Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 99359 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18345
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endri
"Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing terutama Dollar Amerika Serikat merupakan salah satu indikator panting dalam menganalisis perekonomian Indonesia, karena dampaknya yang luas terhadap makroekonomi aggregat, seperti pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat bunga dan tingkat inflasi. Oleh karena itu, pergerakan nilai tukar selalu menjadi perhatian serius oleh otoritas moneter untuk seialu memantau dan mengendalikannya, terutama berkaitan dengan faktor -faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Kebijakan yang dilakukan oleo otoritas moneter untuk mengendalikan fluktuasi nilai tukar Iebih panting lagi dilakukan semenjak Indonesia menggunakan sistem nilai tukar mengambang, terutama berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar.
Semenjak jatuhnya sistem "Bretton Woods" pada bulan Maret 1973, terjadi perubahan dalam sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) menjadi sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate) yang mengandalkan pada mekanisme pasar. Di Indonesia sendiri, perubahan sistem nilai tukar ini dialami pada bulan November 1978 dan sejak saat itu Indonesia mulai memberlakukan sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating). Artinya, penetapan nilai tukar tidal( murni berdasarkan mekanisme pasar, tetapi masih ada intervensi pemerintah melalui Bank Indonesia. Periode sistem mengambang terkendali yang dianut Indonesia sejak tahun 1978 mendasarkan perhitungan depresiasinya hanya pada dollar. Baru pada tahun 1986 -setelah devaluasi 1986,- Indonesia mendasarkan perhitungan depresiasinya pada basket of currency, yang terdiri dan mata uang negara-negara mitra dagang utama Indonesia, yaitu antara lain Amerika, Jepang, Inggris, Singapura, dan Belanda.
Perubahan sistem nilai tukar yang dipergunakan di Indonesia pada dasarnya talc lepas dari perkembangan perekonomian dunia. Hal ini dikarenakan sejak awal Indonesia mengananut sistem perekonomian terbuka, yang membawa implikasi mudahnya gejolak dan luar (ekslernal shock) mempengaruhi perekonomian Indonesia. Dengan sistem nilai tukar mengambang, pergerakan nilai tukar semakin sulit untuk diprediksi, karena pergerakan nilai tukar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran valuta asing di pasar, tanpa camper tanggan otoritas moneter.
Ketertarikan ahli-ahli ekonomi terhadap pendekatan moneter telah dimulai sejak tahun 1970-an, Mereka telah meletakkan dasar pemikiran bahwa terdapat kestabilan dalam keseimbangan permintaan uang, dan keseimbangan permintaan uang yang merupakan fungsi linear-homogen dari pendapatan Dalam pendekatan ini, ketidakseimbangan neraca pembayaran diidentifikasi dengan penyesuaian dalam pasar uang.
Tesis dari studi ini adalah untuk menganalisis fluktuasi nilai tukar selama periode 1987-1997, dimana model yang lebih tepat untuk ini adalah menggunakan pendekatan moneter. Perubahan dalam variabel moneter menyebabkan efek panting terhadap nilai tukar. Kebijakan pengendaliaan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah yang dilakukan oleh pemerintah melalui otoritas moneter lebih banyak menggunakan instrumen kebijakan moneter. Sejak pemerintah menetapkan penggunaan sistem nilai tukar mengambang (1978-1997), instrumen kebijakan moneter sangat berperan dalam menjaga kestabilan pergerakan nilai tukar rupiah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T20221
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalizanolo Hulu
"Dari studi Langoni (1987) diketahui bahwa bagi negara-negara yang tergolong memiliki utang luar negeri yang relatif besar dan ketergantungan ekonomi dalam negcrinya terhadap ekonomi dunia relatif tinggi, upaya pengendalian nilai tukar mata uang negara agar temp stabil sangat penting dalam menunjang kestabilan ekonomi negara secara keseluruhan menurun. Menurut World Bank (1996), lima negara yang memiliki utang luar negeri melebihi 100 miliar US dollar pada tahun 1995. adalah Meksiko. Brazil. Cina, India. dan Indonesia.
Untuk kasus Indonesia, pada tahun 1995, persentase ekspor ditambah impor dalam PUB (produk domestik bruto) relatif mencapai sekitar 62 pcrsen. Memperhatikan keadaan perekonomian Indonesia serta mengacu pada studi Langoni. maka pengendalian nilai tukar rupiah sangat penting dalam nienciptakan kestabilan perekonomian negara secara keseluruhan."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20586
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Ari Nur Sulistyanto
"Penelitian dengan menggunakan model multifaktor ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh faktor fundamental perusahaan yaitu PER dan PBV, serta faktor ekonomi makro yang diwakili oleh nilai tukar rupiah dan inflasi terhadap return saham perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta. Disamping itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui faktor manakah yang paling dominan dalam mempengaruhi perubahan return saham.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan dan Januari 2000 sampai dengan Desember 2004. Pada analisis regresi linear berganda maka pertama-tama dianalisis adanya masalah otokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas. Selanjutnya dilakukan beberapa pengujian yaitu uji R, uji Fdan juga uji t. Pengolahan data dengan metode enter dan backward. Dengan metode backward elimination maka variabel babas yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap return saham akan dikeluarkan secara berurutan, sehingga diperoleh variabel yang paling signifikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor PER, PBV, nilai tukar rupiah dan inflasi berpengaruh terhadap return saham dan dapat menjelaskan perubahan return saham sebesar 20,7%. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa faktor nilai tukar rupiah merupakan faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap return saham.

Research by using multifactor model is deeply aimed to see the influence of company fundamental factor that are PER, PBV, and also macro economics factor represents by rupiah exchange rates and inflation to companies? stock return in the Jakarta Stock Exchange. This research is also meant to identify the most dominant factor influencing the fluctuation of stock return.
Data used in this research is monthly data from January 2000 up to December 2004. Multiple linear regression analysis is hence firstly be analyzed by the existence of the problems of autocorrelation, multicolinearity and heteroscedasticity. Then the analysis followed by some examination of R2, F and also t test. Data processing used in this research will be enter and of backward method. By using the method of backward elimination hence free variable which does not have significant influence to stock return will be released, with the intention that the most significant variable will able to be obtained.
The result of this research indicated that PER and PBV factors, rupiah exchange rates and inflation have influence on to stock return and able to explain the change of stock return of 20.7%. In this research, it is found that rupiah exchange rates factor represents the most dominant factor to influence the stock return."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T18445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gregorius Irwan Suryanto
"Beralihnya sistem nilai tukar rupiah dari sistem mengambang terkendali menjadi sistem mengambang penuh sejak 14 Agustus 1997 telah memberikan beberapa implikasi tertentu terhadap perilaku kebijakan makroekonomi Indonesia. Secara teori, dalam sistem nilai tukar mengambang penuh kebijakan moneter akan semakin efektif khususnya apabila diikuti oleh mobilitas kapital secara intemasional yang makin sempurna. Setiap terjadi tekanan nilai tukar rupiah sebagai efek kebijakan moneter akan disesuaikan melalui pengaruh suku bunga terhadap aliran modal dan pengaruh perubahan nilai tukar rupiah terhadap penawaran ekspor dan permintaan impor. Melalui mekanisme demikian, neraca transaksi berjalan akan berfimgsi sebagai alat mekanisme penyesuaian yang panting sehingga overall Balance of Payment (Bo?) akan selalu berada dalam kondisi keseimbangan.
Sejak diberlakukannya kebijakan free floating exchange rate tampak bahwa nilai rupiah terns terdepresiasi hingga mencapai nilai terendahnya pada bulan Juni 1998 yaitu sebesar Rp. 14.900 1USD dengan angka pertumbuhan terbesar yaitu 508,15% (y-t-y) untuk selanjutnya menguat lagi pads kisaran Rp. 13.0001USD atau 400,19% (y-t y) pads bulan Juli 1998. Rupiah mulai menguat sejak Januari 1999 seperti yang ditunjukkan oleh negatif pertumbuhan nilai tukar rupiah (y-t-y) dan kembali melemah untuk menuju kondisi stabil pads kisaran Rp. 8.620 IUSD sejak Mei 2000. Kondisi fluktuasi nilai tukar rupiah diatas merupakan latar belakang yang sangat menarik untuk dikaji sehubungan dengan terjadinya fenomena exchange rate overshooting pads mata uang rupiah.
Dengan menggunakan model dasar exchange rate overshooting yang dikembangkan oleh Dornbusch (1976), hasil penelitian membuktikan bahwa peningkatan jumlah uang beredar dalam jangka pendek akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi melebihi nilai depresiasi jangka panjangnya. Akhirnya implikasi lebih jauh dad tulisan ini adalah dalam upaya menjaga stabilitas nilai tukar, sangat penting jika memperhatikan fal tor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar seperti pertumbuhan jumlah uang beredar dan pertumbuhan tingkat suku bunga."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T20446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahjus Ekananda
"Efek resiko nilai tukar pada perdagangan internasional telah banyak menarik perhatian pada ilmu ekonomi intemasional. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru lagi, karena isunya rnempunyai implikasi yang panting untuk pemilihan sebuah sistem moneter internasional. Misalnya, hal ini merupakan salah satu argumentasi utama ekonomi untuk penyatuan keuangan di Eropa, karena secara umum dipercaya bahwa resiko nilai tukar menghambat perdagangan intemasional.
Salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam menggairahkan ekspor yaitu dengan melakukan kebijakan devaluasi atau melalui depresiasi terkendali yang bertahap. Mulai dari tahun 1970 dengan kurs Rp. 626,751$ sampai tahun 1990 dengan kurs Rp,2,4311$ pemerintah melakukan serangkaian kebijakan perubahan nilai tukar untuk menyesuaikannya dengan harga perdagangan dunia dan untuk meningkatkan nilai kompetitif barang ekspor Indonesia.
Krisis moneter tahun 1997 membuat nilai tukar rupiah menurun tajam dari Rp. 2.500,- per dollar US sampai dengan Rp. 12,000,- per dollar US seharusnya memberikan dampak menggairahkan ekspor, ternyata banyak faktor yang menyebabkan nominal ekspor tidak meningkat yang disebabkan faktor-faktor lain seperti resiko negara (risk country) dan ketersediaan bahan baku ekspor yang sulit diusahakan pada waktu itu."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Telisa Aulia Falianty
"Sejak 14 Agustus 1997 terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan nilai tukar di Indonesia, yaitu digunakannya sistem nilai tukar mengambang. Dalam sistem ini, nilai tukar rupiah ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar. Nilai tukar rupiah berfluktuasi tajam sejak tahun 1997, yaitu sejak terkena krisis ekonomi dan pada rejim floating exchange rate. Nilai tukar rupiah dalam bulan Juni 1998 sempat mencapai Rp 14,900/US$. Setelah mencapai tingkat puncak tersebut, nilai tukar kembali menguat pada bulan Juli 1998, yaitu pada level Rp 13,000/US$. Sejak bulan Oktober 1999, rupiah mulai stabil pada nilai sekitar Rp 8,000/US$. Dari fenomena di atas, penulis tertarik untuk meneliti fluktuasi dalam nilai tukar rupiah, dan menjawab pertanyaan apakah nilai tukar rupiah di Indonesia pada rejim free floating memarig mengalami overshooting seperti yang.diekspektasikan oleh Dombusch (1976).
Overshooting dalam nilai tukar menurut Dornbusch (1976) dapat terjadi ketika nilai tukar menyesuaikan lebih cepat daripada harga barang dan jasa. Dombusch memperlakukan nilai tukar sebagai jump variable. Variabel lainnya, seperti output dan harga penyesuaiannya relatif lebih bersifat sluggish dibandingkan variabel nilai tukar.
Fluktuasi nilai tukar yang tajam di Indonesia sejak penerapan sistem nilai tukar mengambang ternyata dapat diterangkan dengan modei "exchange iate overshooting" . Dengan menggunakan model Autoregressive Distributed Lag (ARDL), hipotesa overshooting dapat diterima di Indonesia untuk periode observasi dari bulan September 1997 sampai dengan bulan Desember tahun 2002."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Chandra Sahala
"Terbukanya suatu perekonomian berarti bahwa perekonomian negara tersebut akan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan yang bersifat eksternal yang selanjutnya juga akan mempengaruhi keseimbangan internal. Oleh karena keseimbangan eksternal menjadi suatu hal yang penting, di mana neraca perdagangan merupakan salah satu indikator keseimbangan eksternal. Perubahan harga yang bersifat eksternal pada komoditi yang diperdagangkan secara internasional dapat mengakibatkan ketidakseimbangan pada neraca perdagangan, sehingga untuk mengembalikan keseimbangan eksternal perlu diambil tindakan oleh pemerintah dengan mengubah nilai tukar riil. Perubahan harga seperti ini akan mengubah terms of trade. Oleh sebab itu, perubahan terms of trade dan nilai tukar riil akan mempengaruhi neraca perdagangan dengan arah yang berlawanan atau dengan kata lain ada trade off antara keduanya. Untuk mencari nilai trade off antara perubahan terms of trade dengan nilai tukar riil, dibentuk suatu model yang berbasis pada identitas neraca perdagangan, di mana dampak perubahan baik terms of trade maupun nilai tukar riil hanya mempengaruhi sisi ekspor dan impor barang. Pendugaan parameter pada persamaan ekspor maupun impor dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu dengan mengasumsikan harga sebagai variabel eksogen maupun endogen. Hasil pendugaan parameter dari masing-masing persamaan, kemudian dipergunakan untuk menghitung nilai trade off. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kebijaksanaan nilai tukar riil cenderung bersifat overvalued. Ini berarti bahwa kebijaksanaan devaluasi yang diambil oleh pemerintah belum mampu untuk mengembalikan keseimbangan neraca perdagangan. Saran untuk studi lebih lanjut adalah dengan menggunakan metode Computable General Equilibrium, sehingga perubahan nilai tukar riil terhadap neraca modal dapat pula diperhitungkan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18724
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dharma Priyambada
"Runtuhnya sistem Bretton Woods pada tahun 1973 menyebabkan fluktuasi nilai tukar yang dapat menimbulkan ketidakpastian. Akibatnya banyak negara yang melakukan campur tangan dalam penentuan nilai tukar atau distorsi nilai tukar. Distorsi nilai tukar ini dapat menyebabkan overvaluation atau undervaluation mata uang dalam negeri, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pendapatan nasional. Artinya, nilai tukar dapat mempengaruhi ekspor yang kemudian mempengaruhi pendapatan nasional. Di lain pihak, nilai tukar juga dapat mempengaruhi impor, termasuk impor barang modal, yang selanjutnya mempengaruhi investasi dan ekspor yang untuk kemudian mempengaruhi pendapatan nasional. Tulisan ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui seberapa besar distorsi nilai tukar. 2. Menginvestigasi hubungan yang timbul antara distorsi nilai tukar dengan pendapatan nasional. 3. Menginvestigasi mekanisme atau jalur bagaimana distorsi nilai tukar mempengaruhi pendapatan nasional. Untuk itu, penelitian ini dibagi ke dalam dua tahap: 1. Menganalisis distorsi nilai tukar yang terjadi. 2. Menganalisis dampak distorsi nilai tukar pada pendapatan nasional. Untuk menganalisis distorsi nilai tukar, akan ditentukan lebih dahulu nilai tukar yang akan terjadi jika tanpa distorsi. Kemudian, untuk menganalisis dampak distorsi nilai tukar pada pendapatan nasional akan digunakan model persamaan simultan. Hasil penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa selama periode penelitian terjadi overvaluation maupun undervaluation. Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5 persen, overvaluation tidak berpegaruh positif pada impor dan tidak berpengaruh negatif pada ekspor, sedangkan undervaluation tidak berpengaruh negatif pada impor dan tidak berpengaruh positif pada ekspor. Di samping itu, ternyata nilai tukar tidak berpengaruh pada ekspor dan impor. Secara ringkas, distorsi nilai tukar yang terjadi dalam periode penelitian tidak berpengaruh pada pendapatan nasional. Hasil penelitian mengindikasikan perlunya kebijakan nilai tukar, terutama untuk mencegah terjadinya overvaluation. Penulis menyarankan perluasan model yang digunakan dengan dimasukkannya variabel-variabel non-kuantitatif yang relevan dalam menerangkan ekspor-impor ke dalam analisis."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifanditto Adhikara
"ABSTRAK
Producer Support Estimate diakui sebagai indikator proteksi sektor agrikultur terbaik karena karakteristiknya yang memungkinkan untuk melihat proteksi secara menyeluruh dari hulu ke hilir. Namun demikian, indikator ini tidak memperhatikan dampak penyimpangan nilai tukar terhadap tingkat proteksi sehingga dapat menimbulkan bias pada analisa proteksi negara bersangkutan. Penelitian ini dibuat untuk menganalisa tingkat proteksi pada sektor agrikultur Indonesia dengan memperhitungkan dampak penyimpangan nilai tukar pada perhitungan PSE. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai tukar riil ekuilibrium untuk Indonesia pada tahun 1993-2009 dengan menggunakan model Montiel (1999). Variabel yang digunakan adalah proxy dari nilai tukar riil, komponen konsumsi dalam pengeluaran pemerintah, Balassa-Samuelson Effect, Terms of Trade, arus modal bersih, dan liberalisasi ekonomi. Dampak penyimpangan lalu dihitung dengan melihat selisih nilai tukar nominal dan nilai tukar nominal ekuilibrium untuk kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan PSE baru. Penelitian ini menemukan bahwa dampak penyimpangan nilai tukar rupiah signifikan pada PSE untuk Indonesia, khususnya saat ekonomi sedang stabil. Nilai PSE akan semakin bias saat penyimpangan semakin besar. Dapat disimpulkan bahwa usaha pemerintah untuk melakukan proteksi atau disproteksi pada sektor agrikultur dapat terganggu dengan adanya penyimpangan nilai tukar.

ABSTRACT
Producer Support Estimate is an indicator that is approved by many researchers as the best measure to estimate the level of agriculture protection because of its ability to include protection at all levels of production. However, the current PSE indicator does not include the effect of exchange rate alignment and can result to a bias in the analysis of a country's protection. This study is written to provide an analysis of Indonesia?s agricultural protection using a modified PSE that takes into account the effect of exchange rate misalignment as a source of reference. The study uses Montiel?s (1999) model to determine Indonesia?s equilibrium real exchange rate from 1993-2009. The variable used are a proxy of Real Exchange Rate, Balassa-Samuelson Effect, Government Consumption Expenditure, Terms of Trade, Net Capital Inflow, and Economic Liberalization. The gap between the model?s nominal?s exchange rate and observed nominal exchange rate is used to calculate the new PSE. The study shows that exchange rate alignment is significantly affecting the level of protection measured by PSE. Result shows that a higher misalignment would lead to a higher bias in PSE calculation. The government?s effort to protect or diprotect the agricultural sector may be hampered by the exchange rate alignment effect."
2013
S46977
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>