Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60486 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwinita Ayu Maharani
2010
S3567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuristie Lamsinar
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara religious coping dan resiliensi. Partisipan penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autistik, sebanyak 145 orang. Religious coping yang diukur meliputi pola positif dan negatif. Pengukuran religious coping tersebut menggunakan alat ukur Brief RCOPE yang dikembangkan oleh Pargament (1998). Resiliensi diukur menggunakan alat ukur Connor-Davidson Resilience Scale 10 (CD-RISC 10) yang dikembangkan berdasarkan CD-RISC (CDRISC 25) oleh Campbell-Sills dan Stein (2007). Berdasarkan hasil penghitungan korelasi Pearson product moment diperoleh koefisien korelasi antara religious coping positif dan resiliensi sebesar 0.292 dengan nilai signifikansi sebesar 0.00 (p<0.01). Artinya, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara religious coping positif dan resiliensi. Selain itu, diperoleh pula hasil korelasi antara religious coping negatif dan resiliensi sebesar -0.138 dengan nilai signifikansi 0.097 (p>0.05). Artinya, tidak terdapat hubungan antara religious coping negatif dan resiliensi.
The objective of this research was to find the relationship between religious coping and resiliency. The participants of this research were 145 parents of children with autistic spectrum disorder. The measurement of religious coping includes the positive and negative pattem. Religious coping was measured with Brief RCOPE, constructed by Pargament (1998). Resiliency was measured with Connor-Davidson Resilience Scale 10 (CD-RISC 10), which was developed based on CD-RISC (CD-RISC 25) by Campbel-Sills and Stein (2007). The coefficient of Pearson product moment correlation between positive religious coping and resiliency was 0.292 with significance value 0.00 (p<0.01). It indicated that there were positive and significant correlation between positive religious coping and resiliency. The coefficient of Pearson product moment correlation between negative religious coping and resiliency was -0.138 with significance value 0.097 (p>0.05). It indicated that there were no significant correlation between negative religious coping and resiliency."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudiana Ratnasari
"Penelitian ini mencoba melihat hubungan trait kepribadian dan strategi caping pada orangtua yang memiliki anak autistik. Kondisi spesifik yang terjadi akibat autisme seperti kegagalan berkomunikasi, perilaku tantrum dan tidak biasa, obsesi-kompulsi, serta ketergantungan yang tinggi pada anggota keluarga, membuat orangtua mengalami tingkat stres yang cukup tinggi. Randa! & Parker (1999) mengemukakan bahwa menjadi orangtua anak autistik memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak special needs lainnya seperti down ?s syndrom atau retardasi mental.
Perbedaan trait kepribadian dilihat dari teori McCrae & Costa berdampak pada strategi pemilihan coping terhadap masalah yang dihadapi selama pengasuhan anak autistik tersebut. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa trait kepribadian yang berhubungan positif dengan strategi coping adalah trait ncuroticism. Artinya makin tinggi skor trait ncuroticism seseorang maka akan makin tinggi pula skor strategi coping maladaptifnya. Sementara trait kepribadian conscientiousness memiliki hubungan yang negatif dengan strategi coping maladaptif.
Dominasi trait conscientiousness diikuti oleh trait agreeableness dan extraversión pada subjek penelitian ini sangat tinggi. Ke 50 subjek penelitian ini memiliki skor yang tinggi pada trait ini. Menurut peneliti hal ini terkait dengan usia diatas 30 tahun di mana pada tahapan usia tersebut dominasi trait yang menonjol adalah conscientiousness dan agreeableness (McCrae & Costa, 1992). Meski subjek penelitian ini didominasi oleh wanita namun secara keseluruhan total skor tertinggi dalam pemilihan strategi coping adalah yang berpusat pada masalah. Hal ini sedikit berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa wanita umumnya akan memakai strategi coping yang hanya memfokuskan pada pengaturan emosi saja tanpa mengubah stressor."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Ningsih
"Wanita Indonesia pada masa sekarang ini, khususnya di Jakarta kebanyakan tidak lagi tinggal dirumah sebagai pengurus rumah tangga dan anak, tetapi ikut aktif bekerja diluar rumah untuk meningkatkan karir dan penghasilan mereka. Wanitapun banyak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya serta mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Namun di dalam masyarakat Indonesia seorang wanita yang bekerja tetap diharapkan untuk berperan sesuai dengan fungsi utamanya di dalam keluarga yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai istri. Oleh karena itu jika wanita mengkombinasikan perannya didalam pekerjaan dan juga keluarga, hal ini seringkali menimbulkan stres.
Salah satu bidang kerja yang seringkali terdapat banyak stafnya mengalami stres adalah perawat, oleh karena itu perawat sering dikatagorikan sebagai profesi yang menimbulkan stres. Dalam kondisi stres, dikhawatirkan perawat tidak dapat menjalankan perannya secara optimal, oleh karena itu perawat diharapkan dapat mengatasi stres yang dialami. Hal ini menyebabkan ia melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri ini apabila ditujukan khusus pada keadaan atau situasi yang dirasakan menantang, mengancam, atau membebani sumber daya yang dimiliki seseorang serta menimbulkan emosi-emosi negatif maka penyesuaian diri ini disebut sebagai Coping.
Coping merupakan usaha dalam bentuk kognisi dan perilaku untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai melebihi sumber daya penyesuaian yang dimiliki seseorang. Coping dibedakan menjadi dua yaitu Problem Focused Coping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengatasi atau meyelesaikan masalah yang dihadapi, sedangkan Emotion Focused Coping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi ketegangan dan perasaan yang tidak menyenangkan yang timbul dari kesulitan atau masalah yang sedang dihadapi.
Dari penelitian selanjutnya Coping berhasil dikembangkan menjadi delapan strategi baru dari Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping yaitu tiga strategi yang tergolong dalam Probel Focused Coping adalah Tindakan berhati-hati, Tindakan Instrumental, dan Negosiasi, kemudian empat strategi yang tergolong dalam Emotion Focused Coping adalah Melarikan diri, Minimization, Menyalahkan diri sendiri, dan Mencari makna, serta satu strategi yang merupakan kombinasi dari Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping adalah Mobilisasi dukungan. Namun pemilihan jenis Strategi Coping yang dilakukan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan faktor Kontekstual.
Penelitian ini dilakukan terhadap 155 orang perawat di RS. Fatmawati dan RS. Pondok Indah, untuk mengetahui Bagaimana pemilihan Strategi Coping wanita berperan ganda, khususnya perawat di dua Rumah Sakit Jakarta, serta hubungannya dengan faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan Faktor Kontekstual.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan Faktor Kontekstual, berhubungan secara signifikan dengan pemilihan Strategi Coping wanita berperan ganda. Namun yang memberi sumbangan terbesar dari ketiga faktor tersebut adalah Faktor sosio demografi yaitu penghasilan dan pendidikan, kemudian Faktor Kontekstual, baru Tipe Kepribadian.
Selain itu penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam pemilihan Strategi Coping yang ditampilkan wanita berperan ganda di RS. Fatmawati dan RS. Pondok Indah. Responden di RS. Fatmawati umumnya cenderung menggunakan Strategi Emotion Focused Coping (EFC) yaitu Menyalahkan diri sendiri, dan mencari makna; serta kombinasi antara Problem Focused Coping (PFC) dan EFC yaitu melakukan dukungan mobilisasi. Sedangkan responden di RS. Pondok Indah cenderung menggunakan Strategi Problem Focused Coping (PFC) yaitu tindakan instrumen, tindakan berhati-hati, juga negosiasi; bahkan yang menarik di RS Pondok Indah cenderung pula menggunakan Strategi Emotion Focused Coping (EFC) yaitu Menyalahkan diri sendiri, dan mencari makna.
Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut maka disarankan : (1) Sebaiknya dilihat pula gambaran stres yang dialami oleh wanita berperan ganda, agar diketahui jenis atau intensitas stressor yang dialaminya, sehingga pengukuran coping akan lebih terarah dan spesifik. (2) Bagi yang ingin melakukan penelitian yang sama disarankan untuk membuat alat ukur Strategi Coping yang lebih spesifik, dan mempertimbangkan karakteristik budaya masyarakat Indonesia. (3) bagi yang berminat melakukan penelitian lanjutan disarankan agar membandingkan dengan jenis pekerjaan lain sehingga terlihat variasi pemilihan Strategi Copingnya. (4) Bagi pengembangan Sumber Daya Manusia, dalam hal rekruitmen karyawan, khususnya wanita berperan ganda perlu diperhatikan penghasilan yang tinggi dan pendidikan tinggi , agar mereka dapat langsung memecahkan masalahnya yang berkaitan dengan peran gandanya, sehingga akan mempengaruhi efektiftas dan produktifitas kerjanya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Puspitarini
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat adanya hubungan antara religious coping dan parenting Self-efficacy pada orangtua yang memiliki anak dengan Gangguan Spektrum Autistik (GSA). Partisipan penelitian ini adalah 147 orangtua anak GSA. Religious coping diukur dengan alat ukur Brief RCOPE yang telah dibuat dan dikembangkan oleh Pargament (1998). Parenting Self-efficacy diukur dengan alat ukur subskala efficacy pada PSOC scale yang dikembangkan oleh Johnston & Mash (1989). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara reiigious coping positif dan parenting self-efficacy. Sementara, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara religious coping negatif dan parenting self-efficacy.
The objective of this research is to investigate the relationship between religious coping and parenting self-efficacy in parents of children with autistic spectrum disorder. Participants of this research are 147 parents of children with autistic spectrum disorder. Religious coping was measured by measurement tools Brief RCOPE made and developed by Pargament (1998). Parenting self-efficacy was measured by measurement tools efficacy subscale of PSOC scale developed by Johnston & Mash (1989). The result indicates that there are positive and significant relations between positive religious coping and parenting self-efficacy. Meanwhile, there are no significant relations between negative religious coping and parenting self-efficacy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S3651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktiara Giwizadany
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara coping stress dan parenting self-efficacy. Partisipan penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak dengan gangguan spektrum autistik, sebanyak 66 orang. Pengukuran coping stress menggunakan alat ukur Brief COPE yang dikembangkan oleh Carver (1997) dan telah diadaptasi oleh Amanda (2014). Parenting self-efficacy diukur menggunakan subskala efficacy pada PSOC Scale yang dikembangkan oleh Johnston dan Mash (1989) dan telah diadaptasi oleh Puspitarani (2010). Berdasarkan hasil perhitungan korelasi Pearson Correlation diperoleh hasil koefisien korelasi antara coping stress dan parenting self-efficacy sebesar -0.054 dengan nilai signifikansi sebesar 0.668 (p>0.01). Hal ini berarti bahwa, tidak terdapat hubungan positif dan signifikan antara coping stress dan parenting self-efficacy. Penelitian ini menemukan terdapat perbedaan skor kemampuan coping stress antara ayah dan ibu.

The objective of this research was to find the correlation between coping stress and parenting self-efficacy. The participants of this research were 66 parents of children with autistic spectrum disorder. Coping stress was measured with Brief COPE, constructed by Carver (1997) and had been adapted by Amanda (2014). Parenting self-efficacy was measured by measurement tools efficacy subscale of PSOC Scale, constructed by Johnston and Mash (1989) and had been adapted by Puspitarani (2010). The coefficient of Pearson correlation between coping stress and parenting self-efficacy was -0.054 with significance value 0.668 (p>0.01). It indicated that there were negative and no significant correlation between coping stress and parenting self-efficacy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah Elkifahi
"Pasangan menikah beda agama ditemukan memiliki resiko tinggi untuk bercerai akibat
faktor unik seperti tidak adanya penerimaan lingkungan sosial (orangtua. teman ataupun
institusi agama) serta religiusitas atau perbedaan ritual/praktik agama. Padahal,
dukungan dari lingkungan sosial dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pasangan.
Adanya penolakan orangtua membuat individu perlu mencari sumber dukungan lain
terutama dari pasangannya. Salah satu bentuk sumber dukungan dari pasangan adalah
common dyadic coping, yaitu partisipasi kedua individu dalam menghadapi serta
menyelesaikan suatu masalah atau tekanan dari luar. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk melihat pengaruh dari common dyadic coping dalam mengurangi efek negatif
penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan. Responden penelitian adalah enam
puluh lima pasangan beda agama di seluruh Indonesia yang berasal dari komunitas beda
agama dan telah berada dalam pernikahan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini
adalah Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping Inventory, dan Social Network
Opinion Scale (Parent) yang telah diadaptasi. Hasil penelitian menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif antara penolakan orangtua dengan kepuasan pernikahan (r = -
0.25, p = 0.01, p<.05). Penelitian ini juga menemukan bahwa common dyadic coping
melemahkan efek negatif dari penolakan orangtua terhadap kepuasan pernikahan (β = -
0.268, p = 0.00, p<.01). Common dyadic coping menjadi faktor penting yang perlu
dimiliki oleh pasangan beda agama dalam menghadapi tekanan dari luar khususnya
penolakan dari orangtua.

Couples in interfaith marriage are found to have a high risk in divorce due to its unique
factors such as disapproval from their social network (parents, friends, and religious
institutions) and religiousity or difference in religious practices. Support from social
network can actually improve ones marital satisfaction. This lack of support from
parents force individuals to seek other resources such as those from partners. One form
of partners support is common dyadic coping, which is a participation of both partners
to manage external stress. The purpose of this study is to examine the role of common
dyadic coping in weakening the negative effect of parental disapproval on marital
satisfaction. Respondents were sixty five interfaith couples from all over Indonesia who
are members of Interfaith Couples Community, and who currently holds marital status.
The measurements used in this study were Couple Satisfaction Index, Dyadic Coping
Inventory, and Social Network Opinion Scale (Parent) which was already adapted. The
result from this research found that there is a significant negative correlation between
parental disapproval and marital satisfaction (r = -0.25, p = 0.01, p<.05). This study also
found that common dyadic coping significantly weakens the negative effect of parental
disapproval towards marital satisfaction (β = -0.268, p = 0.00, p<.01). Thus, it is
concluded that common dyadic coping can be a crucial factor for couples to be able to
cope better with external stress, especially in the context of parental disapproval"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Arista Akbar
"Orang tua dengan anak tunaganda memiliki peran dan tugas yang lebih berat dibandingkan orang tua dengan anak normal. Mereka harus menerima realita memiliki anak tunaganda, mereka harus bisa membela hak anaknya dan masih banyak lagi peran yang berpotensi menjadi sumber stres untuk orang tua. Bagaimana orang tua berespon terhadap kondisi yang sulit tersebut menjadi penentu berhasil atau tidaknya anak berkembang secara maksimal. Penelitian ini berusaha untuk melihat gambaran stres dan juga stretegi coping orang tua dengan anak tunaganda. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dimana pengambilan datanya dilakukan dengan metode wawancara. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah tiga orang tua yang memiliki anak tunaganda yang berdomisili di Jakarta. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa sumber stres yang ada dalam setiap diri subyek dan juga mereka anggap paling berat berkaitan dengan kondisi anak mereka yang menyandang tunaganda. Setiap subyek mengkhawatirkan masa depan anak-anaknya terutama berkaitan dengan hal kemandirian. Dari berbagai sumber stres yang mereka alami, cara coping yang paling banyak digunakan adalah planful problem-solving yang merupakan bagian dari problem-focused coping.

Parents with multiple disabilities children have more responsibility for their children than other parents whose children are normal. As parents, They must have to face the reality, they must fight about their children's rights and many other tasks that potentially become some stressors for the parents. How parents react with any difficult conditions will give a big influence for their children to be able to grow up. This research tried to see the description of stress and coping strategy of parents with multiple disabilities children. This research use qualitative method with interviewing method to take the data . Participants whose involved in this research were three parents with multiple disabilities children in Jakarta. The result of this research, was found that the most difficult stressor for parents are about their children?s condition. Participant have worried about the future of their children, especially about their independency. From all stressors have been around, the most coping strategy that has been used was planful problem-solving. This coping strategy is a part of problem-focused coping.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Fortuna Maturasi
"Tingginya tingkat stres yang dialami oleh ibu, terutama yang memiliki anak di usia sekolah dasar, membuat ibu harus melakukan strategi coping. Salah satu sumber daya internal yang dapat membantu ibu dalam melakukan coping adaptif adalah mindful parenting. Belum banyak penelitian yang meneliti hubungan antara kedua variabel tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara mindful parenting dengan strategi coping stres pada ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan partisipan ibu yang memiliki anak usia sekolah dasar di Indonesia. Alat ukur yang digunakan adalah Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale yang disusun oleh Duncan et al., (2009) untuk mengukur mindful parenting dan Brief-COPE oleh Carver (1997) untuk mengukur strategi coping. Dengan menguji 314 ibu (M = 35,54, SD = 4,837), penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara mindful parenting dan strategi coping adaptif dan berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan strategi coping maladaptif.

The high level of stress experienced by mothers, especially those who have children at elementary school age, caused mothers execute coping strategies. One of the internal resources that can help mothers in doing adaptive coping is mindful parenting. Not many studies have examined the relationship between these two variables.  Therefore, this study aims to examine the relationship between mindful parenting and stress coping strategies for mothers who have children of elementary school age. . This study is a correlational study with mothers who have elementary school-aged children in Indonesia. The measuring instrument used is the Interpersonal Mindfulness in Parenting Scale compiled by Duncan et al., (2009) to measure mindful parenting and the Brief-COPE by Carver (1997) to measure coping strategies. By testing 314 mothers (M = 35.54, SD = 4.837), this study showed that there was a positive and significant correlation between mindful parenting and adaptive coping strategies, also a significant and negative correlation found with maladaptive coping strategies."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malika Adila Fitra
"Caregiver keluarga dengan kanker mengalami perubahan hidup yang besar yang menuntutnya untuk menjalani serangkaian kewajiban untuk mengasuh pasien, dan juga untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kondisi tersebut membuat caregiver keluarga dengan kanker tidak bisa memenuhi rekomendasi olahraga yang memadai untuk tubuhnya, padahal caregiver keluarga dengan kanker rentan dengan berbagai penyakit tidak menular dan kondisi kesehatan lainnya. Selain itu, caregiver keluarga dengan kanker juga rentan mengalami stres akibat kewajiban yang harus dipenuhinya. Stres menjadi salah satu faktor yang memiliki hubungan dengan olahraga seseorang. Reaksi emosi negatif yang ditimbulkan dari stres akibat tuntutan perawatan yang dihadapi oleh peran caregiver menimbulkan dampak negatif seperti terpaku pada pemikiran tertentu, dan kehilangan kesenangan pada aktivitas yang biasa dinikmati. Penelitian ini memiliki tujuan untuk melihat hubungan antara stres dan olahraga, serta peran moderasi strategi coping pada hubungan antara perceived stress dan olahraga caregiver keluarga dengan kanker. Sejumlah 168 partisipan yang didominasi dari Pulau Jawa telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian yang dilakukan secara daring ini menggunakan alat ukur Perceived Stress Scale, The Brief COPE, dan pengukuran frekuensi serta durasi mingguan untuk olahraga. Analisis dilakukan menggunakan Pearson Correlation dan Analisis Regresi PROCESS Model 1 Hayes. Analisis tersebut menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara perceived stress dan olahraga (r=-0,221; p<0,01, one-tailed), dan tidak terdapat peran moderasi strategi coping pada emotion-focused coping maupun problem-focused coping.

Cancer family caregivers go through major life changes that requires them to undergo series of obligation to take care of the patient, as well as to care for their own needs. This condition makes cancer family caregiver unable to meet the physical activity recommendation, even though they are vulnerable to various non-communicable disease and other health related condition. Cancer family caregivers are also prone to stress due to the life demand they need to fulfil. Stress is one of the factors that has a relationship with a person’s exercise habit. The negative emotional reactions that arise from stress due to the caregiving demands faced by the caregiver have negative impacts such as fixating on certain thoughts and losing pleasure in activities that are usually enjoyed. This study aims to look at the relationship between stress and exercise, as well as the moderating role of coping strategies on the relationship between perceived stress and exercise by cancer family caregiver. A total of 168 participants predominantly form Java participated in this study. The research was conducted online using Perceived Stress Scale, The Brief COPE, and the weekly duration and frequency of participants’ physical activities. The analysis was performed using Pearson Correlation and Hayes PROCESS Model 1 Regression Analysis. A significant relationship was found between perceived stress and exercise (r=-0,221; p<0,01, one-tailed). Thus, no moderating effect of coping was found for both emotion-focused coping and problem-focused coping."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>