Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Azti Arlina
"Penelitian ini mendekskripsikan proses adaptasi antar budaya pada pasangan yang menikah melalui proses ta'aruf. Setiap individu yang menjalani proses ta'aruf tentu memiliki konsekuensi, seperti adanya ketidakpastian dan suliatnya beradaptasi, ditambah lagi dengan rumitnya pengelolaan konflik. Penelitian ini menggunakan paradigman konstruktivis, dengan pendekatan kualitatif, strategi fenomenologi, serta bersifat deskriptif. Proses pengumpulan data melalui wawancara mendalam, dengan menggunakan teori budaya, adaptasi budaya, konsep diri, pengurangan ketidakpastian, dan konflik. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa latar belakang budaya, seperti latar belakang pendidikan dan asal negara individu memiliki kontribusi dalam proses adaptasi dan pengelolaan konflik.

This Study describes the process og intercultural adaptation in married couples through the ta'aruf process. Every individual does the ta'aruf process certainly have consequences, such as uncertainty, difficulty of adapting and managing conflict. This study uses a constructivist paradigm, with a qualitative approach, the strategy phenomenology, as well as descriptive. The process of collecting data is in-dept interviews, using the theory of culture, cultural adaption, self concept, uncertainty, and conflict. The results of this study that background culture such as educational and country have contribute to the adaption process and conflict management."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shahnaz Safitri
"Di Indonesia, terdapat pasangan yang menikah melalui proses ta’aruf. Ta’aruf adalah proses perkenalan berdasarkan nilai agama Islam berupa adanya batasan durasi perkenalan dan interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan tidak diperkenankan adanya kontak fisik. Proses ta’aruf juga mensyaratkan adanya mediator bagi calon pasangan untuk berkenalan. Sementara itu diketahui bahwaand religiusitas individu dan durasi mengenal pasangan sebelum menikah berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada masyarakat Barat. Berdasarkan studi literatur, belum ada penelitian yang melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan dalam konteks pernikahan melalui ta’aruf.
Maka penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan kepuasan pernikahan berdasarkan tipe pasangan pada 62 individu yang menikah melalui ta’aruf. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan campuran (F = 3,569, p < 0.05, two-tailed.) Analisis data tambahan menunjukkan terdapat perbedaan kepuasan pernikahan yang signifikan antara tipe pasangan tradisional, separated, dan independen (F = 3,807, p < 0.05, two-tailed.) pada pria yang ta’aruf, sementara tidak demikian pada subjek penelitian wanita (F = 2,943, p > 0.05, two-tailed.)

In Indonesia, there are couples who got married through the process of ta'aruf. Ta'aruf is acquaintanceship process based on the value of Islam which limit the duration of introductions and interactions between men women with no physical contact allowed. Ta'aruf also requires a mediator for the prospective couples to get acquainted. It is known that individual religiosity and acquaintance duration before marriage are associated with marital satisfaction. Previous research suggests that there are differences in marital satisfaction by couple types in Western society. However, there are no studies that look at the comparison of marital satisfaction by couple types in the context of marriage through ta'aruf.
This study aims to compare the marital satisfaction by couple types in 62 individuals who are married through ta'aruf. The results showed there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated, and mixed couples (F= 3.569, P<0.05, two-tailed.) Additional data analysis showed that there were significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent (F = 3.807, p <0.05, two-tailed.) among men who did ta'aruf. In contrast, there were no significant differences in marital satisfaction between traditional, separated , and independent among women ( F = 2.943, p> 0.05, two-tailed.)
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S54541
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvia Khori Imami
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara komitmen perkawinan dengan kualitas perkawinan. Komitmen perkawinan didasarkan pada teori menurut Johnson dkk. (1999), bahwa komitmen perkawinan terbagi atas tiga tipe yaitu personal, moral dan struktural. Peneliti mengajukan hipotesis bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen perkawinan dengan kualitas perkawinan.
Subyek penelitian adalah individu yang telah menikah dengan melalui proses ta'aruf. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner komitmen perkawinan yang diadaptasi dari Johnson dkk. (1999) dan juga Quality Marriage index (QMI) yang diadaptasi dari Norton (1983). Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah uji korelasi Pearson Product Moment.
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif signifikan dari ketiga tipe komitmen dengan kualitas perkawinan, sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Selain itu, ditemukan juga bahwa hasil uji korelasi antara ketiga tipe komitmen tersebut memiliki kekuatan korelasi yang berbeda, dimana kekuatan korelasi komitmen personal adalah kuat, komitmen moral adalah sedang dan komitmen struktural adalah lemah.

This study aims to determine whether there is a relationship between the marital commitment with marital quality in individuals who were married through ta'aruf process. The marital commitment is based on theory according to Johnson et al. (1999), that marital commitment is devided into three types, namely personal, moral and structural. Researcher hypothesized that there is a significant positive relationship between marital commitment with marital quality.
Research subject in this study were individual who had married through ta'aruf process. Instrument that used in this study was a questionnaire, adapted from marital commitment of Johnson et al. (1999) and also the Quality of marriage Index (QMI), which was adapted from Norton (1983). The analytical methods used to test the hypothesis using Pearson Product Moment Correlation test.
Result of the analysis showed that there was a significant positive correlation of the three types of commitment are correlated with the quality of the marriage, so the hypothesis is accepted. In addition, it was found also that the result of correlations between the three types of commitment have different correlation force, which the type of personal commitment is strong, moral commitment is moderate and structural commitment is weak.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60223
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rezky Utari
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jenis komitmen perkawinan dengan penyesuaian perkawinan pada individu yang menikah melalui proses ta?aruf. Komitmen perkawinan diduga memiliki hubungan dengan penyesuaian perkawinan (Dean & Spanier, 1974). Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengukuran komitmen perkawinan dilakukan dengan menggunakan alat ukur komitmen perkawinan Johnson, dkk. (1999) dan pengukuran penyesuaian perkawinan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Marital Adjustment Test. Pada penelitian ini terdapat tiga jenis komitmen yaitu komitmen personal, komitmen moral dan komitmen struktural.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis komitmen personal dan moral memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan penyesuaian perkawinan. Namun pada komitmen struktural dengan penyesuaian perkawinan memiliki hubungan yang tidak terlalu signifikan. Komitmen personal dan komitmen moral merupakan faktor internal yang ternyata berhubungan dengan penyesuaian perkawinan sementara itu komitmen struktural tidak berhubungan dengan penyesuaian perkawinan yang merupakan faktor eksternal.

This study was conducted to determine the relationship between the types of commitment of marriage with marital adjustment in individuals who were married through ta'aruf process. Marital commitment suspected of having correlation with marital adjustment (Dean & Spanier, 1974). The study was conducted using a quantitative approach. Measurement of marital commitment made by using a measuring instrument commitment of marriage Johnson, et al. (1999) and marital adjustment measurements performed using a measuring instrument Marital Adjustment Test. In this study, there are three types of commitments that personal commitment, moral commitment and structural commitment.
The results showed that the type of personal commitment and moral have a positive and significant relationship with marital adjustment. But the structural commitment has a relationship that is not too significant with marital adjustment. Personal commitment and moral commitment are internal factors that were associated with marital adjustment while the commitment is not related to the structural adjustment of marriage which is an external factor.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S60775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Karlina
"Skripsi ini membahas mengenai gambaran komitmen perkawinan pada individu yang menikah melalui proses ta rsquo aruf di masa awal perkawinan Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain kuantitatif Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan tipe komitmen dari Johnson dkk 1999 pada individu yang menikah melalui ta rsquo aruf komitmen personal dan komitmen moral tinggi di awal perkawinan sedangkan untuk komitmen struktural didapat hasil yang rendah Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok perempuan dan laki laki pada masing masing tipe komitmen perkawinan Dari hasil penelitian peneliti juga menyarankan agar penelitian selanjutnya menambah jumlah partisipan serta menambahkan pendekatan kualitatif agar diperoleh hasil yang lebih dalam.

This study aims to describe the marital commitment in individuals whose married through ta rsquo aruf process in the beginning phase of marriage The marital commitment is based on theory according to Johnson et al 1999 The result is in individuals whose married through ta rsquo aruf process reported higher levels of personal commitment and moral commitment and lower score of structural commitment This study found that nothing gender differences of marital commitment in individuals whose married through ta rsquo aruf process in the beginning phase of marriage From the results of the study researcher also suggested that further research to increase the number of participants and adding a qualitative approach in order to obtain better results in descriptive study
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59124
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Mayasari
"Iudividu pada masa dewasa muda tergerak untuk menjalin hubungan pemikahan (Mappiare, 1983). Pernikahan memiliki flmgsi sebagai bentuk kontrol sosial dan scbagai sarana pemuasan kebutuhan individu, séperti kebutuhan psikologis, seksual, memiliki anak, dan materi (Papalia, Olds, Feldman, 2001). Pemikahnn yang tidal: dapat memenuhi flmgsi-iixngsinya akan menyebabkan pasangan mengnlami konilik sehingga terjadi pemeraian. Salah satu faktor yang penting untuk menciptakan pernikahan yang berkualitas adalah kesiapan menikah (marriage readiness). Kesiapan menikah adalah kemampuan individu untuk menyandang peran barunya, yaitu sebagai suami atau isteri.
Dalam menuju jenjang pemikahan, ada beberapa cara yang dapat ditcmpuh. Salah satunya adalah melalui proses ta?a|-:gf Ta'aruf berasal dari bahasa Arab yang berarti perkenalan. Konteks ra ?an9"dalam penelitian ini adalah komunikasi timbal balik untuk saiing mengenal yang berkaitan dengan masalah pemikahan (Hidayat, 2002). Tidal: ada care.-cara pelaksanaan yang baku dalam ra?ang?f Pasangan dapat saling berhemu untuk berkenalan dengan didampingi orang yang dipercaya kedua belah pihak Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan berkenalan melalui media telekomunikasi, seperti telepon dan internet Setelah pasangan merasakan ada keooookan, perkenalan ini mungkin dilanjutkan dengan saling bertemu muka, tcntunya dengan didampingi oleh orang lain.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode pengumpulan data berupa kuesioner, wawancara, dan observasi. Kuesioner yang digunakan adalah Modiiikasi Inventori Kesiapan Menikah (MIKIVI) ciptaan Wiryasti (2004) yang telah rnengalami revisi wks sehingga disebut MIKM-SIR MIKM-YR terdili dari 76 item pemyataan yang mengukur delapan domain.
Kamkieristik subjek yang dipilih adalah perempuan, berusia dewasa muda, sedang melakukan proses ra 'af-1412 dan akan menikah untuk pertama kalinya dalam jangka waktu 6 bulan ke depan. Penelitian dilakukan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas MIKM-TR, memperoleh gambaran mengenai kesiapan menikah pada perempuan yang melakukan proses ¢a?angf serta menggali lebih dalam mengenai kesiapan menikah mereka secara pribadi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA34115
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Mayasari
"Individu pada masa dewasa muda tergerak untuk menjalin hubungan pemikahan (Mappiare, 1983). Pernikahan memiliki flmgsi sebagai bentuk kontrol sosial dan scbagai sarana pemuasan kebutuhan individu, séperti kebutuhan psikologis, seksual, memiliki anak, dan materi (Papalia, Olds, Feldman, 2001). Pemikahnn yang tidal: dapat memenuhi flmgsi-iixngsinya akan menyebabkan pasangan mengnlami konilik sehingga terjadi pemeraian. Salah satu faktor yang penting untuk menciptakan pernikahan yang berkualitas adalah kesiapan menikah (marriage readiness). Kesiapan menikah adalah kemampuan individu untuk menyandang peran barunya, yaitu sebagai suami atau isteri.
Dalam menuju jenjang pemikahan, ada beberapa cara yang dapat ditcmpuh. Salah satunya adalah melalui proses ta?a|-:gf Ta'aruf berasal dari bahasa Arab yang berarti perkenalan. Konteks ra ?an9"dalam penelitian ini adalah komunikasi timbal balik untuk saiing mengenal yang berkaitan dengan masalah pemikahan (Hidayat, 2002). Tidal: ada care.-cara pelaksanaan yang baku dalam ra?ang?f Pasangan dapat saling berhemu untuk berkenalan dengan didampingi orang yang dipercaya kedua belah pihak Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan berkenalan melalui media telekomunikasi, seperti telepon dan internet Setelah pasangan merasakan ada keooookan, perkenalan ini mungkin dilanjutkan dengan saling bertemu muka, tcntunya dengan didampingi oleh orang lain.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode pengumpulan data berupa kuesioner, wawancara, dan observasi. Kuesioner yang digunakan adalah Modiiikasi Inventori Kesiapan Menikah (MIKIVI) ciptaan Wiryasti (2004) yang telah rnengalami revisi wks sehingga disebut MIKM-SIR MIKM-YR terdili dari 76 item pemyataan yang mengukur delapan domain.
Kamkieristik subjek yang dipilih adalah perempuan, berusia dewasa muda, sedang melakukan proses ra 'af-1412 dan akan menikah untuk pertama kalinya dalam jangka waktu 6 bulan ke depan. Penelitian dilakukan untuk melakukan uji validitas dan reliabilitas MIKM-TR, memperoleh gambaran mengenai kesiapan menikah pada perempuan yang melakukan proses ¢a?angf serta menggali lebih dalam mengenai kesiapan menikah mereka secara pribadi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA38481
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Permata Kusumastuti SR
"Pokok permasalahan penelitian ini adalah : bagaimanakah proses tahap-tahap hubungan (Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange) antara pasangan suami-istri berbeda budaya berlangsung, berdasarkan teori Penetrasi Sosial; bagaimanakah hasil pertukaran hubungan komunikasi yang terjadi di antara pasangan suami-istri tersebut dilihat dari ukuran kedalaman (depthness) dan keluasan (wideness) informasi yang dipertukarkan melalui proses pengungkapan diri ( self disclosure); dan bagaimanakah pasangan suami-istri berbeda budaya yang masing-masing membawa serta mempertahankan budayanya yang memiliki keunikan menjadi keintiman dalam mengadakan komunikasi antarpribadinya.
Penelitian komunikasi antarpribadi dan antarbudaya ini mengambil 4 (empat) pasangan menikah atau suami-istri yang berbeda budaya antara budaya Amerika dengan Indonesia. Yang diteliti adalah keanggotaan individu dalam dua kelompok budaya yang berbeda, yaitu kultur Amerika dengan kultur Indonesia. Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara tata Cara adat maupun sistem kekeluargaannya berbeda, tetapi dalam keseharian pada kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara relatif tidak memiliki konflik. Disamping itu, kedua budaya yang berbeda negara ini memiliki keunikan tersendiri pada kultur masing-masing serta dilihat dari dimensi komunikasi konteks rendah (Amerika) dan komunikasi dimensi konteks tinggi (Indonesia) nya Edward T. Hall (1977).
Pendekatan penelitian ini menggunakan teori Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan tahapan-tahapan, yaitu Orientation, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst and Kim; 1997: 323 - 324).
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, menurut Miles and Huberman (1993 : 15), "penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut Bogdan and Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri".
Hasil penelitian ini memperoleh gambaran bahwa pasangan menikah atau suami istri tersebut melalui tahapan-tahapan teori Penetrasi Sosial dengan rentang waktu bervariasi. Dimana terjadi pengungkapan diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/ keintiman hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan keluasan kepribadian, seperti karakteristik personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks situasional.
Kesimpulan dari penelitian pasangan menikah atau suami-istri berbeda budaya ini, keempat pasangan sebagai informan penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan jika dibandingkan asal dari teori ini. Juga setidaknya ada pengaruh budaya pada masing-masing pasangan menikah atau suami-istri tersebut seperti misalnya dalam hal tata cara sopan santun, menjalankan agama, mendidik anak dan berbahasa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mey Sugijanto
"Penelitian komunikasi antarbudaya dan antarpribadi ini mengambil responden 7 (tujuh) pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya antara etnis Jawa dengan etnis Minangkabau. Dengan alasan bahwa kedua budaya tersebut, secara tata cara adat maupun sistem kekerabatan atau kekeluargaannya tentulah berbeda, pada budaya Jawa lebih bersifat patrilineal sedangkan di budaya Minangkabau bersifat matrilineal. Meskipun kedua budaya berbeda, tetapi dalam keseharian pada kehidupan bermasyarakat, kedua budaya ini secara relatif tidak mempunyai konflik.
Secara mikro, angka perkawinan pasangan suami-isteri yang berbudaya Jawa dengan Minangkabau pastilah banyak, meskipun secara pasti penulis tidak mengetahuinya. Pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini secara teoritis sangatlah dekat dengan aspek-aspek budaya, sehingga terjadi proses asimilasi budaya. Meskipun kedua budaya ini termasuk ke dalam rumpun budaya high contextnya Edward T. Halt (1977), tetapi menurut M. Budyatna (1993) dalam high context itu sendiri terdapat high-high context, high-medium context dan high-low context. Pada budaya Jawa lebih kental dengan high-high context, sedangkan budaya Minangkabau dekat dengan high-medium context. Meskipun terdapat perbedaan dalam tataran budaya keduanya, kebanyakan pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya tidak terjadi kerenggangan.
Pendekatan dalam penelitian dipergunakan teori Penetrasi Sosial (Altman and Taylor, 1973) dengan tahapan-tahapannya, yaitu Orientasi, Exploratory Affective Exchange, Dyad Members dan Stable Exchange. Pada tahapan-tahapan tersebut, masing-masing individu pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini, melakukan pengungkapan diri (self disclosure). Karena semakin akrab seseorang dengan orang lain, maka semakin terbukalah ia dengan pasangannya (Gudykunst and Kim; 1997 : 323-324).
Penelitian ini mempergunakan metode kualitatif, menurut Miles and Huberman (1993: 15), "penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif". Sedangkan menurut Bogdan and Taylor (1975 : 5), bahwa, "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri".
Adapun hasil-hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa pasangan menikah atau suami-isteri melalui tahapan-tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dengan rentang waktu yang bervariatif, meskipun pada pasangan ketiga tidak melalui tahap orientasi. Dalam masing-masing tahapan tersebut, terjadi pengungkapan diri (self disclosure) atau pertukaran informasi/keintiman hubungan maupun yang dipengaruhi oleh faktor-faktor pertukaran hubungan atau ukuran kedalaman dan keluasan kepribadian, seperti karakteristik personal, hasil pertukaran hubungan dan konteks situasional.
Sebagai kesimpulan dari penelitian pasangan menikah atau suami-isteri yang berbeda budaya ini, ketujuh pasangan sebagai responden atau informan penelitian ini masing-masing mengikuti tahapan dalam teori Penetrasi Sosial dan hasilnya masih relevan jika dibandingkan asal dari teori ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7153
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniati Fajriyani
"Kawin lari merupakan kejadian dimana laki-laki melarikan perempuan yang akan dikawininya dengan persetujuan si perempuan, untuk menghindarkan diri dari tata cara adat yang dianggap memakan biaya terlalu mahal. Khusus Lampung, kawin lari disebut sebambangan. Berdasarkan fenomena sebambangan, peneliti tertarik melihat bagaimana penyesuaian perkawinan pasangan yang melakukan sebambangan. Penyesuaian perkawinan berarti penyesuaian satu sama lain di antara dua individu terhadap kebutuhan, keinginan dan harapan pasangan. Dalam melihat gambaran penyesuaian perkawinan, didasarkan pada dimensi penyesuaian perkawinan yang dikemukakan Spanier (1976) yaitu dyadic consensus - dyadic cohession - dyadic satisfaction - affectional expression. Dilihat pula proses sebambangan yang dilakukan pasangan, faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan, konflik yang dialami, serta proses dan kriteria penyesuaian perkawinan.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu wawancara dan observasi terhadap 3 pasangan yang melakukan sebambangan. Pemilihan partisipan dilakukan dengan accidental sampling.
Dari penelitian ditemukan bahwa bentuk dan kualitas dari masing-masing dimensi penyesuaian perkawinan pada ketiga pasangan sangat tergantung dengan bentuk dan kemampuan yang dimiliki oleh partisipan, proses sebambangan yang dialami pasangan tidak semua atas dasar saling suka, konflik yang dialami bisa berupa konflik internal (pada diri individu sendiri) maupun konflik eksternal (dengan pasangan atau orangtua). Kemudian, faktor yang biasanya mempengaruhi penyesuaian perkawinan adalah kesamaan di antara pasangan.

Elopement is a case where a man abducted a woman to marry her. Elopement obviate from custom procedures which assumed need overvalued cost. In Lampung, elopement is called as sebambangan. Based on phenomenon sebambangan, researcher was interested to know about marital adjustment on couple who got married through sebambangan. Marital adjustment means adjustment between two individuals in their need, desire, and hope. Marital adjustment is seen based on adjustment dimension told by Spanier (1976); dyadic consensus - dyadic cohession - dyadic satisfaction - affectional expression, also seen by sebambangan process that have done by couple, factor that influence marital adjustment, conflicts which happen on couple, and process and criterion of marital adjustment.
This research is done with qualitative method; interview and observation to 3 couples who did sebambangan. Election of the participants is done with accidental sampling.
Research found that in doing marital adjustment, the quality from each dimensions are very dependent on the form and the ability of each participants. Sebambangan process on each couples are not all based on loving each other. Conflicts which happened are internal conflict and also external conflict (which happened between couple or with their parents). Then, the common factor that influences marital adjustment is equality among couple."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>