In addition to Indonesia, some countries such as America and some of its states, Nevada, Colombia, New York, also prohibit the dissemination of personal data that can harm certain people who have been regulated in a regulation. Regulations related to doxing are very important because the prohibition has permanent legal force, can clarify the status of doxing, fulfill the element of justice in law enforcement. However, in Indonesia until now there has been no regulation that explicitly regulates the prohibition of doxing, so it is necessary to have a criminal law policy related to the prohibition of doxing activities in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardiana Clarisa
"Data pribadi telah diakui sebagai salah satu hak asasi manusia yang dijunjung tinggi pelindungannya. Sebagai salah satu upaya pelindungannya, pemilik data pribadi harus memberikan persetujuan eksplisit sebagai dasar untuk diprosesnya data pribadi. Namun, Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi menyebutkan beberapa alasan sebagai dasar pengecualian pemrosesan data pribadi. Salah satunya adalah alasan kedaruratan demi keberlangsungan hidup seseorang yang juga merupakan hak asasi manusia, yakni hak untuk hidup. Sebagai bentuk pelayanannya, Indonesia menciptakan panggilan darurat 112 untuk melayani warga yang berada dalam keadaan darurat. Pada praktiknya, terdapat beberapa orang sedang berada dalam keadaan tidak memiliki kapabilitas untuk berbicara sehingga bentuk persetujuan eksplisit menjadi tidak relevan. Dalam keadaan ini diperlukan bentuk persetujuan lain yang diterapkan dalam panggilan darurat, salah satunya dengan bentuk implied consent. Dalam keadaan ini, prinsip siracusa sebagai dokumen hukum internasional dapat dijadikan acuan pada kewenangan pengendali data pribadi dalam memproses data pribadi yang dilakukan tanpa persetujuan. Pengendali data pribadi hanya dapat memproses data pribadi dengan konteks dan pihak yang terkait dengan bantuan kedaruratan dan dilakukan dengan memenuhi standar legalitas, kebutuhan berbasis bukti, proporsionalitas, non-diskriminasi serta dilakukan secara bertahap. Selain itu, pemilik data pribadi memiliki hak untuk mengetahui, menghapus dan mengganti data pribadi yang sudah diproses tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dikembangkan dengan membandingkan dengan negara lain, tulisan ini akan menganalisis mengenai bagaimana bentuk persetujuan yang tepat untuk diterapkan pada pemrosesan data pribadi dalam keadaan darurat khususnya di panggilan darurat 112 yang dimiliki Indonesia dan sejauh mana pengendali data pribadi dapat memproses data yang diterima pada saat keadaan darurat.

Personal data has been recognized as one of the human rights whose protection is upheld. As one of the protection efforts, the owner of personal data must provide explicit consent as a basis for the processing of personal data. However, Law No. 27 of 2022 concerning Protection of Personal Data states several reasons as the basis for exceptions to the processing of personal data. One of them is the reason for an emergency for the survival of a person which is also a human right, namely the right to live. As a form of service, Indonesia created an emergency call 112 to serve citizens who are in an emergency. In practice, there are some people who are in a state of not having the capability to speak so that the form of explicit consent becomes irrelevant. In this situation another form of consent is required which is applied in an emergency summons, one of which is the implied consent form. In this situation, the Siracusa Principle as an international legal document can be used as a reference for the authority of a personal data controller to process personal data without consent. The controller of personal data can only process personal data with the context and parties related to emergency assistance and it is carried out in compliance with legality standards, evidence-based needs, proportionality, non-discrimination and is carried out in stages. In addition, the owner of the personal data has the right to know, delete and replace the personal data that has been processed. By using normative juridical research methods developed by comparison with other countries, this paper will analyze how the right form of consent is applied to the processing of personal data in an emergency, especially in Indonesia's emergency call 112 and the extent to which personal data controllers can process data. received in an emergency.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekonugroho Budhi Prasetyo
"Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama berkontak dengan pasien Covid-19 dan sangat rentan tertular penyakit ini. Selama masa pandemi Covid-19, sejak bulan Maret 2020 hingga bulan Desember 2021 sudah terdapat 256 perawat dari 436 tenaga kesehatan di RSUD Pasar Rebo yang tertular Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sumber penularan Covid-19 pada perawat di RSUD Pasar Rebo. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional study. Sampel penelitian terdiri dari 209 orang perawat yang tertular oleh Covid-19 dan 94 orang perawat yang tidak tertular oleh Covid-19. Sampel dipilih dengan metode consecutive sampling. Analisis data menggunakan analisis bivariat dengan uji chi-square dan analisis multivariat dengan uji multiple logistic regression. Hasil penelitian ditemukan bahwa faktor yang paling berperan dalam penularan Covid-19 pada perawat di RSUD Pasar Rebo adalah kontak erat (p<0,001) dan pemakaian Alat Pelindung Diri (p<0,001). Kontak erat ini dapat terjadi di area rumah sakit atau di luar rumah sakit. Pada Perawat yang memiliki riwayat kontak erat tinggi dengan pasien Covid-19 dan memiliki praktik pemakaian Alat Pelindung Diri yang kurang baik akan lebih berisiko untuk tertular Covid-19. Peningkatan pengetahuan kepada nakes dan keluarga nakes tentang pemakaian Alat Pelindung Diri di masa pandemi perlu dilakukan guna meningkatkan kepatuhan petugas dalam pelaksanaan penggunaan Alat Pelindung Diri dan saat berkontak erat dengan pasien Covid-19

Nurses are the health workers who have had the longest contact with Covid-19 patients and are very vulnerable to contracting this disease. During the Covid-19 pandemic, from March 2020 to December 2021, there were 256 nurses from 436 health workers at Pasar Rebo Hospital who were infected with Covid-19. This study aims to analyze the source of Covid-19 transmission in nurses at Pasar Rebo Hospital. This research is a quantitative study with a cross-sectional design. The research sample consisted of 209 nurses who were infected by Covid-19 and 94 nurses who were not infected by Covid-19. The sample was selected by consecutive sampling method. Data analysis used bivariate analysis with chi-square test and multivariate analysis with multiple logistic regression. The results of the study found that the factors that most played a role in the transmission of Covid-19 to nurses at Pasar Rebo Hospital were close contact (p<0.001) and the use of PPE (p<0.001). This close contact can occur in the hospital area or outside the hospital. Nurses who have a history of high close contact with Covid-19 patients and have poor practice of using PPE will be more at risk of contracting Covid-19. Increased knowledge of health workers and health workers' families about the use of PPE during the pandemic needs to be done in order to improve officer compliance in implementing the use of PPE and when in close contact with Covid-19 patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Faizal
"Di era teknologi informasi muncul isu terkait privasi dikarenakan kemampuan komputer untuk melakukan penyimpanan dan pengolahan data dalam jumlah yang besar. Di Indonesia perlindungan data pribadi telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri. Akan tetapi kasus terkait perlindungan data pribadi masih terjadi tidak terkecuali dalam industri fintech peer to peer lending. Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs memiliki pengaruh terhadap niat seseorang untuk memberikan data pribadinya saat akan menggunakan suatu layanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs terhadap niat menggunakan layanan fintech peer to peer lending. Untuk mengetahui pengaruh Awareness, Privacy Concern, Trust, dan Risk Beliefs untuk menggunakan layanan fintech peer to peer lending, dilakukan analisis menggunakan mixed methods. Pengumpulan data kuantitatif pada penelitian ini menggunakan survei. Uji struktural penelitian ini menggunakan metode partial least square-structural equation modeling (PLS-SEM). Pengumpulan data kualitatif pada penelitian ini menggunakan penelitian terdahulu dan diolah menggunakan open coding. Hasil uji hipotesis ditemukan bahwa hanya variabel Trust mempengaruhi niat untuk menggunakan layanan. Awareness tidak memiliki pengaruh terhadap niat untuk menggunakan layanan tetapi memiliki pengaruh terhadap Privacy Concern. Privacy Concern tidak memiliki pengaruh terhadap niat untuk menggunakan layanan tetapi memiliki pengaruh terhadap Risk Beliefs. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada penyedia layanan fintech peer to peer lending untuk mengikuti sebuah standar keamanan. Selain penyedia layanan fintech peer to peer lending rekomendasi yang diberikan untuk regulator yiatu OJK adalah untuk membuat sebuah standar keamanan dan regulasi teknis terkait dengan persetujuan pengelolaan data pribadi

In the era of information technology issues related to privacy arise because of computer ability to store and process huge amounts of data. Personal Data Protection is governed by the laws of the Republic of Indonesia. However, there are still violation of personal data protection even in the fintech peer to peer lending industry. Awareness, Privacy Concerns, Trusts, and Risk Beliefs are said to influence ones intention to disclose personal data when using a service. This study aims to determine the effect of Awareness, Privacy Concerns, Trusts, and Risk Beliefs and intention to use fintech peer to peer lending services. To determine the effect of individual awareness of personal data protection on fintech peer to peer lending, an analysis was conducted using mixed methods. PLS-SEM data processing are used to determine factor that influences intention when using fintech peer to peer lending and open coding used to determine research implication. Only trust that have influence on the intention to use fintech peer to peer lending. Awareness does not have an influence on the intention to use fintech peer to peer lending service but awareness has an influence on Privacy Concern. Privacy Concern has no influence on intention to use fintech peer to peer lending but has influence on Risk Beliefs. This study provides recommendations to fintech peer to peer lending services to follow a security standard. In addition, recommendation given to OJK as a regulator to create a security standard and technical regulation related to the approval of collection and use of personal data in fintech peer to peer lending. Recommendations also given to fintech peer to peer lending services to use security standard so they can gain more trust."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Abigail Frida Christine Chiquita
"Beragam layanan keuangan yang memanfaatkan teknologi informasi atau Financial Technology (Fintech) telah menjadi hal yang umum di masyarakat. Salah satu jenis Fintech yang disukai masyarakat adalah Peer-to-Peer Lending (P2P Lending), yang merupakan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Penggunaan data pribadi milik pengguna layanan merupakan kunci dalam penyelenggaraan P2P Lending sebagai bagian dari assessment yang dilakukan Penyelenggara P2P Lending. Sudah banyak kasus dimana pihak Penyelenggara P2P Lending dianggap telah melanggar hukum dengan menyebarkan data pribadi Penerima Pinjaman yang gagal bayar dan melakukan penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada Penerima Pinjaman atau kontak darurat yang disertakan oleh Penerima Pinjaman. Hal ini menunjukkan Penyelenggara P2P Lending tidak menjaga kerahasiaan data Penerima Pinjaman P2P Lending. Berangkat dari permasalahan tersebut, tesis ini membahas konsep kerahasiaan pribadi, perlindungan terhadap kerahasiaan data Penerima Pinjaman P2P Lending, dan kewajiban hukum Penyelenggara P2P Lending, Pembina, dan Pengawas. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan bentuk yuridis-normatif. Hasil Penelitian ini adalah secara umum, terdapat tiga unsur yang ada dalam setiap konteks kerahasiaan, yakni subjek, hak dan kewajiban, dan objek. Bentuk perlindungan terhadap kerahasiaan data pribadi Penerima Pinjaman dalam penyelengaraan P2P Lending ialah melalui perjanjian dan sistem pengamanan. Kewajiban hukum setiap pihak telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Various Financial Technology (Fintech) have become commonplace in society. One type of Fintech that the public likes is Peer-to-Peer Lending (P2P Lending). The use of personal data belonging to service users is the key in the implementation of P2P Lending as a part of the assessment conducted by the P2P Lending Operator. There have been many cases where P2P Lending Operators are deemed to have violated the law by distributing personal data of Loan Recipient who have defaulted and making bills that are not only made to Loan Recipient or emergency contacts included by the Loan Recipient. This shows that P2P Lending Operators do not maintain the confidentiality of the data of Loan Recipient. Departing from these problems, this thesis discusses the concept of personal confidentiality, protection of the confidentiality of P2P Lending Loan Recipient’s data, and legal obligations of P2P Lending Operators, Trustees, and Supervisors. This research is a qualitative study with normative-juridical form. Results of this research is in general, there are three elements that exist in every context of confidentiality, namely subjects, rights and obligations, and objects. The form of protection for the confidentiality of the loan recipient's personal data in P2P Lending is through an agreement and a security system. The legal obligations of each party are regulated in statutory regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>