Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145046 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aulia Ikhsan Fahdiat
2002
S3170
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esther Kuntari Putri
"Proses regulasi diri diduga merupakan mekanisme yang mendasari Penggunaan Smartphone Bermasalah/PSB terutama di kalangan usia emerging adults. Penelitian-penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa komponen perilaku dari sistem regulasi diri, yaitu kontrol diri, dapat menjadi prediktor negatif yang signifikan untuk PSB. Namun, terdapat penelitian-penelitian lainnya yang tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kontrol diri dan PSB. Penelitian ini menduga bahwa pemahaman mengenai proses regulasi diri dalam PSB perlu memperhitungkan interaksi komponen perilaku dan komponen kognitif dari sistem regulasi diri. Partisipan, yang terdiri dari emerging adults yang aktif menggunakan smartphone (N=130), mengisi pengukuran kontrol diri (Brief Self Control Scale), penggunaan smartphone bermasalah/PSB (Smartphone Addiction Scale-Short Version), serta mengerjakan tugas kognitif Stroop sebagai pengukuran kontrol inhibisi. Hasil analisis moderasi PROCESS Model 1 menunjukkan bahwa kontrol inhibisi memoderasi hubungan antara kontrol diri dan PSB secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa peran kontrol diri dalam mengurangi kecenderungan perilaku PSB dapat diperkuat dengan peningkatan performa kontrol inhibisi. Diskusi terkait hasil penelitian ini akan menekankan interaksi kontrol diri dan kontrol inhibisi sebagai sistem regulasi diri dalam mendukung perilaku penggunaan smartphone yang lebih sehat.

The process of self-regulation has been proposed to be the underlying mechanism of Problematic Smartphone Use (PSU), particularly among emerging adults. Previous studies have demonstrated that self-control, a crucial behavioral component of the self-regulatory system, can significantly predict PSU. However, conflicting findings have been reported, with some studies failing to establish a significant relationship between self-control and PSU. This study proposes that a comprehensive understanding of the self-regulatory process in PSU should consider the interplay between the behavioral and the cognitive component of the self-regulatory system. A sample of 130 Indonesian emerging adults, who actively use smartphones, completed measures of self-control (Brief Self-Control Scale), problematic smartphone use (Smartphone Addiction Scale-Short Version), and performed the Stroop task as an inhibitory control measure. The results of the moderation analysis using PROCESS Model 1 revealed that inhibitory control significantly moderated the relationship between self-control and PSB. The result suggests that enhancing inhibitory control performance can strengthen the role of self-control in reducing individuals’ tendency towards PSU. The discussion of the current study's findings will underscore the interaction between self-control and inhibitory control as a self-regulatory system that supports healthier smartphone usage behaviors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nela Regar Ursia
"Prokrastinasi telah lama dianggap sebagai perwujudan dari rendahnya self-control. Kemunculan teori motivasi temporal (TMT) sebagai suatu kerangka teoretis untuk menjelaskan prokrastinasi juga mendukung peran self-control dalam memunculkan perilaku prokrastinasi. Penelitian ini ingin menguji kesesuaian TMT dalam menjelaskan pola hubungan antara self-control dan prokrastinasi, baik secara umum maupun dalam pengerjaan skripsi. Subjek penelitian adalah 157 mahasiswa psikologi yang sedang mengerjakan skripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self-control memiliki korelasi negatif dengan prokrastinasi umum (r=-0,663) dan skripsi (r=-0,504). Peran elemen-elemen TMT sebagai mediator menjadi terbukti ketika korelasi negatif tersebut melemah secara signifikan setelah dilakukan pengendalian terhadap ketiga elemen TMT. Sekalipun demikian, pelemahan yang lebih besar justru ditemukan ketika self-control yang dijadikan sebagai variabel mediator. Dugaan penyebab dan implikasi temuan terhadap kesesuaian TMT didiskusikan dalam badan tulisan.
Procrastination has long been regarded as reflection of low self-control. The emergence of temporal motivation theory (TMT) as a theoretical framework to explain procrastination also supports the role of self-control in bringing forth procrastination. This study aimed to test the suitability of TMT in explaining correlational pattern of self-control and procrastination, both in general and in thesis completion. Subjects were 157 psychology students working on their thesis. The results show that self-control has a negative correlation with general procrastination (r = -0.663) and thesis (r=-0.504). The role of TMT’s elements as mediators has been proven when the negative correlations weakened significantly after controlling for TMT elements. Nevertheless, a greater attenuation was actually found when self-control was used as the mediator variable. Alleged causes and implications of the findings are discussed."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yonathan Krista Abadi
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana proses perubahan perilaku merokok dari perokok sosial ke perokok aktif serta mengggali faktor-faktor yang melatarinya. Studi-studi sebelumnya membahas tipe perokok dan karakteristiknya, dan perokok sosial merupakan salah satu dari 8 (delapan) tipe perokok. Tipe perokok bisa dinamis, namun belum banyak studi yang membahas bagaimana perubahan dari satu tipe perokok ke tipe lain serta faktor yang melatarinya. Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus pada pemuda (21-24 tahun) yang teridentifikasi bergeser dari perokok sosial ke perokok aktif. Argumentasi studi ini adalah perokok sosial yang menjadi perokok aktif lebih karena terpapar perilaku merokok dari kelompok teman sebaya dan mendapatkan tekanan baik secara langsung (direct peer pressure) ataupun tidak langsung (indirect peer pressure). Temuan penelitian menunjukan bahwa proses perubahan perokok sosial ke perokok aktif dapat terjadi melalui empat tahap yaitu; (1) paparan perilaku merokok; (2) inisiatif perilaku merokok aktif; (3) proses pemantapan diri; dan (4) pengukuhan sebagai perokok aktif. Temuan tentang faktor-faktor terkait, menunjukan bahwa tekanan teman sebaya sebagai faktor eksternal berposisi hanya sebagai pendorong, sedangkan faktor internal merupakan pemicu utama pada proses perubahan perokok sosial ke perokok aktif. Faktor internal yaitu keinginan untuk menghilangkan stres melalui rokok dan rokok untuk menemani aktivitas sehari-hari. Sedangkan faktor eksternal yaitu adanya dorongan, tawaran, tantangan, dan paksaan dari lingkungan pertemanan sebaya.

This study aims to understand how the process of changing smoking behavior from social smokers to active smokers and explore the underlying factors. Previous studies discussed the types of smokers and their characteristics, and social smoking is one of the 8 (eight) types of smokers. The type of smoker can be dynamic, but there are not many studies that discuss how the changes from one type of smoker to another and the underlying factors, especially peer pressure. This research is a case study study on youth (21-24 years old) who were identified as shifting from social smokers to active smokers. The argument of this study is that social smokers become active smokers more because they are exposed to smoking behavior from their peer group and get pressure either directly (direct peer pressure) or indirectly (indirect peer pressure). The research findings show that the process of changing social smokers to active smokers can occur through four stages, namely; (1) initial process: exposure to smoking behavior; (2) smoking behavior change initiatives; (3) the self-establishment process; and (4) confirmation as an active smoker. Findings about the underlying factors indicate that there are internal and external factors. External factors according to the argument of the study, namely the existence of peer pressure in the form of encouragement, offers, challenges, and coercion. While internal factors are in the form of a desire to relieve stress through cigarettes and cigarettes to accompany daily activities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Pataprilia
"Sistem Pemasyarakatan berasumsi bahwa WBP bukan saja obyek melainkan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktuwaktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan WBP berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya untuk menyadarkan WBP agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan damai.
Di samping itu, sistem pemasyarakatan juga berasumsi bahwa pada hakekatnya perbuatan melanggar hukum oleh WBP adalah cerminan adanya keretakan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan antara yang bersangkutan dengan masyarakat sekitarnya.
Hal ini berarti bahwa penyebab terjadinya perbuatan melanggar hukum bertumpu dan diakibatkan oleh "kegagalan" yang bersangkutan dengan ketiga aspek tersebut. Aspek hidup diartikan sebagai hubungan manusia dengan penciptaNya. Aspek kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia. Sedangkan aspek penghidupan diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya (yang dimanifestasikan sebagai hubungan manusia dengan pekerjaannya). Oleh sebab itu, tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah pemulihan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara WBP dengan masyarakatnya (Sujatno, 2003).
Untuk mencapai tujuan dimaksud, sistem pemasyarakatan mengenal adanya dua jenis program pembinaan dan pembimbingan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar WBP menjadi manusia seutuhnya, bertakwa dan bertanggung jawab kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian diarahkan kepada pembinaan bakat dan ketrampilan agar WBP dapat kembali berperan aktif sebagai anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab (Sujatno, 2004).
Pembinaan kepribadian meliputi :
a. Pembinaan kesadaran beragama.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.
c. Pembinaan kemampuan intelektual.
d. Pembinaan kesadaran hukum
e. Pembinaan mengintegrasikan diri dengan masyarakat.
Sedangkan pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program:
a. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri.
b. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil.
c. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya masing-masing.
d. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan pertanian.
Namun, beberapa program pembinaan tadi belum terlaksana/berjalan sesuai dengan tujuan pemasyarakatan karena berbagai faktor. Dalam pelaksanaannya, banyak narapidana yang belum tersentuh program pembinaan tersebut dan andaikan tersentuh pembinaan kepribadian seperti pembinaan rohani sifatnya massal seperti ceramah yang kurang efektif.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi permasalahan yang terdapat pada program kepribadian. Menurut penulis, di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) perlu adanya program pembinaan kepribadian yang bersifat individual karena mengingat latar belakang dan permasalahan yang dihadapi oleh para narapidana tersebut tidaklah sama. Salah satu program yang dapat dijadikan program pembinaan kepribadian adalah Program Self Control.
Menurut Shapiro (dalam Franken, 2003)), pengendalian diri (self control) penting untuk kesehatan fisik dan mental. Kehilangan kendali dihubungkan dengan timbulnya berbagai gangguan, seperti stress, depresi, kecemasan, mengkonsumsi obat-obatan sampai kecanduan obat."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18772
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esteria Guretty
"Remaja merupakan transisi perkembangan dari anak-anak menuju ke fase dewasa. Ketidakmatangan remaja seringkali menjebak mereka dalam kasus-kasus yang merugikan dirinya seperti seks bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, kekerasan dan lain sebagainya. Kontrol diri merupakan kemampuan untuk menahan impuls untuk menghindari perilaku beresiko dan memperoleh kesenangan jangka panjang. Salah satu hal yang menentukan kontrol diri seseorang adalah keterlibatan ayah. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara keterlibatan ayah dan kontrol diri pada remaja. Pengukuran keterlibatan ayah dilakukan menggunakan Nurturant Fathering Scale (NFS) untuk domain afektif dan Father Involvement Scale (FIS) untuk domain perilaku (Finley & Schwartz, 2004), sedangkan kontrol diri menggunakan Kontrol Diri Scale (SCS, Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 170 orang remaja berusia 12-20 tahun di Jakarta, Depok, dan Bekasi. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan ayah dan kontrol diri pada domain afektif, sedangkan pada domain perilaku tidak ditemukan hubungan yang signifikan.

Adolescence development is the stage from children to adult. Adolescent immaturity often made them trapped in cases that adverse themselves, such as free sex, drug use, violence, and etc. Self-control is the ability to resist impulses of risky behaviors and gain long-term pleasure. One important thing that determines a person's self-control is father involvement. This study was conducted to examine the relationship between father involvement and self-control in adolescents. Measurements performed using Nurturant Fathering Scale (NFS) for the affective domain and the Father Involvement Scale (FIS) for the behavior domain (Finley & Schwartz, 2004). To measure self-control, this study used Self-Control Scale (SCS, Tangney, Baumeister, & Boone, 2004). The sample participated in this research were 170 adolescents aged 12-20 years old in Jakarta, Depok, and Bekasi. The results showed a significant correlation between father involvement and self-control in the affective domain, while the behavior domain had no significant relationship.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S55310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verina Mardhatillah
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan kontrol diri ibu dan keterlibatan ibu dengan kontrol diri anak pada anak berusia 3-5 tahun. Kontrol diri merupakan aspek yang penting dalam kehidupan individu. Pada anak-anak usia 3-5 tahun mencubit dan memukul teman maupun menangis kencang karena tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan merupakan tingkah laku yang berkaitan dengan kontrol diri. Untuk melihat kontrol diri ibu, diberikan alat ukur Self-Control Scale (SCS) yang dikembangkan oleh Tangney, Baumeister, dan Boone (2004). Variabel keterlibatan ibu diukur menggunakan Maternal Involvement Scale-Reported (MIS-R) yang dikembangkan oleh Finley, Mira, dan Schwartz (2008), yang melihat keterlibatan ibu dalam tiga dimensi, yaitu instrumental, ekspresif, dan mentoring/advising. Kontrol diri anak diukur menggunakan Behavior Problem Index (BPI) yang dikembangkan oleh Peterson dan Zill (1986). Seluruh instrumen dalam penelitian ini diisi oleh ibu. Penelitian ini mendapatkan data sebanyak 119 partisipan ibu yang berusia 25-50 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara kontrol diri ibu dengan kontrol diri anak, dengan mengontrol keterlibatan ibu (r=0,181; p<0,05).

The aim of this study is to see the relationship between maternal self-control and matenal involvement with children’s self-control on 3-to-5-year old children. Self-control is an important aspect in an individual's life. On 3-to-5 year old children, pinching and beating friends or crying loudly because they do not get something they want is behavior related to self control. Maternal self-control was measured using a self-reported questionnaire named Self-Control Scale (SCS) developed by Tangney, Baumeister, and Boone (2004), while Maternal involvement was measured using a self-reported questionnaire named Maternal Involvement Scale-Reported (MIS-R) developed by Finley, Mira, and Schwartz (2008). In this measurement, maternal involvement is divided by three dimensions, instrumental, expressive, and mentoring/advising. Children’s self-control was measured using a self-reported questionnaire named Behavior Problem Index (BPI) developed by Peterson and Zill (1986). All instruments in this study were filled by mothers. This study obtained data from 119 participants aged 25-50 years. Result shows a significant positive correlation between maternal self-control with children’s self-control and maternal involvement as a control variable (r=0,181; p<0,05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Razi
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Yosephine Stefani Martanella
"Penilitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji reliabilitas dan validasi dari alat ukur grit yang baru. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah grit scale yang baru, original grit scale, self-control, dan passion. Alat ukur yang baru digunakan terhadap 142 murid dari dari University of Queensland. Ada korelasi positif yang signifikan antara alat ukur grit yang baru dan original grit scale, dan korelasi positif yang signifikan antara alat ukur grit yang baru dan self-control, yang mengindikasikan bahwa alat ukur grit yang baru adalah valid. Namun kami tidak menemukan korelasi yang signifikan antara alat ukur grit yang baru dan passion. Alat ukur grit yang baru memiliki reliabilitas yang baik, dan item discrimination indices yang konsisten. Penelitian selanjutnya dapat memperbaiki item dengan item discrimination indices yang rendah, dan menggunakan alat ukur ini di populasi yang berbeda.

This study aim to test the reliability and validity of the new grit scale. We gave the new grit scale, along with three other scales: the original grit scale, self-control, and passion. The new scale was tested in 142 students of University of Queensland. We found a positive significant correlation between our new grit scale with the original grit scale, and a positive significant correlation between our new grit scale and self-control, indicating the validity of our new grit scale. However, we failed to find a significant correlation between the new grit scale and passion. Our new grit scale has a good reliability, and the item discrimination indices are consistent. Future improvements should be made regarding the items with low item discrimination indices, and testing the scale to different sample populations. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carmelia Susanti
2001
S3056
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>