Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154231 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Henty
"Perumahan dan permukiman yang tepat adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, tetapi saat ini, ada banyak warga tinggal di daerah yang kurang layak karena kemiskinan, urbanisasi, dan kurangnya tanah. Alternatif terbaik untuk memecahkan masalah ini adalah dengan membangun rumah susun dengan harga terjangkau bagi masyarakat miskin. Rumah susun ini diatur oleh undang-undang no. 16/1985. Saat ini, ada rumah susun mewah di Indonesia, yang juga dikenal sebagai "apartemen" dan "kondominium". Rumah susun mewah juga diatur oleh undang-undang nomor 16/1985 yang diarahkan untuk rumah susun sederhan, sehingga undang-undang ini tidak lagi cocok untuk rumah susun mewah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peraturan untuk rumah susun mewah di Indonesia, dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan komparatif.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaturan rumah susun mewah di Indonesia belum diatur secara jelas di salah satu undang-undang dalam hukum Indonesia, yang menyebabkan banyak masalah, seperti tidak ada batasan yang jelas antara rumah susun sederhana dan rumah susun mewah, yang dapat digunakan oleh beberapa pihak untuk menggunakan hak yang bukan milik mereka untuk memperoleh keuntungan dan fasilitas. Akibatnya, pengembangan rumah susun tidak lagi mencapai sasaran yang tepat, dan pendapatan pemerintah dari pajak menjadi tidak optimal.

Proper housing and settlement are one of the basic needs of human, but nowdays, there are many citizens live in a vile area because of the poverty, urbanizations, and lack of land. The best alternative to solve this problem is by building flats with affordable price to the poor. These flats are regulated by law no. 16/1985. Nowdays, there are many luxurious flats in Indonesia, which also known as "apartments" and "condominiums". They also regulated by law no. 16/1985 which is directed for the low price flats, so this statute is no longer suitable for the luxurious flats. The purpose of this research is to find the regulation for the luxurious flats in Indonesia, by using a statute approach and a comparative approach.
Results of this research proves that the regulation of luxurious flats in Indonesia has not regulated clearly in one of the statute in Indonesia law, which causes many problems, such as there are no clear limitation between flats and apartments/ condominiums, that can be used by some party to use rights which not belong to them. As result, the development of flats is no longer reach the right target, and the income of the government from tax is not optimal."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T28326
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ch. Dian Perwito Utami
"ABSTRAK
ermasalahan kepadatan penduduk yang makin meningkat dan terbatasnya luas lahan untuk memenuhi kebutuhan papan masyarakat, menjadikan pembangunan Rumah Susun berkembang dengan pesat. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di negara lainnya misalnya Australia. Pemerintah kita sudah mengakomodir ketentuan hukum di bidang Rumah Susun dengan mengesahkan UU Rumah Susun No.20 /2011. Dalam menjalankan suatu Rumah Susun, pihak pelaku pembangunan wajib membentuk suatu badan hukum untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama penghuni Rumah Susun. Badan hukum ini disebut Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Di negara Australia juga terdapat badan hukum yang fungsinya sejenis dengan PPPSRS ini, yaitu berupa Body Corporate. Tetapi bagaimana sebenarnya pelaksanaan PPPSRS di Indonesia dan Body Corporate di Australia , apakah benar-benar dilaksanakan dengan baik sesuai ketentuan yang berlaku. Penulis melakukan penelitian ini dengan menggunakan metode kepustakaan yang besifat yuridis normatif. Kemudian dikaitkan dengan tata cara peralihan hak milik atas satuan rumah susun menurut UU kedua negara, dan analisa permasalahan serta pemecahannya, agar nantinya didapat win-win solution bagi para pihak,

ABSTRACT
Increasing population density and limited land area to meet community boards, making the construction of flats is going rapidly This conditon not only happen in Indonesia, but also in other countries, e.g Australia. Indonesia government have to accomodate the legal requirements in the area of flats endorsed UU No. 20/2011. In every apartments, the offender shall establish a management corporation to regulate and arrange the landlord. The association is a legal entity called the owner and occupants of the apartment units. In Australia ,it’s called a body corporate. In this thesis, author wants to research about how the actual implementation of PPPSRS in Indonesia and Body Corporate in Australia. Author conducted a study using a method that is yuridis normative literature, then associated with the procedure transfer ownership of apartment units by laws of each country, and analysis of problems and solutions in order to obtain a win-win solution for the parties."
2013
T32714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Yusroh
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami tanggungjawab negara dalam penyelenggaraan rumah susun sebagai bagian dari lingkup pelayanan publik, sebagaimana rumah susun merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan dasar tempat tinggal yang tercantum pada Pasal 5 Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan juga sebagai solusi untuk mengatasi permukiman informal seperti permukiman kumuh, dan maka dari itu penyelenggaraan rumah susun merupakan bagian dari kepentingan umum dan kepentingan negara berdasarkan Pasal 18 Undang- Undang Pokok Agraria dan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak- Hak Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya yang menyatakan kepentingan umum termasuk ”kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat”. Penelitian normatif ini dilakukan dengan melakukan studi literatur, peraturan perundang-undangan serta menggunakan data-data relevan, bersifat deskriptif dan berbentuk evaluatif, yakni menilai atau mengukur pelaksanaan pelayanan publik dan perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik di Indonesia dengan mempelajari kasus-kasus penyelenggaraan rumah susun di DKI Jakarta yakni Kalibata City dan TOD Tanjung Barat yang keduanya merupakan program pemerintah.

This research aims to comprehend the responsibility of the state concerning the provision of condominiums as part of public services, as provision of housing is stated in Article 5 of Public Services Act No. 25 of 2009. The provision of condominiums is one of the means that could be done as solution to meet the people’s need of housing and to overcome the problem of informal settlements such as slums in urban areas; and thus, the provision of condominiums is a part of the public interest, as stated in Article 18 of the Agrarian Act No. 5 of 1960 and Article 1 of Revocation of Land Rights and Objects Act No. 20 of 1961 that the public interest includes "the interests of the nation, the state, as well as the common interests of the people". This normative research is carried out by studying literatures and regulations, relevant data(s), and assesses the quality of the public services and good governance in Indonesia descriptively by evaluating cases of condominiums in DKI Jakarta, namely Kalibata City and TOD Tanjung Barat; both of which are programs of the government.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marcella
"Undang-undang Rumah Susun mengakomodir perkembangan Rumah Susun Campuran dengan adanya konsep Rumah Susun untuk Hunian dan Bukan Hunian sebagaimana diatur dalam Ketentuan Penjelasan Pasal 1 Angka 1 jo. Pasal 24 Undang-undang Rumah Susun dan Pasal 54 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988. Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 jo. Pasal 3 Undang-undang Rumah Susun maka tujuan utama peruntukan Rumah Susun adalah untuk hunian dan pemukiman sehingga eksistensi Rumah Susun Campuran jangan sampai menempatkan penghuni dalam posisi yang terpinggirkan dan lemah posisi tawarnya terhadap Pengembang (Developer) sebagai pihak yang dominan karena berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) memiliki suara mayoritas dalam Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS). Kenyataan ini yang perlu menjadi perhatian bersama dan dicari solusinya agar aspirasi serta kepentingan Penghuni sebagai pihak yang seyogianya diutamakan tidak terpinggirkan. Tidak selamanya masalah Rumah Susun Campuran dapat diatasi dengan peraturan yang ada/berlaku mengingat perkembangan masalah-masalah/konflik yang timbul.
PPRS Rumah Susun Campuran sebagai badan hukum memiliki peran yang vital sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi Penghuni [Ketentuan Pasal 19 Ayat (2) Undang-undang Rumah Susun] didasarkan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPRS. Otonomisasi Sistem Organisasi PPRS dilaksanakan dalam rangka menerapkan azas keseimbangan dan keadilan dalam pemenuhan hak dan kewajiban masing-masing Kelompok Satuan Rumah Susun.
Dalam hal ini Koordinasi dan musyawarah menjadi esensi dari PPRS sebagai wadah permufakatan yang dapat dilihat dari contoh Rumah Susun Campuran sebagai studi kasus adalah PPRS One Pacific Place di mana pembentukan Badan Otonomi berupa Kelompok Satuan Rumah Susun telah menyelesaikan permasalahan antara penghuni dan Developer yang telah berlarut-larut selama 2 (dua) tahun.

Strata Title Law accommodates the development of Combination Strata Title with the presence of concept of Residential and Non Residential Strata Title as stipulated in the Provision of Elucidation of Article 1 in conjunction of Article 24 of the Strata Title Law and Article 54 Paragraph (4) of Government Regulation Number 4 of the Year 1988. The main objective of allocation of Strata Title is for residential and housing purposes. Therefore the existence of Combination Strata Title should not put the residents in a marginalized position and in a weak bargaining position against the Developer as the dominant party, because based on the Proportional Ratio (NPP), the Developer has the majority votes in the Association of Residents of Strata Title (PPRS). Problems/conflicts of life in Strata Title cannot always be overcome by means of the existing/prevailing regulations because sometimes they are not clear or insufficiently stipulate such issues; there are sometimes non existence of regulation considering the development of the arising problems/conflicts.
PPRS of Combination Strata Title as a Legal Entity has a vital role as the means to fight for the interest and aspiration of Residents since, legally [Provision of Article 19 Paragraph (2) of Strata Title Law] based on the Articles of Association and By-Laws (AD/ART) of PPRS. Automation of Organizational System of PPRS is carried out in the framework of applying the principle of fair and balance in the fulfillment of rights and obligations of each Strata Title Unit Group.
In this case the Coordination and deliberation become the essences of PPRS as the media of consensus which can be observed from the sample of Combined Strata Title as the case study, i.e., PPRS One Pacific Place, in which the establishment of the Autonomous Body in the form of Strata Title Unit Group has settled long protracted issues between the residents and Developer that have been ongoing for 2 (two) years.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28950
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irawati
"Tesis ini membahas mengenai ada atau tidaknya perlindungan terhadap hak penghuni satuan rumah susun dalam menggunakan jaringan-jaringan listrik. Hal ini berkaitan dengan tindakan yang dilakukan oleh PPRS dan/atau Badan Pengelola yang secara sepihak memutuskan listrik di unit satuan rumah susun dan menghaki bagian bersama sehingga penghuni satuan rumah susun yang menggunakan jaringan-jaringan listrik sebagai bagian bersama dapat dilaporkan pada pihak kepolisian atas delik pencurian.
Kesimpulan dari tesis ini adalah berdasarkan analisa terhadap UURS No. 16 tahun 1985 dan juga terhadap UURS No. 20 Tahun 2011, maka hak penghuni satuan rumah susun belum sepenuhnya terlindungi. Belum ada ketentuan yang melindungi penghuni satuan rumah susun minoritas.

This thesis discusses about the presence or absence of protection of rights residents of apartment units in the use of electricity networks. This relates to actions taken by the PPRS and / or Management Board unilaterally decided that electricity in units of apartment units and take the right parts together so that residents of apartement unit that use electrical networks as part of the joint can be reported to the police for theft offenses.
The conclusion of this thesis is based on the analysis of UURS No. 16 in 1985 and also against the new UURS No. 20 in 2011, then the right of residents of apartement unit have not been fully protected. There are no provisions that protect minority residents of apartement unit.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21810
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Seto Darminto
"Dalam Pasal 43 ayat 1 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UURS) disebutkan ?proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat di hadapan notaris?, akan tetapi saat ini banyak ditemukan PPJB yang dibuat dibawah tangan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan mengikat dan perlindungan hukum dalam Perjanjian Pemesanan sebagai PPJB di bawah tangan atas satuan rumah susun berdasarkan Pasal 42 dan 43 UURS. Penelitian ini adalah penelitian Penelitian ini adalam penelitian kualitatif yang berbentuk yuridis-normatif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagai perjanjian di bawah tangan, Perjanjian Pemesanan tetap mengikat para pihak layaknya undang-undang berdasarkan asas pacta sunt servanda. Namun demikian perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna seperti yang dimiliki oleh akta otentik (notariil). PPJB, Peraturan Perundang-undangan dan yurisprudensi telah cukup memberikan perlindungan hukum bagi pembeli diantaranya berupa ketentuan kewajiban pembuatan akta jual beli nantinya sebagai bentuk realisasi dari klausula peralihan hak yang tercantum dalam PPJB. Akan tetapi, menjadi lebih baik jika PPJB tersebut dibuat dalam bentuk akta otentik dihadapan notaris seperti yang disarankan oleh UURS.

In article 43 paragraph 1 Law Number 20 of 2011 on Condominium stated that ?the buying and selling process of condominium units before the construction is completed can be done through the Binding Sale and Purchase Agreement (PPJB) made before a notary?, but currently found that PPJB is made as underhand agreement. This study aims to know the binding effect and legal protection in Booking Agreement, as underhand PPJB, of condominium unit pursuant to article 42 and 43 UURS. This is a qualitative and judicial normative research.
The result of this study is Booking Agreement, as an underhand PPJB, still binds the parties as law pursuant to pacta sunt servanda principle, eventhough it does not have a perfect power of evidence. PPJB, law, and jurisprudence have provided sufficient legal protection for the purchaser, such as the obligation to make a Purchase Deed (AJB) before a Land Deed Official (PPAT) later as a realization of right transfer clause contained in PPJB. However, it would be better if PPJB could be made in authentic deed as suggested by UURS.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45241
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Aisyah
"Untuk meningkatkan investasi di Indonesia maka salah satu upayanya adalah dengan membentuk Undang-Undang Cipta Kerja yang memuat tentang Satuan Rumah Susun yang dapat dimiliki oleh warga negara asing diatas tanah hak pakai dan hak guna bangunan. Hal ini bertentangan dengan konstitusi yaitu UUD 1945 dan UUPA. Di dalam UUPA dijelaskan bahwa hak tanah yang diberikan kepada warga negara asing adalah hak pakai dan  ketentuan pemilikan satuan rumah susun oleh WNA menurut UndangUndang Cipta Kerja tidak sesuai dengan konstitusi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu bagaimana pemilikan satuan rumah susun oleh warga negara asing di Indonesia dikaitkan dengan Undang-Undang Cipta Kerja dan bagaimana akibat hukum  pemilikan rumah susun oleh WNA ditinjau dari asas nasionalitas dalam UUPA. Jenis penelitian ini merupakan penelitian normatif. Penelitian ini memfokuskan pada kajian atas bahan hukum sebagai sumber data utamanya. Penelitian terhadap bahan hukum primer dilakukan untuk menemukan relasi antara satu undang-undang dengan undang-undang lain yang terkait kepemilikan satuan rumah susun oleh Warga Negara Asing. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa kepemilikan satuan rumah susun oleh Warga Negara Asing menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria dikarenakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja mengatakan sarusun yang dapat dimiliki orang asing adalah diatas tanah HGB dan Hak Pakai namun UUPA mengatakan bahwa HGB hanya dapat dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Akibat hukum yang ditimbulkan dari kepemilikan satuan rumah susun oleh WNA berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja dikaitkan dengan Asas Nasionalitas dalam Undang – Undang Pokok Agraria tidak terpenuhinya asas nasionalitas sebagai dasar dari pembentukan peraturan terkait pertanahan dalam Undang-Undang Cipta Kerja dimana asas nasionalitas memiliki tujuan memenuhi Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. 

To increase investment in Indonesia, one of the efforts is to establish a Job Creation Act which contains Flat Units that can be owned by foreign citizens on land with usufructuary rights and building use rights. This is contrary to the constitution, namely the 1945 Law and the Basic Agrarian Law. In the Basic Agrarian Law, it is explained that land rights granted to foreign citizens are the right of use and the provision of ownership of apartment units by Foreign Citizens according to the Copyright Law is not in accordance with the constitution of Article 33 paragraph 3 of the 1945 Constitution. This study raises the issue of how the ownership of apartment units by foreign nationals in Indonesia is linked to the Copyright Law and how the legal consequences of apartment ownership by Foreign Citizens are reviewed from the principle of nationality in the UUPA. This type of research is a normative research. This study focuses on the study of legal materials as the main source of data. Research on primary legal materials was conducted to find the relationship between one law and another law related to the ownership of apartment units by Foreign Citizens. The results of the study concluded that the ownership of apartment units by Foreign Citizens according to Government Regulation Number 18 of 2021 is contrary to the Basic Agrarian Law because according to Government Regulation Number 18 of 2021 as an implementing regulation of the Copyright Law says sarusun that can be owned by foreigners is on HGB land and Use Rights but UUPA says that Building Use Rights can only be owned by Indonesian Citizens. The legal consequences arising from the ownership of apartment units by Foreign Citizens under the Copyright Law are linked to the Principle of Nationality in Agrarian Law-non-fulfillment of the principle of nationality as the basis of the establishment of land-related regulations in the Copyright Law where the principle of nationality has purpose of fulfilling Article 33 paragraph 3 of the 1945 Constitution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Jeffri A.M.
"Tesis ini membahas tentang prespektif pengelolaan rumah susun berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Pengelolaan yang dilakukan oleh Perhimpunan pemilik dan penghuni sarusun (PPPSRS) terhadap benda bersama, bagian bersama dan tanah bersama guna kepentingan bersama ini masih belum menjadi perhatian serius para pihak yang terlibat dalam Rumah Susun. Kapan dibentuknya PPPSRS dan bagaimana seharusnya dengan aturan-aturan teknis atau Peraturan Pemerintah berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun ternyata belum dilengkapi secara detil dan belum menjabarkan syarat dan kondisi serta tata cara pelaksanaan hukum pembentukan PPPSRS secara terperinci. Sehingga prespektif pengelolaan rumah susun dilengkapi dengan aturan-aturan teknis atau Peraturan Pemerintah yang secara detil menjabarkan syarat dan kondisi serta tata cara pelaksanaan hukum pengelolaan rumah susun guna mempertegas peranan PPPSRS sebagai pengelola bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama demi kepastian hukum.

This thesis discusses the management perspective of the apartment pursuant to Law 20 of 2011 Regarding Apartment. Managed by the owners and occupants Sarusun Association (PPPSRS) against objects together, piece together and ground together for the common good is still not a serious concern of the parties involved in the Apartment. When and how should the establishment PPPSRS technical rules or regulations by Government Law, which now turns the rule of law has not been completed in detail and have not specified the terms and conditions and procedures for law enforcement PPPSRS formation in detail. So that there is a future perspective of the management of the apartment is equipped with technical rules or government regulation that lays out in detail the terms and conditions and legal procedures for the management of the apartment in order to emphasize the role PPPSRS as part of joint management, shared objects and land together for the sake of certainty law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Indri Rahmiliandini
"Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Wakaf ini sangat dianjurkan oleh Islam karena sangat bermanfaat bagi umat sebagaimana firman Allah dalam al- Qur?an surat al-Hajj (22) ayat 77, al-Imran (3) ayat 92, al-Baqarah (2) ayat 67. Pelaksanaan perwakafan perlu dilakukan secara efektif dan efisien. Salah satu usaha pemerintah dalam memasyarakatkan wakaf untuk kepentingan umum adalah dengan memberlakukan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan wakaf yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dalam prakteknya masih ada beberapa masalah yang timbul diantaranya yaitu pelaksanaan perwakafan masih belum terlaksana berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, dan terdapat beberapa kendala-kendala yang dihadapi dalam pensertipikatan tanah wakaf di Kabupaten Landak. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian empiris yaitu metode yang menyandarkan diri pada fakta yang ada dalam masyarakat melalui penelitian, dan metode kepustakaan merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengambil data atau keterangan dari buk dan literature. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Landak ini ditemukan fakta bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf belum berlaku dengan baik terlihat dari masih banyak tanah-tanah wakaf di Kabupaten Landak yang belum memiliki sertipikat. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakat setempat yang menganggap bahwa tanah wakaf adalah amal jariyah sehingga dalam pelaksanaannya masih menggunakan kebiasaan mereka yaitu hanya dilakukan secara lisan dihadapan nazhir dan saksi-saksi, selain itu para nazhir belum mengetahui tugas dan peranannya, proses penunjukkan dan pengangkatan nazhir tanah wakaf belum tertata dengan baik. Akibat dari hal tersebut di atas nazhir belum optimal mendayagunakan objek tanah wakaf yang ada. Terbukti sebagian besar nazhir belum memahami tugas dan tanggungjawabnya sebagai nazhir yang harus melaksanakan kewajibannya, hal ini dikarenakan para nazhir belum memahami perwakafan dengan baik, yang berakibat pada tanah wakaf di Kabupaten landak tidak produktif. Selain itu kendala-kendala yang lain adalah lokasi tanah wakaf yang sulit untuk dijangkau, biaya yang dikeluarkan sangat besar, prosedur yang sangat lama, membuat masyarakat enggan untuk mendaftarkannya.

Endowments are wakif legal act to separate and / or give up some of his property to be used forever or for a certain period in accordance with their interests for purposes of worship and / or the general welfare according to sharia. Endowments are very encouraged by Islam because it is very beneficial for the people as the word of God in the Qur'an Surat al-Hajj (22) verse 77, Al-Imran (3) paragraph 92, al-Baqarah (2) paragraph 67. Perwakafan implementation needs to be done effectively and efficiently. One of the government's effort to popularize waqf in the public interest is to enact regulations relating to the endowments of the Act No. 41 of 2004 on Endowments. In practice there are still some problems that arise among which perwakafan implementation still has not been done pursuant to Act No. 41 of 2004, and there are several constraints faced in pensertipikatan waqf land in the District of Landak. Research method which writer use is an empirical research method that relies on facts that exist in society through research, and methods of literature is the method of data collection is done by taking the data or information from evidence and literature. Research conducted in the District of Landak found that although the Act No. 41 of 2004 on the Waqf has not been accepted by both visible from many waqf lands in the district who do not have a certificate. This is because the local community mindset that considers that the land was waqf jariyah charity so that its implementation still use their habit that is only made orally before Nazhir and witnesses, other than that the Nazhir not know the duties and roles, the process of appointment and removal of soil Nazhir waqf is not well ordered. As a result of the foregoing objects Nazhir not optimal utilization of existing waqf land. Evidently most of Nazhir not understand the duties and responsibilities as Nazhir which must carry out its obligations, this is because the Nazhir perwakafan not understand well, which resulted in waqf land in the District of Landak are not productive. In addition, other constraints are the location of waqf land that are difficult to reach, the cost is very large, very long procedure, making people reluctant to register it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28200
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Bela Haryati
"Relokasi adalah bentuk tanggungjawab Pemerintah DKI Jakarta dalam menyediakan tempat yang layak bagi warga DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan memahami peran aktor dalam pelaksanaan relokasi warga Waduk Ria-Rio ke Rumah Susun Pinus Elok dan Rumah Susun Cakung Barat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran aktor dalam pelaksanaan relokasi warga Waduk Ria-Rio terdiri dari state actor, political economic structure, business actor dan public. Pelaksanaan relokasi ditemukan kendala oleh adanya aktor political economic structures dan public yang mengarah kepada business actor. Kondisi tersebut berdampak terhadap proses relokasi warga dengan munculnya warga gelap dan warga tidak tertampung di unit rumah susun. Selain itu, terdapat state actor yang berasal dari militer terlibat dalam proses relokasi.

Relocation is a responsibility of DKI Jakarta Government to provide a decent place for the citizens of Jakarta. This research aims to understand the role of actors in the implementation of relocation of Ria-Rio Reservoir's Residents into Pinus Elok and Cakung Barat Flats. The research has been done in qualitative approach through primary and secondary data collections. The result shows that the role of actors in the implementation of relocation of Ria-Rio Reservoir's Residents consists of state actors, political economic structure, business and public actors. In the implementation of relocation, constraints have been found by the presence of political actors and public economic structures that lead to business actors. These conditions affect the relocation process with the emergence of dark citizens and the citizens who are not accommodated in the flats. In addition, there are state actors from the military involved in the relocation process.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>