Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170313 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taurine Harfiyanti
"Sebagai makhluk sosial, manusia selalu membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu kebutuhan manusia yang penting dan berhubungan dengan orang lain adalah dalam hal berinteraksi. Hal ini sejalan dengan pendapat Adler (dalam Fehr 1996) bahwa sejak dilahirkan manusia telah memiliki minat sosial. Perwujudan minat sosial tersebut adalah melalui kerjasama, hubungan interpersonal dan sosial, identifikasi pada kelompok dan empati. Salah satu interaksi yang ada ialah melalui hubungan persahabatan. Sejalan dengan tahap-tahap perkembangan manusia, persahabatan mempunyai fungsi yang tidak jauh berbeda pada tiap-tiap tahapan perkembangan dan tahapan sebelumnya merupakan acuan keberhasilan untuk tahap perkembangan selanjutnya. Namun terdapat perbedaan antara fungsi persahabatan antara wanita dan pria. Pada wanita, fungsi persahabatan adalah untuk menjalin keintiman dengan sahabatnya (Block & Greenberg 1985 dalam Ivy & Backlund 1994) sedangkan pada pria, fungsi persahabatan lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan bersama-sama (Brehrn, 1985; Farr, 1988; Rawlins, 1992 dalam Ivy & Backlund, 1994).
Sehubungan dengan itu, penelitian ini ingin mengetahui gambaran fungsi persahabatan pada wanita dan pria dewasa muda yang mempunyai sahabat dengan jenis kelamin sama. Juga ingin diketahui apakah ada perbedaan antara fungsi persahabatan pada wanita yang mempunyai sahabat dengan jenis kelamin sama dengan fungsi persahabatan pada pria yang mempunyai sahabat dengan jenis kelamin sama. Subyek pada penelitian ini adalah mahasiswa dengan pendidikan D3, S1 atau S2 yang berusia 20 sampai 25 tahun. Alat yang digunakan berupa kuesioner yang dibuat berdasarkan teori-teori dari Argyle & Henderson (1985), Berndt (1988 dalam Fehr, 1996) dan Hagoel (1980 dalam Miller, 1991).
Uji coba alat dilakukan dengan mengukur validitas dan reliabilitas alat. Pada uji validitas terdapat 6 item yang harus dibuang dan beberapa item yang harus mengalami revisi. Sedangkan pada uji reliabilitas, pada alat ukur fungsi-fungsi persahabatan ini diperoleh hasil berkisar antara 0,5963 sampai dengan 0,7875 Hal ini menyatakan bahwa alat cukup reliabel untuk digunakan. Alat yang telah siap langsung disebarkan pada mahasiswa Universitas Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Setelah kuesioner terkumpul, dilakukan analisis data dan interpretasi hasil.
Dari analisa yang dilakukan didapatkan hasil bahwa fungsi persahabatan yang penting bagi wanita dan pria adalah fungsi persahabatan sebagai pemenuhan kebutuhan akan keintiman. Hasil lainnya adalah tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara wanita dan pria dalam fungsi-fungsi persahabatannya. Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran secara deskriptif mengenai fungsi persahabatan pada wanita dan pria, khususnya pada masa dewasa muda, sehingga dapat dijalin hubungan persahabatan yang lebih baik. Mengingat kemungkinan adanya faktor budaya yang mempengaruhi penelitian ini, maka pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan adaptasi alat terlebih dahulu sehingga hasilnya lebih memuaskan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Johanna
"Sebagai mahluk sosial, manusia memiliki kebutuhan untuk membentuk dan mengembangkan hubungan interpersonal yang memuaskan. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan afiliasi (need for affiliation) [Nlaslow, 1986]. Salah satu bentuk hubungan yang dapat memenuhi kebutuhan afiliasi adalah hubungan persahabatan. Melalui persahabatan, seseorang mendapatkan perhatian, tempat untuk berbagi, keterikatan dengan orang lain, kebebasan untuk berkembang, penghargaan, kepercayan dan kesetaraan.
Hubungan persahabatan dianggap penting oleh seseorang, karena persahabatan adalah suatu hubungan psikologis yang mencakup hubungan pertemanan, saling berbagi (sharing), saling mengerti pikiran dan perasaan, dan saling menyayangi serta memberikan kenyamanan satu sama Iain serta tidak lekang oleh waktu (Berk, 1994).
Kebutuhan akan hubungan persahabatan ini telah berlangsung dari awal masa kecil dan menjadi semakin penting ketika memasuki masa remaja. Pada masa ini, remaja dihadapkan pada suatu proses pembentukan identitas diri dan diharapkan dapat menentukan siapa dirinya, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang Iain. Oleh sebab itu remaja membutuhkan orang Iain yang dapat memberikan pengertian dan simpati, dan orang yang paling tepat adalah remaja lain karena mereka berada dalam posisi yang sama (Conger & Peterson, 1995).
Dalam sebuah persahabatan, penting adanya faktor sukarela, unik, kedekalan dan keintiman, persahabatan harus dipelihara agar dapat bertahan (Suzanne Kurth, 1970) dan rasa saling percaya (mutual trust) (Douvan dan Adelson, 1973).
Selain meneliti kelima unsur yang ada dalam suatu persahabatan, peneliti juga ingin meneliti bentuk hubungan persahabatan antara dua orang, yaitu remaja dan sahabatnya (dyad). Hubungan 'dyad' itu sendiri adalah bentuk terkecil dan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang. Pada bentuk hubungan ?dyad', hanya ada satu hubungan interpersonal yang terjadi, yaitu antara subyek dan sahabatnya (Farley, 1992).
Dalam suatu hubungan interpersonal yang sifatnya 'dyadic', factor kecocokan sering dianggap sebagai faktor penentu keberhasilan hubungan. William C. Schutz mengemukakan teorinya mengenai faktor kecocokan ini melalui teori hubungan interpersonal. Teori ini menjelaskan hubungan interpersonal yang didasarkan pada keyakinan akan pemuasan kebutuhan interpersonal dalam kelompok. Kebutuhan interpersonal yang dimaksud meliputi kebutuhan akan inklusi, kontrol, dan afeksi.
Penelitian ini dltujukan untuk melihat dimensi-dimensi persahabatan yang dlkemukakan oleh Suzanne Kurth serta Douvan dan Adelson pada remaja ditinjau melalui analisis kecocokan psikologis yang dikemukakan oleh William C. Schutz. Subyek pada penelitian ini adalah remaja menengah (Konopka Pikunas, 1976) dengan rentang usia antara 15-18 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode incidental sampling dan berhasil didapatkan 32 pasang subyek (64 orang remaja). Alat pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner persahabatan, hasil elisitasi terhadap sejumlah subyek remaja, dengan didasarkan pada teori dari Suzanne Kurth serta Douvan dan Adelson, dan kuesioner Fundamental Interpersonal Relations Orientation-Behavior atau FIRO-B dan William C. Schutz (1960). Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisa deskriptif dan korelasi. Keseluruhan pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS.
Hasil dan penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor kebutuhan interpersonal akan kontrol yang diekspresikan dan diinginkan dengan faktor kedekatan dan keintiman dalam persahabatan. Selain itu, hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara factor kebutuhan interpersonal akan afeksi yang diekspresikan dan diinginkan dengan faktor unik dalam persahabatan. Selain hubungan antara faktor-faktor persahabatan dengan faktor kebutuhan interpersonal, tergambar pula perbedaan faktor-faklor persahabatan dan kebutuhan interpersonal antara remaja laki-laki dan perempuan, dimana hasil yang didapat menunjukkan hanya dua (2) factor saja yang memiliki perbedaan yang signifikan, yaltu faktor kebutuhan interpersonal akan wanted inclusion dan expressed affection.
Uniuk penelitian lebih lanjut, peneliti menyarankan untuk menggunakan cara lain, seperti metode wawancara, sehingga didapatkan hasil yang lebih mendalam, menyeluruh, dan mungkin saja ditemukan faktor lain yang mempengaruhi persahabatan selain faktor kecocokan psikologis dan faktor-faktor persahabatan yang ada dalam penelitian ini. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2966
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kumala Dewi
"Berbicara mengenai pergaulan remaja biasanya tidak lepas dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama teman sebaya, misalnya pesta-pesta, sekedar berkumpul bersama teman, bermain musik, berolahraga dan lain-lain. Pergaulan remaja juga sering dikaitkan dengan dimulainya hubungan pertemanan dengan lawan jenis dan meningkat pada hubungan pacaran atau kencan. Hampir semua remaja, dari keluarga kaya maupun miskin, mengalami hal serupa ini.
Kini muncul dan berkembang suatu istilah yang disebut dengan begaul. Istilah tersebut memberikan pengertian bahwa dalam pergaulan di lingkungan remaja terdapat remaja yang tergolong anak gaul' dan bukan anak gaul. Begaul kini menjadi sebuah fenomena khas remaja Jakarta di era tahun '90-an, yang artinya tidak hanya mempunyai banyak teman dan melakukan kegiatan bersama tetapi juga menyangkut gaya hidup yang cenderung konsumtif dan materialistis. Mereka yang tergolong sebagai anak gaul biasanya memang berasal dari keluarga golongan ekonomi menengah atas dan sering menjadi sorotan negatif masyarakat.
Menurut Andersson (1969) para tokoh pendidikan sejak lama telah mengemukakan bahwa seluruh proses sosialisasi merupakan proses pendidikan: Havighurst dan Neugarten (1957) menyebut keluarga dan peer group sebagai suatu lingkungan belajar, dan Sjostrand (1967) berpendapat bahwa sekolah hanya mencakup sebagian kecil dari proses pendidikan yang terjadi dalam masyarakat.
Menurut Lewin, perilaku remaja yang begitu mementingkan peer group disebabkan oleh keadaan remaja yang berada pada periode transisi di mana mereka mengubah group membership (Lewin dalam Rice, 1990).
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep begaul menurut remaja dan bagaimana gambaran budaya remaja Jakarta. Konsep adalah ciri-ciri penting dari suatu obyek atau peristiwa tertentu dan aturan-aturan yang menghubungkan ciri-ciri im (Solso, 1979). Konsep begaul mencakup pemahaman seseorang tentang apa yang menjadi ciri-ciri atau unsur begaul tersebut, termasuk definisi, tujuan, manfaat dan kerugiannya.
Subyek penelitian adalah remaja berusia 15-18 tahun yang tinggal di Jakarta minimal selama 1 tahun, dengan jumlah 102 orang. Pelaksanaannya dengan membagikan kuesioner secara insidental dengan porsi yang seimbang antara remaja Iaki-laki dan perempuan. Berdasarkan data yang diperoleh, penulis mengolahnya dengan teknik analisis kuantitatif berupa persentase dan teknik analisis kualitatif yaitu dengan melakukan teknik content analysis, dengan cara menganalisis dan menggolong-golongkan isi hasil jawaban subyek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep begaul meliputi unsur-unsur seperti sosialisasi, informasi, hura-hura, dan friendship. Gambaran budaya remaja yang terdiri dari unsur material dan non material menunjukkan adanya ciri khas pada remaja Jakarta yang dapat membedakannya dengan remaja yang tinggal di kota-kota lain di Indonesia.
Dalam diskusi, hasil penelitian ini dikaitkan dengan tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja (Havighurst, 1972 dalam Rice, 1990) dan penelitian-penelitian mengenai konformitas pada remaja.
Saran yang dapat dilakukan untuk penelitian berikutnya adalah menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara terstruktur dan observasi agar dapat lebih mudah melakukan probing mengenai hal-hal yang masih belum jelas dan masih ingin ditanyakan lebih lanjut. Penulis juga menyarankan untuk melakukan penyebaran yang merata dari setiap wilayah Jakarta supaya dapat sekaligus memperoleh data perbandingannya. Teori mengenai popularitas pada masa remaja ternyata juga dibutuhkan untuk membahasnya lebih dalam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Rini Hildayani
"Pada masa dewasa muda, keintiman (intimacy) merupakan sesuatu yang menjadi perhatian. Keintiman tidak saja dapat dicapai melalui hubungan perkawinan, tetapi juga melalui sejumlah bentuk hubungan yang Iain, misalnya, persahabatan. Persahabatan dapat dibentuk, baik dengan orang-orang dari jenis kelamin yang sama maupun dengan lawan jenis. Untuk orang-orang yang telah menikah, persahabatan terkadang dipandang sebagai sesuatu yang dapat mengacaukan fungsi perkawinan, apalagi jika persahabatan yang dibentuk adalah persahabatan lawan jenis.
Umumnya, masyarakat memandang bahwa seseorang yang telah menikah seharusnya memperoleh semua kebutuhan dari pasangannya dan tidak mengembangkan hubungan dengan orang di Iuar pasangan, apalagi jika hubungan dibina dengan lawan jenis. Hal ini tampaknya diperkuat oleh norma budaya yang kurang mendukung persahabatan lawan jenis. Dikatakan bahwa persahabatan jenis ini hampir selalu dikaitkan dengan adanya keterlibatan unsur seks. Selain itu, mungkin akan timbul masalah dengan pasangan sehubungan dengan kehadiran sahabat. Padahal sebagai suatu bentuk hubungan, persahabatan jenis ini mungkin dapat memberikan manfaat yang suIit didapat dalam hubungan lain pada orang-orang yang menjalaninya.
Adanya nilai positif yang mungkin diperoleh dari persahabatan dengan lawan jenis pada orang-orang yang telah menikah, rnasalah yang mungkin timbul dengan pasangan akibat hubungan yang dijalani, serta ancaman terhadap penyimpangan dari hubungan yang mungkin terjadi mendorong peneliti uniuk mengetahui gambaran persahabatan pada pria dan wanita yang telah menikah. Usia dewasa muda dipilih untuk menjadi subyek dalam penelitian ini karena pada tahap ini seseorang dihadapkan pada sejumlah tugas, di antaranya membentuk keluarga dan memperkuat persahabatan.
Teori dan hasil penelitian dari sejumlah peneliti digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber rujukan; umumnya meliputi hal-hal yang berkaitan dengan persahabatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan wawancara mendalam sebagai alat pengumpul data utama. Dipilihnya bentuk metode ini adalah karena persahabatan merupakan sesuatu yang dihayati secara pribadi oleh individu dan dapat menimbulkan pemikiran, perasaan, dan tingkahlaku yang berbeda satu sama Iain. Subyek yang dilibatkan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh orang; terdiri dari lima subyek pria dan lima subyek wanita yang memenuhi kriteria tertentu.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa keseluruhan subyek dalam penelitian ini mendapatkan nilai positif dari persahabatan yang mereka jalani. Sejumlah manfaat diperoleh dari persahabatan. Manfaat ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, tampaknya ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan perkawinan. Di lain sisi, pasangan subyek penelitian tampaknya cukup dapat menerima kehadiran sahabat.
Saat ini, keluarga tetap ditempatkan pada prioritas utama. Belum ditemukan adanya pelanggaran pada subyek terhadap komitmen perkawinan, seperti keteriibatan unsur seks. Untuk masa yang akan datang mereka belum mengetahuinya. Walaupun demikian, beberapa langkah positif dilakukan oleh mereka agar hubungan dengan sahabat tidak menyimpang dan kehidupan rumah tangga tetap dapat berjalan Ianggeng.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dalam konseling perkawinan, setidak-tidaknya dapat memberi insight pada orang-orang yang cenderung menilai negatif persahabatan lawan jenis. Di lain pihak, melibatkan subyek dengan karakteristik yang Iebih spesifik mungkin dapat menjadi penelitian lanjutan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2544
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zani Afrinita
"Kerja merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan dewasa muda. Seorang dewasa yang normal adalah orang yang mampu untuk mencintai dan bekerja (Freud dalam Craig, 1986). Yang dimaksud dengan kerja adalah pekerjaan dimana individu mendapatkan bayaran sebagai imbalan. Dalam bekerja, individu pada umumnya mempunyai tujuan-tujuan tertentu namun kadangkala tujuan ini tidak selalu dapat dipenuhi. Tidak terpenuhinya tujuan ini dapat menimbulkan stres bagi individu (Quick & Quick, 1983). Stres yang dialami individu dalam dunia kerja ini disebut sebagai stres kerja (Soewondo, 1991). Stres kerja dapat dibedakan menjadi stres yang bersumber dari pekerjaan dan kehidupan sehari-hari (Greenberg 8. Baron, 1993).
Salah satu hal yang dapat digunakan untuk mengatasi stres kerja adalah dukungan sosial (Quick & Quick, 1983). Lobel (1994) mengemukakan dukungan sosial ini dapat diberikan dalam 4 bentuk, yaitu dukungan emosional, instrumental, informasional dan penilaian. Adanya dukungan sosial dapat menurunkan stres pada individu karena dengan mempersepsi adanya orang lain yang dapat dan akan membantunya maka individu akan menilai bahwa ancaman yang tadinya berada di luar kemampuannya dapat diatasi sehingga individu tidak lagi memandang hal tersebut sebagai ancaman.
Di tempat kerja dukungan sosial ini dapat diperoleh individu dari sahabat. Yang dimaksud dengan sahabat di sini adalah sahabat ditempat kerja. Mengingat pentingya fungsi dukungan sosial dalam mengatasi stres dan salah satu sumber dukungan sosial di tempat kerja adalah sahabat, maka penalitian ini bertujuan untuk melihat persepsi dewasa muda mengenai fungsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja.
Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data melalui skala yang mengukur persepsi dewasa muda mengenai fungsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja. Subyek penelitian adalah dewasa muda dengan pendidikan minimal SLTA dan bekerja purna waktu sekurang-kurangnya selama 6 bulan pada perusahaan swasta. Jumlah keseluruhan subyek adalah 119 orang yang terdiri dari 55 subyek pria dan 64 subyek wanita.
Hasil pengolahan data dengan menggunakan metode statistik deskriptif menunjukkan bahwa dewasa muda mempersepsi sahabat sebagai sumber dukungan sosial dalam menghadapi stres kerja. Dukungan sosial ini dipersepsi diberikan dalam bentuk dukungan emosional, informasional dan penilaian dalam menghadapi stres kerja yang bersumber dari pekerjaan. Sedangkan pada stres kerja yang bersumber dari kehidupan sehari-hari, subyek mempersepsi sahabat memberikan dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional, informasional, penilaian dan instrumental.
Di samping itu uji perbedaan dengan menggunakan teknik t-test diperoleh hasil bahwa pada persahabatan lawan jenis subyek pria dan wanita tidak mempersepsi adanya perbedaan dukungan sosial yang diberikan oleh sahabatnya, namun pada persahabatan sesama jenis subyek wanita mempersepsi sahabatnya lebih tinggi memberikan dukungan emosional dibandingkan dengan persepsi subyek pria terhadap dukungan emosional yang diberikan oleh sahabatnya. Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh pola persahabatan yang berbeda antara pria dan wanita dimana persahabatam wanita lebih menekankan pada aspek emosional. Namun pada pesahabatan lawan jenis, perbedaan ini tidak muncul karena baik subyek pria maupun subyek wanita mempersepsi adanya dukungan sosial yang sama diberikan oleh sahabat pria maupun wanita."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savitri Puji Astuti
"Dalam persahabatan, salah satu kegiatan yang dilakukan antara dua sahabat adalah melakukan pengungkapan diri (Hays, dalam Deaux, 1993). Derlega (2004) mengatakan bahwa pengungkapan diri merupakan salah satu faktor penting dalam berkembangnya suatu hubungan. Derlega (1993) berpendapat bahwa pengungkapan diri adalah sesuatu yang diekspresikan oleh individu secara verbal mengenai dirinya.
Jourard (dalam Hirokawa, 2004) mengartikan pengungkapan sebagai suatu usaha dalam menjadikan diri "transparan" terhadap orang lain dengan melalui komunikasi. Pengungkapan terjadi apabila individu yang terlibat telah mengenal satu sama lain dan telah tertanam perasaan saling percaya (Argyle, 1992).
Menurut Derlega dan Grzelak (1979, dalam Rottenberg, 1995), pengungkapan diri memiliki 5 fungsi yaitu mendapatkan penilaian sosial, mendapatkan kontrol sosial, mendapatkan klarifikasi diri, melatih pengekspresian diri dan mengembangkan hubungan. Adapun Jourard (1964) mengutarakan mengenai 6 kategori dalam pengungkapan diri, yaitu perilaku dan opini, selera dan ketertarikan, pekerjaan atau sekolah, uang, kepribadian dan tubuh.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Jourard (1964), Brehm (1992), Derlega (1993) dan Papini et al. (2004) ditemukan beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap pengungkapan diri. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah jenis kelamin, usia, perilaku orang tua, dan rasa percaya serta waktu.
Pengungkapan diri dilakukan oleh tiap individu dan pada tiap tahap perkembangan. Derlega (1993) mengatakan bahwa usia memberikan pengaruh terhadap pengungkapan. Perubahan pola pengungkapan diri terkait dengan perubahan dasar dalam isu dan tugas yang berkaitan dengan perkembangan kepribadian (Rottenberg, 1995). Hal ini berarti perkembangan individu memiliki pengaruh terhadap proses pengungkapan diri.
Berndt (dalam Papalia & Olds, 2004) mengutarakan bahwa intensitas persahabatan dalam masa remaja jauh lebih besar daripada periode lain selama rentang kehidupan seseorang. Sementara pada masa dewasa madya, persahabatan dapat dijadikan panduan bagi dewasa madya ketika individu mengalami stress kesehatan fisik ataupun mental (Cutrona, Russel, & Rose, dalam Papalia, 2002).
Minimnya penelitian yang mengkaitkan mengenai proses, fungsi dan kategori pengungkapan diri dengan masa perkembangan seorang individu merupakan salah satu alasan penelitian ini dilakukan. Masalah yang muncul adalah bagaimana fungsi, kategori dan proses pengungkapan diri pada persahabatan remaja dan dewasa madya?
Penelitian yang dilakukan bersifat kualitatif, dengan metode penelitian in-depth interview. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 orang, terdiri dari 2 remaja (laki-laki dan perempuan) dan 2 dewasa madya (laki-laki dan perempuan). Karakteristik subjek adalah memiliki minimal 1 orang sahabat dan hubungan persahabatan masih berlangsung selama masa penelitian dilakukan.
Hasil utama yang diperoleh dalam penelitian adalah munculnya kelima fungsi pengungkapan diri pada tiga kasus dan tiga fungsi pengungkapan diri pada kasus ke empat. Kategori yang muncul pada keempat kasus adalah selera dan ketertarikan, uang, dan kepribadian. Untuk proses pengungkapan diri, rasa percaya dan waktu merupakan faktor penting untuk munculnya pengungkapan diri secara mendalam."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riris Loisa
"Sering dikatakan kebudayaan merupakan faktor penting di dalam menentukan komunikasi manusia, apa yang dikatakan dan bagaimana mengatakannya dipelajari seseorang di dalam kebudayaannya. Berbagai studi di dalam bidang ilmu yang mempelajari keterkaitan antara kebudayaan dengan manusia, menyatakan bahwa kebudayaan mengkondisikan manusia kepada suatu karaktersitik watak tertentu. Pandangan-pandangan yang sejalan dengan pernyataan para ahili di atas ternyata juga banyak dianut oleh para ahli komunikasi. Keterlibatan kebudayaan di dalam watak manusia, sudah cukup lama diperhatikan oleh para pakar studi ilmu komunikasi. Mereka mengkonseptualisasikan apa yang disebut sebagai watak komunikasi, dimana sebagian besar watak komunikasi ini cenderung dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan orang bersangkutan.
Penelitian Konteks Kebudayaan dan Strategi Reduksi Ketidakpastian pada dasarnya mencari tahu bagaimana kebudayaan terlibat di dalam prilaku komunikasi. Sementara itu disebut-sebut, bahwa prilaku komunikasi manusia tidak hanya dilatarbelakangi oleh watak komunikasinya, tetapi juga oleh persepsi terhadap situasi. Karena itu, pengumpulan data tentang watak komunikasi di dalam penelitian ini dilengkapi dengan data yang berkaitan dengan situasi komunikasi.
Karena prilaku komunikasi begitu beragam, pada penelitian ini prilaku komunikasi dibatasi pada prilaku pencarian informasi, yang disebut sebagai strategi reduksi ketidakpasatian. Penelitian-penelitian tentang strategi reduksi ketidakpastian yang sudah ada sampai saat ini berfokus pada aspek situasi komunikasi. Karena itu penelitian ini bermaksud untuk melihat prilaku komunikasi tersebut dari sisi watak komunikasi, maupun situasi komunikasi. Strategi reduksi ketidakpastian, menjadi bahasan khusus di dalam studi komunikasi antarpribadi. Disebut-sebut, bahwa strategi reduksi ketidakpastian ini dapat menjelaskan bagaimana suatu hubungan antarpribadi berkembang dari tahap perkenalan sampai pada tahap hubungan yang intim.
Agar bisa mendapatkan gambaran tentang prilaku komunikasi yang memang khas di dalam suatu kebudayaan tertentu, perlu untuk memperhatikan apakah kebudayaan yang ingin dipelajari memang berbeda dari kebudayaan lainnya. Untuk itu dipilih dua sub-kebudayaan di dalam masyarakat Indonesia, yang memiliki karakeristik yang berbeda dalam hal konteks kebudayaannya, yaitu kebudayaan Batak, yang memiliki ciri-ciri kebudayaan konteks tinggi-rendah, dengan kebudayaan Jawa yang karakterstiknya cenderung kepada konteks tinggi-tinggi. Karena perbedaan kebudayaan justru terlihat jika kedua kebudayaan berinteraksi di wilayah yang tidak memiliki kebudayaan dominan, maka penelitian ini dilakukan di Jakarta. Berbagai studi lainnya menjelaskan bahwa kelompok wanita cenderung untuk lebih banyak melakukan pengungkapan diri, dan memiliki kecenderungan yang kuat untuk membina suatu hubungan. Berdasarkan berbagai pertimbangan di atas, dipilih nara sumber yang dapat diandalkan dalam hal memberikan informasi sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mereka yang mengalami intemalisasi kebudayaannya, dan mengaktifkan strategi reduksi ketidakpastian baik di dalam kehidupan sehari-hari, juga kepada partner hubungannya. Karena yang akan dipelajari adalah mereka yang berasai dari suku bangsa Batak dan suku bangsa Jawa, maka pasangan hubunganhubungan pertemanan, yang komposisinya terdiri atas sepasang wanita Jawa, sepasang wanita Batak, atau sepasang wanita yang terdiri atas suku bangsa Batak dan suku bangsa Jawa, dan berdasarkan pertimbangan lainnya dibatasi pada mereka yang berpendidikan minimal D3 dan bekerja di Jakarta.
Dari hasil wawancara mendalam, bahwa para nara sumber mengalami internalisasi kebudayaan di dalam keluarga mereka masing-masing, nara sumber wanita dari suku bangsa Batak, cenderung menginternalisasi kebudayaan konteks tinggi-rendah. Sementara itu nara sumber wanita suku bangsa Jawa, cenderung menginternalisasi kebudayaan konteks tinggi-tinggi. Dimana pada gilirannya internalisasi kebudayaan ikut membentuk watak komunikasi, dimana strategi reduksi ketidakpastian yang biasanya mereka aktif kan, juga sejalan dengan strategi reduksi ketidakpastian yang biasanya dipraktekkan di dalam keluarga ketika mereka menginternalisasi konteks kebudayaan.
Ketika dikhususkan pada situasi hubungan pertemanan, kelihatan bahwa masing-masing partisipan melakukan adaptasi, termasuk adaptasi strategi reduksi ketidakpastian. Nara sumber yang berasal dari suku bangsa Batak yang di dalam kehidupannya sehari-hari cenderung menggunakan strategi interaktif dengan bahasa verbal yang serba langsung, mulai menggunakan strategi interaktif dengan cara-cara pengamatan. Sementara itu nara sumber wanita Jawa yang cenderung untuk menyimpan data tentang dirinya dari orang lain, mulai melakukan pengungkapan diri. Dengan demikian penelitian ini mengangkat keterlibatan kebudayaan di dalam prilaku komunikasi dengan menjelaskan aspek watak dan aspek situasi komunikasi. Dimana di dalam aspek watak komunikasi, strategi reduksi ketidakpastian yang diaktifkan cenderung sejalan dengan yang diinternalisasinya di dalam pranata primer. Sementara itu di dalam situasi hubungan pertemanan, keterlibatan kebudayaan terutama mengacu kepada kebudayaan sebagai cara-cara adaptasi. Dimana sejalan dengan perkembangan hubungan pertemanan, strategi yang digunakan berdasarkan adaptasi kedua pihak, dengan sama-sama bergeser pada strategi interaktif yang disertai pengamatan terhadap prilaku satu sama lain. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T3915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nidia Robertina
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kualitas attachment ayah-anak dan ibu-anak dengan kualitas persahabatan pada remaja madya. Partisipan pada penelitian ini adalah remaja yang berusia 15 hingga 17 tahun, sebanyak 97 partisipan. Kualitas Attachment pada ayah-anak dan ibu-anak diukur dengan alat ukur Inventory of Parent and Peer Attachment yang disusun oleh Armsden dan Greenberg (1987). Kualitas persahabatan diukur dengan alat ukur Friendship Quality Questionnaire dari Parker dan Asher (1989) yang dibagi menjadi dua dimensi, yakni dimensi kualitas persahabatan positif yang terdiri aspek validation and caring, companionship and recreation, help and guidance, intimate exchange, dan conflict resolution, serta dimensi kualitas persahabatan negatif yang memiliki aspek conflict and betrayal. Hasil utama pada penelitian ini menemukan bahwa kualitas attachment ibu-anak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas persahabatan positif dan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas persahabatan negatif. Kemudian pada kualitas attachment ayah-anak, ditemukan hasil yang signifikan terhadap dimensi kualitas persahabatan positif, namun tidak signifikan terhadap dimensi kualitas persahabatan negatif.

ABSTRACT
This research aimed to see the relationship between the attachment quality of father-child and mother-child with friendship quality among middle adolescence. The participants of this research were 97 adolescents aged 15 to 17 years old. Attachment quality of father-child and mother-child were measured using Inventory of Parent and Peer Attachment which developed by Armsden and Greenberg (1987). The friendship quality was measured using Friendship Quality Questionnaire developed by Parker and Asher (1989) which consists of two dimensions: positive friendship quality that consisting of aspects validation and caring, companionship and recreation, help and guidance, intimate exchange, conflict resolution; and negative friendship quality that having an aspect conflict and betrayal. The main result of this research found that the attachment quality on mother-child significantly correlated with positive friendship quality and also significantly correlated with negative friendship quality Attachment quality on father-child significantly correlated with positive dimension of friendship quality, but it there is no correlation with negative dimension of friendship quality."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56201
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hildayani, supervisor
"Sejak memasuki usia sekolah, keluarga tidak lagi menjadi satu-satunya
lingkungan yang berperan besar dalam kehidupan anak. Terlebih lagi pada
akhir masa usia sekolah, dimana anak mulai memasuki usia prapubertas- Pada masa ini, di samping orang tua, lingkungan pergaulan dengan teman
mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan anak.
Ada sejumlah kemajuan yang dibuat oleh anak selama masa usia
sekolah, yang menyebabkan hubungan pertemanan yang mereka bentuk
menjadi semakin kompleks dan berarti. Salah satunya adalah kemampuan yang lebih baik untuk memahami perspektif kebutuhan, dan perasaan orang lain.
Dengan kemampuan ini, anak mulai mengutamakan adanya rasa setia kawan,
pengertian, dan berbagi perhatian dalam berteman. Harapan tentang
persahabatan dalam cara yang lebih kompleks pun makin berkembang.
Memasuki masa remaja., khususnya pada masa remaja awal, kebutuhan
akan sahabat ini semakin bertambah. Sekalipun hubungan dengan keluarga
tetap dekat, sahabat menjadi penycedia dukungan pada masa remaja. Sejalan
dengan bertambahnya usia, remaja menginginkan hubungan yang lebih dekat, yang meliputi berbagi perasaan, pikiran, dan masalah-masalah pribadi.
Adanya rasa setia kawan, perhatian, dan keinginan untuk berbagi
merupakan beberapa kualitas yang ada dalam sebuah hubungan persahabatan.
Kualitas persahabatan sendiri mengacu pada ciri atau sifat yang esensial dari sebuah persahabatan. Parker dan Asher (1993) mengemukakan enam kualitas
persahabatan yang meliputi : validation and caring, conflict and betrayal,
compambnshy and recreation, help and guidance, intimate exchange, dan
conflict resolution.
Sejumlah faktor diperkirakan berpengaruh terhadap kualitas
persahabatan. Faktor-faktor tersebut meliputi attachment orangtua-anak, usia,dan jender. Adanya perbedaan kualitas attachment (secure dan insecure), usia
(usia sekolah dan remaja), dan jender (laki-laki dan perempuan) diasumsikan juga akan menghasilkan perbedaan dalam kualitas persahabatan tertentu.
Untuk menguji pemikiran di atas, penulis melakukan penelitian tentang
hal ini. Sepanjang yang penulis ketahui, penelitian tentang pengaruh kualitas attachment, usia, dan jender terhadap kualitas persahabatan belum banyak
dilakukan di Indonesia, terlebih lagi yang diukur pada masa usia sekolah dan remaja. Selain itu, kemungkinan adanya perubahan dalam kebutuhan akan sahabat dan perubahan dalam peran jender juga mendorong penulis untuk
melakukan penelitian ini. Dalam kaitannya dengan kualitas attachment, penulis membatasi pengukuran hanya terhadap attachment antara ibu - anak. Hal ini dipilih mengingat ibu hampir selalu menjadi figur attachment utama dalam kehidupan anak.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode kuantitatif dan
melibatkan sejumlah siswa SD dan SLTP yang memenuhi karakteristik
tertentu. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner yang menggali kualitas attachment ibu-anak dan kualitas persahabatan anak. Seluruh data diolah dengan menggunakan program SPSS.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa faktor jender
mempunyai pengaruh yang cukup bermakna terhadap kualitas persahabatan
tertentu. Perbedaan yang bermakna antar kelompok juga ditemukan untuk
sejumlah kualitas persahabatan. Pertama, kelompok anak yang secure
ditemukan memiliki skor yang lebih tinggi secara bermakna untuk kualitas validation and caring, help and guidance, dan conflict resolution dibandingkan
dengan kelompok anak yang insecure. Kedua, kelompok anak usia sekolah
ditemukan memiliki skor yang lebih tinggi secara bermakna untuk kualitas companionship and recreation dan validation and caring dibandingkan dengan
kelompok anak remaja. Akhirnya, kelompok anak perempuan menunjukkan
skor yang lebih tinggi secara bermakna untuk kualitas companionship and
recreation, validation and caring, dan intimate disclosure dibandingkan dengan kelompok anak laki-laki. Sejumlah hal tampaknya mempengaruhi hasil yang diperoleh, seperti faktor instrumen penelitian dan jumlah sampel. Untuk
penelitian selanjutnya, beberapa saran diberikan berkaitan dengan hal itu.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T38119
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>