Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohan Alamsyah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai 3 hal. Pertama, pembahasan mengenai perluasan
lingkup istilah tender yang ditinjau secara umum. Kedua membahas mengenai
penjualan sebagai perluasan lingkup istilah tender yang ditinjau dari tata peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pembahasan ini akan melihat definisi tender
yang terdapat dalam penjelasan Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan
definisi tender yang terdapat dalam Pedoman Pasal 22 tentang Larangan
Persekongkolan Dalam Tender yang lalu dikaitkan dengan teori perundangundangan
yang berlaku. Ketiga membahas mengenai implementasi penjualan
sebagai perluasan lingkup istilah tender yang terdapat dalam putusan-putusan
KPPU. Dalam pembahasan ini akan diambil 2 putusan KPPU yang terkait dengan
pembahasan yaitu putusan perkara divestasi saham PT. Indomobil Sukses
Internasional dan divestasi dua unit kapal tanker VLCC PT. Pertamina. Penulisan
penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dimana data penelitian ini
sebagian besar diperoleh dari studi kepustakaan. Hasil penelitian ini melihat
bahwa perluasan lingkup istilah tender terkait dengan penjualan yang terdapat
dalam putusan-putusan KPPU tidak sesuai dengan tata peraturan perundangundangan
yang berlaku karena dasar dari penggunaan pengertian tender oleh
KPPU dalam putusan-putusan yaitu pedoman pasal 22 tentang larangan
persekongkolan dalam tender tidak sesuai dengan pengertian tender yang terdapat
dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi sumber dari pedoman
tersebut yaitu penjelasan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999.

ABSTRACT
This thesis discusses about 3 things. First, the discussion of the expansion of
scope for tender term that viewed in general. Second, the discussion of sales as the
expansion of scope for tender term that viewed from the applicable regulations
system. This discussion will look at the definition of tender which contained in the
explanation of Article 22 Law No. 5 of 1999 regarding Prohibition of
Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (Anti Monopoly Law)
and definition of tender which contained in the guideline of article 22 regarding
Prohibition of Bid Rigging and then associated with the applicable theory of
legislations. Third, the discussion regarding the implementation of sales as the
expansion of scope for tender term which contained in Comission for the
Supervision of Business Competition?s verdicts. This discussion would take 2
verdicts related, the verdict of divesment PT.Indomobil Sukses Internasional and
the verdict of divesment VLCC PT. Pertamina. This research is a normative
juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The
result of this research shows the expansion of scope for tender term which
associated with sales is not accordance with the applicable regulations system
because the basic that Comission for the Supervision of Business Competition
used for tender term in their verdict which is the guideline of article 22 regarding
Prohibition of Bid Rigging is not accordance with the term of tender in the Law
No. 5 of 1999 which is the source of the guideline of article 22.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43702
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Omar Mardhi
"ABSTRAK
Sejak KPPU didirikan sebagai lembaga dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha, telah ada lebih dari 100 kasus persekongkolan tender secara vertikal yang melibatkan panitia tender sebagai terlapor. Secara garis besar, tugas dan wewenang KPPU adalah untuk mengawasi dan menindaklanjuti pelaku usaha agar bersaing secara sehat dan tidak melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Namun, panitia tender bukanlah pelaku usaha dan seharusnya tidak menjadi yurisdiksi KPPU untuk menanganinya. Skripsi ini akan membahas permasalahan tersebut sehingga mendapatkan pemahaman yang benar dan mendalam akan kedudukan hukum panitia tender dalam kasus-kasus persekongkolan tender secara vertikal di Indonesia.

ABSTRACT
Since the establishment of KPPU with Presidential Decree Number 75 Year 1999 Concerning Commission for the Supervision of Business Competition, there are more than 100 cases of vertical collusive tendering involving tender committee as one of the reported parties. In broad, duties and authority of KPPU are to supervise and to follow up business actors for healthy competition and not to violate Law Number 5 Year 1999 Concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. However, tender committee is not a business actor and, thus, not in the jurisdiction of KPPU to handle. This thesis will discuss those problems in order to get the right and in depth understanding about tender's committee's legal standing in vertical collusive tendering cases in Indonesia. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S304
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fernaldi Anggadha
"Persekongkolan tender dianggap sebagai aktivitas yang dapat menghambat upaya pembangunan Negara. Anggapan seperti ini disebabkan bahwa pada hakekatnya persekongkolan atau konspirasi dianggap bertentangan dengan keadilan, karena tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh pelaku usaha. Oleh karena itu hampir semua Negara menganggap perlu melarang tegas aktivitas tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana pengaturan dan penerapan terhadap persekongkolan tender di Indonesia, Amerika, dan juga Uni Eropa dalam hukum persaingan usaha, yang bertujuan untuk memperbaiki pengaturan terhadap persekongkolan tender yang sebaiknya dilakukan oleh KPPU.

Bid Rigging is often assumed as an activity that may hinder Country‟s development. This assumption was caused by the nature of conspiracy which is in contrary with justice, because it does not provide an equal chance for every business actors. Thus, almost every State strictly forbid such activity. The outcome of this study shows the regulation and the application of bid rigging in Indonesia, America, as well as European Union in Competition Law, which is aimed. to fix the regulation which supposedly conducted by Business Competition Supervisory Commission
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S61415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triya Aryani
"Skripsi ini membahas mengenai analisis bentuk hukum persaingan usaha akibat dugaan praktik diskriminasi oleh Chevron Indonesia Company dalam Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design (FEED) Contract. Penelitian ini difokuskan dengan melakukan analisis yuridis terhadap Putusan PN Jakarta Pusat No. 316/PDT.G/KPPU/2012/PN.JKT.PST. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang. Penulis menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian menemukan bahwa PN Jakarta Pusat telah tepat membatalkan Putusan KPPU No. 05/KPPU-I/2012. karena KPPU telah keliru dalam mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya terkait dengan pembuktian terhadap pelanggaran pasal 19 huruf d.

This thesis discusses about the analysis of the legal form of competition as a result of the alleged discriminatory practice by Chevron Indonesia Company in Tender Export Pipeline Front End Engineering and Design (FEED) Contract. This research has focused on the juridical analysis against the Central Jakarta District Court's Decision Number 316/PDT.G/KPPU/2013/PN.JKT.PST. This research used normative legal research method with legislation approach. The author uses primary, secondary, and tertiary legal materials using a qualitative approach. The results shows that the Central Jakarta District Court was made the right decision in cancelling the KPPU's Decision Number 05/KPPU-I/2012 because the KPPU had erred in implementing the Law Number 5 in 1999, especially in relation to issue of evidence against violation of Article 19 letter d.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58354
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sita Yuliani
"Penelitian ini bersifat Preskriptif, menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode perbandingan hukum dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan sebagai sumber datanya. Sampai saat ini, laporan mengenai persekongkolan tender masih mendominasi laporan yang masuk ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Tahun 2007, sebanyak 75% laporan merupakan dugaan persekongkolan dalam tender sehingga berimbas juga terhadap perkara yang ditangani oleh KPPU. Persekongkolan tender diatur dalam Pasal 22 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut hanya mengatur mengenai persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender. Masalah yang kemudian muncul adalah bagaimana kalau persekongkolan tersebut dilakukan dalam suatu pelelangan barang/jasa. KPPU sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan UU No. 5 Tahun 1999 kemudian menyusun pedoman dan atau publikasi sebagaimana disebutkan dalam tugas Komisi di Pasal 35 huruf f UU No. 5 Tahun 1999. Dalam pedoman Pasal 22 tersebut dijelaskan bahwa cakupan tender meliputi tawaran harga untuk memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan, mengadakan barang dan atau jasa, membeli suatu barang dan atau jasa, dan menjual suatu barang dan atau jasa. Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dasar penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat dilakukan melalui tender terbuka, tender terbatas, pelelangan umum, dan pelelangan terbatas. Dengan demikian, persekongkolan dalam pelelangan barang/jasa termasuk dalam yurisdiksi Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 menggunakan pendekatan rule of reason sehingga membutuhkan analisa mengenai dampak persaingannya. Pasal tersebut terdiri dari 5 unsur yaitu unsur pelaku usaha, unsur bersekongkol, unsur pihak lain, unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender, dan unsur mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Dalam membuktikan terjadi atau tidak terjadinya persekongkolan maka KPPU harus melakukan pemenuhan semua unsur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tersebut.

The characteristic of this study is Prescriptive; using the normative juridicai and law comparison research method with secondary data that obtained from the library research as the main source. Until now, the report conceming tender conspiracy still dominates the reports that enter the Supervisory Commission for Business Competition (KPPU). In year 2007, 75% reports are tender conspiracy assumptions that then have an impact on the case handled by KPPU. Tender conspiracy ruled in Article 22 Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. That Article only ruled concerning the conspiracy to arrange or determine the tender winner. The later emerge matter are how if the conspiracy occurred on a goods/services tender. KPPU as an institution formed to execute the Law Number 5 Year 1999 then arrange guidance and or publication as mentioned in the Commission duty in Article 35 letter f Law Number 5 Year 1999. In the Article 22 guidance explained that tender scope includes price bids to do the entire jobs or execute a job, provide goods and or Services, buy goods and or Services, and sell a goods and or Services. According to the definition, the basic implementation scope of the Article 22 Law Number 5 Year 1999 is tender or bids to propose price that can be done through open tender, limited tender, public bids, and limited bids. Thus, conspiracy tender in goods/services tender include in the juridicai of article 22 Law Number 5 Year 1999. Article 22 Law Number 5 Year 1999 used the rule of reason approach, which needs analysis on the competition impact. That article consists of 5 (five) elements which are business subject element, conspiracy element, other parties’ element, arrange and or determine the tender winner element, and the result in unfair business competition element. To authenticates whether a conspiracy does occur or not, then KPPU must fulfill all the elements in the Article 22 Law Number 5 Year 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T25723
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Edynisura Navire Tuahta
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai kartu kredit digital yang diterbikan oleh perusahaan financial technology (financial technology). Kartu kredit digital muncul karena sulitnya mendapatkan fasilitas kartu kredit non digital yang diterbitkan oleh bank mengingat banyaknya persyarataan yang harus dipenuhi oleh calon pemegang kartu untuk mendapatkan fasilitas kartu kredit. Sebagai pengembangan dari mekanisme peer to peer lending, kartu kredit digital diatur dengan ketentuan Peraturan Otortias Jasa Keuangan Nomor 77 /POJK.01 / 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPMBTI). Adapun rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan kartu kredit non digital dan bagaimanakah kartu kredit digital seharusnya diatur dengan mengacu kepada peraturan-peraturan terkait kartu kredit non digital. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat disimpulkan bahwa peraturan mengenai kartu kredit digital memiliki sejumlah kekurangan. Sehingga dibutuhkan suatu peraturan baru yang dapat menjamin penggunaan kartu kredit digital.

ABSTRACT
This thesis discusses about digital credit issued by financial technology companies. Digital credit cards arise because of the difficulty of obataining non digital credit card issued by banks given the large number of requirements that must be met by the prespective cardholders to obtain credit card facilities. As a development of the mechanis of peer to peer lending, digital credit cards are regulated by the provision of the Financial Service Authority Number 77/POJK.01/2016 concerning Information Technolgy-Based Leding and Borrowing Services (POJK LPMBTI). The formulation of the problem in this thesis is how the non digital credit card regulated and how the digital credit cards should be regulated by refering to non digital credit card regulations. By using a normative juridicial research method, it can be concluded that the rules regarding digital credit cards have a number of disadvantages. Therefore, a new regulation is needed to guarantee the usage of digital credit cards.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isna Mariam
"Putusan pernyataan pailit mengakibatkan harta kekayaan debitor dimasukkan dalam harta pailit sejak putusan tersebut dikeluarkan. Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan (Pasal 21 UU Nomor 37 Tahun 2004). Pengurusan harta pailit dilakukan oleh kurator yang ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit tersebut. Pelaksanaan pengurusan harta pailit oleh kurator bersifat seketika, berlaku saat itu juga terhitung sejak putusan pailit diucapkan. Salah satu tugas kurator dalam melakukan pengurusan harta pailit adalah penjualan harta tersebut. UUKPKPU dalam Pasal 185 mengintrodusir dua cara penjualan harta pailit (asset-aset debitor), menjual didepan umum dan dibawah tangan dengan izin hakim pengawas. Penjualan dibawah tangan harta pailit merupakan penjualan tanpa terlibatnya pejabat kantor lelang. Sedangkan pada dasarnya penjualan harta pailit harus dilakukan secara penjualan lelang. Salah satu dasar hukumnya lelang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Sedangkan penjualan dibawah tangan tidak diatur jelas dalam UUKPKPU maupun di Undang-Undang lain dalam hal tata cara penjualan dibawah tangan itu sendiri. Kekosongan Hukum ini yang beresiko menimbulkan sengketa dikemudian hari atas kurator yang beritikad buruk. Tesis ini membahas mengenai kekosongan hukum yang terjadi pada UUKPKPU dalam hal penjualan dibawah tangan harta pailit dan upaya hukum yang ideal dalam menyelesaikan sengketa pengurusan harta pailit.

Bankruptcy assets since the decision was issued. Bankruptcy covers the entire wealth of the debtor at the time of the declaration of bankruptcy pronounced the decision of as well as everything that is obtained during the bankruptcy (Article 21 of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment). Handling bankruptcy assets made by curators set out in the decision of the bankruptcy declaration. Implementation of the maintenance of bankruptcy assets by the curator is instantaneous, with immediate effect as from the bankruptcy decision is pronounced. One task of the curator in performing the maintenance of bankruptcy assets is the sale of such property. Law on Bankruptcy and Suspension of Payment Article 185 introduces two ways of selling bankruptcy assets (the debtor's assets), sold in public and under the arms with the permission of the supervisory judge. Sales under the hands of bankruptcy assets without the involvement of a sales office official auction. While basically the sale of bankruptcy assets must be made in auction sales. One of the legal basis auctions Minister of Finance Regulation No. 27 / PMK.06 / 2016 on Guidelines for the Implementation of the Auction. While sales are not regulated under the hands clearly in bankruptcy law and suspension of debt payments and in other Laws on the manner of sales under the hand itself. Emptiness This law is likely to cause a dispute later on curators who act in bad faith. This thesis discusses the legal vacuum that occurred on bankruptcy law and the postponement of debt payment obligations in terms of sales under the hands of bankruptcy assets and remedies are ideal in resolving disputes and the maintenance of bankruptcy assets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T45925
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvin Sianka Thedean
"Persekongkolan tender telah menjadi sebuah fenomena yang tidak asing dalam berbagai kasus persaingan usaha. Sulitnya pembuktian kasus persekongkolan tender disebabkan tidak adanya satupun perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis. Tujuan utama dari praktek persekongkolan tender tidak lain adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebagai dampak nyata, praktek persekongkolan tender telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan negara. Pengadilan Amerika memperkenalkan suatu metode untuk menghitung besar kerugian yang timbul sebagai dampak dari pelanggaran persaingan usaha. Metode ini dikenal dengan nama Metode Yardstick dan sering dipergunakan oleh Pengadilan Amerika dalam memutus beberapa kasus persaingan usaha. Metode ini sangat mungkin diterapkan dalam kasus persekongkolan tender serta diyakini dapat dijadikan sebagai indirect evidence dalam membuktikan adanya persekongkolan tender.

Tender conspiracy has become a familiar phenomenon in many cases of business competition. The difficulty of proving tender conspiracy availibility is just because none of the agreements set forth in written form by the parties. While in common the main purpose of tender conspiracy is gaining profits as much as possible. As the impact, tender conspiracy practices would bring a great loss of state finance. US Court introduced a method to calculate the damage in antitrust law's violation. This method is know as yardstick method and has been many times used to solve some antitrust violation's cases. Yardstick Method is very possible to be implemented in case of tender conspiracy and is believed to be as indirect evidence in proving tender conspiracy."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43072
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agenda Citra Muhammad
"Abstrak Berbahasa Indonesia/Berbahasa Lain (Selain Bahasa Inggris):
Tulisan ini menganalisis pengaturan dan penerapan bukti tidak langsung dalam perkara persekongkolan tender khususnya dalam Putusan KPPU No. 17/KPPU-L/2022. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Bukti tidak langsung adalah salah satu aspek dalam hukum persaingan usaha yang mengandung perdebatan di Indonesia, walaupun dalam praktik internasional telah diakui sejak lama. Putusan pengadilan tidak selalu mengakui bukti tidak langsung, terdapat pula putusan pengadilan yang mengakui tetapi bukti tidak langsung tidak diposisikan sebagai alat bukti pada Pasal 42 UU Persaingan Usaha. Di tengah perdebatan tersebut, KPPU menerbitkan Peraturan Ketua KPPU Nomor 3 Tahun 2023 tentang Pedoman Larangan Persekongkolan dalam Tender yang mana salah satu isinya menjelaskan tentang bukti tidak langsung termasuk dengan mendasarkan penjelasan bukti tidak langsung pada OECD Policy Brief June 2007. Oleh sebab itu, dinamika pengaturan bukti tidak langsung dalam persekongkolan tender dipandang penting untuk dikaji, termasuk pula penerapannya pada putusan perkara. Terhadap perkembangan dinamika pengaturan, disimpulkan bahwa KPPU telah memperhatikan praktik internasional dari bukti tidak langsung serta memperhatikan perkembangan teknologi terhadap pembuktian persekongkolan tender yang telah diterapkan lebih dulu di negara lain. Terhadap penerapan pengaturan bukti tidak langsung dalam putusan, Putusan Nomor 17/KPPU-L/2022 oleh Majelis Komisi dalam pertimbangannya mengandung tiga kekeliruan. Majelis Komisi merujuk ketentuan bukti tidak langsung pada peraturan terkait penanganan perkara yang belum dapat diterapkan; tidak merujuk penjelasan bukti tidak langsung pada Peraturan Ketua KPPU No. 3 Tahun 2023 yang telah menjelaskan bukti tidak langsung sesuai dengan OECD; serta Majelis Komisi tidak membedakan antara fakta yang merupakan bukti komunikasi dengan yang merupakan bukti ekonomi.

This paper analyzes the regulation and application of indirect evidence in bid rigging cases specifically in KPPU Decision No. 17/KPPU-L/2022. This paper is prepared by using the doctrinal research method. Indirect evidence is one aspect of competition law that is contentious in Indonesia, although in international practice it has been recognized for a long time. Court decisions do not always recognize indirect evidence, there are also court decisions that recognize but indirect evidence is not positioned as evidence in Article 42 of the Competition Law. In the midst of this debate, KPPU recently issued KPPU Chairman's Regulation No. 3 of 2023 concerning Guidelines for the Prohibition of Bid Rigging, one of which explains indirect evidence including by basing the explanation of indirect evidence on the OECD Policy Brief June 2007. Therefore, the dynamics of indirect evidence regulation of bid rigging are considered important to be studied, including its application in case decisions. In regard to the development of regulation, it was concluded that KPPU has paid attention to international practices of indirect evidence as well as paying attention to technological developments in the proof of bid rigging that have been previously applied in other countries. In regard to the application of indirect evidence regulation in the decision, Decision Number 17/KPPU-L/2022 by the Commission Panel, in its consideration contained three errors. The Commission Panel referred to the provisions of indirect evidence in the regulation related to case handling that could not yet be applied; did not refer to the explanation of indirect evidence in the KPPU Chairman Regulation No. 3 of 2023 which had explained indirect evidence in accordance with the OECD; and the Commission Panel did not distinguish between facts that constituted communication evidence and those that constituted economic evidence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Kusuma Jasmin
"Skripsi ini membahas mengenai dugaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengenai adanya persekongkolan tender yang diduga dilakukan oleh pengada tender dan salah satu peserta tender dimana dalam perkara ini, Penulis membahas dan menganalisis unsur-unsur yang harus dibuktikan dan penggunaan indikasi-indikasi yang oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dijadikan sebagai alat untuk membuktikan dugaan tersebut.
Didalam skripsi ini, Penulis menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat deskriptif dimana hasil dari penelitian Penulis menunjukkan bahwa unsur-unsur yang dibuktikan dan indikasi-indikasi yang digunakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha serta pertimbangan hukum Majelis Komisi dalam perkara nomor 03/KPPU-L/2016 Tentang Jack-Up Drilling Rig Service For BD seharusnya tidak terbukti karena menurut pendapat Penulis yang didasarkan pada peraturan-peraturan terkait, persekongkolan tender yang diduga dilakukan sebenarnya tidak terjadi sebab tender tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai persaingan usaha tidak sehat karena telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
Dalam penelitian ini, Penulis menyarankan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha selaku investigator dan pengawas dalam persaingan usaha untuk lebih teliti dan cermat dalam menemukan dan membuktikan bukti-bukti terkait persaingan usaha tidak sehat agar menghindari terjadinya error in factie maupun error in persona Kata kunci:Dugaan persekongkolan, Persaingan usaha, Persekongkolan Tender.

The reasearch is talk about Commission rsquo s allegation towards bid rigging on Tender rsquo s organizer and one of its participant. In this case, the writer discuss and analyses some factors to be proven and also indicators which are used by the Commission as an evidence to prove the allegation.
In this research, the writer uses a normative juridicial method which has descriptive characteristics. The result of this research shows that the proved evidences and the used indications also the Law Judgement of Commission Council on case number 03 KPPU L 2016 about Jack Up Drilling Rig Service For BD shouldn rsquo t be proved. On writer rsquo s point of view, based on relevant regulations, bid rigging which has allegedly done doesn rsquo t happen actually because that tender can rsquo t be categorized as an unfair tender rsquo s competition and it has already befit implemented along with the valid regulations.
In this research, the writer suggest the commission as an investigator and caretaker on The Competition to be more careful while find and prove the evidence relate to the Unfair Competition to avoid error in factie or error in persona. Keywords Alleged of Conspiracy, Bid Rigging, Business Competition.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68137
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>