Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 189272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Riadi Arifin
"ABSTRAK
Penggunaan narkotika dan obat-obat terlarang (narkoba) semakin hari
semakin tinggi prevalensinya di Indonsia. Permasalahan yang ditimbulkan akibat
penggunaan narkoba telah berkembang menjadi permasalahan nasional yang perlu
mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. Menurut hasil penelitian Pusat
Penelitian dan Pengembangan Informatikan Badan Narkotika Nasional (BNN)
tahun 2005, jumlah pemakai narkoba di Indonesia adalah sebesar 1,5% (3,2 juta)
dari total jumlah penduduk Indonesia, yang terdiri dari kategori pengguna teratur
pakai sebesar 69% atau 2.208.000 orang dan pecandu sebesar 31% atau 992.000.
Studi mengenai dampak kesehatan, sosial dan ekonomi akibat
penyalahgunaan narkoba ( Puslitkes & BNN 2005) menunjukkan besarnya biaya
yang dikeluarkan, baik untuk pembelian narkoba maupun biaya penyembuhan
pecandu. Biaya tersebut terdiri dari biaya sosial sebesar Rp 5,14 trilyun dan biaya
ekonomi sebesar Rp 18, 48 trilyun, dimana Rp 11,36 trikyun adalah biaya
pembelian narkoba
Sampai dengan saat ini berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh
NIDA US, bahwa tidak ada satu terapi yang dianggap cocok untuk terapi dan
rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Jenis terapi yang diberikan selama ini di
Indonesia meliputi terapi dengan sistem detoksifikasi untuk menghilangkan efek
sakaw nya kemudian di lanjutkan dengan rehabilitasi sosial untuk memperbaiki
perilakunya dan memperbaiki fungsi?fungsi sosialnya serta menghilangkan efek sugestinya. Secara medik terapi ketergantungan opiad terdiri dari 2 fase yaitu
terapi detoksifikasi dan terapi pemeliharaan.
Penelitian ini merupakan kajian dan analisis deskriptif dengan melakukan
studi perbandingan antara penggunaan terapi metadon dengan burprenorphin di
RSKO Jakarta Timur. Dengan melakukan analisis perbandingan terhadap kedua
jenis terapi tersebut diharapkan dapat diperoleh variasi biaya untuk pengobatan
pecandu narkoba dengan analisis efektivitas biaya, serta penghitungan dengan
metode activity based costing (ABC). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memilih alternatif pengobatan yang paling efektif dan efisien, antara terapi
metadon dengan burprenorphin.
Dari hasil penelitian dan observasi terhadap pasien selama bulan Maret
2007 sampai dengan November 2007 diperoleh hasil bahwa dari alur pelayanan,
terapi metadon dan burprenorphin memiliki jumlah biaya yang sama besar untuk
pendaftaran, kasir, poli umum/NAPZA, psikologi dan laboratorium. Jumlah biaya
yang sama antara terapi metadon dengan burprenorphin berlaku untuk ketiga fase
pengobatan yaitu: fase induksi, stabilisasi, dan rumatan.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa rasio tingkat
keberhasilan pasien yang menggunakan terapi metadon lebih besar daripada yang
menggunakan terapi burprenorphin. Biaya harus dikeluarkan oleh alur pelayanan
terapi metadon lebih kecil daripada biaya alur pelayanan burprenorphin. Dengan
demikian, beban biaya RSKO dalam memberikan terapi burprenorphin juga lebih
besar jika dibandingkan dengan metadon.
Dari penghitungan dengan metode Cost Minimization Analysis (CMA),
diperoleh hasil bahwa terapi metadon memiliki biaya yang lebih murah
dibandingkan dengan terapi burphenorphin. Rata ? rata biaya biaya terapi
metadon per 1% keberhasilan adalah Rp 2.310.275 / 26,7% = Rp 86.527. Pada
terapi Burphenorphin adalah Rp 1.797.116 / 2,5 % = Rp 718.846.
Selain itu tingkat keberhasilan terapi metadon ( 26,7%) juga terbukti lebih
tinggi daripada terapi burphenorphin ( 2,5%)."
2008
T29083
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Siswo Subagyo
"Terapi rumatan substitusi ketergantungan opioida merupakan komponen penting dalam pendekatan berbasis masyarakat , dalam arti disediakan untuk pasien rawat jalan . Hal ini akan membuat pasien tetap bertahan dalam masa terapi serta peningkatan waktu dan kesempatan untuk tetap berada dalam lingkup layanan kesehatan, psikologi, keluarga, perumahan, pekerjaan, isu finansial dan legal selama berhubungan dengan layanan terapi.
Terapi rumatan substitusi opioida ( Program Terapi Rumatan Metadon ) sebagai bagian dari sistem layanan kesehatan, sesungguhnya sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001 dalam rangka untuk mengurangi dampak lanjutan narkoba ( Harm Reduction).
Program ini dalam pelaksanaannya kurang maksimal ( kurang efektif ), cakupan program pengguna narkoba suntik baru mencapai 13,33 % ( program efektifbila cakupannya mencapai 70% ). Maka dengan berdasarkan hal ini perlu dilakukan penelitian efektifitas pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon ( Harm Reduction) . Dalam hal ini penelitian dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Tebet, kita ketahui bersama bahwa puskesmas merupakan ujung tombak pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat (PTRM).
Puskesmas Kecamatan Tebet, Propinsi DKI Jakarta dijadikan tempat untuk pelaksanaan penelitian karena merupakan satu-satunya puskesmas di DKI Jakarta yang menjalin kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional dan melaksanakan Program Terapi Rumatan Metadon berdasarkan surat keputusan Ketua BNN Nomor : Skep /60/XI/2007/BNN tentang Pendistribusian Peralatan Dukungan Terapi dan Konseling , Peralatan Sarana Medis untuk OSC & ORC , Peralatan Penunjang dan Meubelair Klinik Adiksi Pusat T&R Lakhar BNN tahun anggaran 2007.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran tetang efektifitas pelaksanaan PTRM di Puskesmas Kecamatan Tebet dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dengan menggunakan metode Kualitatif , dengan cara Deskriptif melalui pendekatan manajerial dan sosial.
Dalam penelitian ini di dapat bahwa , jumlah pasien terdaftar di Puskesmas Kecamatan Tebet pada setahun terakhir adalah sebesar = 239 orang, sedangkan yang aktif mengikuti Program Terapi Rumatan Metadon hanya = 125 orang . Pasien yang Non Aktif berjumlah 114 orang (dengan perincian sebagai berikut : dipenjara = 7 orang, meninggal dunia = 6 orang, pindah ke PTRM lain = 3 orang dan Drop-Out = 98 orang) .
Hasil dari penelitian ini adalah Program Terapi Rumatan Metadon ( PTRM) dinilai efektif , dengan kriteria pasien yang Drop-Out pada tahun I kurang dari 45% ( standar Depkes ). Bila dilihat dari hasil jumlah pasien yang bekerja, hasilnya adalah lebih dari 30% sudah mempunyai kegiatan tetap (bekerja atau sekolah ) dan kondisi kesehatan pasien yang semakin membaik menurut hasil pemeriksaan medis ,tetapi dinilai tidak efektif pada pasien yang dilakukan pemeriksaan urine sewaktu-waktu pada pasien yang dicurigai menggunakan opiat yaitu dengan hasil lebih dari 30% ( standar Depkes).
Program Terapi Rumatan Metadon dapat berjalan dipengaruhi oleh beberapa faktor , yaitu faktor internal ( SDM, Dana , Sarana dan Prasarana ) dan faktor eksternal dalam hal ini adalah faktor Lingkungan ( faktor keamanan, ketertiban , kebersihan dan kenyamanan ). Kendala yang ada di Puskesmas Kecamatan Tebet adalah masih kurangnya tenaga profesional yang melayani PTRM juga masih kurangnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan.
Pada penelitian ini disarankan juga pada pihak Puskesmas untuk memenuhi kebutuhan tenaga ( Psikolog) dan lainnya , serta pemenuhan kebutuhan akan sarana dan prasarna yang utama yaitu ruangan pelayanan tempat gudang obat. Karena perawatan metadon membutuhkan waktu yang cukup lama, maka disarankan juga waktu pelayanan sebaiknya lama dan panjang ( saat ini buka hanya 2 jam saja ) , dan dalam pelaksanan kegiatannya terpisah dengan pelayanan umum lainnya .
Demikian gambaran hasil penelitian yang telah dilakukan, diharapkan dapat bermanfaat serta dapat dijadikan rekomendasi dalam menetukan kebijakan lebih lanjut, semoga.

Treatment substitution therapy heroin dependence is an important component in community-based approach, in the sense provided for outpatient. This will make the patient still survive in the therapy and increasing the time and opportunity to remain in the scope of health care, psychology, family, housing, employment, financial and legal issues related to the service during the therapy.
Treatment substitution therapy heroin (Program Treatment Therapy Methadone) as part of the system of health care services, the already implemented in Indonesia since 2001 in order to reduce the impact of advanced drugs (Harm Reduction).
This program is under implementation in the maximum (less effective), the coverage of the program a new needle drug users reach 13.33% (effective if -ranging program to reach 70%). But this is based on the need to do research the effectiveness of the program Treatment Therapy Methadone (Harm Reduction). In this research was conducted in the District Health Tebet, we know that with a health clinic is the spearhead of the public health service (PTRM).
Community Health Center Tebet District, DKI Province as a place for the research because it is the only health center in Jakarta that a drug addict cooperation with the Agency and the National Program Methadone treatment therapy decree based on the Chairman of NNB Tax: Skep / 60/XI/2007/BNN Support Tools on the distribution of Therapy and Counseling, Medical Facilities Equipment to OSC & ORC, and Tools Supporting Furniture Clinic Center Addict T & R Daily Activity NNB year 2007 budget.
Research was conducted with the aim to gain insight about the effectiveness of the implementation of the health PTRM Tebet District and the factors that to influence , using Qualitative methods, with the Descriptive through managerial and social.
In this research can be in that, the number of patients registered in the District health Tebet in the last year amounted = 239 people, while the active program Treatment Therapy follow Methadone only = 125 people. On the Non-patient of 114 people (with the details as follows: 7 = in jail person, dies = 6 people, moving to another PTRM = 3 people and Drop-Out = 98 people).
Results from this research program is Treatment Therapy Methadone is considered effective, the patient with the criteria that the Drop-Out in the year I of less than 45% ( Standard Department of Health ). When seen from the number of patients who work, the result is more than 30% already have a fixed activity (work or school) and the health condition of the patients improved according to the results of medical examinations, but not considered effective in patients who conducted urine checks on time patients suspected of using heroin he results with more than 30% (Standard Department of Health).
Treatment Therapy Program can run Methadone influenced by several factors, including internal factors (human resources, funds, facilities and infrastructure) and external factors in this case is Environmental factors (factor security, order, cleanliness and comfort). Constraints in The Health Tebet District is still a lack of professional staff who serve PTRM also still a lack of facilities and infrastructure required.
At this research also suggested the parties to meet the health needs of staff (psychologist) and the other, and the need for facilities and equipment the main room of the warehouse where drugs. Because the treatment methadone take a very long time, it also suggested the service should be long and long (open at this time is 2 hours only), and in the conduct separate activities with other public services.
Such a description of the research has been conducted, expected to be useful and can be a policy recommendation in to determine more, hopefully."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25583
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Immi Rizky Budiyani
"Maraknya penyalahgunaan NAPZA suntik, membuat pemerintah mendirikan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) untuk mengurangi dampak buruk akibat pemakaian NAPZA suntik, sehingga diharapkan meningkatnya derajat kesehatan penasun. Namun salah satu permasalahan dalam penerapan PTRM adalah kepatuhan pasien. Berdasarkan hal itu, dilakukan penelitian cross sectional terhadap 51 sampel agar diketahui faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan mengikuti terapi metadon di RSKO Cibubur.
Hasil penelitian menunjukkan ketidakpatuhan sebesar 37,3%. Diketahui penasun dengan umur <30 tahun (66,7%), berjenis kelamin laki-laki (40%), pendidikan tinggi (37,5%), tidak bekerja (44,4%), pengetahuan kurang (54,5%), sikap kurang (60%), jauh dari tempat pelayanan (38,7%), dukungan keluarga kurang (46,7%), dukungan petugas kesehatan kurang (50%), dukungan teman kurang (37,5%) dan keterpaparan informasi baik (41,7%) memiliki proporsi ketidakpatuhan lebih tinggi. Hasil uji Chi Square menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan ketidakpatuhan mengikuti PTRM (p-Value 0,026; PR 2,261).

The rise of injecting drug use make government build Methadone Maintenance Treatment program (MMT) , in order to harmful reduction so that IDU’s health increased. But one of problems in applying MMT is adherence injection drug users. Based on that, cross sectional study carried out to 51 samples in order to know the factors related to disobedience in IDU who following MMT program in RSKO Cibubur.
The result shows disobedience is 37,3%. IDU with age less than thirty (66,7%), male (40%), high education (37,5%), didn’t have a job (44,4%), less knowledge (54,5%), less attitude (60%), far from health care (38,7%), less of family support (46,7%), less of health worker’s support (50%), less of friend support (37,5%) and have good exposure information (41,7%). Chi Square test results stated that there is a significant relationship between knowledge of the noncompliance following the MMT (p-Value 0.026; PR 2,261).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S46003
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arinta Agustana
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sartika
"Klien ketergantungan heroin yang menjalani Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) beresiko terjadinya masalah kekambuhan dan ketidakpatuhan, sehingga diperlukan upaya pencegahan untuk meningkatkan keterampilan strategi koping untuk mengatasi faktor dan situasi beresiko terjadi ketidakpatuhan dan kekambuhan. Penelitian quasi experimental dengan pendekatan pre-post test with control group ini ditujukan untuk mengidentifikasi pengaruh relapse prevention training (RPT) terhadap kekambuhan dan kepatuhan klien ketergantungan heroin yangmenjalani program terapi rumatan metadon di DKI Jakarta.
Hasil penelitian terhadap 56 responden yang terdiri dari 28 orang kelompok kontrol dan 28 orang kelompok intervensi menunjukan peningkatan kepatuhan secara bermakna (p=0,000) pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan RPT. Kejadian kekambuhan terjadi 3,75 % pada kelornpok kontrol. Relapse prevention training ini direkomendasikan untuk dikembangkan sebagai bentuk pelayanan kesehatan/keperawatan jiwa bagi klien ketergantungan heroin- yang menjalani PTRM.

Clients heroin addiction who undergo maintenance therapy Methadone Program (MMP) incompliance and relapse risk, so that prevention efforts are needed to improve the skills of coping strategies to remain obedient and recurrence can be prevented. The _research aims to find out the effect of relapse Relapse prevention training and compliance with heroin dependency clients who are undergoing methadone maintenance therapy program in Jakarta. Quasi-experimental research design approach with pre-post test control group.
The results showed a significant increase in compliance in the group that conducted the RPT of S6 respondents consisted of 28 men and 28 control group the intervention group showed a significant increase in adherence (P = 0.000) in the intervention group before and after RPT. 3.75% incidence of recurrence occurred in the control group. Relapse prevention training is recommended to be developed as a form of health care I nursing soul for clients who undergo MMP heroin dependence."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28430
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa N.
"ABSTRAK
Saat ini dunia berada dalam dua masalah besar yang saling terkait, yaitu masalah
penggunaan napza dan penyebaran virus HN/AIDS di kalangan pengguna
NAPZA suntik. Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) merupakan salah satu
bentuk pendekatan untuk mengurangi dampak buruk NAPZA mempunyai tujuan
untuk mencegah meningkatnya penularan HN I AIDS dan mengbentikan total
penggunaan NAPZA. Namun P1RM bukanlah I 000/o jalan keluar, karena masih
bisa ditemukannya peserta P1RM yang masih positif menggunakan NAPZA
suntik. Pada peserta PTRM RSKO Jakarta tahun 2003-2007, variabel yang
mempengaruhi peserta menggunakan kembali heroin adalah wilayah tempat
tinggal peserta [J>9>,0202; HR:I,604; 95%CI:l,094-2,352], kepatuhan peserta
dalam mengikuti terapi [J>9>,0006; HR: 1,784; 95%CI: 1,281-2,485], konseling
pra tes HN yang peserta ikuti [!>9l,OOI; HR: 0,349; 95%CI: 0,192-0,635] dan
konseling pra dan pasca tes HN yang peserta iknti [J>9>,025; HR: 0,581; 95%CI:
0,362-0,933]. Perlunya motivasi dan konseling kepada peserta PTRM agar tujuan
tercapai.

Abstract
Right now, there are two big problems that have relationship each other in the
world; they are drogs eliciting and HIV/AIDS among the injecting drug uses (IDU)
problems. Mefuadone Maintenance Therapy is one of The Harm Reduction programs
that has aim to prevent HIV/AIDS spreading and drug user ehatinence. Unfortunately,
there always find some MMf clients that still use heroin or relapse. This study finds
fuat there are some factors that influence MMf clients to be relapse in Drug
Dependency Hospital, they are: client's living area factor !J>=0,0202; HR:l,604;
95%Cl:l,094-2,352], client's adherence factor [J>=0,0006; Hil: 1,784; 95%CI: 1,281-
2.485), HIV counseling before client's has HIV test [J>=O,OO!; HR: 0,349; 95%CI:
0,192-0,635) and HIV conscling before and after client's has HIV test [J>=0,025; Hil:
0,581; 95%CI: 0,362-0,933). It's suggested that there are needed more motivation
and counseling for the MMf clients in Drug Dependency Hospital."
2009
T32497
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Hasanah
"Penyebaran HIV/AIDS di kalangan penasun mencapai lebih dari 50%. Sebagian besar penasun yang menderita AIDS akan menerima obat ARV selain terapi metadon. Permasalahan akan timbul pada pemberian kedua terapi tersebut, karena keduanya dimetabolisme oleh enzim CYP3A4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ARV lini pertama terhadap dosis metadon. Penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Populasi yang diteliti adalah penasun yang menerima ARV saat menjalani terapi rumatan metadon di RSUP Fatmawati dan RSKO Jakarta periode 2003-2009. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan studi potong lintang menggunakan data sekunder pasien yang menerima terapi ARV saat menjalani terapi rumatan metadon pada fase stabilisasi. Penelitian kualitatif dilakukan dengan metode wawancara pada 6 pasien yang menerima terapi ARV kurang lebih 2 tahun saat menjalani terapi metadon. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 35 pasien laki-laki.
Hasil penelitian kuantitatif menunjukkan bahwa dosis metadon sebelum mengkonsumsi ARV (20,0-150,0 mg) berbeda nyata (p=0,00) dengan dosis rata-rata setelah 3 bulan mengkonsumsi ARV (55,4-194,8 mg). Dosis metadon pada kelompok pasien yang mengkonsumsi ARV (55,4-194,8 mg) berbeda nyata (p=0,00) dengan kelompok pasien yang tidak mengkonsumsi ARV (60,0-112,8 mg). Sebagian besar penasun (37,1%) membutuhkan waktu pencapaian dosis rumatan antara >6 minggu hingga <9 minggu. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa pada saat memulai terapi ARV partisipan mengaku mengalami keluhan putus zat sehingga membutuhkan penyesuaian dosis metadon antara 8 hingga lebih dari 10 kali. Partisipan mengaku puas terhadap dosis terakhir yang diterima (90,0-220,0 mg) walaupun sebagian dari mereka yang diwawancara mengaku masih menggunakan alkohol, obat penenang dan obat-obat lain. ARV lini pertama mempengaruhi dosis metadon.

The spread of HIV/AIDS in drug abusers achieves more than 50%. Most of them takes ARV therapy beside they takes methadone therapy. The problem appears with people who take both of therapy because ARV and methadone are metabolizes by CYP3A4 enzyme. The research aim was knowing the effect of first line ARV to methadone?s dosage. The methods of this study were qualitative and quantitative. The design of quantitative study was cross sectional with using secondary data of patients. The population were drug abusers who took methadone maintenance treatment program in stabilization phase and then took ARV therapy in RSKO Jakarta and RSUP Fatmawati on 2003-2009 period. The qualitative research used an interview method to 6 patients who received ARV therapy about 2 years when took methadone therapy. In this study the number of patient involved were 35 male patients.
The quantitative study showed that there was a significant difference (p=0,00) between methadone's dosage (20,0-150,0 mg) before consuming ARV and mean of methadone's dosage after 3 month consuming ARV (55,4-194,8 mg), and methadone?s dosage between a group of patient who is consumed ARV (55,4-194,8 mg) had a significant difference (p=0,00) with a group patient who is not consumed ARV (60,0-112,8 mg). Most of drug abusers (37,1%) needed a time to reached methadone maintenance dosage between >6 weeks until <9 weeks. Based on interview, participants had an experienced withdrawal symptoms when starting ARV, so they need an adjustment dosage of methadone between 8 up to more than 10 times. Participants felt satisfied with their last dosage received (90,0-220,0 mg) even a half of them were still taking alcohol, depressants, and another drugs. The first line ARV had an effect to methadone?s dosage.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29049
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lendi Andita
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pemberian dukungan sosial, studi kasus terhadap pasien Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Penelitian yang dilakukan berupaya untuk menggambarkan bagaimana dukungan sosial yang diberikan kepada pasien PTRM. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diberikan kepada pasien berupa dukungan emosional, dukungan finansial, dan juga dukungan informasi dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan PTRM serta meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

ABSTRACT
This thesis discuss about social support to the patient Methadone Maintanance Program (MMP) in Rumah Sakit Ketergantungan Obat. The research have the objective to describe how social support that given to the MMP patient. In order to explain more about it, this thesis uses qualitative approach with descriptive research design. The research result shows that social support for the patient includes emotional support, financial support, and information support can increase the adherence from the patient during the therapy MMP and also able to increase the patient life quality."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lailatul Fadilah
"Klien ketergantungan heroin yang menjalani terapi banyak mengalami kekambuhan. Kekambuhan dapat disebabkan oleh ketidakmampuan klien mengatasi masalah, konflik sosial, disfungsi keluarga, dan dukungan sosial yang rendah. Menurut Gossop, et al (2002) kemampuan keterampilan koping yang kurang dapat menimbulkan resiko terjadi kekambuhan. Beberapa penelitian menyatakan kemampuan koping yang baik, memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan pengobatan dan pencegahan terhadap kekambuhan. Penelitian dilakukan dengan desain fenomenologi deskriptif. Partisipan adalah klien ketergantungan heroin yang menjalani PTRM, yang didapatkan dengan cara purposive sampling sebanyak enam partisipan. Metodenya indepth interview dengan tipe pertanyaan semistructure. Hasil penelitian mengidentifikasi delapan tema yaitu peningkatan kualitas hidup, mengalihkan stressor sebagai upaya meyelesaikan masalah, mencari dukungan bermakna sebagai upaya menyelesaikan masalah, faktor pendorong menggunakan heroin, dampak negatif bersifat holistik, motivasi memperbaiki diri, kesulitan mengontrol diri sebagai pemicu ketidakpatuhan, kekonsistenan kegiatan positif sebagai pendukung proses pemulihan. Hasil penelitian diharapkan tenaga kesehatan profesional mampu mengembangkan kemampuan koping adaptif klien untuk meminimalisasi kekambuhan.

The clients of heroin addiction who undergoing therapy much relapse. Recurrence patient can be caused by inability client to resolve the problem such as, social conflict, family dysfunction, and low social support. According to Gossop, et al (2002) the in ability of coping skills may due risk of recurrence. Some studies suggest that better coping skills, have an important role in the success of the treatment and prevention of recurrence. The study was conducted with the design of descriptive phenomenology. Participants were clients who undergoing PTRM heroin dependence, obtained by purposive sampling as many as six participants. The method of research use indepth interview within semistructure questions type. The results identified eight themes, such as improved quality of life, as an effort to divert stressor settle disputes, seek meaningful support in an effort to solve the problem, the drivers using heroin, the negative impact is holistic, motivation to improve themselves, damage controlling himself as a trigger of non-compliance, consistency of positive activities as supporting the recovery process. The results are expected health professionals are able to develop client's adaptive coping skills to minimize recurrence."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T33033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Hatu Army Puspita
"Konsep terapi substitusi termasuk salah satu kegiatan pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) akibat penyalahgunaan narkoba, terutama untuk penyalahgunaan narkoba dengan menggunakan jarum suntik (Injection Drug Users/IDU?s), mengurangi penyebaran penyakit menular dan melawan ketergantungan seorang pecandu. Menurut UU Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika, terapi metadon adalah sebuah metode terapi khusus untuk ketergantungan opiate jenis heroin/putaw dengan berupa pengalihan dari penyalahgunaan heroin yang termasuk golongan I (dilarang pemakaian untuk terapi) menjadi menggunakan metadon yang termasuk golongan II (biasa digunakan untuk terapi). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika penggunaan metadon dengan melihat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menggunakan metadon dan mengetahui manfaat, efek dan kontinuitas dari metadon pada seseorang yang menggunakan metadon.
Model transtoeritical atau model bertahap, ?stage of change? mencoba menerangkan dan mengukur perilaku kesehatan. Berdasarkan model transtheoritical ini yang ditemukan oleh Prochaska dkk pada tahun 1979 mengidentifikasikan pada 5 tahap independent, yaitu tahap prekontemplasi dimana seseorang belum memikirkan tentang terapi metadon, dan masih aktif menggunakan narkoba, tahap kontemplasi adalah tahap dimana seseorang sudah memiliki niat untuk mengikuti metadon dengan dipengaruhi oleh adanya dukungan dari orangtua dan keluarga, teman sebaya, lingkungan dan akses yang memudahkan, tahap aksi yang merupakan keadaan dimana seseorang telah menggunakan metadon setelah mengenal, mengetahui metadon dan merasakan efek dari metadon, tahap pemantapan dimana seseorang memelihara prilakunya untuk tetap menggunakan metadon, tahap relapse dimana dalam tahap ini dilihat apakah seseorang menggunakan narkoba kembali atau mencampur penggunaan metadon dengan narkoba pada saat melakukan terapi metadon.
Penelitian Program Rumatan Terapi Metadon di RSKO Jakarta ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 6 orang informan yaitu FAN, VN, NNY, RB, AR dan YG, dan penelitian ini didukung dengan informasi dari orangtua dan catatan medik.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan faktor yang mempengaruhi informan untuk menggunakan terapi metadon pada umumnya informan mengatakan dukungan dari keluarga dan akses yang mudah dari metadon. Sedangkan untuk dukungan dari teman sebaya dan lingkungan hanya sebagian saja yang mempengaruhi informan, dan sebagian lagi merasa sebaliknya. Manfaat yang klien rasakan selama menjalani terapi metadon sebagian besar mengatakan bahwa dengan menggunakan metadon dapat membuat hidupnya menjadi lebih normal dan sebagian dari informan merasa manfaat lain dari metadon dapat membuat hubungan dengan keluarganya menjadi lebih dekat dan menjadi lebih baik. Efek yang klien rasakan selama menjalani terapi metadon sebagian besar klien merasa dapat membuat klien mengantuk, sembelit atau gangguan dalam pencernaan, menjadi kecanduan terhadap metadon. Kontinuitas dari metadon tidak terjadi pada sebagian klien wanita, laki-laki yang belum bekerja maupun sudah bekerja, karena hingga saat ini sebagian dari klien tersebut masih mencampur penggunaan metadon dengan putaw atau minuman, dan sebagian lagi dari klien wanita, laki-laki yang belum bekerja maupun sudah bekerja kontinu menggunakan metadon."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>