Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ajeng Kumala Indriyani
"Penelitian atas Hak Cipta sebagai Benda Jaminan didasarkan pada Undang - Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang hak Cipta dan Undang - Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui untuk mengetahui keberadaan Hak Cipta dalam kedudukannya sebagai benda serta kemungkinannya sebagi obyek penjaminan atas hutang dalam prespektif Hukum Jaminan Indonesia.
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku? berdasarkan pasal 2 Undang - undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, sedangkan pengertian Jaminan sebagai jaminan umum adalah jaminan yang diberikan bagi kepentingan semua kreditur dan menyangkut semua harta kekayaan debitur.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Hak Cipta memenuhi seluruh unsur dan keberadaan sebagai benda, tetapi sebagai obyek penjaminan Hak Cipta memiliki kelemahan - kelemahan yaitu peralihan atas Hak Cipta yang tidak menyeluruh melainkan hanya sebagian, tidak terdapatnya nilai tetap atas Hak Cipta, serta belum adanya lembaga penjaminan yang tepat bagi Hak Cipta sebagai Jaminan.

Copyright is the exclusive right for the creator or the recipient of the right to publish or reproduce his/her creations and to give others permissions to do so without reducing any restrictions regulated by the existing laws; Article 2 of Copyright Act No. 19 of 2002. Collateral on the other hand is an asset given by debtors to creditors as a guarantee on a particular value of a loan.
The research on Copyright as an object of warranty is based on the Act No. 19 of 2002 on Copyrights and Law, as well as the Law No. 42 of 1999 on Fiduciary Guarantee. This study aims to explore the stand of Copyright in its capacity as an object as well as its potential as collateral with respect to the Indonesian Security Law.
Results of this study conclude that Copyright in fact fulfills all the elements and conditions as an object yet contains some weaknesses as collateral such as; the transfer of Copyright that is only partial instead of full, the absence of a fixed value due to the fact that the value of Copyright is determined based on mutual agreements and professional organizations, and the difficulty of executing copyright as an object of warranty due to its intangible nature.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T33319
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Andre Yakob
"Jika dilihat dari latar belakang historis mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) terlihat bahwa di negara barat/ western, penghargaan atas kekayaan intelektual atau apapun hasil olah pikir individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan dalam perundang-undangan. Konsep HKI bagi masyarakat barat bukanlah sekedar perangkat hukum yang digunakan hanya untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang akan tetapi dipakai sebagai alat strategi usaha di mana karena suatu penemuan dikomersialkan atau kekayaan intelektual, memungkinkan pencipta atau penemu tersebut dapat mengeksploitasi ciptaan/penemuannya secara ekonomi. Maka dengan Metode normatif, penulis akan menulis tentang bagaimana hak cipta sebagai Hak atas Kekayaan Intelektual dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari usaha untuk mendapatkan modal di luar negeri, dan bagaimana apabila hal ini diberlakukan di Indonesia.
Undang-Undang Hak Cipta yang baru memberikan peluang dan sudah mengatur tentang sistem ini, dan hak ini tinggal dilanjutkan bagaimana sistem pengaturan tentang penjaminan Hak Cipta dapat berjalan di Indonesia, dan apakah dapat selaras dengan pengaturan hukum yang sudah ada di Indonesia. Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya juga menimbulkan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut. Pada gilirannya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan tadi, termasuk pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakekatnya pula, Hak Atas Kekayaan Intelektual dikelompokan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud.
Dalam tahun-tahun terakhir, telah semakin nyata di dalam kebutuhan pembangunan harus bersandarkan pada industry yang menghasilkan nilai gagasan tinggi. Terutama setelah gagasan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) serta keikutsertaan Indonesia sebagai anggota WTO, telah menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam mendukung sistem perekonomian yang bebas/terbuka, dan secara tidak langsung memacu perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk lebih meningkatkan daya saingnya.

The historical background of the Intellectual Property Rights (IPR) is seen that in the west country / western, respect for intellectual property, or any results if the individual has a very long thought applied in their culture which is then translated into legislation. The concept of Intellectual Property Rights (IPR) for the western society is not just a legal device used only for the protection of one's intellectual work but used as a strategic tool for businesses where a discovery commercial or intellectual property, allowing the creator or inventor can exploit creation / discovery economically. So with normative method, the authors will write about how copyright as Intellectual Property Rights can be utilized as part of an effort to raise capital abroad, and what if it is applied in Indonesia.
Copyright Act gives new opportunities and are already set on this system, and the right to continue living how the system settings on guaranteeing Copyright can run in Indonesia, and whether it can be aligned with the existing legal arrangements in Indonesia. The growing conception of wealth on intellectual works also eventually lead to protect or maintain such property. In turn, this need produce to the conception of the legal protection of wealth before, including the recognition of the rights to it. In accordance with the essence Anyway, Intellectual Property Rights is classified as private property rights that are intangible.
In recent years, it has been increasingly evident in the development needs should be based on industries that produce high-value ideas. Especially after the idea of MEA (ASEAN Economic Community) as well as the participation of Indonesia as a member of the WTO, have demonstrated the seriousness of the Government in supporting the economic system which is free or open, and indirectly spur companies in Indonesia to further enhance its competitiveness.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parsaulian, Evi Linawaty
"Hak Cipta sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di negara-negara maju telah diperluas pemanfaatannya sebagai agunan untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari lembaga keuangan. Permasalahan yang dihadapi di Indonesia adalah belum tersedianya suatu ketentuan tentang penggunaan Hak Cipta sebagai agunan dalam sistem penyaluran kredit perbankan serta belum tersedianya lembaga penilai yang memiliki kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap nilai ekonomi dari Hak Cipta.
Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Tujuan memanfaatkan HKI sebagai agunan kredit adalah untuk membantu Pencipta maupun UKM dalam memenuhi kebutuhan modal kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi lembaga keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit melalui Hak Cipta sebagai agunan.
Meskipun Hak Cipta dapat dimanfaatkan sebagai agunan kredit, namun demikian kedudukannya dalam perjanjian penjaminan adalah bersifat perjanjian tambahan melengkapi suatu perjanjian pokok kredit. Hak Cipta memiliki prospek untuk dijadikan agunan kredit, karena Hak Cipta memiliki nilai ekonomi dan dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagaian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh oleh peraturan perundang-undangan. Selain itu, perjanjian penjaminan kredit, termasuk menggunakan Hak Cipta sebagai agunan pada umumnya diikat dengan akta notaris yang bersifat baku dan bersifat eksekutoral. Untuk lembaga jaminan yang paling memungkinkan dibebankan pada Hak Cipta sebagai obyek jaminan utang adalah lembaga Jaminan Fidusia mengingat pada jenis obyek jaminan yang berupa benda bergerak yang tidak berwujud dan mengenai penyerahan benda jaminan selama pembebanan fidusia bukan dilakukan kepada bendanya, tetapi kepada nilai ekonominya. Hak Cipta harus didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual agar dapat dijaminkan. Pendaftaran ini penting sebagai bukti bahwa pemberi fidusia adalah pemegang hak cipta dan pelaksanaan eksekusi terhadap nilai ekonomi Hak Cipta apabila wanprestasi dalam hal kredit macet melalui lembaga parate executie.

Copyright as a part of Intellectual Property Rights (IPRs) in developed countries have increased their use as collateral to obtain loans or financing from financial institutions. The problem faced in Indonesia is the unavailability of the provisions on the use of Copyright as collateral in loans, the banking system also yet the availability of appraisers that have the ability to provide assessment of the economic value of the Copyright.
The research methods used in the context of this research is normative legal research methods with qualitative data analysis. The purpose utilizes IPR as collateral loan is to assist author and UKM entrepreneurs in fulfill their working capital needs and provide legal protection for banking financial institutions in disbursing working capital loan through Copyright as a collateral. Although the Copyright can be used as loan collateral, but the position in the underwriting agreement to an additional agreement complements the primary credit agreement. Copyright has the prospect to be used on market prices, can be executed, can be transferred either wholly or partly by inheritance, grants, wills, written agreement or other causes that are justified by the law of rules.
In addition, the loan guarantee agreement, including the use of Copyright as collateral is generally associated with the raw action and executorial. To an institution the assurance that most allows charged on copyright as an object loan collateral is considering the fiduciary security on the type of an object the assurance that in the form of a moving object being intangible and on the surrender of security that copyright may be encumbered by fiduciary guarantee provided that the encumbrance be put nor over the copyrighted work, but on its economic value. In order to be secured under fiduciary claim, copyright must be registered with the Directorate General of Intellectual Property Rights. The registration is imperative as a proof that the fiduciary grantor is the holder of the copyright and the implementation of the execution of economic value copyright if breach of contract in terms of nonperforming loan through parate executie.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arminta Kinanti
"Munculnya era digital beserta perkembangan teknologi seharusnya didampingi oleh hukum yang memadai. Salah satu perkembangan yang dimaksud adalah munculnya Non-Fungible Token (NFT) sebagai objek yang diperjualbelikan pada blockchain. NFT merupakan hasil tokenisasi atau konversi suatu aset, yang kepemilikannya direpresentasi oleh token pada blockchain. Adapun aset yang dimaksud memiliki bentuk yang beragam, salah satunya karya seni yang dikonversi bentuknya menjadi token. Eksistensi NFT pada blockchain menimbulkan pertanyaan bagaimana perlindungan atas suatu karya yang dijadikan NFT berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulisan ini akan menjawab bagaimana NFT atas suatu karya dapat dilindungi oleh undang-undang hak cipta di Indonesia, serta apakah peraturan di Indonesia mengenai aset kripto dibawah Bappebti dapat mengakomodir kegiatan NFT di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi dokumen peraturan perundang-undangan, penelusuran literatur, serta wawancara dari lembaga pemerintah untuk perolehan data. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Penulis sampai pada kesimpulan bahwa NFT bukan merupakan hal yang dilindungi hak cipta namun karya dalam NFT dapat dilindungi hak cipta. Disamping itu, peraturan mengenai aset kripto di Indonesia oleh Bappebti tidak dapat mengakomodir sepenuhnya tokenisasi aset sebagai NFT. Hal tersebut dikarenakan NFT yang belum diatur dan ditetapkan sebagai aset kripto, serta peraturan Bappebti sendiri yang tidak memperhatikan proses tokenisasi suatu karya menjadi token dalam blockchain.

The emergence of the digital era with technological developments should be accompanied by adequate laws. One of the developments is Non-Fungible Tokens (NFT) as objects that are traded on the blockchain. NFT is the result of tokenization or asset conversion, whose ownership is represented by a token on the blockchain. The assets themselves have various forms, one of which is works of art that are converted into tokens. The NFT’s existence on the blockchain raises the question of how a work that is made into an NFT is protected based on applicable laws and regulations. This paper will answer how the NFT of work can be protected by Indonesia’s copyright laws, and whether Indonesia's regulations on crypto assets under The Commodity Futures Trading Authority (CoFTRA/Bappebti)can accommodate NFT activities in Indonesia. This research was conducted by using a study of statutory regulations, literature researches, and interviews for data collection. The author concluded that NFT is not copyright protected but works in NFT can be copyrighted. In addition, the COFTRA’s regulation regarding crypto assets cannot fully accommodate asset tokenization as NFT. Since NFT has not been regulated and qualified as a crypto asset, CoFTRA's regulations do not cover the tokenization process of work into a token."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Aryanto
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perspektif Hukum Islam terhadap perlindungan hak
cipta di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab isu hukum apakah
perlindungan hak cipta di Indonesia bertentangan dengan Hukum Islam atau tidak.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan
konseptual dan pendekatan komparatif. Hasil dari penelitian ditemukan jawaban
bahwa perlindungan hak cipta di Indonesia tidak bertentangan dengan Hukum
Islam. Kesimpulannya, sumber utama Hukum Islam yaitu Al Quran dan Hadis
tidak memberikan penjelasan eksplisit mengenai perlindungan hak cipta.
Landasan perlindungan hak cipta diberikan di dalam sumber Hukum Islam
lainnya yaitu ijma, qiyas, dan maslahah mursalah. Berdasarkan ketiga sumber
Hukum Islam tersebut, hak cipta dikategorikan sebagai harta dalam bentuk
manfaat. Selain itu, praktek negara-negara yang menganut Hukum Islam yaitu
Arab Saudi, Yordania, dan Mesir juga menunjukkan bahwa perlindungan hak
cipta tidak bertentangan dengan Hukum Islam.

ABSTRACT
This thesis discusses the perspective of Islamic Law on copyright protection in
Indonesia. It also aims to address the issue whether the law of copyright
protection in Indonesia is compatible to Islamic Law or not. This study employs
normative and juridical method by using conceptual and comparative approach.
The results of the study will be the answer whether copyright protection in
Indonesia is compatible to Islamic Law or not. The research found that the main
sources of Islamic law, namely the Holy Qur'an and the Hadits do not provide
explicit provisions and explanations about copyright protection. The general
principles of copyright protection in Islamic Laws can be found at ijma, qiyas, and
maslahih mursalah. Based on those resources copyright is categorized as property
in the form of manfa?ah. In addition, the practices conducted by Muslim
countries, namely Saudi Arabia, Jordan, and Egypt also suggest that copyright
protection, to some extent, is compatible with Islamic law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denisha Oktari
"Skripsi ini membahas mengenai penjaminan atas obyek berupa perjanjian lisensi hak cipta. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai tinjauan perjanjian lisensi hak cipta sebagai obyek jaminan dari perspektif hukum jaminan yang berlaku di Indonesia. Kedua, pembahasan mengenai jenis jaminan yang paling tepat dalam penjaminan perjanjian lisensi hak cipta berdasarkan pengaturan tentang lembaga-lembaga jaminan di Indonesia. Ketiga, membahas mengenai praktek pemberian jaminan atas perjanjian lisensi hak cipta di negara Jerman, kemudian membandingkannya dengan ketentuan yang ada di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar berasal dari studi kepustakaan uang diperoleh serta beberapa wawancara dengan beberapa narasumber.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa perjanjian lisensi hak cipta merupakan suatu hak kebendaan dimana di dalam perjanjian tersebut terdapat hak tagih yang dapat digolongkan sebagai piutang atas nama, yang termasuk dalam klasifikasi benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijadikan obyek jaminan. Maka dengan adanya klasifikasi benda bergerak tidak berwujud atas piutang dalam perjanjian lisensi hak cipta, maka lembaga penjaminan yang paling tepat ialah gadai dan fidusia Masing-masing lembaga jaminan memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda yang dapat disesuaikan baik untuk kebutuhan debitur maupun kreditur. Perbandingan dengan negara Jerman, dengan penjaminan gadai dan fidusia adalah pledge dan assignment.

This research is concerning the securities over copyright license agreement. This thesis mainly focusing about three problems. Firstly, the object of the securities also with the characteristic relating to the Law of Property. Secondly, explaining about which form of securities that suites the best for copyright license agreement regarding the securities law in Indonesia. Thirdly, comparing securities over license agreement in Indonesia with Germany. This research is a doctrinal research, which some of the data are based on the related literatures.
The result regarding the research stipulate that claim in the copyright license agreement is qualified as the form of intangible movable goods according to Law of Property in Indonesia. According to the practical of this transaction, securities over claim in license agreement applied in form of pledge and fiduciary. Each security has its own character that applicable according to debtor and creditor’s need. Comparing to Germany, pledge and assignment is basically nearly the same as in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54127
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Karunia Putri
"Penelitian ini membahas mengenai perbandingan hukum dimana hak cipta yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia di Negara Indonesia dan Negara Singapura. Berdasarkan Pasal 16 ayat 3 Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia hal ini menyadarkan kita bahwasanya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada dasarnya mempunyai nilai ekonomis. Dengan adanya perkembangan masyarakat global, HKI dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional. Dengan adanya pasal tersebut memunculkan masalah baru dimana belum adanya konsep yang jelas terkait due diligence, penilaian aset HKI, dan lembaga appraisal HKI di Indonesia, serta belum adanya dukungan yuridis baik dalam bentukperaturan terkait aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan maupun revisi mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/PBI/2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum terkait agunan kredit menjadi salah satu faktor utama mengapa pihak bank belum dapat menerima HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan. Dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediary, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam menyalurkan dana melalui pemberian kredit atau pembiayaan untuk memastikan bahwa debitur atau nasabah memiliki itikad dan kemampuan untuk membayar sesuai kesepakatan. Untuk mewujudkan konsep tersebut, Indonesia perlu belajar dari negara-negara yang telah mengatur secara jelas dan pasti peraturan mengenai HKI dapat dijadikan sebagai agunan di Bank.

This research discusses the comparative law where copyright can be used as an object of fiduciary security in Indonesia and Singapore. Based on Article 16 paragraph 3 of the Copyright Law which states that copyright can be used as an object of fiduciary security, this makes us aware that Intellectual Property Rights (IPR) basically have economic value. As is development of the global community, IPR can be used as collateral to get credit banking internationally. The existence of this article raises new problems where there is no clear concept related to due diligence, IPR asset valuation, and IPR appraisal institutions in Indonesia, and there is no juridical support either in the form of regulations related to IPR assets as objects of bank credit guarantees or revisions to Bank Indonesia Regulations. (PBI) No. 9/6/PBI/2007 concerning Asset Quality Assessment of Commercial Banks related to credit collateral is one of the main factors why banks have not been able to accept HKI as objects of bank credit guarantees. In carrying out its function as an intermediary institution, Banks are required to apply the precautionary principle, particularly in channeling funds through the provision of credit or financing to ensure that the debtor or customer has the intention and ability to pay according to the agreement. To realize this concept, Indonesia needs to learn from countries that have clearly and definitely regulated IPR regulations that can be used as collateral in banks."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talitha Zhafira Audrina
"Memasuki era globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki dampak yang cukup besar dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari, masyarakat erat kaitannya dengan dunia digital sebagai media untuk mendapatkan informasi secara cepat dan signifikan. Perkembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi ini tentu juga memberi perubahan terhadap hukum, terutama hukum kekayaan intelektual. Salah satu hukum kekayaan intelektual yang ikut berkembang seiring dengan perkembangan zaman adalah mengenai hak cipta. Hak cipta juga erat kaitannya dengan royalti yang merupakan bentuk perwujudan nyata dari hak ekonomi yang dihasilkan oleh pencipta atas ciptaannya itu sendiri. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 juga telah dijelaskan mengenai royalti yang merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Berkaitan dengan royalti hak cipta, akhir-akhir ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan keputusan hakim dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB yang pada intinya adalah dikabulkannya tuntutan pembagian royalti hak cipta sebagai harta bersama. Kasus tersebut bermula dari gugatan cerai yang dilayangkan oleh Inara (istri) kepada Virgoun (suami, yang merupakan musisi) melalui Pengadilan Agama Jakarta Barat. Dalam gugatan tersebut, terdapat 7 (tujuh) tuntutan dan salah satu tuntutannya adalah untuk memberikan royalti kepada Inara terhadap 3 (tiga) lagu Virgoun. Kemudian, Pengadilan mengabulkan gugatan Inara secara penuh termasuk dengan tuntutan untuk memberikan royalti sebesar 50% kepada Inara. Hal ini terjadi karena pembuatan 3 (tiga) lagu tersebut oleh Virgoun terinspirasi dari Inara dan juga anak-anaknya. Kasus tersebut menjadi pembicaraan hangat masyarakat dikarenakan kasus tersebut digadang-gadang yang menjadi kasus pertama di Indonesia yang dikabulkan secara penuh tuntutan pembagian royalti hak cipta atas harta bersama. Dalam penelitian ini akan membahas mengenai keterkaitan royalti hak cipta dengan harta bersama dalam perkawinan, yang mana menjadi polemik di masyarakat atas dasar hukum dari keterkaitan dua hal tersebut dan juga berkaca langsung pada kasus nyata dalam Putusan Nomor 1622/Pdt.G/2023/PAJB. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan yuridis normatif dan menggunakan tipologi penelitian deskriptif-analitis. Penelitian ini menemukan bahwa memang benar adanya royalti hak cipta dapat menjadi objek dalam perkawinan, namun terdapat beberapa catatan untuk hakim untuk memutus mengenai pembagian besaran royalti dan juga mengenai aturan pemanfaatan, pengelolaan, dan pengalihan royalti pasca putus perkawinan.

Entering the era of globalization, the development of science and technology has a significant impact on social life. In living their daily lives, people are closely related to the digital world as a medium for obtaining information quickly and significantly. These developments in science and technology of course also bring changes to law, especially intellectual property law. One of the intellectual property laws that has developed along with the times is regarding copyright. Copyright is also closely related to royalties which are a real form of manifestation of economic rights generated by the creator of his own creation. In Law Number 28 of 2014, royalties are also explained, which are compensation for the use of the economic rights of a work or product related rights received by the creator or owner of related rights. Regarding copyright royalties, recently, Indonesian society has been shocked by the judge's decision in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB, which in essence is the granting of the demand for distribution of copyright royalties as joint property. The case started with a divorce lawsuit filed by Inara (wife) against Virgoun (husband, who is a musician) through the West Jakarta Religious Court. In the lawsuit, there are 7 (seven) demands and one of the demands is to provide royalties to Inara for 3 (three) Virgoun songs. Then, the Court granted Inara's lawsuit in full, including the demand to provide 50% royalties to Inara. This happened because Virgoun's creation of these 3 (three) songs was inspired by Inara and her children. This case became a hot topic of discussion among the public because it was predicted to be the first case in Indonesia where the demand for distribution of copyright royalties on joint property was fully granted. This research will discuss the relationship between copyright royalties and joint assets in marriage, which has become a polemic in society based on the legal basis of the relationship between these two things and also reflects directly on the real case in Decision Number 1622/Pdt.G/2023/PAJB. This research was carried out with a normative juridical approach and used a descriptive-analytical research typology. This research found that it is true that copyright royalties can be an object in marriage, but there are several notes for the judge to decide regarding the distribution of the amount of royalties and also regarding the rules for utilization, management and transfer of royalties after the breakup of the marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willy Wardana
"Pemerintah menaruh perhatian khusus dengan membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif (PP 24/2022). PP 24/2022 mengatur mengenai skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual yang menjadikan suatu hak kekayaan intelektual (HKI) sebagai jaminan atas kredit di lembaga bank/non-bank. Dalam PP 24/2022 salah satu bentuk jaminan atas HKI yang diatur adalah Jaminan Fidusia. Sebagai bentuk jaminan fidusia pada lembaga bank/non-bank, terdapat suatu potensi bahwa akan terjadi suatu kredit macet yang berujung pada perkara kepailitan. Sehingga tulisan ini membahas mengenai hak cipta sebagai jaminan fidusia dan teknis valuasi serta eksekusi atas jaminan tersebut apabila masuk dalam proses kepailitan. Metode yang digunakan adalah preskriptif analitis dengan memberikan analisis teknis valuasi dan eksekusi jaminan fidusia atas hak cipta sebagai jaminan utang dalam perkara kepailitan, serta merekomendasikan bagaimana seharusnya hal ini diatur dengan didukung wawancara dari profesi yang terkait dengan kepailitan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pengaturan hak cipta sebagai jaminan fidusia, valuasi dan eksekusi atas hak cipta, serta kepailitan diatur dalam KUHPerdata, UUHC, UUJF, dan PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 dan beberapa peraturan lainnya. Selain itu, atas teknis valuasi dan eksekusi atas hak cipta masih belum terdapatnya kesatuan standarisasi yang berlaku di Indonesia.

The government has paid special attention by establishing Government Regulation Number 24 of 2022 concerning the Implementation Regulations of Law Number 24 of 2019 concerning the Creative Economy (PP 24/2022). PP 24/2022 regulates intellectual property-based financing schemes that make an intellectual property right (IPR) as collateral for credit at bank/non-bank institutions. In PP 24/2022, one of the forms of collateral for IPR that is regulated is Fiduciary Guarantee. As a form of fiduciary guarantee at bank/non-bank institutions, there is a potential that there will be a bad credit that leads to bankruptcy cases. So this paper discusses copyright as a fiduciary guarantee and technical valuation and execution of the guarantee if it enters the bankruptcy process. The method used is prescriptive analytical by providing a technical analysis of valuation and execution of fiduciary guarantees of copyright as debt collateral in bankruptcy cases, as well as recommending how this should be regulated with the support of interviews from professions related to bankruptcy. From the results of the research, it is found that the regulation of copyright as a fiduciary guarantee, valuation and execution of copyright, and bankruptcy are regulated in the Civil Code, UUHC, UUJF, and PP 24/2022, UUK PKPU, PP 24/2022 and several other regulations. In addition, on the technical valuation and execution of copyright there is still no unity of standardization applicable in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Priancha
"Budaya pop Jepang adalah salah satu produk ekonomi kreatif yang terkenal di ranah internasional dan seluruh dunia. Didalam budaya pop jepang, dikenal sebuah konsep bernama ldquo;doujinshi rdquo;, sebuah kegiatan dari para pengemar karya kreatif terkenal untuk membuat karya derivative dari karya-karya yang mereka sukai. Tidak hanya membuat, para pembuat karya derivative juga menjual karya derivative mereka di acara konvensi doujinshi dari sejak tahun 1975 di Jepang dan 2012 di Indonesia. Walaupun kegiatan doujinshi ini sudah berjalan cukup panjang, kegiatan ini masih sering dipandang sebagai ldquo;zona abu-abu rdquo; didalam hukum hak cipta Indonesia dan Jepang. Ini dikarenakan para penggiat kegiatan doujinshi umunya melakukan kegiatanya tanpa mendapatkan izin dari pemilik hak cipta karya yang menjadi rujukan karya derivatif. Skripsi ini akan menganalisa mengenai bagaimana konsep doujinshi diatur dalam hukum hak cipta ke-dua Negara dan legalitas kegiatan doujinshi yang berfokus pada karya musik doujinshi.

Japan pop culture is one of the internationally known creative economic industry products across the globe. Among Japan pop culture, there are known the concept of ldquo doujinshi rdquo , a practice of fans creating derivative works from an existing creative works made by famous artist. Not only creating, the creator rsquo s of doujin works worldwide, sometimes they also sell their derivative works during a doujin convention since 1975 in Japan and starting at 2012 in Indonesia. Despite the long existence of doujinshi practice in Japan and Indonesia, the practice is still somewhat in the ldquo grey zone rdquo under the concept of both Indonesian and Japanese copyright law. This is because the doujinshi practice is commonly done without prior permits from the copyright holder. This thesis will analyze how the concept of doujinshi being regulated in both countries rsquo copyright law and the legality of doujinshi practices focusing on doujin musical works.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69520
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>