Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Stefanus Pandu Dewonoto
"Pada tahun 2009, negara-negara anggota ASEAN menyepakati ASEAN Comprehensive Investment Agreement untuk mengakomodasi arus investasi yang daat mendukung dan memastikan perkembangan dari ekonomi negara-negara di ASEAN sehubungan dengan integrasi ASEAN. Berdasarkan Pasal 26 ACIA, negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk meningkatkan integrasi ekonomi ASEAN, salah satunya adalah dengan melakukan harmonisasi terhadap kebijakan investasi. UNCTAD, melalui Investment Policy Framework for Sustainable Development, memberikan panduan kepada negara-negara dalam menyusun kebijakan investasi. Salah satu rekomendasi UNCTAD dalam Investment Policy Framework for Sustainable Development adalah agar negara-negara mengadopsi prinsip corporate governance yang telah diakui secara internasional ke dalam hukum perseroan atau hukum dagangnya. Dalam hal ini, UNCTAD menyatakan bahwa OECD Principle of Corporate Governance dapat menjadi rujukan. Salah satu prinsip dalam OECD Principle of Corporate Governance adalah perlindungan pemegang saham minoritas yang dilakukan melalui mekanisme gugatan derivatif dan gugatan derivatif multiple. Oleh karena itu gugatan derivatif sebagai salah satu aspek dari corporate governance merupakan salah satu kebijakan investasi, dan karenanya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan harmonisasi dalam rangka integrasi ekonomi ASEAN. Tesis ini akan membandingkan pengaturan gugatan derivatif di empat negara ASEAN, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam dan Indonesia, dan menguraikan bagaimana seharusnya harmonisasi pengaturan gugatan derivatif di ASEAN. Simpulan dari penelitian ini adalah pengaturan gugatan derivatif di Singapura, Malaysia, Vietnam dan Indonesia memiliki persamaan namun juga perbedaan. Harmonisasi pengaturan gugatan derivatif dapat dilakukan dengan metode unifikasi prinsip-prinsip hukum, menggunakan instrumen soft law dan diinisiasi oleh Council of ASEAN Chief Justice.

In 2009, ASEAN member states agreed on the ASEAN Comprehensive Investment Agreement (“ACIA”) to accommodate investment flows that can support and ensure the economic development of ASEAN member states in relation to ASEAN integration. Based on Article 26 of the ACIA, ASEAN member states have agreed to increase ASEAN economic integration, by way of harmonisation of investment policies. In this regard, UNCTAD, through the Investment Policy Framework for Sustainable Development, provides guidance to countries in formulating investment policies. One of UNCTAD's recommendations in the Investment Policy Framework for Sustainable Development is for countries to adopt internationally recognized corporate governance principles into their corporate law or commercial law. In this case, UNCTAD stated that the OECD Principles of Corporate Governance can be used as a reference. One of the principles in the OECD Principles of Corporate Governance is the protection of minority shareholders by way of derivative action and multiple derivative action. Therefore, derivative action as an aspect of corporate governance which is an aspect of investment policies, and therefore can be considered for harmonization in the context of ASEAN economic integration. This Thesis will compare the derivative action arrangements in four ASEAN countries, namely Singapore, Malaysia, Vietnam and Indonesia, and describe how the harmonization of derivative lawsuit arrangements in ASEAN should be. The conclusion of this research is that derivative action arrangements in Singapore, Malaysia, Vietnam and Indonesia have similarities but also differences. The harmonization of derivative action arrangements can be done by using the method of unification of legal principles, using soft law instruments and initiated by the Council of ASEAN Chief Justice."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Dwi Susmantoro
"Tingkat voluntary disclosure yang tinggi pada laporan tahunan nkan memberika'l manfilat bagi perusahaan berupa adanya penurunan cost of equity (Botosan, 1997) maupun cost of debt (Sengupta, 1998). Mengingat manfaat tersebut banyak penelitian berusaba mempelajari mengenai adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendorong perusahaan untnk meningkatkan tingkat disclosure perusabaan. Berbeda dengan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya di Indonesia dimana sebagian besar meneliti masalah pengaruh internal perusahaan terbadap tingkat disclosure perusabaan. Pada penelitian yang dilakukan menggunnkan data 101 perusabaan manufaktur yang terdaflar pada Bursa Efek Indonesia ini, mempelajari adanya pengarub ekternal yaitu kompetisi disamping pengarub yang berasal dari internal perusabaan yaitu total aset dan kepentilikan pemegang sabam besar. Dalam penelitian ini tingkat disclosure pe.rusabaan diukur dengan menggunnkan indeks Botosan. Sedangkan untuk mengukur tingkat kompetisi perusahaan, dalam penelitian ini perusahaan dikelompokan dalam jenis industri berdasarkan klasifikasi StanckJrd Indu.stry Code (SIC) dan dibitung tingkat kompetisi menggunnkan rnetode Herfindahllndeks (HI). Hasil dari penelitian ini mendukung dan memberikan bukti empiris babwa faktor internal:total aset perusabaan dan kepemilikan pemegang sabam besar serta lilktor ekstemal yaltu kompetisi yang memberikan pengarub yang positif terhadap tingkat disclosure perusahaan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T20963
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taqyuddin
"Konsepsi Derivative Action tidak dapat dipisahkan dari konsep perlindungan dan hak-hak Pemegang Saham Minoritas. Derivative Right atau Derivative Action merupakan salah satu hak yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, kepada pemegang saham yang mempunyai minimal 10% saham, untuk menggugat direksi atau komisaris atas nama perseroan, dalam hal Direksi atau Komisaris melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian pada perusahaan. Jadi pada hakikatnya Derivative Action adalah bertujuan untuk melindungi kepentingan perseroan, dan tidak secara langsung melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Konsep Derivative Action merupakan terobosan dalam hukum perusahaan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh direksi atau komisaris, yang pada umumnya didominasi oleh pemegang saham mayoritas. Makna perlindungan kepentingan pemegang saham minoritas dalam konsep Derivative Action, bukanlah kepentingan materil secara langsung, dan karenanya ganti rugi yang dihasilkan dari Derivative Action, akan dibayarkan kepada perusahaan, bukan kepada pemegang saham minoritas Penggugat."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiawan Dwi Atmojo
"Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menetapkan 3 (tiga) organ perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. Direksi berfungsi pada pokoknya untuk bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sedangkan Dewan Komisaris berfungsi melakukan pengawasan umum dan/atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Pada setiap masa akhir jabatannya, Direksi mempertanggung jawabkan pengurusan perseroan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yang memiliki kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar perseroan. Rapat Umum Pemegang Saham kemudian memberikan pelunasan dan pembebasan tanggung jawab (acquit et de charge) kepada Direksi jika tindakan kepengurusan perseroan telah tercermin dalam laporan keuangan.
Pada tahun 2006, PT Indosat Mega Media sebagai perseroan yang menyediakan jasa internet (Internet Service Provider) menyelenggarakan jasanya melalui jaringan bergerak seluler milik PT Indosat Tbk melalui perjanjian kerjasama broadband. Kerjasama ini telah dipertanggung jawabkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham pada tahun 2011 dan telah mendapatkan acquit et de charge kepada Direksi yang diwakili oleh Indar Atmanto selaku Direktur Utama. Kejaksaan Agung sebagai aparat penegak hukum mendakwa Indar Atmanto telah menggunakan frekuensi 2.1 GHz (3G) untuk menyelenggarakan jasa internetnya sehingga mengakibatkan kerugian negara sedangkan telah diketahui Direksi telah mendapatkan acquit et de charge dari Rapat Umum Pemegang Saham. Permasalahan hukum timbul atas pertanyaan sejauh mana acquit et de charge melindungi Direksi secara perdata dan pidana.

Act No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Company establishes three (3) organs of the company i.e. General Meeting of Shareholders, the Board of Directors, and the Board of Commissioners. Board of Directors take full responsibility for the management of the company for the benefit of the company, while the Board of Commissioners for performing general supervision and/or in accordance with the Articles of Association as well as giving advice to the Board of Directors. At the end of their period, the Board of Directors accountable to the shareholder or management in General Meeting of Shareholders, which has special authority which is not granted to the Board of Directors or Board of Commissioners within construed to the Act and/or the Articles of Association of the company. Afterward, General Meeting of Shareholders grant release and discharge of responsibility (acquit et de charge) to the company's Board of Directors if the duty has been reflected in the financial statements.
In 2006, PT Indosat Mega Media as an Internet Service Provider company, provide services through mobile cellular network owned by PT Indosat Tbk through broadband cooperation agreements. This cooperation has been accountable to the General Meeting of Shareholders in 2011 and the Board of Directors, represented by Indar Atmanto as CEO, has gained acquit et de charge. Attorney General as law enforcement officers indicted Indar Atmanto has been using 2.1 GHz frequency (3G) to provide internet services, therefore, resulting state loss while it is known that the Board of Directors has been obtained acquit et de charge from the General Meeting of Shareholders. Legal problem arisen is how acquit et de charge could protect the Board of Directors from the liability of civil lawsuit and the criminal indicment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicholas Ardyanto
"Skripsi ini membahas mengenai permasalahan-permasalahan konsep gugatan derivatif dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum di Indonesia apabila ditinjau dari putusan-putusan pengadilan yang dipublikasi pada situs Mahkamah Agung khususnya pada periode tahun 2007-2018.  Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dimana data yang digunakan bersumber dari studi kepustakaan dan wawancara dengan narasumber. Adapun hasil penelitian mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat beberapa permasalahan penerapan gugatan derivatif dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum pada prakteknya, antara lain yaitu: 1) permasalahan terkait Legal Standing baik terkait kepemilikan saham maupun keturutsertaan pihak ke-3; 2) permasalahan mengenai ganti kerugian; 3) permasalahan penerapan unsur-unsur perbuatan melawan hukum, serta 4) terdapatnya inkonsistensi putusan pengadilan terkait gugatan derivatif perbuatan melawan hukum tersebut. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa permasalahan-permasalahan tersebut dapat disebabkan antara lain oleh karena hal-hal sebagai berikut: tidak diterapkannya Schutznorm Theorie di Indonesia, kurangnya pengaturan mengenai gugatan derivatif berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, serta tidak terdapatnya pedoman dalam bentuk apapun dari pihak Mahkamah Agung yang dapat menjadi pegangan bagi para hakim dalam memutus kasus yang berkaitan dengan gugatan derivatif.

This thesis discusses several Problems of Derivative Action in Tortious Liability Claim in Indonesia by reviewing at Indonesia court decisions which are published at the Indonesia Supreme Court website, especially the decisions period of 2007 until 2018. This study uses normative juridical methods, where the data used are sourced from literature studies and interviews with informants. The results of this researches are that there are some problems of derivative action in Tortius Liability Lawsuit in Indonesia, which includes: 1) problems about Legal Standing including both about the share ownership and about the third party participation on Lawsuit; 2) problems about the compensation; 3) problems about the application of Indonesia tortius liability lawsuit elements, also 4) inconsistency problems of Indonesia Court decision on derivative action in Tortius Liability lawsuit. As obtained in the research, each of those problems may be caused by the following thins: the inapplicable Schutznorm Theorie in Indonesia, the lack of regulations about derivative action in Indonesia, and the absence of guidance from the Supreme Court of Indonesia that could become the guidelines for judges all over Indonesia to decide cases related to derivative action in tortius liability lawsuit."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lefilia Erlita Chita
"Skripsi ini adalah suatu karya ilmiah yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan dengan melakukan perbandingan hukum. Latar belakang penelitian ini adalah dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ditemukan adanya keterbatasan untuk mengajukan gugatan derivatif yang merupakan salah satu perlindungan hukum bagi pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas. Sedangkan sebagai perbandingan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan lain, yaitu pengaturan dalam Undang-Undang Perusahaan Singapura 1994 dan Undang-Undang Perusahaan Jepang 2005, dalam penelitian ini ditemukan aspek-aspek tertentu dalam Undang-Undang Perusahaan Singapura 1994 dan Undang-Undang Perusahaan Jepang 2005 yang mampu mewujudkan keadilan dan kepastian hukum bagi pemegang saham, meliputi akses yang luas kepada seluruh pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dalam mengajukan gugatan derivatif, memberikan perlindungan terhadap Perseroan dengan menjadikan gugatan derivatif sebagai upaya hukum terakhir guna menjaga kestabilan Perseroan, dan memberikan perlindungan terhadap Perseroan dari itikad buruk pemegang saham yang mengajukan gugatan derivatif.

This undergraduate thesis is a normative juridical scientific work, that is a study conducted through literature by doing comparative study of law. The background of this research is that in Act No. 40 of 2007 on Limited Liability Companies, it is found limitations to file derivative action which is one of the legal protections for shareholders, especially minority shareholders. Meanwhile, as a comparison from other legislations, i.e. the regulation in the Singapore Company Act 1994 and the Japan Company Act 2005, in this study it is found certain aspects in the Singapore Company Act 1994 and the Japan Company Act 2005 which are able to bring about justice and legal certainty for shareholders, including extensive access to all shareholders, especially minority shareholders to file derivative action, to provide protection against the Companies by making a derivative action as the last legal effort to maintain the stability of the Companies, and to provide protection against the Companies from bad faith of shareholders filing the derivative action.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S58239
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Annisa Zhafira Ramadhania
"Bloomberg adalah salah satu aplikasi untuk mengetahui proses penghitungan harga aktual dan diagram keuntungan dari sebuah strategi derivatif. Tugas akhir ini membahas penghitungan harga aktual option, menginterpretasikan kurva forward mata uang, menghitung implied volatility dari nilai tukar mata uang, serta membahas indeks SKEW.

Bloomberg is an application used by financial industry professionals to price derivative instruments and construct profitability diagrams of various derivative strategies. This final paper is discussing the features available on Bloomberg Terminal such as pricing options, interpreting currency forward, calculating implied volatility of currency exchanges and SKEW indexes.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
London : Globe Law and Business , 2011
R 346.067 DIR
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Namira
"Tesis ini membahas kasus mengenai Perseroan Terbatas yang telah melakukan pemanggilan untuk RUPS Pertama, RUPS Kedua, RUPS Ketiga dan RUPS Kempat, tetapi tidak dapat diselenggarakan dikarenakan tidak tercapai kuorum kehadiran dalam RUPS tersebut. Jenis penelitian ini adalah hukum normatif, dengan metode penelitian kepustakaan dengan studi kasus terhadap permohonan penetapan kuorum RUPS setelah RUPS Ketiga dalam Putusan Nomor: 1199/K/Pdt/2010. Dalam kasus ini, Perseroan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar ditetapkan kuorum untuk RUPS Kelima. Namun Ketua Pengadilan Negeri menolak permohonan tersebut dengan didasarkan kepada pertimbangan hukum bahwa Perseroan telah melakukan pemanggilan dan menyelenggarakan RUPS sebanyak 4 (empat) kali, sedangkan yang diatur dalam pasal 86 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) adalah mengenai permohonan Perseroan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum untuk menyelenggarakan RUPS Ketiga. Sehingga permohonan yang diajukan oleh Perseroan tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam pasal 86 ayat (5) UUPT.
Tesis ini juga membahas mengenai kewenangan Mahkamah Agung dalam memeriksa dan mengadili permohonan penetapan kuorum RUPS. Pasal 86 ayat (7) UUPT mengatur bahwa penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam kasus yang dibahas dalam tesis ini, permohonan penetapan kuorum RUPS yang diajukan oleh Perseroan telah ditolak oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun Perseroan kemudian mengajukan upaya hukum kasasi dimana Mahkamah Agung memeriksa dan mengadili permohonan yang diajukan tersebut. Oleh karena Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak permohonan tersebut dan tidak memberikan penetapan mengenai kuorum RUPS, maka sesuai dengan ketentuan pasal 43 ayat (1) juncto penjelasan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Agung, atas penetapan tersebut dapat diajukan upaya hukum kasasi. Sehingga Mahkamah Agung berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan kasasi yang diajukan oleh Perseroan.

This thesis addresses a case regarding a Limited Liability Company which have issued a notice to the First GMS, Second GMS, Third GMS and Fourth GMS, but could not be held since the GMS did not present the attendance quorum. This normative research conducted using the literature study completed with case study to stipulation of quorum of GMS after the Third GMS, The Supreme Court Decision number: 1199/K/Pdt/2010. In this case, the Company filed a petition to the Chairman of Central Jakarta District Court to determine a quorum attendance for the Fifth GMS. However, the Chairman of Central Jakarta District Court decided to decline the petition which based on the legal consideration, stating that the Company have issued a notice and held the GMS for 4 (four) times, whereas pursuant to Article 86 paragraph (5) of the Law of Limited Liability Company (Company Law) a Company may file a petition to the Chairman of District Court to determine the quorum attendance for the third GMS. Hence, that petition filed by the Company does not fulfill the stipulation of Article 86 paragraph (5) of the Company Law.
This thesis also addresses the authority of the Supreme Court on investigating and adjudicating the petition for GMS? quorum determination. The Article 86 paragraph (7) of the Company Law stipulates that the determination of GMS quorum by the Chairman of District Court is final and binding. In this case, the petition of determination of GMS quorum which have been filed by the Company has been declined by the Chairman of Central Jakarta District Court. Furthermore, the Company then appealed for the same petition where the Supreme Court performed an investigation and adjudicated the said appeal. Since the Chairman of Central Jakarta District Court decided to decline the petition and did not determine the GMS quorum, in accordance to Article 43 paragraph (1) of the Law of Supreme Court and its elucidation, such decision can be filed for an appeal. Hence, the Supreme Court is authorized to investigate and adjudicate the said appeal which filed by the Company.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31070
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>